Anda di halaman 1dari 9

Mardhiah Hayati (2008) J.

Floratek 3: 26 – 34

RESPONS TUNAS KAKTUS (Mammillaria myriacantha)


PADA BERBAGAI KONSENTRASI NAA DAN BAP
SECARA IN VITRO

Response of shoot of cactus (Mammillaria myriacantha) to various concentrations of NAA


and BAP in Vitro

Mardhiah Hayati

Fakultas Pertanian Unsyiah Darussalam Banda Aceh

ABSTRACT

The research was arranged in a factorial completely randomized design 3 x 3 with 5


replicates. Factors evaluated were concentration of NAA (0, 2, 4 mgl-1), and concentration of
BAP (0, 3, 6 mgl-1). Variables observed were initiation time, shoot numbers, shoot height,
root number at 2 and 4 weeks after culturing (WAC) and life percentage, dead percentage,
contamination percentage. The results showed that NAA significantly affected initiation time
and shoot numbers at 4 WAC. The best initiation time was found at concentration of NAA 4
mgl-1 and the best shoot numbers was found at concentration of NAA 2 dan 4 mgl-1. BAP had
significant effect on shoot number 4 WAC, shoot height 2 WAC, and root numbers at 2 and 4
WAC. The best shoot numbers and shoot height were found at BAP 3 mgl-1 but did not
significantly differ from BAP 6 mgl-1. The best root numbers, however, was at no BAP.
There was no significant interaction between both factors.

Keywords: NAA, BAP, cactus.

PENDAHULUAN bentuk Cristata tidak dapat diperbanyak


melalui biji (generatif). Apabila biji kaktus
Kaktus (Mammillaria myriacantha) yang dihasilkan induk kaktus yang
adalah tanaman hortikultura yang berasal Cristata ini ditumbuhkan maka akan
dari Benua Amerika. Tanaman ini kembali kepada bentuk normalnya. Hal
merupakan salah satu tanaman hias yang inilah yang menyebabkan harga kaktus
banyak digemari masyarakat karena yang Cristata menjadi sangat mahal.
penampilannya yang unik dan khas Menurut Hasjim (1987), tidak hanya
(Djaafarer dan Budiatmaja, 1987). kaktus Cristata yang sulit di perbanyak
Tanaman kaktus ternyata tidak hanya dengan biji, kaktus-kaktus tertentu seperti
dikenal sebagai tanaman hias saja. Kaktus Echinocactus grusonii atau yang lebih
juga biasa menghasilkan buah yang populer dengan sebutan Golden Ball
dikenal dengan prickly pear cactus yang sangat sulit diperbanyak dengan biji,
nikmat rasanya dan dikonsumsi dalam karena bunganya baru muncul setelah
bentuk segar atau dikeringkan (Tim berumur puluhan tahun.
Trubus, 2001). Perbanyakan kaktus secara vegetatif
Jenis kaktus tertentu kadang-kadang dilakukan dengan menyetek, memisahkan
mengalami penyimpangan dari bentuk anakan dan menyambung, namun setek
aslinya. Kaktus yang seperti ini diberi dan anakan hanya terbatas pada jenis
istilah Cristata. Menurut Djaafarer (1987), kaktus yang memiliki percabangan dan
kaktus-kaktus yang Cristata ini termasuk anakan yang cukup banyak. Cara ini tidak
kaktus yang istimewa dan langka, sebab efektif untuk jenis kaktus yang tumbuh
26
Mardhiah Hayati (2008) J. Floratek 3: 26 – 34

secara tunggal, berbatang pendek, dan menyebabkan diferensiasi dan


jenis kaktus yang berbatang panjang tetapi pembentukan tunas. Pembentukan akar
tidak memiliki anakan. Sedangkan dapat terjadi serentak atau diinduksi
penyambungan hanya menciptakan jenis- sesudahnya.
jenis kaktus baru untuk mengatasi Auksin sintetik seperti NAA
kejenuhan pasar (Endah dan Tim Lentera, (Naftalen Asam Asetat) dan 2,4-D(2,4-
2002; Arif, 1990). Djaafarer dan Dikhlorofenoksi asetat) biasanya lebih
Budiatmaja (1987) juga menyatakan efektif daripada IAA (Indol Asam Asetat),
bahwa penyetekan kaktus tidak dapat karena NAA dan 2,4-D tidak dirusak oleh
dilakukan terhadap semua jenis, hanya IAA oksidase atau enzim lain sehingga
pada jenis-jenis kaktus yang banyak dapat bertahan lebih lama dan lebih stabil,
bercabang. namun penggunaan 2,4-D dalam kultur
Mengatasi permasalahan sistem jaringan cenderung dihindari karena 2,4-D
konvensional di atas yang umumnya masih dapat menginduksi kalus dari eksplan,
memerlukan waktu yang cukup lama, saat kecuali untuk tujuan demikian (Salisbury
ini dikembangkan suatu sistem dan Ross, 1995; Hendaryono dan
perbanyakan tanaman yang lebih cepat Wijayani, 1994). Selanjutnya Wetter dan
dengan hasil yang lebih banyak, yakni Constable (1991), menyatakan bahwa
dengan sistem kultur jaringan (Hendaryono NAA, IAA, dan IBA dapat digunakan
dan Wijayani, 1994). dalam media dengan kadar seperti
Gunawan (1987) secara luas sitokinin, tetapi NAA lebih baik digunakan
mendefinisikan kultur jaringan sebagai karena lebih stabil.
usaha mengisolasi, menumbuhkan, Golongan sitokinin yang aktif adalah
memperbanyak, dan meregenerasikan BAP (N6- benzyl amino purine) dan
protoplas dari sel utuh atau agregat sel, Thidiazuron. Kasus-kasus tertentu
atau bagian tanaman seperti meristem, menunjukkan thidiazuron lebih aktif dari
tunas, daun muda, batang muda, ujung pada BAP, namun setiap tanaman akan
akar, kepala sari dan bakal buah, dalam menunjukkan respons yang berbeda,
suatu lingkungan aseptik yang terkendali. sehingga tidak dapat dikatakan auksin atau
Pola perkembangan eksplan di dalam sitokinin yang terbaik karena regenerasi
kultur jaringan dipengaruhi oleh jenis, juga ditentukan oleh faktor internal yang
jumlah, dan perbandingan zat-zat pengatur tidak diketahui (Gunawan, 1995).
tumbuh yang digunakan. Zat pengatur Pierik (1987) menyatakan, auksin
tumbuh auksin dan sitokinin memegang alami (IAA) biasa digunakan dengan
peranan penting. Auksin dan sitokonin konsentrasi 0,01-10 mg/l, dan untuk auksin
tidak hanya menentukan tumbuhnya sintetik (IBA, NAA, dan 2,4-D) yang
jaringan yang dikulturkan, tetapi relatif lebih aktif digunakan pada
bagaimana jaringan itu tumbuh (Skoog dan konsentrasi 0,001-10 mg/l. sedangkan BAP
Miller, dalam Yusnita 2003). biasa digunakan dengan konsentrasi lebih
Wetter dan Constable (1991) juga tinggi (1-10 mg/l) dimana dapat
menyatakan bahwa organogenesis merujuk merangsang pembentukan tunas, tetapi
kepada proses yang menginduksi biasanya menghambat terbentuknya akar.
pembentukan jaringan, sel, atau kalus Penelitian ini bertujuan untuk
menjadi tunas dan tanaman sempurna. mengetahui respons mata tunas kaktus
Proses ini diawali oleh hormon terhadap berbagai konsentrasi NAA dan
pertumbuhan. Benziladenin dan sitokinin BAP serta interaksi antara NAA dan BAP
lainnya, baik sendiri maupun dalam secara in vitro.
kombinasi dengan golongan auksin dan
kadang-kadang dengan asam giberelat,
27
Mardhiah Hayati (2008) J. Floratek 3: 26 – 34

BAHAN DAN METODE tumbuh dan berkembang yang


diamati dua hari sekali setelah
Penelitian ini dilaksanakan di inokulasi (Hari Setelah
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Inokulasi/HSI).
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala b. Jumlah tunas, tinggi tunas dan
Darussalam Banda Aceh selama 1 bulan jumlah akar di ukur pada umur 2
yang dimulai dari bulan Maret sampai dan 4 minggu setelah inokulasi
dengan April 2005. (MSI).
Alat-alat yang digunakan antara lain : c. Persentase hidup, mati dan
botol kultur , gelas ukur, gelas piala, kontaminasi diamati secara visual
erlenmeyer, entkas, lampu bunsen, pada umur 4 MSI.
petrydish, hand sprayer, growth chamber,
autoklaf, timbangan analitik, pH meter, hot HASIL DAN PEMBAHASAN
plate, magnetic stirrer, pinset, scalpel,
alumunium foil, plastik wrap, dan lain-lain. Pengaruh Konsentrasi NAA terhadap
Bahan-bahan yang digunakan Eksplan Tunas Kaktus
adalah : eksplan mata tunas kaktus, media Hasil Uji F menunjukkan bahwa
Murashige dan Skoog (MS), NAA, BAP, konsentrasi NAA berpengaruh nyata pada
alkohol 70%, Betadine, Tween 20, saat inisiasi dan jumlah tunas umur 4 MSI,
Bayclin, sabun Asepso, NaOH, HCl, air namun berpengaruh tidak nyata terhadap
steril, aquades steril, dan lain-lain. jumlah tunas umur 2 MSI, tinggi tunas dan
Rancangan percobaan yang jumlah akar umur 2 dan 4 MSI. Nilai rata-
digunakan pada penelitian ini adalah rata saat inisiasi, jumlah tunas, tinggi tunas
Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola dan jumlah akar eksplan kaktus akibat
faktorial 3x3 dengan 5 ulangan, sehingga perlakuan konsentrasi NAA umur 2 dan 4
terdapat 9 kombinasi perlakuan. Dengan MSI (Tabel 1)
demikian terdapat 45 satuan percobaan. Tabel 1 menunjukkan bahwa saat
Ada dua faktor yang diteliti yaitu inisiasi tumbuh tercepat diperoleh pada
konsentrasi NAA (N) terdiri dari 0, 2, dan perlakuan konsentrasi 4 mg/l (N2), yang
4 mg/l, dan konsentrasi BAP (B) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2
terdiri dari 0, 3, dan 6 mg/l. mg/l (N1), namun berbeda nyata dengan
perlakuan NAA 0 mg/l (N0). Ketersediaan
asam amino dan vitamin sebagai unsur
Pelaksanaan Penelitian hara dalam kultur jaringan membantu
1. Sterilisasi alat-alat proses diferensiasi sel, hal ini ditandai
2. Pembuatan larutan stok media MS dengan inisiasi tumbuh yang lebih cepat
3. Pembuatan media MS pada konsentrasi NAA 4 mg/l (N2) dan
4. Sterilisasi eksplan saat inisiasi terlama pada perlakuan NAA 0
 Sterilisasi di luar entkas. mg/l (N0), namun pada jumlah tunas umur
 Sterilisasi di dalam entkas. 4 MSI perlakuan NAA 2 mg/l (N1)
5. Penanaman merupakan respons terbaik dan tidak
berbeda nyata dengan NAA 4 mg/l (N2)
Peubah yang Diamati tetapi berbeda nyata dengan NAA 0 mg/l
a. Saat inisiasi yaitu saat dimana ( N0).
eksplan menunjukkan tanda hidup
seperti warna tetap hijau kemudian

28
Mardhiah Hayati (2008) J. Floratek 3: 26 – 34

Tabel 1. Rata-rata Saat Inisiasi, Jumlah Tunas, Tinggi Tunas, dan Jumlah Akar Umur 2 dan
4 MSI pada Berbagai Konsentrasi NAA

Konsentrasi NAA (mg/l)


BNJ
Parameter Umur 0 mg/l 2 mg/l 4 mg/l
0.05
(N0) (N1) (N2)
Saat Inisiasi 2.8 2.2 1.9
(HSI) 0.08
(hari) (1.65)b (1.44)a (1.35)a
0.97 4.1 1.9 -
2 MSI (0.8) (1.94) (1.30)
Jumlah Tunas
(buah) 1.26 5.26 3.2
4 MSI 0.83
(1.12)a (2.07)b (1.59)ab
0.47 1.26 0.47
2 MSI -
Tinggi Tunas (0.92) (1.20) (0.92)
(mm) 1.31 1.73 1.15
4 MSI -
(1.18) (1.35) (1.15)
0.6 0.5 1.6
2 MSI -
Jumlah Akar (0.96) (0.92) (1.16)
(buah) 0.73 0.93 3.8
4 MSI -
(0.94) (0.98) (1.24)
Keterangan : (...) = Angka setelah tranformasi x untuk saat inisiasi dan x  0.5 untuk
jumlah tunas, tinggi tunas dan jumlah akar.

Tabel 1 juga memperlihatkan bahwa pada oleh auksin sangat efektif terjadi pada
konsentrasi NAA 2 mg/l (N1), eksplan jaringan tunas muda (Widarto, 1996).
cenderung memberikan nilai rata-rata Hasil penelitian menunjukkan
respons yang lebih baik dibandingkan bahwa perlakuan konsentrasi NAA tidak
dengan konsentrasi NAA 0 mg/l (N0) dan 4 berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas
mg/l (N2) terhadap jumlah tunas umur 2 umur 2 MSI, tinggi tunas dan jumlah akar.
MSI, tinggi tunas umur 2 dan 4 MSI, Tidak nyatanya pengaruh konsentrasi
namun untuk jumlah akar, konsentrasi NAA terhadap peubah yang diamati
NAA 4 mg/l (N2) cenderung memberikan diduga karena pertumbuhan tanaman
nilai rata-rata yang lebih baik masih berada dalam fase logaritmik.
dibandingkan dengan konsentrasi NAA 0 Wattimena et al. (1992)
mg/l (N0) dan 2 mg/l (N1). Hal ini sesuai menambahkan, bahwa senyawa-senyawa
dengan pendapat Hendaryono dan organik seperti auksin, sitokinin dan
Wijayani (1994) yang menyatakan bahwa giberelin dapat bertindak sebagai zat
zat pengatur tumbuh sangat diperlukan penggerak/pemacu dalam mendorong
sebagai komponen medium bagi dimulainya proses-proses biokimia dan
pertumbuhan dan diferensiasi. selanjutnya menuju pada pembentukan
Pembentukan kalus dan organ- organ dan aspek-aspek pertumbuhan
organ tertentu, ditentukan oleh penggunaan lainya. Hormon tanaman dan zat pengatur
yang tepat dari zat pengatur tumbuh yang tumbuh pada umumnya mendorong
ditambahkan. NAA sebagai auksin terjadinya suatu pertumbuhan dan
berperan dalam pembesaran dan perkembangan.
perpanjangan sel, proses pemanjangan sel Menurut Katuuk (1989) bahwa
jumlah auksin yang terkandung dalam
29
Mardhiah Hayati (2008) J. Floratek 3: 26 – 34

eksplan tergantung pada tanaman induk merangsang pembesaran sel serta


sumber eksplan, hal ini meliputi keadaan pertumbuhan akar c) mengatur
pertumbuhan meristem serta kondisi morfogenesis, dimana penggunaan auksin
tanaman itu. Potensi auksin endogen juga serta pemakaiannya tergantung pada jenis
ada perbedaannya walaupun eksplan pertumbuhan yang diinginkan, jumlah
diambil dari sumber yang sama. auksin endogen dalam jaringan eksplan,
Jenis dan konsentrasi auksin akan dan kemampuan eksplan untuk membentuk
memberiklan respons baik terhadap auksin alamiah serta interaksi antara
perakaran yang dipengaruhi oleh teknik auksin endogen dan eksogen.
dan cara pelaksanaannya dan zat pengatur
tumbuh yang biasa digunakan untuk Pengaruh Konsentrasi BAP Terhadap
memacu dan menginisiasi perakaran Eksplan Tunas Kaktus
adalah kelompok auksin yaitu IBA dan Hasil uji F menunjukkan bahwa
NAA (Goh, et al. 1984). konsentrasi BAP berpengaruh sangat nyata
NAA dan 2,4-D merupakan terhadap jumlah tunas 4 MSI, tinggi tunas
golongan auksin sintesis yang mempunyai 2 MSI serta jumlah akar 2 dan 4 MSI, dan
sifat lebih stabil dari pada IAA, karena berpengaruh tidak nyata pada saat inisiasi,
tidak mudah terurai oleh enzim-enzim jumlah tunas 2 MSI dan tinggi tunas 4
yang dikeluarkan oleh sel atau karena MSI. Nilai rata-rata saat inisiasi, jumlah
adanya pemanasan pada proses sterilisasi tunas, tinggi tunas dan jumlah akar kaktus
(Hendaryono dan Wijayani, 1994). akibat perlakuan konsentrasi BAP umur 2
Penambahan NAA pada asparagus dan 4 MSI dapat dilihat pada Tabel 2.
secara in vitro meningkatkan persentase Tabel 2 menunjukkan bahwa
eksplan bertunas. Pada media yang tidak perlakuan pemberian konsentrasi BAP 6
diperkaya dengan NAA diperoleh mg/l (B2) memiliki rata-rata inisiasi yang
persentase 82,3 %, sedangkan pada media cenderung lebih cepat dibandingkan
yang diperkaya dengan 3 ppm NAA dengan perlakuan konsentrasi BAP 3 mg/l
diperoleh eksplan bertunas sebesar 92,8%. (B1) dan 0 mg/l (B0). Tabel 2 juga
Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh zat menunjukkan bahwa jumlah tunas umur 4
pengatur tumbuh berbeda tergantung pada MSI dan tinggi tunas umur 2 MSI tertinggi
jenis zat pengatur tumbuh, jenis eksplan diperoleh pada konsentrasi BAP 3 mg/l
serta tanaman yang dikulturkan (Winarsih (B 1 ), yang tidak berbeda nyata dengan
dan Priyono, 2000). konsentrasi BAP 6 mg/ l, namun berbeda
Hasil penelitian juga menunjukkan nyata dengan konsentrasi BAP 0 mg/ l.
akar pada eksplan dapat terbentuk pada Jumlah akar terbanyak diperoleh pada
perlakuan tanpa menambah NAA ke perlakuan konsentrasi BAP 0 mg/l (B 0 )
dalam media (N0) ini membuktikan bahwa
dan pada konsentrasi BAP 3 dan 6 mg/l
sel-sel dari eksplan yang digunakan
secara nyata menurunkan jumlah akar
mengangandung auksin endogen (IAA)
umur 2 dan 4 MSI.
yang mampu merangsang pertumbuhan
Penambahan konsentrasi BAP 3
akar. Kemampuan sel yang dapat
mg/l (B1) dapat meningkatkan jumlah
memproduksi IAA secara otonom sehingga
tunas umur 4 MSI dan tinggi tunas pada
pertumbuhan dan perkembangan tanpa
umur 2 MSI, sedangkan penambahan
penambahan auksin eksogen (ZPT) disebut
konsentrasi BAP 3 mg/l (B1) 6 mg/l (B2)
sebagai auksin Habituasi (Katuuk, 1989).
pada umur 2 dan 4 MSI justru
Menurut Goerge dan Sherrington
menghambat pembentukan akar pada
(1984), fungsi auksin dalam media adalah
ekspla.
: a) merangsang pertumbuhan kalus b)

30
Mardhiah Hayati (2008) J. Floratek 3: 26 – 34

Tabel 2. Rata-rata Saat Inisiasi, Jumlah Tunas, Tinggi Tunas dan Jumlah Akar Umur 2 dan 4
MSI pada Berbagai Konsentrasi BAP.

Konsentrasi BAP (mg/l)


Parameter Umur 0 mg/l 3 mg/l 6 mg/l BNJ0.05
(B0) (B1) (B2)
Saat Inisiasi 2.6 2.2 2.0
(HSI) -
(hari) (1.6) (1.44) (1.40)
0.13 4.1 2.9 -
2 MSI (0.76) (1.88) (1.57)
Jumlah Tunas
(buah) 0.4 5.6 4.0
4 MSI 0.81
(0.89)a (2.19)c (1.72)bc
0 1.13 1.08
2 MSI 0.38
Tinggi Tunas (0.71)a (1.18)c (1.14)bc
(mm) 1.23 1.82 1.07
4 MSI -
(1.14) (1.43) (1.15)
2.8 0 0
2 MSI 0.46
Jumlah Akar (1.62)b (0.71)a (0.71)a
(buah) 5.49 0 0
4 MSI 0.78
(1.74)b (0.71)a (0.71)a
Keterangan : (...) = Angka setelah tranformasi x untuk saat inisiasi dan x  0.5 untuk
jumlah tunas, tinggi tunas dan jumlah akar.

Pengaruh fisiologis sitokinin pada Interaksi Antara Konsentrasi NAA dan


sel jaringan adalah dalam hal BAP terhadap Eksplan Tunas Kaktus
mempengaruhi sintesa protein dan Berdasarkan hasil uji F bahwa
mengatur aktifitas enzim. (Hendaryono interaksi antara konsentrasi NAA dan BAP
dan Wijayani, 1994), penambahan adenin berpengaruh tidak nyata terhadap semua
pada BAP sangat penting dalam peubah. Oleh karena itu konsentrasi NAA
penyusunan substansi inti sel, dalam batas dan BAP berperilaku sama, yang berarti
tertentu adenin digunakan untuk bahwa saat inisiasi, jumlah tunas, tinggi
merangsang pembentukan tunas pada tunas dan jumlah akar akibat perbedaan
kultur meristem, sedangkan untuk konsentrasi NAA tidak bergantung pada
perpanjangan tunas, adenin dibutuhkan konsentrasi BAP maupun sebaliknya.
dalam konsentrasi yang lebih rendah atau Tidak terjadinya interaksi antara
tidak perlu sama sekali. kedua faktor ini diduga disebabkan oleh
Menurut Wattimena et al. (1992) faktor-faktor antara lain kondisi eksplan
pengaruh BAP sebagai sitokinin terutama yang masih dalam fase logaritmik, faktor
pada proses pembelahan sel, diferensiasi lingkungan dan media. Fase logaritmik
sel, proliferasi tunas ketiak dan ialah fase dimana tumbuhan dalam masa
penghambat pembentukan akar, dan perkecambahan atau inisisasi, biasanya
penambahan BAP pada eksplan yang pertumbuhan lambat, sehingga meskipun
menggunakan pucuk atau setek dapat tanaman memperoleh unsur hara yang
mendorong proliferasi tunas. optimal, pertumbuhan tanaman tetap tidak
akan bertambah (Lakitan, 2000).
Sel-sel tanaman yang
dikembangkan dengan teknik kultur
jaringan mempunyai toleransi pH yang

31
Mardhiah Hayati (2008) J. Floratek 3: 26 – 34

relatif sempit dan titik optimal antara 5,0 - campuran garam mineral, unsur makro dan
6,0, bila eksplan sudah mulai tumbuh, pH mikro gula, protein, vitamin dan hormon
dalam lingkungan kultur jaringan tumbuh, dengan demikian keberhasilan
umumnya akan naik Apabila nutrien habis kultur jaringan jelas ditentukan oleh media
terpakai, hal ini menjadi faktor penyebab tanam dan macam tanaman (Hendaryono
tidak ada pertumbuhan selanjutnya, karena dan Wijayani,1994)
terlalu lama waktu pergantian ke media
baru sehingga menyebabkan pH berubah Evaluasi Keberhasilan Kultur
dimana ini akan mempengaruhi media. Tabel 3 menunjukkan persentase
Media tanam harus berisi semua zat yang hidup kultur keseluruhan adalah 71,1 %,
diperlukan untuk menjamin pertumbuhan persentase eksplan yang mati keseluruhan
eksplan, bahan-bahan yang diramu berisi yaitu 8,8% dan kontaminasi 20 %.

Tabel 3. Persentase Hidup, Mati, dan Kontaminasi Kultur Eksplan Kaktus pada Berbagai
Perlakuan.

Peubah
Perlakuan
Hidup (%) Mati (%) Kontaminasi (%)
N0B0 2 (40.00) 1 (20.00) 2 (40.00)
N0B1 5 (100.00) 0 (0.00) 0 (0.00)
N0B2 2 (40.00) 0(0.00) 3(60.00)
N1B0 3(60.00) 1(20.00) 1(20.00)
N1B1 3(60.00) 2 (40.00) 0(0.00)
N1B2 4(80.00) 0 (0.00) 1(20.00)
N2B0 4(80.00) 0(0.00) 1(20.00)
N2B1 5(100.00) 0(0.00) 0(0.00)
N2B2 4(80.00) 0(0.00) 1(20.00)
Total 32(640) 4(80.00) 9(180)
Rata-rata 3.5(71.10) 0.4(8.80) 1(20.00)

Selama inkubasi dilaksanakan, kultur penelitian budidaya jaringan yang


mengalami kontaminasi dan mati sehingga mengalami kontaminasi dapat
tidak dapat tumbuh dan berkembang secara ditanggulangi dengan cara penyesuaian
optimal, maka respons pertumbuhan dan jumlah ulangan pada ulangan terkecil dari
perkembangan akibat diberikan perlakuan suatu perlakuan pada penelitian atau
NAA dan BAP dalam media tidak dapat percobaan.
diamati, sesuai dengan pendapat Gunawan Kontaminasi eksplan umumnya
(1987) bahwa respons pertumbuhan dan diakibatkan oleh jamur dan bakteri. Hal itu
perkembangan eksplan hanya dapat diduga terjadi pada saat penanaman atau
dilakukan pada eksplan atau bahan akibat komposisi sterilisasi yang kurang
tanaman yang bebas kontaminasi. tepat. Media sangat menguntungkan bagi
Wattimena et al. (1992) pertumbuhan mikroorganisme.
menambahkan penyajian data pada Mikroorganisme dapat tumbuh dengan

32
Mardhiah Hayati (2008) J. Floratek 3: 26 – 34

cepat sehingga menutupi permukaan media sehingga suhu dan kelembaban sering
dan eksplan. berubah-ubah yang berdampak pada
Sterilisasi bahan tanaman kondisi lingkungan tumbuh eksplan yang
berhubungan erat dengan jenis dan kadang-kadang tidak sesuai dengan
konsentrasi bahan sterilisasi serta metode kebutuhan kultur.
sterilisasi yang digunakan. Bahan tanaman
yang mengalami pemutihan jaringan
disebabkan tingginya konsentrasi bahan KESIMPULAN DAN SARAN
sterilisasi, kematian eksplan dapat juga
terjadi akibat pembilasan eksplan yang A. Kesimpulan
kurang baik saat setelah dilakukan 1. Konsentrasi NAA berpengaruh nyata
perendaman dalam larutan sterilisasi. Hal pada saat ininsiasi, jumlah tunas umur
ini sejalan dengan pendapat Gunawan 4 MSI, namun tidak berpengaruh nyata
(1995) yang menyatakan bahwa terhadap jumlah tunas umur 2 MSI,
konsentrasi bahan sterilisasi yang terlalu tinggi tunas dan jumlah akar umur 2
tinggi dan lamanya perendaman dapat dan 4 MSI. Saat inisiasi terbaik
menyebabkan pemutihan jaringan yang dijumpai pada konsentrasi NAA 4
berakibat matinya sel-sel pada eksplan, mg/l. Jumlah tunas kaktus terbaik
sedangkan pembilasan yang tidak dijumpai pada konsentrasi NAA 2 dan
sempurna dapat menyebabkan 4 mg/l.
tertinggalnya bahan sterilisasi 2. Konsentrasi BAP berpengaruh sangat
dipermukaan eksplan sehingga dapat nyata terhadap jumlah tunas 4 MSI,
bersifat toksik pada sel-sel dari jaringan tinggi tunas 2 MSI dan juga terhadap
eksplan saat dikulturkan. Penggunaan jumlah akar 2 dan 4 MSI, namun
antibiotik dengan konsentrasi yang tinggi berpengaruh tidak nyata terhadap saat
dapat mengakibatkan efek phototoksik inisiasi, jumlah tunas 2 MSI dan tinggi
pada tanaman, keadaan lingkungan ruang tunas 4 MSI. Jumlah tunas pada umur 4
inkubasi yang kurang baik memudahkan MSI dan tinggi tunas 2 MSI terbaik
terjadinya kontaminasi pada eksplan yang kita jumpai pada BAP 3 dan 6 mg/l.
dapat mengakibatkan kematian pada Jumlah akar terbanyak pada umur 2
jaringan. dan 4 MSI didapat pada perlakuan
Karjadi et al. (1995) menyatakan tanpa BAP .
bahwa organogenesis atau perkembangan 3. Tidak terdapat interaksi yang nyata
jaringan menjadi organ melibatkan antara konsentrasi NAA dengan BAP
interaksi antara zat pengatur tumbuh yang terhadap saat inisiasi, jumlah tunas,
diberikan dengan faktor lainya seperti zat tinggi tunas dan jumlah akar eksplan
pengatur tumbuh endogen dan media, kaktus.
ketepatan dalam konsentrasi zat pengatur
tumbuh yang digunakan sangat penting
dan jumlah ini akan berinteraksi dengan DAFTAR PUSTAKA
hormon tumbuh dari eksplan yang
digunakan. Arief, A. 1990. Hortikultura. Andi Offset.
Selain hal tersebut di atas faktor Yogyakarta. 217 hlm.
lain yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan eksplan adalah lingkungan, Djaafarer, R. dan L. Budiatmaja. 1987.
dimana lingkungan sangat penting untuk Aneka Kaktus dan Cara
pertumbuhan eksplan karena lingkungan Merawatnya dalam Trubus.
baik maka eksplan akan tumbuh baik pula, Jakarta. (XVIII) : 178-181.
seperti arus listrik yang sering mati
33
Mardhiah Hayati (2008) J. Floratek 3: 26 – 34

Djaafarer, R. 1987. Kaktus-kaktus yang Raja Grafindo Persada. Jakarta. 219


Mempesona dalam Trubus. Jakarta. hlm.
(XVIII) : 214 – 220.
Endah, J. H. dan Tim Lentera. 2002. Pierik, R. L. M. 1987. In Vitro Culture of
Mempercantik Kaktus dan Higher Plants. Department of
Meningkatkan Nilai Jualnya. Agro Horticulture, Agricultural
media Pustaka. Jakarta. 180 hlm. University Wageningen. Martinis
Nijhoff Publishers, Dordrecht,
Goh, H. K. L, A. N. Rao and C. S. Ioh. Netherlands.
1984. Direct shoot bud formation
from leaf explant exergetics Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995.
Limited. England. Fisiologi Tumbuhan (Terjemahan
oleh Diah R. Lukman dan
Goerge, E. F. dan P. D. Sherrington. 1984. Samaryono) jilid III. ITB.
Plant Propagation by Tissue Bandung. 343 hlm.
Culture Exergetics Limited.
England. 308 hlm. Tim Trubus. 2001. Kebun Dragon Fruit
Panya Clongsin dalam Trubus.
Gunawan, L. W. 1987.Teknik Kultur Jakarta. (XXXII) : 30 - 35.
Jaringan Tumbuhan. Laboratorium
Kultur Jaringan Tumbuhan. Pusat Wattimena, G. A.;L.W. Gunawan; N. A.
Antar Universitas Bioteknologi Mattjik; E. Syamsudin; N. M. A.
IPB. Bogor. 244 hlm. Wiendi; dan A. Ernawati. 1992.
Bioteknologi Tanaman.
Gunawan, L. W. 1995. Teknik Kultur In Laboratorium Kultur Jaringan
Vitro dalam Hortikultura. Penebar Tanaman. Departemen Pendidikan
Swadaya. Jakarta. 114 hlm. dan Kebudayaan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 309 hlm.
Hendaryono, D. P. S. dan Wijayani. 1994.
Teknik Kultur Jaringan : Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara
Pengenalan dan Petunjuk Memperbanyak Tanaman secara
Perbanyakan Tanaman Secara Efisien. Agromedia Pustaka.
Vegetatif Modern. Kanisius, Jakarta. 103 hlm.
Yogyakarta.134hlm
Wetter, L. R. dan F. Constabel. 1991.
Karjadi, 1995. Pengaruh Konsentrasi Metode Kultur Jaringan Tanaman
GA3,NAA dan BAP dalam Media (Terjemahan oleh Mathilda B.
MS terhadap Pertumbuhan Jaringan Widianto). ITB. Bandung.
Meristem Tanaman Kentang
Rempah dan Obatan. 6 (1): 30-37. Widarto, L. 1996. Perbanyakan Tanaman
dengan Biji, Setek, Cangkok,
Katuuk, J. R. P. 1989. Teknik Kultur Sambung, Okulasi dan Kultur
Jaringan dalam Mikropropagasi Jaringan. Bandung. 156 hlm.
Tanaman, D2LPTK. Jakarta. 188
hlm. Winarsih, S. dan Priyono. 2000. Pengaruh
Zpt Terhadap Pembentukan dan
Lakitan, B. 1995. Hortikultura Teori Pengakaran Tunas Mikro pasa
Budidaya dan Pasca Panen. PT. Asparagus secara Iv Vitro. Jurnal
Hortikultura.10 (1) : 11-17.

34

Anda mungkin juga menyukai