BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Terjemahan:
Lakukan pekerjaan yang diberikan kepadamu karena
Melakukan perbuatan itu lebih baik sifatnya. Dari pada
Tidak melakyukan apa-apa, sebagai juga untuk memelihara
Dirimu tidak akan mungkin jika engkau tidak bekerja.
Artinya:
Hanya dengan perbuatan Prabu Jantaka dan lain-lainya
mendapatkan kesempurnaan.
Jadi kami harus juga melakukan pekerjaan
dengan pandangan memelihara dunia.
2.3.3 “Byakaonan”
Alas yang dipakai untuk banten ini sebuah “asyakan” (“sidi” dari bambu), kemudian
diatasnya diisi “jejahitan” yang disebut “kulit sesayut”, “kulit peras”, dari daun pandan yang
berduri, dan selanjutnnya berturut-turut diisi nasi yang dibungkus dengan daun pisang, ada yang
berbentuk segi empat ada yang berbentuk segi tiga “penek” yang disisipi bawang, jae dan tersi
mentah(“penenk hamong”). Di sekitar diisi lauk-pauk, “jaja”, buah-buahan, “sampian nagasari”,
dari daun andong, “ canang genten”/biasa dan beberapa perlengkapan lainnya seperti:
1. “Pebersihan/pengeresik” : sebuah “ceper” yang berisi “sisig”, “kekesok” (dari tepung beras),
“tepung-tawar, (dari daun dadap, kunir dan beras yang ditumbuk), minyak dan “wija/sesari”,
serta sebuah “sampian payasan”.
2. “Isuh-isuh”, sebuah “ ceper” yang berisi sebutir telur ayam yang mentah, (kadang-kadang
diganti dengan bawang yang dikupas sampai halus), sapu lidi, serabut ayam dijepit, (sabet),
“ngad”, “base tulak” (“porosan”) yang ujung sirih nya berlawanan, dan sebuah “tangkih” yang
berisis ramuan dari daun “kayu tulak”, “kayu sisih”, “kemurugan”, “padang lepas”, daun alang-
alang dan daun dadap.
3. ‘Amel-amel : sebuah limas (tangkih) diisi daun dadap ujung dadap “padang lepaas” masing-
masing 3 buah, lalu diikat dengan benang merah, putih dan hitam (benang “tri datu”). Kemudian
dilengkaapi dengan sebuat “seet mingmang”.
4. “Sasak mentah”, sebuah limas yang berisi tiga keel nasi yang disirami dengan darah mentah
dilengkapi dengan bambu-bambu yang “di Rajang” (“basa Rajang”).
5. “Seroan alit”, terdiri dari sebuah “peras”,” tulung”, dan “sesayut”.
6. “Padma”, (sejenis jejaitan dari janur, untuk menciptakan tirta)
7. Sebuah” Lis” “pabyakalaan”, “ Lis ageng” ini terdiri dari beberapa buah jejahitan atau anyaman
dari janur. Yang diikat sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti “base tampel”, serta
digantungkan sebuah “tipat kukur” dan dua kepeng uang”,. Waktu upacara “lis” dipotong dengan
tangan kiri dan ikatnya dibuka. Didalam upacara-upacara yang biasa dapat dipergunakan “lis”
yang kecil (“lis alit”, “lis padma”).
8. “penyeneng”: sebuah “jejahitan”, yang berpetak tiga dan diisi “tepung tawar”, nasi “sagau”,
“wija/sesarik” dan “tetebu” darai benang, serta “porosan” dan “bunga”.
Untuk melaksanakan upacara “mebyakala” diperlukan perlengkapan seperti “kekeb” yang berisi
“tapak dara kapur”, dan “tetimpug”, yang dibuat dari 5/7/9 potong bambu yang masih kedua
ruasnya, sehingga kalau dibakar akan menimbulkan suara/meletus. Dan upacara ini dipergunakan
sebagai pendahuluan dari setiap “yadnya” “penampahan galunagan”, menyertai “banten”
“pedengen-dengen”, “caru” dan yang lainnya.
Terlebih dahulu “tetimpugan” itu dibakar diatas sebuah tungku sehingga berbunyi/meletus tiga
kali, secara rohaniah hal ini adalah untuk memanggil para “Bhuta-kala”, sedangkan secara
lahiriah, hal itu merupakan suatu syrat/tanda bahwa upacara akan segera dimulai. Kemudian
dijalankan (diciptakan air biasa dengan bunga, selanjutnya menyalakan alat perlengkapan yang
ada pada “pembersihan” dan “penyeneng” seperti “kekosok”(tepung), nasi “segau”, “tepung
tawar”, lalu mencipratkan air lagi sekali dengan “bebuu”, kemudian dilanjutkan dengan menyapu
(“mengayabkan”) dengan sapu, sabet, dan telur ayam yang mentah. Setelah itu mencipratkan air
dengan “lis pabyakalan”, kemudian “tirta pabyakalan dengan padma”, dan
pengelukatan/pebersihan” dengan bunga akhirnya “mengayabkan” “banten” disertai dengan
“metetabuh”. Apa bila upakara ini dipakai dalam upacara “Manusa Yadnya”, maka setelah
dihaturkan seperti diatas, orang yang bersangkutan diupacarai seperti diatas dan waktu “natab”
“banten” tangan di arahkan ke belakang/ ke samping.
Upacara ini dilakukan di halaman rumah atau halaman “merajan” menghadap pintu masuk
(“pemesuan”). Dan beberapa buah-buah “mantra” .
1. “Kekosok”.
Om Trena taru lata kebaretan kelinusan dening angin angampuhang mala wigna. Om siddhir
astu ya namah swaha.
4. “Puja tetebus”.
Om raga wetan, anagapusaken balung pil-pilu, dan kadi langge ning Sanghyang Surya,
mangkana langgengning angapusaken kang tinebas-tebas,
OM. Sampurna ya namah svaha.
8. “Mantra Lis”.
Pukulun ngadeg sira Sang janur-Kuning, tumurun Bhatara Siwa, ulun angaturaken busung reka,
busung ringgit, ron sarwa laluwes, mas awarona kumala-wintwn, angilangana sakwehing dasa-
mala, sebel-kandel, awigna sudh, tutuga ring sapta wredah. OM Sriyawenamu namah svaha.
9. “MenciptakanTirtan Pabyakaonan”.
Pukulun Hyang Bhatara Kali, Bhatara Hyang Sakti, Sang Kala Putih, Sang Kala Pita, Sang
Kala Ireng, Sang Kala Amanca Warna, Sang Kala Anggapati, Sang Kala Karogan-rogan, Sang
Kala Pepedan, Sang Kala Sri, Sang Kala Patti, Sang Kala Sedahankala, aja sira anyangkalen
manusanira ngastuti Hyang Dewa Bhatara ring Parhyangan Sakti, reh ingsun anagaturaken
tadah sajinira. Bhatara Kala punika bhuktinen redanira kabeh. OM Kala-Kalibhoyo bhuktaya
namah. OM. Ksama sampurnaya namah, OM sarwa Kala laksana ksamam ya namah svaha.
2.3.4. “Prayascita-sakti”.
Sebagai alasnya adalah sebuah “kulit sesayut” dan kadang-kadang berbentuk “tamas” kemudian
di atasnya berturut-turut diisi : “Kulit peras” dari janur (“busung”) yanag bentuknya bulat daun
“tabiabun” (mungkin dapat diganti dengan daun “tabia/lombok biasa), 8 lembar yang dijahit
menjadi satu serta bentuknya bundar (seperti padma), lalu di atasnya diisi nasi yang berbentuk
juga bundar. Diatas nasi itu diisi lauk paukserta 5 iris telur dadar, yang diletakkan sedemikian
rupa sehigga menunjukkan kelima arah mata angin. Di beberapa tempat ada kalanya di lengkapi
dengan 8 biji bawang putih (kesuna) yang dialasi dengan “kukun kambing”, (sejenis anyam-
anyaman dari busung). Selanjutnya “banten ini dilengkapi pula dengan buah-buahan, jajan, lauk-
pauk, “sampian-nagasari”, “canang genten”/”burat wangi”, “penyen eng”, “pesucian/
pengeresikan”, “babuu”, “padma”, “lis senjata” (lis, yang melukiskan 5/9/11 jenis senjata “nawa-
dewata”. Kelapa gading yang masih muda (“kelungah”) “di Kasturi” ( dibuka dengan bukaan
yang berbentuk segi tiga), dan sebuah “banten” “peras kecil” (tumpengnya kecil”)
Penggunaannya:
Banten ini dapat dipergunakan sebagai pembersihan terhadap bangunan yang baru
selesai/diperbaiki, sehabis “kecuntakaan” (“kesebelasan”) seperti sehabis melahirrkan
melahirkan (setelah berumur 42 hari) sehabis kematian. Serta jenis-jenis caru. Bila menyertai
“banteni byakaonan atau “durmengala maka “banten:” dipakai setelah menghaturkan kedua jenis
“banten “ tersebut.
“mantra banten prayascita”
OM. Hrim, Srim, Nam, Swam, Yam, sarwa rogha wighna satru winasaya Rang OM Phat.
OM,Hrim, Srim, Am, Tam, Sam, Bam,Im, sarwa danda mala papa-klesa winasaya Rah Um,
Phat.
OM. Hrim,Srim, Am, Um, Mam, sarwa wighna winayasaRah Um Phat.
Om siddhi Guru Srom sah Osat, OM, sarwa wighna winasaya.
Sarwa klesa winasaya, sarwa rogha winasaya, sarwa satru winasaya, sarwa dusta winasaya,
sarwa papa winasaya, astu ya namah svaha.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari materi diatas dapat kami simpulkan bahwa tujuan dari pada Bhuta Yadnya itu
adalah pembersihan terhadap tempat (alam), dan Pembersihan terhadap bhuta-kala. Serta mampu
memeberikan penyupatan kepada mahluk yang lebih rendah dari pada manusia dan para Bhuta-
kala agar menjadi Bhuta hita. Dan upakara-upakara yang befungsi sebagai pemeliharaan dan
penyupatan Yaitu terhadap para bhuta kala dan makhluk-makhluk tersebut, yaitu ‘segehan
kepel’, segehan cacahan’, ‘segehan agung’, ‘gelar sanga’, dan beberapa jenis caru. Upakara ini
dapat dipergunakan sebagai persembahan biasa dan menyertai setiap yadnya. Serta upakara
yang berfungsi sebagai pembersihan. yaitu “byakala”, “prayascita”, “durmenggala”. Upakara-
upakara ini dapat dipergunakan sebagai pendahuluan dari suatu yadnya, pembersihan terhadap
suatu tempat, diri sendiri dan lain-lainnya.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari sempurna, maka
demi penyempuranaan makalah kami ini kritik dan saran dari para pembaca sangat kami
perlukan dan kekurangan-kekurang materi yang kami sampaikan perlu ditinjau lebih jauh lagi.
Semoga makalah kami ini ada manfaatnya bagi pembaca.