Anda di halaman 1dari 10

JURNAL ILMIAH ILMU AGAMA DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

ANALISIS WACANA GURU BHAKTI DALAM CERITA


BHAGAWAN DHOMYA: KUASA PENGETAHUAN DAN
HEGEMONI GURU KEPADA KETIGA MURIDNYA
Putu Eka Sura Adnyana 1

Abstract Bhagawan Domya’s story is one episode in the Adiparwa text, which
tells about the obedience of the three students to a teacher. In this story a
teacher tests the devotions and devotion of his students, namely is Arunika,
Utamanyu, and Veda. The story is discussed with the discourse theory from
Michel Foucault. The data is taken from the Adiparwa book by Zoetmulder,
to be precise abaout Bhagawan Dhomya’s story. Data analusis is the
process of examining all research data obtained through observation,
recording, documents, and so on. The results of this study will be presented
using an informal method because the data studied is qualitative data in
the from of verval narrative. Foucault’s discourse in the Adiparwa text on
Bhagawant Dhomya went testing his three students using the discourse of
guru bhakti, then Bhagawan Dhomya can exercise his power over his three
students by carrying out “pinariksa” test as a from of his hegemony, as well
as the basis for giving his gift of knowledge to his three students.
Keywords discourse of guru bhakti, Adiparwa, Bhagawan Dhomya

PENDAHULUAN
Cerita Bhagawan Dhomya terdapat Mahabharata dengan menceritakan
dalam pustaka lontar Adiparwa. seorang Bhagawan ‘guru’ yang bernama
Adiparwa merupakan parwa pertama Dhomya dalam menguji kesetiaan ketiga
dalam asta dasa parwa pada cerita muridnya yang bernama Sang Arunika,
Mahabharata. Mahabharata sebagai Sang Utamanyu, dan Sang Weda. Teks
bagian itihasa dalam kodifikasi pustaka cerita Bhagawan Dhomya merupakan
Weda Småti, Mahabharata dikonstruksi salah satu cara yang efektif seorang
dari berbagai segmen-segmen cerita pengawi ‘pengarang’ dalam
yang terdapat didalamnya. Cerita mempublikasikan ideologi kuasa dan
Bhagawan Dhomya adalah salah satu hegemoni seorang guru terhadap ketiga
segmen yang mengkontruksi muridnya. Eriyanto (2012:13)
1
ekasuraadnyana@gmail.com

198
WIDYA DUTA | VOL. 15, NO. 2 | 2020
menyatakan bahwa teks merupakan berbeda dari karya tulis yang lahir dari
salah satu bentuk praktek ideologi, seorang pengawi ‘pengarang’ dari
bahasa, tulisan, pilihan kata maupun lingkungan kerajaan atau tempat
struktur gramatika dipahami sebagai pengasraman.
pilihan yang diungkapkan membawa Menurut Nurudin (2003: 214-223),
makna ideologi tertentu dalam taraf penyampaian sebuah teks mempunyai
memenangkan dukungan publik. efek yang berwujud pada tiga hal, yaitu
Wacana guru bhakti yang efek kognitif (pengetahuan), afektif,
dikontruksi oleh cerita Bhagawan (emosional dan perasaan), dan
Dhomya, pengaruhnya tidak dapat behavioral (perubahan pada tingkah
dihindarkan pada prosesi pembelajaran laku). Cerita Bhagawan Dhomya
pada dharma pengasraman Hindu. Guru menandakan bahwa seorang Bhagawan
bhakti merupakan sebagai wacana kuat (guru) yang bernama Dhomya telah
bagi seorang murid untuk taat, bhakti menghegemoni murid-muridnya sebagai
dan patuh kepada seorang guru. akibat dari pandangan tradisi Weda yang
Keberadaan wacana tentang guru bhakti, masih dipegang teguh. Bhagawan
perlu dianalisis dan dibedah pada cerita Dhomya dianggap sebagai guru dan
Bhagawan Dhomya. Isi dari wacana guru ‘dewa sekala’ (agent of change) yang
bhakti tersebut sangat dipengaruhi oleh memiliki kredibilitas dan otoritas. Hal
berbagai komponen melekat dalam tersebut menjadikan Bhagawan Dhomya
institusi dharma pangasraman itu sendiri sebagai referensi sekaligus penentu dari
dan sebagai bentuk ajaran pustaka suci perubahan prilaku murid-muridnya saat
Weda. berlangsungnya ujian “pinariksa”
Wacana adalah suatu komunikasi sehingga menjadikan Bhagawan Dhomya
lisan atau tulisan yang dilihat dari titik sebagai figur yang disucikan dan
pandang kepercayaan, nilai dan kategori dihormati karena dianggap sebagai
yang masuk di dalamnya. Analisis lambang kewahyuan Ilahi dan bentuk
wacana atas isi teks menurut Van Djik pengejawantahan tradisi Weda. Perintah
dalam Sobur (2001: 71) juga Bhagawan Dhomya dianggap benar dan
menekankan bahwa wacana adalah tidak boleh dikritik ataupun disangkal
salah satu interaksi. Sebuah wacana juga sehingga wajib dilaksanakan dan
dapat berfungsi sebagai suatu pernyatan dijalankan oleh murid-muridnya.
‘assertion’, pertanyaan ‘question’, Dengan demikian, wacana guru
tuduhan ‘accusastion’ atau ancaman bhakti adalah representasi budaya
‘threat’. Bahkan wacana juga dapat agama, yang terpetakan dalam teks-teks
digunakan untuk mendiskriminasi, parwa Mahabharata. Oleh karena itu,
mempersuasi, dan menghegemoni orang proses guru bhakti adalah identik dengan
lain untuk tunduk dan patuh. Kelahiran proses produksi dan reproduksi wacana
teks jenis apapun, termasuk teks cerita agama yang tidak lepas dari konteks
Bhagawan Dhomya tidak luput dari sosio budaya yang melingkupinya.
pengaruh sosial, ekonomi, politik dan Melalui penggambaran di atas tentang
budaya suatu tempat dan waktu. Sebuah proses kuasa dan hegemoni yang terjadi
teks yang dituliskan oleh seorang pada cerita Bhagawan Dhomya, maka
pengawi ‘pengarang’ yang menepi dalam tulisan ilmiah ini bertujuan untuk
kesunyian (tapa dan samadhi) akan mengeksplorasi bagaimana kuasa dan

199
WIDYA DUTA | VOL. 15, NO. 2 |2020
hegemoni seorang Bhagawan Dhomya kekuasaan itu menghasilkan realitas
kepada ketiga muridnya. (Haryatmoko, 2014: 241). Menurut
Foucault (dalam Martono, 2014:35),
TEORI setiap perkembangan pengetahuan
Tulisan ini menggunakan teori berhubungan dengan proses produksi
wacana yang dikemukakan oleh pengetahuan. Sehingga diperlukannya
Foucault. Michel Foucault adalah salah suatu proses dalam mempertahankan
satu filsuf penting abad ke-20 yang suatu wacana atau pengetahuan yang
pemikirannya sampai saat ini masih disebut dengan episteme. Melalui
relevan digunakan dalam memahami episteme, Foucault mendesain sebuah
fakta sosial. Wacana dalam perspektif realitas yang mengikat dan
Foucault tidak hanya dipahami sebagai menghubungkan wacana menurut
serangkaian kata atau proposisi dalam periode sejarahnya. Episteme
teks, wacana juga dapat memproduksi merupakan sebuah ruang terbuka yang
sebuah gagasan, konsep, atau efek memiliki total set relasi saling
tertentu (Eriyanto, 2012:65). Wacana berhubungan. Episteme ada dalam
bagi Foucault merupakan berbagai teks kurun waktu tertentu dalam proses
yang memiliki makna, kekuatan, dan efek penentuan pengetahuan dan cara
dalam konteks sosial (Ratu, 2012). berpikir manusia pada konteks wacana
Wacana tidak pernah netral dan lahir dan kebenaran. Pengetahuan
berdasarkan asumsi alamiah, namun merupakan suatu diskursus atau wacana
wacana dibentuk dan dikondisikan oleh yang digunakan guna menopang sebuah
institusi-institusi yang lebih dominan kebenaran untuk melegitimasinya.
atas aspek-aspek yang didominasinya Episteme tidak dapat terjamah karena
(Jalal, 2007). Foucault melihat adanya memiliki cara kerja yang sangat halus
hubungan antara wacana, kekuasaan, dalam hal menguasai pola pikir manusia
dan pengetahuan. Menurut Foucault pada satu zaman dan menyingkirkan
(2012), melalui wacana, kekuasaan dapat pola pikir alternatif (Foucault, 2002:23).
memproduksi pengetahuan atau Penggunaan teori wacana Foucault
kebenaran. Kekuasaan melahirkan ini adalah untuk membedah kuasa dan
kriteria keilmiahan yang menjadi ukuran hegemoni Bhagawan Dhomya sebagai
kebenaran, yang pada akhirnya juga seorang guru yang memproduksi wacana
dapat membentuk individu guru bhakti agar dapat menghegemoni
(Haryatmoko. 2014: 241). ketiga muridnya sebagai bentuk
Bagi Foucault, penyelenggara kepatuhan dan kesetiaan muridnya serta
kekuasaan selalu memproduksi agar dapat memproduksi pengetahuan
pengetahuan atau kebenaran sebagai sebagai syarat kelayakan yang
basis dari kekuasannya (Ratu, 2012). diberikannya setelah ketiga muridnya
Inilah sebabnya mengapa Foucault tidak dinyatakan lolos ujian.
lagi melihat kekuasaan sebagai sesuatu
yang menindas, melarang, atau METODE
membatasi. Pandangan Foucault Pengumpulan data sangat
terhadap kekuasaan lebih pada sesuatu menentukan berhasil atau tidaknya
yang produktif, di mana setiap orang ikut suatu penelitian (Bungin, 2001: 129).
ambil bagian yang pada akhirnya Objek penelitian ini adalah sebuah cerita

200
WIDYA DUTA | VOL. 15, NO. 2 | 2020
dalam teks Adiparwa. Untuk Pengetahuan dapat menyebabkan
memperoleh data dan membatasi adanya rekonfigurasi sosial, di mana
keseluruhan cerita pada Adiparwa seorang yang dianggap memiliki
tersebut, maka dipilihlah salah satu pengetahuan lebih akan menetapkan
episode cerita dalam teks Adiparwa yaitu segala sesuatu yang dianggap tidak baik
cerita Bhagawan Dhomya. Langkah atau tidak benar dan sesuatu yang
selanjutnya baru kemudian dilakukan dianggap benar. Hal ini merupakan salah
pencatatan tentang data yang akan satu dari adanya permainan kuasa
dipakai mendukung analisis. Data yang pengetahuan yang bertujuan untuk
diambil dari teks Adiparwa tersebut menghasilkan tubuh-tubuh yang taat
merupakan data primer. akan aturan yang dibuat oleh guru
Analisis data merupakan proses (Foucault, 2002:24).
menelaah seluruh data hasil penelitian Konteks diatas dapat menjelaskan
yang diperoleh melalui pengamatan, tentang pengetahuan dan kekuasaan
pencatatan, dokumen, dan sebagainya yang dimiliki oleh Bhagawan Dhomya.
(Moleong, 1990: 199). Penelitian ini Bhagawan Dhomya dalam Adiparwa
bersifat kualitatif sehingga analisis dijelaskan sebagai seorang Brahmana
datanya akan memakai deskriptif yang memiliki pengetahuan tinggi dan
analitik. Artinya, analisis mulai dari data memiliki tempat pertapaan di negara
sampai dengan analisis dan simpulannya Ayodhya. Bhagawan Dhomya
disajikan dalam bentuk uraian. Hasil merupakan seorang guru pada tempat
penelitian ini akan disajikan dengan pertapaan yang disebut dengan patapan.
menggunakan metode informal karena Beliau memiliki tiga orang murid yang
data yang dikaji adalah data kualitatif sangat berbakti kepada gurunya
dalam bentuk naratif verbal. Metode sebagaimana yang dijelaskan dalam teks
informal artinya cara penyajian hasil sebagai berikut.
pengolahan data penelitian dengan “Hana sira bràhmana bhagawàn
menggunakan rangkaian kata atau Dhomya ngaran ira. Patapan ira ry
kalimat sebagai sarat penyajian Ayodhyàwisaya Hana ta úiûya nira
(Sudaryanto, 1992: 64). Implikasinya tigang siki, ngaran ira sang
tidak akan memakai rumusan angka- Utamanyu, sang Àrunika, sang
angka, diagram, dan grafik, yang masih Weda.”
memerlukan penjelasan lagi. Terjemahan:
“Ada seorang Brahmana, beliau
PEMBAHASAN bernama Bhagawan Dhomya, tempat
Pengetahuan, Kekuasaan dan Wacana pertapaannya di Ayodya, memiliki tiga
Bhagawan Dhomya orang murid yang bernama sang
Pengetahuan memiliki suatu Utamanyu, sang Arunika, dan sang
hubungan yang berkaitan dan selalu Weda.” (Adiparwa).
bersangkutan dengan kekuasaan. Menurut Foucault, kekuasaan
Perngetahuan dan kekuasaan memiliki terakumulasi melalui pengetahuan, dan
sifat yang bertautan, di mana pertautan pengetahuan selalu memiliki efek kuasa.
tersebut adalah pertautan yang tidak Kekuasaan menghasilkan pengetahuan.
saling meniadakan, melainkan saling Kekuasaan dan pengetahuan secara
menguatkan satu sama lain. langsung saling mempengaruhi, tidak

201
WIDYA DUTA | VOL. 15, NO. 2 |2020
ada hubungan kekuasaan tanpa ada Kekuasaan yang muncul selanjutnya
konstitusi korelatif dari bidang akan menciptakan berbagai wacana yang
pengetahuannya…” (Foucault, 2002:27). akan mempengaruhi pratik sosial
Pengetahuan memiliki perkembangan (Martono, 2014:49). Pratik sosial pada
yang selalu berkembang dan menjalani cerita Bhagawan Dhomya yaitu ketika
proses produksi pengetahuan yang Sang Arunika, Sang Utamanyu, dan Sang
dikenal dengan sebutan episteme. Weda melaksanakan ujian sesuai dengan
Episteme dalam pandangan Foucault perintah yang sudah diberikan dari
adalah digunakan sebagai sebuah prinsip gurunya. Hal ini kemudian menjadikan
penataan. Hal ini berkaitan dengan Sang Arunika, Sang Utamanyu dan Sang
penataan yang dilakukan oleh Bhagawan Weda hanya melakukan kegiatan yang
Dhomya terhadap ketiga muridnya. diperintahkan dari gurunya guna
Dalam proses penataannya, Bhagawan berbakti dengan gurunya yang kemudian
Dhomya menggunakan cara dalam dikenal dengan wacana guru bhakti.
bentuk ujian dari seorang guru terhadap Foucault (2002) berbicara tentang
muridnya. Pemberian ujian yang wacana, berarti berbicara tentang
diberikan oleh Bhagawan Dhomya aturan-aturan, praktik-praktik yang
kepada muridnya merupakan salah satu menghasilkan pernyataan-pernyataan
bentuk kekuasaan seorang guru yang yang bermakna pada satu rentang
menjadi tolok ukur bhakti seorang murid historis tertentu. Wacana dipengaruhi
kepada gurunya. kekuasaan dan pengetahuan secara
Kekuasaan (dalam Martono, bersama-sama. Kekuasaan menentukan
2014:49), dapat menghasilkan pengetahuan apa saja yang dianggap
pengetahuan yang dianut (dipaksakan) sebagai sebuah kebenaran sehingga
pada sebagian individu, sehingga dapat menjadi wacana umum. Wacana
pengetahun dan kekuasaan saling membantu menjelaskan mekanisme
mempengaruhi satu sama lain secara distribusi kekuasaan, sehingga dapat
langsung. Pengetahuan akan menjadi alat menyebarkan dan
membentuk hubungan kekuasaan dalam mewujudkan kekuasaan.
waktu yang sama karena tidak ada relasi Hal ini terlihat dalam alur cerita
kekuasaan tanpa adanya konstitusi Bhagawan Dhomya ketika menguji ketiga
korelatif yang berhubungan dengan murid-muridnya dengan menggunakan
pengetahuan. Kemunculan kekuasaan wacana guru bhakti dan guru susrusa
sering kali membentuk sistem kontrol. maka Bhagawan Dhomya dapat
Sistem kontrol muncul dalam cerita melaksanakan kekuasaan terhadap
Bhagawan Dhomya ketika menguji para ketiga muridnya dengan melaksanakan
muridnya yaitu melakukan pembagian ujian sebagai bentuk pengetahuan yang
tugas saat ujian berlagsung yang di mana nantinya akan diberikan ketiga
Sang Arunika mendapat ujian bersawah, muridnya. Hal ini terlihat dalam kutipan
Sang Utamanyu menggembala lembu, teks Adiparwa, sebagai berikut:
serta Sang Weda membuat hidangan di “Kapwa pinariksa nira, Yan tuhu
dapur. guru susrusa, gurubhakti. Kramanya
Adanya sistem kontrol tersebut deniramariksa, sang Arunika kinon
menunjukkan sifat kekuasaan dalam ira yasawaha rumuhun; Tumut sang
konteks pembatasan aktivitas manusia. Utamanyu pinariksa nira. Ya ta kinon

202
WIDYA DUTA | VOL. 15, NO. 2 | 2020
manghhwanang lembu; Tumut sang sendiri. Tidak ada pengetahuan tanpa
Weda pinariksanira, kinon ira kuasa, dan sebaliknya tidak ada kuasa
tamolaheng padagan, tanpa pengetahuan (Eryanto, 2005:65-
kumawwatakna tadah 66).
nira”(Adiparwa). Analisis wacana kritis (Critical
Artinya: Discourse Analysis) dari Michel Foucault
(Semua diuji akan ketaatan dan merupakan salah satu metode analisis
bhaktinya kepada guru, caranya sang pada teks untuk membongkar
Arunika diujinya Ia diminta bersawah, bagaimana cara teks mengkonstruksi
sang Utamanyu diperintahnya untuk sebuah wacana. Analisis wacana
menggembala lembu, kemudian sang menekankan pada konstelasi kekuatan
Weda diujinya. Ia diperintah untuk yang terjadi pada proses produksi dan
tinggal di dapur menyediakan hidangan) reproduksi makna. Analisis wacana kritis
melihat pemakaian bahasa dalam
Analisis Wacana Guru Bhakti Bhagawan tuturan dan tulisan sebagai praktik
Dhomya sosial. Cerita Bhagawan Dhomya telah
Menurut Foucault, wacana tidak memproduksi wacana guru bhakti
dipahami sebagai serangkaian kata atau kepada ketiga muridnya yang ertuang
proposisi dalam teks. Akan tetapi wacana dalam lontar Adiparwa.
merupakan sesuatu yang memproduksi Wacana guru bhakti diberikan oleh
hal yang lain berupa sebuah gagasan, Bhagawan Dhomya kepada ketiga
konsep, atau efek. Wacana dapat muridnya, menandakan bahwa
dideteksi karena secara sistematis suatu Bhagawan Dhomya adalah seorang guru
ide, opini, konsep dan pandangan hidup yang berperan penting pada tempat
dibentuk dalam suatu konteks tertentu pertapaannya yaitu sebagai lembaga
sehingga mempengaruhi cara berpikir institusi pendidikan mengikuti tradisi
dan bertindak (Eryanto, 2005:11). Weda. Tradisi Weda tempat pertapaan
Dalam analisis wacana pendekatan merupakan tempat belajar dan memiliki
Foucault, kuasa tidak dimaknai dalam bentuk, fungsi, dan makna yang hampir
term “kepemilikan” di mana seseorang sama dengan ashram, atau kini telah
mempunyai sumber kekuasaan tertentu. bertransformasi menjadi pasraman.
Kuasa menurut Foucault tidak dimiliki Tempat patapan yang diampu dan
tetapi dipraktikkan dalam suatu ruang dipimpin oleh Bhagawan Dhomya,
lingkup di mana ada banyak posisi yang bertujuan sebagai tempat untuk
secara strategis berkaitan satu sama lain. mempelajari dan mengimplementasikan
Bagi Foucault, kekuasaan selalu ajaran-ajaran Weda.
terakulasikan melalui pengetahuan, dan Proses pengerjaan ujian yang
pengetahuan selalu mempunyai efek diberikan oleh Bhagawan Dhomya
kuasa. Penyelenggara kekuasaan membuat ketiga muridnya menjadi taat
menurut Foucault, selalu memproduksi dan patuh akan perintah dan larangan
pengetahuan sebagai basis dari sang guru. Berdasarkan uraian dari
kekuasaannya. Pengetahuan tidak teks Adiparwa yang menjelaskan tentang
merupakan pengungkapan samar-samar ketaatan dan bhakti Sang Arunika, Sang
dari relasi kuasa, tetapi pengetahuan Utamanyu dan Sang Weda, dapat
berada di dalam relasi-relasi kuasa itu menggambarkan adanya pengaruh

203
WIDYA DUTA | VOL. 15, NO. 2 |2020
pengetahuan dan kekuasaan yang tinggi dan pengetahuan dapat menghasilkan
pada wacana guru bhakti yang kekuasaan secara produktif.
dilontarkan oleh Bhagawan Dhomya. Pengetahuan merupakan dampak dari
Wacana guru bhakti merupakan suatu hubungan kekuasaan-pengetahuan
muatan ideologi atau kekuasaan yang (relasional) dan perubahan-
sudah dibuat sedemikian rupa oleh perubahannya dalam sejarah (Foucault,
Bhagawan Dhomya untuk 2002). Teks cerita Bhagawan Dhomya
melangsungkan proses ujian “pinariksa”. menjalankan otoritasnya (kekuasaan)
Wacana guru bhakti dijadikan sebagai seorang guru melalui wacana
sebagai suatu tolak ukur kebenaran dan pengetahuan. Wacana dan
dalam setiap perilaku dan tindakan yang pengetahuan tersebut dituangkan pada
akan dilakukan oleh ketiga murid sebuah teks dengan memberikan
Bhagawan Domya saat ujian “pinariksa”. perintah kepada ketiga muridnya untuk
Akibat dari seorang guru yang telah melakukan ujian yang di mana masing-
melontarkan wacana guru bhakti, masing muridnya diberikan teks yang
menjadikan seorang murid akan taat dan berbeda. Namun tujuan yang ingin
mematuhi setiap kehendak dari gurunya. dicapai oleh Bhagawan Dhomya
Dalam posisi ini, seorang guru terhadap muridnya tetaplah sama yaitu
memegang kuasa pengetahuan dan sama-sama menguji ketaatan dan bhakti
kekuasaan yang tinggi dibandingkan dari muridnya dengan menggunakan
dengan ketiga muridnya. Sehingga istilah wacana guru bhakti.
wacana guru bhakti, menghasilkan Wacana guru bhakti yang
tubuh-tubuh sosial yang taat terhadap dilontarkan dari seorang guru yang
pratik sosial. Hal ini tercerminkan pada memiliki pengetahuan dan kekuasaan
setiap tindakan yang dilakukan oleh Sang penuh menyebabkan dengan mudahnya
Arunika, Sang Utamanyu dan Sang Weda sebuah diskursus masuk dan diterima
saat menjalankan ujian yang diberikan oleh seorang murid. Sebuah diskursus
oleh gurunya. Ketaatan yang dilakukan atau wacana akan mengonstruksi,
oleh ketiga murid Bhagawan Dhomya mendefinisikan dan menghasilkan objek
dalam menjalankan ujian “pinariksa” pengetahuan dengan cara-cara yang
merupakan sebuah diskursus untuk masuk akal dan akan mengesampingkan
menyatukan bahasa dan praktik yang bentuk penalaran lain sebagai cara yang
mengacu pada produksi pengetahuan tidak masuk akal (Barker, 2016:83). Guru
melalui bahasa yang memberikan makna bhakti menyediakan cara berperilaku
dan praktik sosial. Dalam hal ini yaitu yang baik melalui cara-cara yang sama
wacana guru bhakti sebagai bahasa dan tentang suatu topik tertentu melalui
ketaatan sebagai perilaku atau praktik motif atau sekumpulan ide, praktik dan
sosialnya. bentuk pengetahuan yang terus
berulang pada aktivitas, sehingga
Guru Bhakti sebagai Legalitas dan pembentukan sebuah wacana guru
Hegemoni Kuasa Pengetahuan bhakti akan terbentuk sedemikian rupa
Foucault menjelaskan dalam dan memunculkan makna tersendiri. Hal
tulisannya yang berjudul The ini dapat dilihat melalui penjelasan teks
Archaeology of Knowledge (2002), Adiparwa cerita Bhagawan Dhomya saat
kekuasaan menciptakan pengetahuan Sang Arunika diuji berikut ini.

204
WIDYA DUTA | VOL. 15, NO. 2 | 2020
“Sedeng ahayu tuwuh nikang wija, tetap menjalankan guru bhakti, lalu
teke tang wah saha wrstipta, hudan Bhagawan Dhomya melihat dan
adres. Alah ta galeng nikang sawah. meminta Sang Arunika untuk bangun.
Saka ri wedi niran kahibekana toya Perilaku sang Arunika saat menggunakan
ikang pari, tinambak nira ta ya badannya untuk menahan air
tapwan asowe ikang we; alah teka merupakan wujud ketaatan akan wacana
tambak nika. Mawuh tinambak nira. guru bhakti yang sudah dilegitimasi oleh
Tan wring deya nira, I wekasan Sang Arunika.
tinambakaken tawak nireng we Perilaku yang sama juga dilakukan
manglendo, tarmolah irikang rahina oleh Sang Utamanyu dan Sang Weda saat
wengi. Katon tawak nira ngkaneng menjalankan ujian dari Bhagawan
sawah de sang guru, Mojar bhagawan Dhomya. Sang Utamanyu dan Sang Weda
Dhomya ri sira, kinon ta sirawu ngwa” selalu melaksanakan perintah dan
(Adiparwa) perkataan yang diberikan oleh gurunya
Terjemahan : guna menjalankan guru bhakti. Proses
(Ketika biji yang ditanamnya pengujian yang dilakukan Bhagawan
dengan baik, datanglah air bah, hujan Dhomya merupakan rangkaian tugas
pun turun dengan lebatnya. belajar untuk ketiga muridnya. Langkah
Berantakanlah pematang sawahnya. pembelajaran tersebut merupakan
Karena khawatir, kalau-kalau padinya bentuk pengetahuan dalam
tergenang air. Ditahannyalah air itu. merealisasikan kekuasaan.
Tidak lama antaranya, pematang jebol, Hal itu menunjukkan bahwa
ditahan lagi (putus lagi, demikian Bhagawan Dhomya adalah orang yang
berulang kali). Sang Arunika tiada mempunyai otoritas tunggal atas
berdaya lagi, akhirnya badannya kebenaran informasi (ilmu pengetahuan)
dipergunakan untuk menahan air, dan ketiga muridnya harus meyakininya
direbahkan dirinya tidak bergerak dari sebagai suatu kebenaran. Cara menguji
tempatnya itu siang malam. Terlihatlah Bhagawan Dhomya merupakan ruang
oleh sang guru akan keadaan itu, dan bagi konteks relasi kuasa antara guru
meminta Arunika untuk bangun) dengan ketiga muridnya. Perilaku
Adiparwa Bhagawan Dhomya dengan menguji
ketiga muridnya ditempat pertapaannya
Berdasarkan teks Adiparwa, di atas menjadi sebuah dominasi. Penguasaan
dijelaskan bahwa Sang Arunika Bhagawan Dhomya terhadap ilmu
melaksanakan ujian yang diberikan oleh pengetahuan Weda yang diampunya
gurunya dengan baik. Sang Arunika merupakan suatu yang tak bisa
dalam cerita teks tersebut mengalami dielakkan.
malapetaka yaitu kedatangan air bah. Pelaksanaan ujian awalnya
Sang Arunika mengupayakan berbagai bertujuan untuk menguji kesetiaan dan
macam cara agar tanaman yang bhakti dari murid kepada gurunya.
ditanamnya tidak tergenang air, namun Bhagawan Dhomya menjalankan
masih tetap gagal. Sang Arunika hegemoni penguasaan pengetahuan
kemudian menggunakan badannya yang berdampak pada kekuasaan yang
untuk menahan air guna secara produktif terlihat pada
mempertahankan tanamannya agar dimulainya pinariksa “ujian” sebagai

205
WIDYA DUTA | VOL. 15, NO. 2 |2020
bentuk wacana guru bhakti, ketiga murid menghasilkan kebenaran untuk
kepada Bhagawan Dhomya. membicarakan tentang guru bhakti.
Pengetahuan yang lebih mendalam
terhadap pengetahuan Weda secara SIMPULAN
tidak langsung memberikan kuasa Berdasarkan pembahasan diatas
tersendiri bagi Bhagawan Dhomya dapat disimpulkan bahwa wacana guru
terhadap orang-orang yang menjadi bhakti yang dilontarkan oleh Bhagawan
muridnya. Relasi kuasa yang terjadi Dhomnya dipengaruhi oleh kuasa
menjebak ketiga muridnya tersebut pengetahuan dan kekuasaan dari
dalam hegemoni yang dilakukan oleh Bhagawan Dhomya. Wacana guru bhakti
Bhagwan Dhomya. menjadikan ketiga murid Bhagawan
Bhagawan Dhomya menggunakan Dhomya yaitu Sang Arunika, Sang
teknis episteme karena episteme Utamanyu, dan Sang Weda menuruti dan
menurut Foucault tidak bisa dijamah. melaksanakan ujian “pinariksa” dengan
Sebagaimana yang dijelaskan oleh baik tanpa melanggar perkataan dari
Foucault, bahwa episteme memiliki cara seorang guru. Ketaatan yang dilakukan
kerja yang sangat halus menguasai pola oleh Sang Arunika, Sang Utamanyu dan
pikir manusia dan dengan mudah Sang Weda mencerminkan adanya
menyingkirkan pola pikir alternatif. Hal kontruksi wacana guru bhakti yang
ini kemudian menjadikan wacana guru sudah melekat pada dirinya sehingga
bhakti yang dikemukakan oleh wacana guru bhakti menjadi disiplin
Bhagawan Dhomya sangat mudah tubuh yang telah merasuk ke dalam pola
merasuk ke dalam pola pikir ketiga pikirnya melalui episteme seperti yang
muridnya selama proses ujian dimaksudkan oleh Foucault. Maka dari
berlangsung. Bagaimana wacana guru itu, dapat disimpulkan bahwa adanya
bhakti dapat dikategorikan, didefinisikan pengetahuan dan kekuasaan yang tinggi
dan ditindaklanjuti yaitu tergantung dapat memunculkan sebuah wacana
pada tiga komponen diskursif: disiplin yang mudah merasuk ke dalam pola pikir
ilmu, institusi, dan tokoh (Foucault, manusia sehingga menjadikan wacana
2002:23). tersebut sebagai ketaatan disiplin tubuh
Konstruksi wacana guru bhakti guna mencapai sebuah kebenaran.
telah menghegemoni kehidupan
manusia hingga saat ini karena guru DAFTAR PUSTAKA
bhakti didominasi oleh disiplin Barker, Chris. 2016. Cultural Studies:
keagamaan/religi (Weda). Kaitannya Teori & Praktik. (Nurhadi,
dengan cerita Bhagawan Dhomya, Penerjemah). Jakarta: Kreasi
disiplin guru bhakti ini didapat karena Wacana
ketaatan seorang murid kepada gurunya Bungin, Burhan. 2001. Metodologi
yang didapat pada petapan. Dan di Penelitian Sosial. Surabaya:
Petapan tersebut seorang murid Universitas Airlangga.
mendapatkan pengalaman baik itu Eriyanto. 2012. Analisis Wacana:
berupa ujian, nasihat, ataupun larangan Pengantar Analisis Teks Media.
dari seorang guru tentang perbuatan Yogyakarta. LKiS
baik dan buruk. Dari kombinasi ketiga Foucault, M . 2002. Pengetahuan dan
komponen tersebut kemudian

206
WIDYA DUTA | VOL. 15, NO. 2 | 2020
Metode (Karya-Karya Penting Arah Memahami Metode Linguistik.
Foucault). (Arief, Penerjemah). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Yogyakarta: Jalasutra. Press.
Foucault, M. 1979. Discipline and Punish. Zoetmulder, PJ. 2005. Adiparwa Bahasa
Harmondsworth: Penguin. Jawa Kuna dan Indonesia. Surabaya:
Haryatmoko. 2014. Etika politik dan Paramitha
kekuasaan. Jakarta: Kompas Media
Nusantara.
Jalal, M. 2007. Praktik diskursif “The
Theory of Truth Michel Foucault”
dalam konstruksi simbolisasi bahasa
Indonesia. Masyarakat,
Kebudayaan, dan Politik, 20(3), 220-
227.
Kajeng, I Nyoman.1997. Sarasamuscaya.
Jakarta: Hanuman Sakti
Martono, Nanang. 2014. Sosiologi
Pendidikan Michel Foucault:
Pengetahuan, Kekuasaan, Disiplin,
Hukuman, dan Seksualitas. Jakarta:
Rajawali Pers.
Maswinara, I Wayan. 2004. Rg Veda
Samhita. Surabaya : Paramita.
Moleong, Lexy J. 1990. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Nurudin. 2003. Komunikasi Massa.
Malang: Cespur
Ratu, Titian. 2012. Analisis Wacana
Homoseksualitas di dalam Film All
You Need is Love – Meine
Schwiegertochter Ist Ein Mann.
Skripsi. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media
Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Storey, J. 2009. Cultural theory and
popular culture (5th Ed.). London:
Pearson Education.
Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik Ke

207
WIDYA DUTA | VOL. 15, NO. 2 |2020

Anda mungkin juga menyukai