Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA LINGKUNGAN
MATERI

ALKALINITAS

Disusun oleh:
Nama : Fara Anisa Salsabillah

NIM : 195100901111005

Kelompok : O-1

Asisten :

Alifado Humam Arrafi Michelle Maria Magdalena N

Alfina Damayanti Metta Octavia

Devina Nurshadrina Mochammad Faiz Maulana

Fatimah Azzahra Nadia Lathifah Abidin

Fatkhurrohmi Alfi Hapsari Savira Medita Virgian P

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa menurunkan pH
larutan. Alkalinitas terdiri dari ion-ion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO3-) dan hidroksida (OH-
) yang merupakan buffer terhadap pengaruh pengasaman. Alkalinitas diperlukan untuk
mencegah terjadinya fluktuasi pH yang besar, selain itu juga merupakan sumber CO 2 untuk
proses fotosintesis fitoplankton. Nilai alkalinitas akan menurun jika aktifitas fotosintesis naik,
sedangkan ketersediaan CO2 yang dibutuhkan untuk fotosintesis tidak memadai. Sumber
alkalinitas air tambak berasal dari proses difusi CO2 di udara ke dalam air, proses dekomposisi
atau perombakan bahan organik oleh bakteri yang menghasilkan CO 2, juga secara kimiawi
dapat dilakukan dengan pengapuran secara merata di seluruh dasar tambak atau permukaan
air .Jenis kapur yang biasa digunakan adalah CaCO 3 (kalsium karbonat), CaMg
(CO3)2 (dolomit), CaO (kalsium oksida), atau Ca(OH)2 (kalsium hidroksida). Alkalinitas
dinyatakan dalam mg CaCO3/liter air (ppm).
Alkalinitas merupakan konsentrasi total dari unsur basa yang terkandung dalam air dan
biasa dinyatakan dalam mg/liter atau setara dengan kalsium karbonat (CaCO 3). Dikatakan
bahwa alkalinitas dalam air tawar sangat berperan penting karena alkalinitas tidak hanya
berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan plankton, tapi juga mempengaruhi parameter-
parameter lainnya. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa
penurunan nilai PH larutan. Alkanitas merupakan hasil dari reaksi-reaksi dalam larutan
sehingga merupakan sebuah analisa “makro” yang menggabungkan beberapa reaksi.
Alkalinitas dalam air disebabkan oleh ion-ion karbonat, bikarbonat, hidroksida (OH-) dan juga
borat, fosfat, silikat dan sebagainya. Dalam air sifat alkalinitas sebagian besar disebabkan oleh
adanya bikarbonat dan sisanya oleh karbonat dan hidroksida (OH -). Pengukuran alkalinitas
dapat menggunakan titrasi.
Titrasi asam basa merupakan salah satu metode analisa kuantitatif yang sangat penting
penggunaannya untuk menentukan konsentrasi dari suatu zat yang ada dalam
larutan.Keberhasilan dalam melakukan titrasi asam-basa sangat ditentukan oleh adanya
indikator yang tepat sehingga mampu menunjukkan titik akhir yang tepat. Indikator titrasi asam
basa merupakan suatu zat yang digunakan sebagai penanda terjadinya titik akhir titrasi pada
analisis volumetrik khususnya metode titrasi asam basa.Suatu zat dapat digunakan sebagai
indikator titrasi asam basa jika dapat merubah warna suatu larutan seiring dengan terjadinya
perubahan konsentrasi ion hidrogen atau perubahan pH.Biasanya indikator titrasi asam basa
merupakan suatu senyawa organik yang bersifat sebagai asam lemah dan dapat
mendonorkan ion hidrogen untuk molekul air membentuk basa konjugat.Kondisi inilah yang
dapat memberikan warna karakteristik pada setiap penggunaan indikator titrasi asam basa.

1.2 Tujuan
a. Mengetahui cara membuat larutan srandar HCL 0,1 M
b. Mengetahui cara membuat larutan standar NaOH 0,1 M dan sandar primer H2C2O4
c. Mengetahui cara melakukan standarisasi larutan HCL 0,1 M dan NaOH 0,1 M
d. Penggunaan larutan standar NaOH 0,1 M untuk menetapkan kadar asam asetat cuka
perdagangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Alkalinitas


Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetrelkan asam. Biasa juga dikenal
acid neutralizing capacity (ANC) yang dapat diartikan sebagai kuantitas anion dalam air yang
dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga dapat diartikan sebagai kapasitas
penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Alkalinitas air adalah
kemampuan dari air tersebut untuk mentralisir asam. Penyusun alkalinitas perairan adalah
anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-), dan hidroksida (OH-). Borat (H2BO3-), silikat
(HSiO3-), fosfat (HPO42- dan H2PO4-), sulfida (HS-), dan amonia (NH3). Sebagai pembentuk
alkalinitas yang utama adalah bikarbonat, karbonat, dan hidroksida, dan bikarbonat adalah
paling banyak terdapat pada perairan alami. Adapun yang mmpengaruhi alkalinitas adalah Ph,
mineral, suhu, dan kekuatan ion (Bintoro dan Mukhtarul, 2014).
Alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas
anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas berfungsi sebagai
kapasitas penyangga terhadap perubahan Ph. Alkalinitas berperan dalam sistem penyangga
seperti bikarbonat yang terdapat pada perairan dengan nilai alkalinitas total berperan sebagai
penyangga perairan terhadap perubahn Ph yang drastis. Jika basa kuat ditambahkan ke
dalam perairan maka basa tersebut akan bereaksi dengan asam karbonat. Jika asam
ditambahkan ke dalam perairan maka asam tersebut akan digunakan untuk mengonversi
karbonat menjadi bikarbonat. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30-300 mg/L CaCO3.
Nilai alkalinitas pada perairan alami adalah 40 mg/L (Farchan dan Mugi, 2011).

2.2 Pengertian Titrasi


Titrasi adalah proses pengukuran volume uji larutan standar yang diperlukan untuk
mencapai titik kesetaraan. Reaksi dijalankan dengan cara penambahan suatu larutan dari
buret dikit demi sedikit, sampai jumlah zat yang direaksikan tepat menjadi satu ekuivalen satu
sama lain. Jika titran sudah ditambahkan dan telah mengalami perubahan warna maka proses
titrasi dihentikan yang artinya titrasi sudah mencapai titik ekuivalen. Perubahan warna ini
dinamakan titik akhir tittrasi. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titran, sementara
larutan yang ditambahkan oleh titran disebut titrat. Penetapan konsentrasi yang digunakan
dalam analisis titrasi adalah Molaritas (M) atau Normalitas (N) karena penghitungan dalam
analisis sangat sederhana dan paling sering digunakan dalam prosedur laboratorium. Reaksi
dalam proses tittrasi harus memenuhi syarat-syarat, antara lain reaksi harus bersifat
stiokiometri, reaksi harus cepat dan reversible, rekasi juga harus spesifik dan tidak boleh ada
reaksi samping (reaksi lainnya yang dapat menganggu), dan perubahan dalam sifat larutan
harus jelas ketika reaksi lengkap. Perubahan ini dapt berupa perubahan warna atau juga sifat
fisik maupun kimia dari larutan tersebut. Titik ekuivalen atau titik dimana jumlah stiokiometri
titran yang ditambahkan setara dengan titrat harus setara dengan titik akhir tittrasi. Terakhir
adalah reaksi harus bersifat kuantitatif, yaitu keseimbangan reaksi harus jatuh kekanan,
sehingga perubahan tajam akan terjadi di titik akhir untuk mendapatkan akurasi yang
diinginkan. Reaksi kimia yang dapat berperan sebagai dasar untuk penetapan titrasi
dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu titrasi asam basa, titrasi redoks, pengendapan, dan
pembentukan kompleks (Saputro, 2015).
Analisa volumetri merupakan salah satu metode analisa kwantitatif, yang sangat penting
penggunaannya dalam menentukan konsentrasi zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan
analisa volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya indikator yang tepat sehingga mampu
menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat. Salah sat jenis titrasi yang paling sering digunakan
adalah titrasi asam-basa. Titrasi asam basa merupakan salah satu metode analisis kuantitatif
untuk menentukan konsentrasi dari suatu zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan dalam
titrasi asam-basa sangat ditentukan oleh kinerja indikator yang mampu menunjukkan titik akhir
dari titrasi. Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya
berubah. Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya merupakan elektrolit kuat, larutan
pada titik ekivalen akan mempunyai pH=7. Tetapi bila asamnya ataupun basanya merupakan
elektrolit lemah, garam yang terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada titik ekivalen larutan
akan mempunyai pH > 7 (bereaksi basa) atau pH < 7 (bereaksi asam). Harga pH yang tepat
dapat dihitung dari tetapan ionisasi dari asam atau basa lemah tersebut dan dari konsentrasi
larutan yang diperoleh. Titik akhir titrasi asam basa dapat ditentukan dengan indikator asam
basa. Indikator yang digunakan harus memberikan perubahan warna yang nampak di sekitar
pH titik ekivalen titrasi yang dilakukan, sehingga titik akhirnya masih jatuh pada kisaran
perubahan pH indikator tersebut. Suatu indikator dapat menunjukkan titik akhir titrasi, maka
memiliki ciri yaitu indicator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekuivalen
dengan titrat dan perubahan warna itu harus terjadi mendadak agar tidak ada keraguan
tentang kapan titrasi harus dihentikan (Ratnasari dkk., 2016).

2.3 Prinsip Dasar Titrasi


Titrasi asam basa pastinya melibatkan asam dan basa di dalamnya, sehingga akan terjadi
perubahan Ph larutan yang di titrasi. Perubahan Ph ini dapat diukur menggunakan electrode
Ph meter. Prinsip dasar dari titrasi asam basa yaitu menambahkan sejumlah volume larutan
standar yang sudah diketahui konsentrasinya dengan pasti untuk bereaksi secara sempurna
dengan larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Titrasi asam basa melibatkan asam atau
basa sebagai analitnya maupun titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan
larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan setetes demi setetes sampai mencapai
keadaan ekuivalen (titran dan analit tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan
berubahnya warna indikator (Viona, 2014).

2.4 Larutan Standar


2.4.1 Larutan Standar Primer + Contoh
Larutan standar atau larutan baku adalah larutan dimana konsentrasi larutan tersebut
sudah diketahui degan jelas. Larutan standar primer merupakan larutan yang
konsentrasinya dapat langsung ditemukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan
dan volume yang terjadi. Larutan yang dibuat dari bahan baku primer disebut larutan baku
primer atau larutan standar primer. Larutan standar primer berfungsi untuk membakukan
atau untuk memastikan konsentrasi larutan tertentu, yaitu larutan atau pereaksi ketepatan
atau kepastian konsentrasinya sukar diperoleh melalui pembuatannya secara langsung
(Astutik, 2017).
Syarat agar suatu larutan menjadi larutan standar primer adalah memiliki tingkat
kemurnian yang tinggi, kering, tidak terpengaruh oleh udara atau lingkungan (zat tersebut
stabil), mudah larut dalam air, dan mempunyai massa ekuivalen tinggi. Larutan standar
primer biasanya hanya dibuat sedikit karena harus melewati proses penimbangan yang
cukup teliti dan dilarutkan dengan volume larutan yang akurat. Pembuatan larutan standar
primer ini dilakukan dalam labu ukur dengan volume tertentu. Zat yang dapat dijadikan
larutan standar primer ialah asam oksalat (C 2H2O4 2H2O), boraks (Na2B4O7H10.H2O) dan
asam benzoat (C6H5COOH) (Saputro, 2015).

2.4.2 Larutan Standar Sekunder + Contoh


Larutan standar primer ialah larutan baku yang zat terlarut tidak harus zat yang
tingkat kemurnian zat terlarut tersebut tinggi. Larutan standar sekunder ini, nilai
konsentrasinya dapat dapat ditentukan berdasarkan standarisasi dengan cara titrasi
terhadap larutan baku primer. Larutan yang sukar dibuat secara kuantitatif ini selanjutnya
dapat berfungsi sebagai larutan baku (disebut larutan baku sekunder) setelah dibakukan
jika larutan bersifat stabil sehingga dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan
lain atau kadar suatu cuplikan (Hudaya, 2016).
Larutan baku atau lautan standar sekunder merupakan larutan yang nilai
konsentrasinya dapat ditentukan berdasarkan standarisasi dengan cara titrasi terhadap
larutan baku primer. Larutan baku sekunder bisa didapatkan dari larutan asam atau basa
dari senyawa anorganik, seperti NaOH dan HCl. Larutan standar sekunder bersifat tidak
stabil maka dari itu perlu dilakukan standarisasi ulang setiap minggunya (Saputro, 2015).

2.5 Tinjauan Bahan


2.5.1 HCL 0,1 M
Asam klorida merupakan asam yang paling sering digunakan. Asam klorida
merupakan asam monoprotik yang paling sulit menjalani reaksi redoks dan juga
merupakan asam kuat yang paling tidak berbahaya untuk ditangani dibandingkan dengan
asam kuat lainnya. Walaupun bersifat asam, asam klorida mengandung ion klorida yang
tidak reaktif dan tidak beracun. Asam klorida dalam konsentrasi menengah cukup stabil
untuk disimpan dan terus mempertahankan konsentrasinya. Oleh karena alasan inilah,
asam klorida dijadikan reagen pengasam yang sangat baik. Lebih dari 90% HCl dibuat
sebagai produk samping klorinasi senyawaan organik (Saputra, 2015).

2.5.2 NaOH 0,1 M


NaOH atau disebut dengan natrium hidroksida terbentuk dari oksida basa natrium
oksida yang dilarutkan dalam air. Bentuknya berupa kristal berwarna putih. NaOH
membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan dalam air. NaOH bersifat lembab
cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH bersifat
sangat korosif terhadap kulit. Istilah lainnya adalah soda kaustik. Jika dilarutkan dalam air
maka menimbulkan reaksi eksotermis (Surest dan Dodi, 2010).

2.5.3 Indikator Fenolftalein


Fenolftalein merupakan salah satu indicator yang sering digunakan pada titrasi asam-
basa. Fenolftaein biasa digunakan untuk mencari titik akhir titrasi asam kuat dengan basa
kuat. Trayek Ph fenolftalein adalah 8,3-10,00. Perubahan warna yang dihasilkan ialah dari
tak berwarna menjadi merah. Indikator ini termasuk golongan ftalein. Sifatnya adalah asam
lemah karena merupakan senyawa yang memiliki gugus fenol. Fenolftaelin akan berubah
menjadi tidak berwarna saat berada dalam suasana basa pekat atau penambahan basa
yang berlebih (Hudaya, 2016).

2.5.4 Indikator Metil Orange


Selain indikator fenolftalein, terdapat juga indikator metil orange atau metil jinga. Metil
jingga merupakan senyawa azo yang berbentuk Kristal berwarna kuning kemerahan, lebih
larut dalam air panas dan alkohol. Indikator ini sering juga digunakan dalam titrasi asam-
basa. Trayek Ph nya berkisar antara 3,1-4,4. Warna metil jingga saat keadaan asam
adalah merah dan pada keadaan basa berwarna kuning. Metil jingga digunakan untuk
menitrasi asam mineral dengan basa kuat, menentukan alkalinitas dari air, tetapi tidak
dfapat digunakan untuk asam organik. Metil jingga merupakan asam berbasa satu, netral
secara kelistrikan, tetapi mempunyai muatan positif maupun negatif (Suirta, 2010).
2.6 Aplikasi Di Bidang Teknik Lingkungan
Alkalinitas air adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas anion
di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai
kapasitas penyangga terhadap penurunan pH perairan. Secara khusus, alkalinitas sering
disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas penyanggahan ion bikarbonat, dan
sampai dengan tahap tertentu, juga menunjukkan penyanggahan terhadap ion karbonat dan
hidroksida dalam air. Makin tinggi alkalinitas, makin tinggi kemampuan air untuk menyangga
sehingga fluktuasi pH perairan makin rendah. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam kalsium
karbonat dengan satuan ppm (mg/L). Nilai alkalinitas perairan alam hampir tidak pernah
melebihi 500 mg/Liter CaCO3. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30 – 500 mg/L
CaCO3. Nilai alkalinitas pada perairan alami adalah 40 mg/L CaCO3. Pengukuran nilai
alkalinitas ini dapat digunakan untuk mengukur di perairan agar tahu peraira tersebut layak
atau tidak untuk ditinggali organisme atau tidak. Maka dari itu, perlu dilakukan pengukuran
kadar alkalinitas (Bintoro dan Mukhtarul, 2014).
Alkalinitas juga mampu menetralisir keasamaan di dalam air. Maka dari itu, hal ini menjadi
sangat penting karena asam berlebih yang terkandung dalam air akan membahayakan
kesehatan penggunanya dan organisme yang tinggal di air tersebut. Alkalinitas optimal pada
nilai 90-150 ppm. Alkalinitas rendah dapat diatasi dengan dosis pengapuran 5 ppm. Alkalinitas
merupakan besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan dari ion bikarbonat, ion
karbonat, dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut dalam air akan bereaksi dengan ion
hidrogen sehingga menurunkan keasaman dan menaikkan Ph (Pantemareta, 2014).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Gambar 3.1 Indikator Fenolftaelin (PP)


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.2 Air keran


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.3 Air kolam


Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 3.4 Air selokan
Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.5 H2SO4 0,02 N


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.6 Indikator metil orange (MO)


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.7 Aquades


Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 3.8 Buret
Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.9 Pipet volume


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.10 Pipet tetes


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.11 Labu takar


Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 3.12 Statif
Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.13 Erlenmeyer


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.14 Bulb


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3.15 Gelas beker


Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 3.16 Timbangan analitik
Sumber: Dokumentasi pribadi

3.2 Fungsi Alat dan Bahan


Tabel 3.1 Alat dan bahan serta fungsi
NO Alat dan Bahan Fungsi
1 Indikator fenolftaelin (PP) Indikator standarisasi larutan NaOH (basa)
2 Sampel air keran Bahan perlakuan
3 Sampel air kolam Bahan perlakuan
4 Sampel air selokan Bahan perlakuan
5 H2SO4 0,02 N Sebagai titran untuk menitrasi sampel
6 Indikator metil orange (MO) Indikator standarisasi asam
7 Aquades Sebagai pelarut
8 Buret 50 ml atau 25 ml Alat untuk titrasi
9 Pipet volume 100 ml atau 50 ml Mengambil larutan dalam skala tertentu
10 Pipet tetes Mengambil larutan dalam skala tetes
11 Labu takar Wadah homogenisasi larutan
12 Statif Penyangga buret
13 Erlenmeyer Wadah sampel
14 Bulb Untuk menyedot larutan
15 Gelas beker 100 ml Sebagai wadah sampel
16 Timbangan digital Alat untuk menimbang bahan
Tabel 3.1 Alat dan bahan serta fungsi
Sumber: Data diolah, 2020

3.3 Cara Kerja

Alat dan Bahan

Disiapkan

Sampel 100 ml

Dituang pada erlenmeyer

Indikator PP

Ditetesi sebanyak 2 tetes


Berubah warna Warna tidak berubah

Titrasi Indikator MO

Ditetesi
sebanyak 2 tetes

Warna berubah Warna tidak berubah

Ditetesi titran H2SO4 0,02 N

Diamati perubahan warnanya

Hasil
Gambar 3.17 Diagram alir cara kerja titrasi
Sumber: Data diolah, 2020
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum


Tabel 4.1 Data hasil praktikum
Sampel Volume Sampel Volume H2SO4 Alkalinitas
Air Selokan 100mL 0,5 mL 252 mg CaCO3/L
Air Kolam 100mL 0,6 mL 302,4 mg CaCO3/L
Tabel 4.1 Data hasil praktikum
Sumber: Data diolah, 2020

4.2 DHP Perhitungan


Alkalinitas: A/C x 1000 x 50,4 Keterangan:
A = mL H2SO4
C = mL Sampel

1. Air Selokan Keterangan:


(mg CaCO3/L) = A/C x 1000 x 50,4 V H2SO4 = 0,5 mL
= 0,5 / 100 x 1000 x 50,4 V Sampel = 100 mL
= 252 mg CaCO3/L

2. Air Kolam Keterangan:


(mg CaCO3/L) = A/C x 1000 x 50,4 V H2SO4 = 0,6 mL
= 0,6 / 100 x 1000 x 50,4 V Sampel = 100 mL
= 302,4 mg CaCO3/L

4.3 Analisa DHP


Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian terhadap dua sampel air yaitu, air selokan dan
air kolam. Untuk volume sampel nya masing-masing yaitu 100 ml. untuk perhitungan
alkalinitas sendiri menggunakan metode ttitrasi. Dimana, pada percobaan kali ini, dilakukan
titrasi dengan H2SO4 dengan volume sebanyak 0,5 ml untuk sampel air selokan dan 0,6 ml
untuk sampel air kolam. Selanjutnya total alkalinitas dinyatakan dengan satuan mg CaCO3/L
dan didapatkan hasil untuk air selokan sebesar 252 mg CaCO 3/L dan untuk air kolam sebesar
302,4 mg CaCO3/L. Maka dapat disimpulkan bahwasannya air kolam memiliki tingkat
alkalinitas lebih tinggi dibandingkan dengan air selokan.

4.4 Analisa Hasil


Pada percobaan 2 sampel air, yaitu air selokan dan air kolam, didapatkan hasil
bahwasannya kedua air tersebut bersifat asam. Dimana, saat pertama titrasi dengan ditetesi
indikator PP tidak menghasilkan perubahan warna. Oleh karena, indikator PP merupakan
indikator basa dan pada percobaan ini tidak menghasilkan perubahan warna, artinya sampel
atau larutan yang sedang diuji bersifat asam. Selain itu, indikator PP, jika tidak terjadi
perubahan warna, maka Ph nya kurang dari 8,3 dan itu menandakan sifat asam. Untuk
memastikannya, maka dilakukan titrasi kedua dengan penetesan metil orange ke kedua
sampel air. Saat proses titrasi, terjadi perubahan warna yang menandakan sampel air bersifat
asam. Juga karena indikator metil orange merupakan indikator asam, dimana saat ditetesi
indikator ini dan sampel atau larutan yang sedang diuji berubah warnanya, maka sampel atau
larutan tersebut bersifat asam. Selain itu, indikator MO ini, jika terjadi perubahan warna maka
artinya sampel atau larutan yang sedang diuji memiliki nilai pH kurang dari 7 yang artinya
adalah asam. Setelah penetasan dua indicator, dilanjutkan dengan penetesan H2SO4. Pada
air selokan sebanyak 0,5 ml dan pada air kolam sebanyak 0,6 ml. penetesan tersebut akan
mengakibatkan sampel berubah warna menjadi merah muda.

4.5 Analisa Perhitungan


Dalam melakukan perhitungan, terdapat dua cara, yaitu menggunakan satuan mg
CaCO3/L, yaitu rumusnya A/C x 1000 x 50,4 dan meq/L dengan rumus A/C x 80. Dimana, A
merupakan volume H2SO4 dan C merupakan volume sampel. Namun, dalam perhitungan kali
ini, digunakan rumus pertama karena rumus tersebut yang paling umum digunakan. Volume
sampel (C) masing-masing adalah 100 ml dan volume H2SO4 untuk air selokan sebesar 0,5
ml dan air kolam 0,6 ml. Rumus yang diguankan adalah alkalinitas (mg CaCO 3/L) yaitu A/C x
1000 x 50,4. Maka, untuk sampel pertama yaitu air selokan, dimasukkan angka pada rumus,
yaitu 0,5/100 x 1000 x 50,4 dan didapatkan hasil sebesar 525 mg CaCO 3/L. Sementara, untuk
air kolam, dimasukkan angka pada rumus, yaitu 0,6/100 x 1000 x 50,4 dan didapatkan hasil
sebesar 302,4 mg CaCO3/L.

4.6 Analisa Literatur


Pengujian kadar alkalinitas dapat dihitung dengan menggunakan metode titrasi. Dimana
titrasi ini menggunakan H2SO4 0,02 N. Percobaan ini dapat dilakukan menggunakan indikator
metil orange (MO). Indikator MO yang pada awalnya berwarna kuning pada saat titrasi akan
berubah warna menjadi orange tipis. Indikator MO merupakan indikator bersifat asam. Saat
sudah terjadi perubahawan warna, maka titik akhir titrasi sudah didapatkan. Nilai pengukuran
dapat dikatakan signifikan dengan titik akhir pH yang digunakan. Ketika alkalinitas
berdasarkan kandungan karbonat dan bikarbonat, maka nilai pH pada titik setimbang titrasi
ditentukan oleh jumlah karbondioksida (CO2) yang terbentuk pada saat titrasi. Selama CO2
tidak dapat membuat air tidak lebih asam dari pH 4,5 maka nilai pH tersebut digunakan untuk
penentuan titik akhir titrasi alkalinitas. Total alkalinitas dapat dihitung juga menggunakan
rumus V H2SO4 x normalitas H2SO4 x 50 x 1000 dan dibagi volume sampel (Bintoro dan
Mukhtarul, 2014).

4.7 Pertanyaan
4.7.1 Jelaskan Fungsi Metil Orange dan Phenolphthalein dalam Proses Titrasi
Fungsi metil orange (MO) atau metil jingga pada proses titrasi alkalinitas adalah
indikator penetuan asam. Indikator ini termasuk senyawa azo yang dapat digunakan
sebagai penentuan indikator asam karena dapat berfungsi sebagai asam lemah yang
berbeda warna antara asam dan garamnya. Trayek pH metil orange adalh 3,1 sampai
dengan 4,4. Dimana, indikator ini akan mengalami perubahan warna dari merah menjadi
oranye (Silviyanti, 2012).
Indikator fenolftaelin merupakan indikator sintesis yang sering digunakan pada
proses titrasi. Indikator ini merupakan indikator pengujian basa. Trayek pH nya yaitu 9,83-
4,20. Dimana terjadi perubahan warna yang awalnya merah muda menjadi tidak berwarna.
Biasanya digunakan pda titrasi asam kuat dan basa kuat (Apriani dkk., 2016).

4.7.2 Keadaan Maksimal Alkalinitas dalam Perairan


Alkalinitas merupakan kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa
menurunkan Ph. Alkalinitas merupakan penyangga (buffer) terhadap pengaruh
pengasaman. Alkalinitas dinyatakan dalam mg CaCO 3/L (ppm). Untuk keadaan maksimal
alkalinitas dalam perairan, tergantung pada kondisinya masing-masing. Untuk kehidupan
plankton, kadar maksimal alkalinitasnya adalah 80-120 ppm. Untuk perairan yang memiliki
kadar alkalinitas >20 ppm maka perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam
atau basa, sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Nilai alkalinitas alami, tidak
pernah melebihi 50 ppm. Untuk perairan budidaya udang atau tambak memiliki kadar
alkalinitas 100-150 ppm (Sitanggang dan Listia, 2019).

4.7.3 Dampak Kadar Alkalinitas yang Berlebihan dalam Perairan


Pengaruh kadar alkalinitas pada air dapat menyebabkan buruknya kualitas air. Air
yang digunakan untuk tumbuhan menjadi rendah kualitasnya karena adanya kandungan
garam yang berlebih. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan nutrisi bagi tumbuhan. Air
dengan kadar alkalinitas diatas 320 ppm akan memiliki dampak buruk bagi tanaman
hidroponik. Perlu dilakukan filterisasi atau aerasi agar kandungan dalam air tersebut
seimbang kembali dan dapat digunakan untuk nutrisi tanaman hidroponik (Setiawan,
2017).
Peningkatan kadar alkalinitas dalam perairan akan menyebabkan toksisitas yang
sangat berbahaya. Pelepasan asam dapat membebaskan karbondioksida yang cukup dari
bikarbonat di air baik secara langsung akan beracun atau dengan cara menyebabkan
kisaran Ph 5-6 menjadi mematikan. Kadar beracun ini akan sangat membahayakan bagi
ikan ataupun organisme perairan lainnya. Produktivitas ekosistem akan berkurang,
sehingga hasil dari perikanan juga akan menjadi lebih rendah (Alabaster dan Steven,
2013).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tujuan dari praktikum materi alkalinitas adalah mengetahui cara membuat larutan srandar
HCL 0,1 M, mengetahui cara membuat larutan standar NaOH 0,1 M dan sandar primer
H2C2O4, mengetahui cara melakukan standarisasi larutan HCL 0,1 M dan NaOH 0,1 M, dan
penggunaan larutan standar NaOH 0,1 M untuk menetapkan kadar asam asetat cuka
perdagangan. Alkalinitas sendiri merupakan kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam
tanpa menurunkan Ph. Alkalinitas merupakan penyangga (buffer) terhadap pengaruh
pengasaman. Alkalinitas dinyatakan dalam mg CaCO 3/L (ppm) dan juga meq/L.
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian terhadap dua sampel air yaitu air selokan dan
air kolam. Pengukuran kadar alkalinitas dilakukan dengan metode titrasi. Dilakukan pengujian
menggunakan indikator fenolftaelin (PP) dan indikator metil orange (MO) dan menghasilkan
perubahan warna pada indikator MO, yang artinya kedua sampel bersifat asam. Untuk
perhitungan kadar alkalinitas, digunakan rumus alkalinitas (mg CaCO 3/L) yaitu A/C x 1000 x
50,4. Dimana, A merupakan volume H 2SO4 dan C merupakan volume sampel. Didapatkan
hasil bahwasannya kadar alkalinitas air kolam lebih tinggi dibandingkan air selokan. Dimana,
kadar alkalinitas air kolam sebesar 302,4 mg CaCO 3/L dan kadar alkalinitas air selokan
sebesar 252 mg CaCO3/L.

5.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah para praktikan dapat melakukan praktikum secara
langsung agar dapat mengetahui secara jelas cara pengukuran kadar alkalinitas. Untuk
penyampaian materi diharapkan lebih jelas dan tidak terburu-buru agar semua praktikan dapat
mengerti. Selain itu, untuk ketepatan waktu dalam praktikum agar lebih tepat waktu agar
pelaksanaan pre/post test dapat berjalan dengan lancar tanpa harus terburu-buru.
DAFTAR PUSTAKA

Astutik, Widia. 2017. Keefektifan Pembelajaran di Laboratorium Berbasis Hands on


Teknik Challenge Exploration Activity Terhadap Pemahaman Konsep dan
Keterampilan Siswa. Skripsi. Universitas Negri Semarang. Semarang
Bintoro, Akhlis dan Mukhtarul Abidin. 2014. Pengukuran Total Alkalinitas di Perairan
Estuari Sungai Indragiri Provinsi Riau. Buletin Teknik Litkayasa Sumber Daya dan
Penangkapan 11(1): 11-14
Farchan, Mochammad dan Mugi Mulyono. 2011. Dasar-Dasar Budidaya Perikanan. Jakarta.
STP Press
Hudaya, Kamaludin Husna. 2016. Desain Titrator Otomatis untuk Pengukuran Dua Titrasi
Secara Simultan. Skripsi. Universitas Jember. Jember
Pantemareta, Leona. 2014. Analisa Pencemaran Fisik, Kimia, dan Biologis (Bakteri
Escheria coli) Secara Kualitatif dan Semi Kuantitatif sebagai Parameter Kualitas
Air Minum pada Air Sumur Warga Dasa Wisma RT 2, Dusun Ngentak, Desa
Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Skripsi. Universitas Santa
Dharma. Yogyakarta
Ratnasari, Sinta, Dena Suhendar, dan Vina Amalia. 2016. Studi Potensi Ekstrak Daun Adam
Hawa (Rhoeo discolor) sebagai Indikator Titrasi Asam-Basa. Chimica et Natura
Acta 4(1): 39
Saputra, Dede Pratama. 2015. Hidrolisis Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)
Menjadi Sirup Glukosa dengan Katalis Asam Klorida. Skripsi. Politeknik Negeri
Sriwijaya. Palembang
Saputro, Ilham Deftri. 2015. Optimalisasi Penggunaan Ph Meter Saku Hanna untuk Titrasi
Berbasis Camera Webcam PC. Skripsi. Universitas Jember. Jember
Suirta, I.W. 2010. Sintesis Senyawa Orto-Fenilazo-2-Naftol sebagai Indikator Dalam
Titrasi. Kimia 4(1): 27-28
Surest, Azhary H. dan Dodi Satriawan. 2010. Pembuatan Pulp Dari Batang Rosella dengan
Proses Soda. Teknik Kimia 17(1): 3
Viona, Winda Okta. 2014. Pembuatan Indikator Alami dari Ekstrak Bunga Asoka untuk
Titrasi Asam Basa. Skripsi. Universitas Islam Negeri Suska Riau. Pekanbaru
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Alabaster, J.S dan R. Steven Llyod. 2013. Water Quality Criteria for Freshwater Fish.
Sutton: Elsevier
Apriani, Fitri, Nora Idiawati, dan Lia Destiarti. 2016. Ekstrak Metanol Buah Lakum (Cayratia
Trifolia (L.) Domin) sebagai Indikator Alami Pada Titrasi Basa Kuat Asam Kuat.
JKK 5(4): 74-76
Setiawan, Hendra. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Hidroponik. Yogyakarta: Bio Genesis
Silviyanti, Ike. 2012. Pengolahan Zat Warna Tekstil Jingga Metil Menggunakan Bentont
Terpilar TiO2. Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya
Sitanggang, Lucien Pahala dan Listia Amanda. 2019. Analisa Kualitas Air Alkalinitas dan
Kesadahan (Hardness) pada Pembesaran Udang Putih (Litopaneus vannamei)
di Laboratorium Animal Health Service Binaan PT. Central Proteina Prima Tbk.
Medan. Penelitian Terapan Perikanan dan Kelautan 1(1): 3-4
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN

Anda mungkin juga menyukai