Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Kesehatan 12 (2) 2019, 81-90

ANGKA ASAM DAN PEROKSIDA MINYAK JELANTAH DARI


PENGGORENGAN LELE SECARA BERULANG

Zulfa Khoirunnisa1, Agung Setya Wardana2, Rusdin Rauf3*


1,3
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Jl. Ahmad Yani, Kartasura, Surakarta 57169, Jawa Tengah, Indonesia
Email: 1zulfakhorunnisa@gmail.com; 3rusdin.rauf@ums.ac.id
2
Program Studi Ilmu Gizi, Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU
Muhammadiyah Surakarta, Jawa tengah, Indonesia
Email : 3agungwardana@gmail.com

Tanggal Submisi: 19 November 2019; Tanggal Penerimaan: 30 Desember 2019

ABSTRAK
Minyak goreng merupakan bahan pangan yang banyak dikonsumsi
masyarakat. Penggunaan minyak goreng berulang kali akan
mengakibatkan kerusakan minyak yang terdiri dari kerusakan oksidasi
dan hidrolisis. Lele menjadi makanan yang sangat diminati oleh
masyarakat Indonesia karena rasanya enak dan harganya juga relatif
murah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka asam dan
peroksida minyak jelantah dari penggorengan lele secara berulang.
Metode Penelitian ini adalah sampel diperoleh dari minyak goreng
yang telah digunakan untuk menggoreng lele sebanyak tiga kali pada
hari pertama dilanjutkan tiga kali pada hari kedua sehingga menjadi
enam kali dan dilanjutkan tiga kali pada hari ketiga sehingga menjadi
sembilan kali dengan ketentuan setiap menggoreng terdapat 3 ekor
lele. Lele yang digunakan yaitu lele dengan berat 100-120 gram
dengan penambahan bumbu. Deep frying merupakan metode
penggorengan yang digunakan. Cara penggorengan diawali dengan
memanaskan minyak goreng hingga mencapai suhu 150-165oC.
Sampel diambil sebanyak 50 gram setelah dilakukan penggorengan
dan dimasukkan kedalam botol kaca kemudian disimpan dalam suhu
kulkas untuk dianalisis angka asam dan angka peroksida. Seluruh
jumlah angka asam dan angka peroksida pada penggorengan hari
pertama hingga penggorengan hari ketiga masih dalam batas standar
SNI 3741:2013 yang telah ditentukan.

Kata Kunci: Angka Asam, Angka Peroksida, Lele, Minyak Goreng,


SNI.

ISSN 1979-7621 (Print). ISSN 2620-7761 (Online).


Z. Khoirunnisa; A.S Wardana & R, Rauf/Jurnal Kesehatan 12 (2) 2019, 81-90

ABSTRACT
Cooking oil is a food that is consumed by many people. Repeated use
of cooking oil can cause oil damage, namely oxidation, and
hydrolysis. Catfish is a food that is very popular with the people of
Indonesia because it tastes good, and the price is also relatively low.
The purpose of this study was to determine the number of used
cooking oil acid and peroxide from frying catfish.The sample of the
research was obtained from cooking oil which has been used for
frying catfish three times on the first day followed three times on the
second day so that it becomes six times and continued three times on
the third day so that it becomes nine times provided that each frying is
3 catfish tail. Catfish used were weighing 100-120 grams with the
addition of seasoning. Deep frying was a frying method that begins by
heating the oil until a temperature of 150-165oC. A sample of 50
grams of cooking oil was taken into a glass bottle and then stored in a
refrigerator until further analysis. The results showed that the increase
in acid number and peroxide number was influenced by frying
frequency. The more frying frequencies, the higher the value of the
titrable acidity, and the peroxide of cooking oil.The recommendation
is to research with a frequency of more than eight times, with other
parameters.

Keywords : triable acidity, Peroxide, Catfish, Cooking oil.

PENDAHULUAN digoreng. Kerusakan minyak yang utama


adalah karena peristiwa oksidasi, hasil
Minyak goreng merupakan media yang diakibatkan salah satunya adalah
penggorengan bahan pangan yang banyak terbentuknya peroksida dan aldehid
dikonsumsi masyarakat luas. Data (Sudarmadji dkk., 2007).
menunjukkan bahwa negara dengan Salah satu fenomena yang dihadapi
penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dalam proses penggorengan adalah
dunia yaitu Indonesia, luas area menurunnya kualitas minyak setelah
perkebunan kelapa sawit pada tahun 2012 digunakan secara berulang pada suhu
seluas 9.074.621 hektar (Ditjenbun, 2014). yang relatif tinggi (160-180ºC). Paparan
Penggunaan minyak goreng oksigen dan suhu tinggi pada minyak
berulang kali akan mengakibatkan goreng akan memicu terjadinya reaksi
kerusakan minyak. Berbagai macam oksidasi (Aminah, 2010).
reaksi yang terjadi selama proses Lele merupakan salah satu produk
penggorengan seperti reaksi oksidasi, makanan yang sudah popular di
hidrolisis, polimerisasi, dan reaksi dengan masyarakat Indonesia. Sejak dulu,
logam dapat mengakibatkan minyak masyarakat Indonesia terbiasa
menjadi rusak. Proses kerusakan minyak mengkonsumsi lele sebagai lauk
berlangsung selama proses penggorengan. pendamping nasi. Lele menjadi makanan
Kerusakan minyak selama proses yang sangat diminati oleh masyarakat
penggorengan akan mempengaruhi mutu Indonesia karena rasanya enak dan
dan nilai gizi dari bahan pangan yang harganya juga relatif murah. Kandungan

82
Z. Khoirunnisa; A.S Wardana & R, Rauf/Jurnal Kesehatan 12 (2) 2019, 81-90

gizinya yang tinggi terutama protein, Angka peroksida adalah nilai


dagingnya yang halus, durinya teratur, terpenting untuk menentukan derajat
dapat disajikan dalam berbagai olahan, kerusakan pada minyak atau lemak. Asam
rendah kolesterol dan menjadikan lele lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen
favorit dikalangan masyarakat dari kelas pada ikatan rangkapnya sehingga
bawah, menengah dan atas ( Hendriana, membentuk peroksida. Peroksida ini dapat
2010). ditentukan dengan metode iodometri.
Jawa Tengah termasuk dalam 7 Bilangan peroksida menunjukkan
Provinsi terbesar penghasil lele di terjadinya oksidasi dari minyak. Bilangan
Indonesia bahkan menduduki peringkat ke peroksida berguna untuk penentuan
dua setelah Jawa Barat. Produksi lele di kualitas minyak setelah pengolahan dan
jawa tengah mencapai 28.290 ton pada penyimpanan. Peroksida akan meningkat
tahun 2009. Sentra budidaya lele di Jawa sampai pada tingkat tertentu selama
Tengah adalah kabupaten Demak, penyimpanan sebelum penggunaan, yang
Purbalingga, Sukoharjo, Kudus, jumlahnya tergantung pada waktu, suhu,
Karanganyar, Boyolali dan Banyumas dan kontaknya dengan cahaya dan udara.
(KKP, 2012). Tingginya bilangan peroksida
Laelia dan Kurnia (2019) menandakan oksidasi yang berkelanjutan,
melakukan penelitian mengenai pengaruh tetapi rendahnya bilangan peroksida
frekuensi penggorengan terhadap angka bukan berarti bebas dari oksidasi. Pada
asam dan peroksida pada berbagai jenis suhu penggorengan, peroksida meningkat,
minyak dengan produk ikan asin. tetapi menguap dan meninggalkan sistem
Penelitian ini berbeda dengan penelitian penggorengan pada temperatur yang
yang sebelumnya karena produk yang tinggi (Raharjo, 2006).
digunakan berbeda dan pada penelitian ini Ikan lele memiliki kandungan gizi
hanya menggunakan satu jenis minyak yang penting bagi tubuh kita, sehingga
goreng yaitu minyak goreng kelapa sawit dapat dijadikan sebagai sumber pangan
sedangkan penelitian sebelumnya dan sebagai komoditas rumah tangga
menggunakan berbagai jenis minyak yang dalam meningkatkan perekonomian
terdiri dari minyak kelapa, minyak sawit keluarga. Ikan lele kemudian
dan minyak jagung. dibudidayakan oleh manusia. Melihat
Makanan yang digoreng kandungan gizi yang terdapat pada ikan
menggunakan minyak yang berulang akan lele, maka peminat ikan lele pun sangat
mempengaruhi kualitas makanan baik dari banyak. Hampir semua lapisan
tekstur, rasa dan warna. Oleh karena itu masyarakat dapat merasakan nikmatnya
minyak yang digunakan untuk ikan lele sebagai pelengkap hidangan
menggoreng berulang perlu dilihat (Saparinto, 2013).
kualitasnya. Uji kualitas minyak dapat Indonesia mengenal berbagai jenis
ditentukan dengan angka asam dan lele, diantaranya lele lokal, lele dumbo,
peroksida. Angka asam adalah banyaknya lele phiton dan lele babon (lele
asam yang dapat dinetralkan dengan basa. Kalimantan). Namun kebanyakan yang
Bilangan asam dipergunakan untuk dibudidayakan hanya lele lokal (Clarias
mengukur jumlah asam lemak bebas yang batarachus) dan lele dumbo (Clarias
terdapat dalam minyak. Penentuannya gaeriepinus). Kandungan gizi ikan lele
dapat dilakukan dengan metode titrasi. dapat dilihat pada Tabel 1.
Asam lemak yang lepas dari gliserol
disebut sebagai asam lemak bebas (Rauf,
2015).

83
Z. Khoirunnisa; A.S Wardana & R, Rauf/Jurnal Kesehatan 12 (2) 2019, 81-90

Tabel 1. Kandungan Gizi Ikan Lele kerusakan oksidatif dan reaksi hidrolisis
Per 100 gram yang biasa disebut sebagai kerusakan
Zat Gizi Jumlah hidrolitik. Produk reaksi oksidasi asam
Energi (kkal) 113 lemak tak jenuh yang dapat dijadikan
Protein (g) 17
Lemak (g) 4,5 indikator tingkat oksidasi adalah senyawa
Kalsium (mg) 20 peroksida dan aldehid (Rauf, 2015).
Fosfor (mg) 200 Reaksi oksidasi dimulai dengan
Besi (mg) 1,6 pembentukan angka peroksida dan
Vitamin A (mg) 150 hidroperoksida. Selanjutnya asam-asam
Vitamin B (mg) 0,05
Air (mg) 76 lemak akan terurai disertai dengan
Sumber: DKBM (2010) konversi hidroperoksida menjadi aldehida
dan keton serta asam-asam lemak bebas
Minyak merupakan medium (Ketaren, 2005). Proses oksidasi
penggoreng bahan pangan yang banyak berlangsung dengan terabstraksinya ion
dikonsumsi masyarakat secara luas. hidrogen dari asam lemak bebas yang
Minyak kelapa sawit mengandung asam terkandung di dalam minyak. Ikatan
lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. tersebut akan digantikan dengan oksigen
Asam lemak yang rantai hidrokarbonnya dan membentuk senyawa alkil radikal,
terdapat ikatan rangkap disebut asam yang kemudian bereaksi lebih lanjut
lemak tidak jenuh dan apabila tidak menjadi senyawa peroksida radikal. Hal
terdapat ikatan rangkap pada rantai tersebut dapat ditunjukkan dengan
hidrokarbonnya disebut asam lemak munculnya bilangan peroksida dalam
jenuh. Asam palmitat dan asam oleat minyak.
merupakan asam lemak yang dominan Peroksida terbentuk pada tahap
dalam minyak sawit, sedangkan asam inisiasi (Ericson, 2002). Pada tahap ini,
lemak linoleat dan asam stearatnya adanya panas atau cahaya akan melepas
sedikit. Asam palmitat merupakan asam atom hidrogen dari asam lemak yang
lemak jenuh rantai panjang yang memiliki dikembangkan dengan RH, membentuk
titik cair (meelting point) yang tinggi yaitu radkal alkil bebas (R’) dan radikal
64°C. Asam palmitat yang tinggi hidrogen (H’). Oksigen selanjutnya
membuat minyak sawit lebih tahan bereaksi dengan radikal alkil membentuk
terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding radikal peroksil (Rauf, 2015). Adapun
jenis minyak lain. Titik cair asam palmitat reaksi inisiasi oksidasi tersebut dapat
yaitu 14°C (Zulkifli, 2014). dilihat pada Gambar 1.
Pada umumnya sistem menggoreng
bahan pangan ada 2 macam sistem yaitu RH R’ + H’
salah satunya adalah penggorengan Deep R’ + O2 ROO’
Frying. Pada proses penggorengan ini Gambar 1. Reaksi inisiasi oksidasi
minyak (Rauf, 2015)
bahan pangan terendam dalam minyak
dan menggunakan suhu minyak mencapai
Reaksi hidrolisis terjadi pada
150-165°C. Minyak yang digunakan
minyak atau trigliserida yang disebabkan
dalam proses penggorengan Deep Frying
oleh adanya air dan aktivitas enzim lipase.
umumnya menggunakan minyak nabati
Minyak yang dipanaskan mengalami
yang mengalami proses hidrogenasi dan
hidrolisis yang diinisiasi oleh air dan uap
bermutu tinggi (Ketaren, 2012).
air, secara bertahap menghasilkan
Menurut Rauf (2015), reaksi
digliserida dan monogliserida.
kerusakan minyak dibedakan menjadi dua
Terbebasnya asam lemak dari gliserol
jenis reaksi yaitu reaksi oksidasi atau

84
Z. Khoirunnisa; A.S Wardana & R, Rauf/Jurnal Kesehatan 12 (2) 2019, 81-90

menjadi petunjuk dalam menganalisis Bahan: Minyak goreng kemasan 2 L, lele


tingkat kerusakan hidrolitik, yaitu melalui 100-120 gram/ekor, bawang putih,
analisis angka asam (Rauf, 2015). Adapun ketumbar, dan garam.
reaksi hidrolisis dapat dilihat pada
Gambar 2. Alat dan Bahan Analisis Angka Asam
Alat: Erlenmeyer 250 ml, buret, statif, dan
CH2 – O – C – R1 R1COOH CH2O klem
CH2 – O – C – R2 + 3 H2O R1COOH + CH2O Bahan: Sampel, alkohol 95%, indikator
CH2 – O – C – R2 R1COOH CH2O
fenolfatelin, dan NaOH 0,1 N.
Trigliserida Asam Lemak Gliserol
Alat dan Bahan Analisis Angka
Gambar 2. Reaksi hidrolisis minyak (Herlina
dan Ginting., 2002)
Peroksida
Alat : Erlenmeyer 250 ml, buret,
Reaksi hidrolisis yang terjadi pada corong, statif, klem, gelas ukur, gelas
minyak disebabkan oleh adanya air dan beker, dan timbangan digital.
aktivitas enzim lipase (Rauf. 2015). Bahan : Sampel, asam asetat glacial,
Menurut Ketaren (2005), reaksi hidrolisis klorofom, KI, aquades Na2S2O3 0,1 N, dan
dapat terjadi pada proses penggorengan larutan pati 1%.
suhu tinggi. Bahan pangan yang digoreng
akan menghasilkan air dan uap air. Air Prosedur Penelitian
dan uap air akan menghidrolisis Ikan yang digunakan dalam
trigliserida pada suhu tinggi sehingga penelitian ini yaitu ikan lele dengan
menghasilkan monogliserida, digliserida, penambahan bumbu bawang putih,
gliserol, dan asam lemak bebas. Reaksi ini ketumbar dan garam, selanjutnya bumbu
akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa dicampurkan dengan lele lalu dilakukan
yang menghasilkan flavor dan bau tengik penggorengan. Berat lele yang digunakan
pada minyak tersebut. 100-120 gram per ekor, dalam sekali
Salah satu parameter penentu menggoreng menggunakan tiga ekor lele.
kualitas minyak goreng yaitu besarnya Bumbu yang digunakan untuk 18 ekor lele
kandungan kadar asam lemak bebas seberat 100 gram bumbu yang terdiri dari
didalam minyak tersebut. Angka asam bawang putih, ketumbar dan garam.
yang tinggi mengartikan bahwa asam Deep frying merupakan metode
lemak bebas dalam minyak juga tinggi penggorengan yang digunakan dalam
sehingga dapat disimpulkan kualitas penelitian ini. Cara penggorengan ikan
minyak rendah (Winarno, 2004). lele diawali dengan memanaskan minyak
Permasalahan penelitian atau goreng hingga mencapai suhu 150-165oC.
hipotesa penelitian ini yaitu ada pengaruh Lele dimasukkan ke dalam wajan berisi
frekuensi penggorengan terhadap angka minyak panas, sampai semua bagian ikan
asam dan peroksida minyak jelantah hasil lele terendam dalam minyak. Lele
penggorengan lele. digoreng hingga matang. Minyak yang
digunakan pada hari pertama sebanyak
dua liter dan berat lele 100 gram per ekor,
METODE PENELITIAN hari kedua menggunakan lele dengan
berat 100 gram per ekor dan minyak
Alat dan Pembuatan Sampel sebanyak 1850 ml, pada penggorengan
Alat: Wajan, kompor, sotel, dan serok. hari ketiga menggunakan lele dengan
berat 120 gram per ekor dan minyak
sebanyak 1650 ml, sekali menggoreng

85
Z. Khoirunnisa; A.S Wardana & R, Rauf/Jurnal Kesehatan 12 (2) 2019, 81-90

menggunakan tiga ekor lele, dalam sehari ditambahkan 30 ml larutan asam asetat-
sebanyak tiga kali penggorengan. Minyak khlorofom (3:2), erlenmeyer ditutup dan
sisa penggorengan hari pertama, disimpan diaduk hingga larutan homogen. Sebanyak
di dalam wadah terbuka dan dalam suhu 0,5 ml larutan kalium iodida jenuh
ruang selama satu hari. Minyak digunakan ditambahkan dan dikocok selama 1 menit,
kembali pada hari berikutnya, untuk lalu ditambahkan 30 ml aquades dan
menggoreng ikan lele pada tahap selanjutnya erlenmeyer ditutup. Larutan
penggorengan kedua dan seterusnya kemudian dikocok dan dititrasi dengan
sampai penggorengan ketiga. larutan natrium tiosulfat 0,1 N hingga
Sampel diambil sebanyak 50 gram warna kuning hampir hilang, kemudian
setelah dilakukan penggorengan pada hari ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1%, lalu
pertama dan dimasukkan kedalam botol dikocok sampai biru hilang. Selanjutnya,
kaca kemudian disimpan dalam suhu dihitung angka peroksida.
kulkas sebagai sampel pertama untuk
dianalisis. Minyak sisa penggorengan hari
pertama disimpan dalam wadah terbuka HASIL DAN PEMBAHASAN
dan dalam suhu ruang selama satu hari,
kemudian diukur dan digunakan untuk Angka Asam
menggoreng lele pada penggorengan hari Angka asam menurut Kusnandar
kedua. Setelah penggorengan hari kedua (2010) digunakan untuk mengukur jumlah
sampel diambil lagi sebanyak 50 gram asam lemak bebas (FFA) yang terdapat
lalu dimasukkan kedalam botol kaca dalam minyak goreng. Minyak goreng
kemudian disimpan dalam suhu kulkas dapat terhidrolisis yang disebabkan
sebagai sampel kedua untuk dianalisis. adanya air menjadi gliserol dan asam
Minyak sisa penggorengan hari kedua lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa,
disimpan dalam wadah terbuka dan dalam asam dan enzim. Hidrolisis sangat
suhu ruang selama satu hari, kemudian menurunkan mutu minyak goreng.
diukur volume nya dan digunakan untuk Minyak yang telah terhidrolisis
menggoreng lele pada penggoengan hari menyebabkan bahan-bahan yang digoreng
ketiga.Setelah penggorengan hari ketiga menjadi coklat dan lebih banyak
sampel diambil lagi sebanyak 50 gram menyerap minyak (Winarno, 2004).
lalu dimasukkan kedalam botol kaca Angka asam pada penelitian terus
kemudian disimpan dalam suhu kulkas mengalami peningkatan secara statistik
sebagai sampel ketiga untuk dianalisis. sesuai dengan meningkatnya frekuensi
Analisis angka asam dan angka penggorengan. Adapun peningkatan
peroksida dilaksanakan sesuai dengan SNI jumlah angka asam pada setiap frekuensi
3741:2013. Analisis angka asam dimuai penggorengan terdapat pada Gambar 10.
dengan menimbang 10-50 g ke dalam Peningkatan jumlah angka asam ini sesuai
erlenmeyer, selanjutnya dilarutkan dengan dengan penelitian Laelia dan Kurnia
50 ml alkohol 95% netral kemudian (2019) yang menyatakan angka asam pada
dititrasi dengan 0,1 N NaOH ditambahkan minyak sawit dengan produk ikan asin
phenolphtalein (PP) sebagai indikator. terus mengalami peningkatan pada setiap
Larutan dititrasi sampai terbentuk warna frekuensi penggorengan dan masih dalam
merah muda dan dicatat volume nya serta batas standar SNI yang telah ditentukan.
dihitung kadar angka asam. Minyak goreng baru digunakan sebagai
Analisis angka peroksida dilakukan kontrol untuk melihat apakah terdapat
dengan menimbang (5±0,05) g minyak ke angka asam sebelum digunakan untuk
dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian menggoreng. Angka asam pada ketiga

86
Z. Khoirunnisa; A.S Wardana & R, Rauf/Jurnal Kesehatan 12 (2) 2019, 81-90

frekuensi penggorengan masih dalam konversi hidroperoksida menjadi aldehida


batas standar yang telah ditetapkan dalam dan keton serta asam-asam lemak bebas
SNI 3741:2013 yaitu maksimal 0,6 mg (Ketaren, 2005). Proses oksidasi
KOH/g. berlangsung dengan terabstraksinya ion
hidrogen dari asam lemak bebas yang
terkandung di dalam minyak. Ikatan
tersebut akan digantikan dengan oksigen
dan membentuk senyawa alkil radikal,
yang kemudian bereaksi lebih lanjut
menjadi senyawa peroksida radikal. Hal
tersebut dapat ditunjukkan dengan
munculnya bilangan peroksida dalam
minyak. Sedangkan penggorengan hari
kedua memiliki perbedaan yang signifikan
dengan penggorengan hari ketiga.
Gambar 10. Grafik Nilai Angka Asam pada
Minyak Hasil Penggorengan Lele
Tabel 2. Angka Asam pada Minyak Hasil
Penggorengan Lele
Hasil uji statistik dari angka asam
Frekuensi Penggorengan Angka Asam
pada minyak hasil penggorengan lele
terdapat pada Tabel 2. Hasil uji One Way Kontrol 0,080±0,000a
Anova diperoleh nilai sig 0,000 (p<0,05). Penggorengan hari pertama 0,132±0,005b
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat Penggorengan hari kedua 0,143±0,004b
perbedaan yang nyata terhadap angka Penggorengan hari ketiga 0,172±0,005c
asam pada minyak hasil penggorengan p 0,000
lele menggunakan tiga perbedaan Keterangan: notasi huruf yang berbeda menunjukkan
frekuensi penggorengan. beda nyata pada hasil analisis Duncan Multiple Range
Hasil analisis dengan uji Duncan Test (DMRT)
Multiple Range Test (DMRT)
menunjukkan bahwa frekuensi Angka Peroksida
penggorengan berpengaruh terhadap Salah satu parameter penurunan
angka asam. Minyak hasil penggorengan mutu minyak goreng adalah angka
hari pertama tidak memiliki perbedaan peroksida. Menurut Ketaren (2005),
angka asam yang signifikan dengan proses oksidasi berlangsung bila terjadi
penggorengan hari kedua. Menurut kontak minyak dengan oksigen yang
Ketaren (2005) Angka asam terbentuk mengakibatkan terbentuknya peroksida
karena adanya reaksi hidrolisis, air dan dan hidroperoksida kemudian selanjutnya
uap air akan menghidrolisis trigliserida terurainya asam-asam lemak disertai
pada suhu tinggi sehingga menghasilkan konversi hidroperoksida menjadi aldehid
monogliserida, digliserida, gliserol dan dan keton serta asam-asam lemak bebas.
asam lemak bebas. Akibat dari reaksi Kenaikan angka peroksida terjadi karena
hidrolisis adalah bau tengik pada minyak minyak mengalami reaksi dengan oksigen
tersebut, meningkatnya angka asam tidak pada ikatan rangkap dan terjadi reaksi
hanya terjadi selama pengolahan saja berantai yang terus-menerus menyediakan
melainkan pada penyimpanan (Kusnandar, radikal bebas yang menghasilkan
2010). Reaksi oksidasi dimulai dengan peroksida (Gunawan dkk., 2003).
pembentukan angka peroksida dan Angka peroksida pada minyak
hidroperoksida. Selanjutnya asam-asam goreng dengan tiga frekuensi
lemak akan terurai disertai dengan penggorengan menunjukkan adanya

87
Z. Khoirunnisa; A.S Wardana & R, Rauf/Jurnal Kesehatan 12 (2) 2019, 81-90

perubahan yang signifikan secara statistik, Hasil uji statistik angka peroksida
hal ini sesuai dengan penelitian pada minyak hasil penggorengan lele
sebelumnya. Sama halnya dengan angka dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan
asam, seiring dengan bertambahnya uji One Way Anova, terdapat perbedaan
frekuensi penggorengan, angka peroksida yang signifikan pada angka peroksida dari
terus mengalami peningkatan. Adapun ketiga frekuensi penggorengan sig 0,000
peningkatan jumlah angka peroksida pada (p<0,05).
setiap frekuensi penggorengan dapat Hasil analisis Duncan Multiple
dilihat pada Gambar 11. Minyak goreng Range Test (DMRT) menunjukkan bahwa
baru digunakan sebagai kontrol untuk frekuensi penggorengan berpengaruh
melihat apakah terdapat angka asam terhadap kenaikan angka peroksida.
sebelum digunakan untuk menggoreng. Penggorengan hari pertama memiliki
Gambar 11. menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan dengan
angka peroksida pada minyak hasil penggorengan hari kedua, dan
penggorengan lele setelah digunakan penggorengan hari kedua memilki
untuk penggorengan hari pertama hingga perbedaan yang signifikan dengan
hari ketiga terus mengalami peningkatan. penggorengan hari ketiga.
Dari ketiga frekuensi penggorengan
tersebut, angka peroksida minyak setelah Tabel 3. Angka Peroksida pada Minyak
penggorengan hari pertama sampai Hasil Penggorengan Lele
penggorengan hari ketiga masih berada Frekuensi Penggorengan Angka Peroksida
dalam batas standar yang telah ditetapkan Kontrol 2,901±0,040a
dalam SNI 3741:2013 yaitu maksimal 10
Penggorengan Ketiga 4,004±0,030b
mek O2/kg. Berbeda halnya dengan
Penggorengan Keenam 5,930±0,240c
penelitian Laelia dan Kurnia (2019) yang
Penggorengan Kesembilan 7,516±0,068d
menunjukkan pada penggorengan pertama
sudah mendekati batas ambang standar p 0,000
SNI dan setelah penggorengan kedua Keterangan: notasi huruf yang berbeda
hingga ketiga sudah jauh diatas batas menunjukkan beda nyata pada hasil analisis
ambang SNI, hal ini menunjukkan bahwa Duncan Multiple Range Test (DMRT)
minyak yang digunakan sudah tidak layak Reaksi oksidasi terjadi ketika
untuk digunakan. adanya kontak dengan oksigen (Ketaren,
2008). Selain pada saat penggorengan,
proses oksidasi juga terjadi pada saat
penyimpanan. Proses penyimpanan dalam
penelitian ini menggunakan wadah
terbuka dalam suhu ruang. Minyak yang
dibiarkan disimpan dalam wadah terbuka,
memungkinkan terjadinya kontak dengan
oksigen sehingga dapat menyebabkan
pecahnya trigliserida menjadi gliserol,
asam lemak bebas dan terbentuknya angka
peroksida (Wijana dkk., 2005). Proses
Gambar 11. Grafik Nilai Angka Peroksida oksidasi berlangsung dengan
Minyak Hasil Penggorengan Lele terabstraksinya ion hidrogen dari asam
lemak bebas yang terkandung di dalam
minyak. Ikan tersebut akan digantikan
dengan oksigen dan membentuk senyawa

88
Z. Khoirunnisa; A.S Wardana & R, Rauf/Jurnal Kesehatan 12 (2) 2019, 81-90

alkil radikal, yang kemudian bereaksi terdegradasi pada oksidasi tahap akhir
lebih lanjut menjadi senyawa peroksida atau terminasi (Rauf, 2015).
radikal. Hal tersebut dapat ditunjukkan
dengan munculnya bilangan peroksida KESIMPULAN
dalam minyak.
Hasil pengukuran angka peroksida Angka asam minyak jelantah
memberikan gambaran secara langsung dengan angka tertinggi yaitu 0,172 mg
mengenai tingkat oksidasi yang terjadi NaOH/g setelah penggorengan hari ketiga.
pada asam lemak. Semakin besar kadar Analisis statistik menunjukkan data angka
angka peroksida suatu asam lemak, maka asam yang diperoleh berbeda nyata.
semakin besar tingkat oksidasinya. Akan Angka peroksida minyak jelantah dengan
tetapi, kadar angka peroksida tidak dapat angka tertinggi yaitu 7,517 mek O2/kg
dijadikan acuan tingkat oksidasi dari asam pada penggoengan hari ketiga. Analisis
lemak, karena angka peroksida mudah statistik menunjukkan data angka
peroksida yang diperoleh berbeda nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S. (2010). Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik
Tempe Pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi Universitas
Muhammadiyah Semarang.Vol 1, No 1: 7-14
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian. (2014). Pertumbuhan
Areal Kelapa Sawit Meningkat. http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-362-
pertumbuhan-areal-kelapa-sawit-meningkat.html. [10September 2019].
Ericson, M. C. (2002). Lipid oxidantion of muscle foods, in: Food lipids: chemistry,
nutrition, and biotechnology. 365-412.
Fauzi, N. 2013. Pasti ! Panen Lele. Sahabat. Klaten.
Gunawan., Triatmo, M., dan Rahayu, A. (2003). Analisis Pangan : Penentuan Angka
Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai dengan Variasi
Menggoreng. JSKA. Vol.VI.No.3.Tahun.2003.
Hendriana, A. (2010). Pembesaran Lele di Kolam Terpal. Jakarta. Penebar Swadaya.
Herlina, N., dan Ginting MHS. (2002). Lemak dan Minyak. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Ketaren, S. (2005). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit: Universitas Indonesia.
Halaman 284.
Ketaren, S. (2008). Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas
Indonesia Pers.
Ketaren, S. (2012). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta.
Kusnandar, F. (2010). Kimia Pangan Komponen Makro. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2012). Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.47/Men/2012
tentang Pelepasan Nila merah nilasa. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Laelia, Rahma dan Pramudia Kurnia. (2019). Pengaruh Frekuensi Penggorengan Terhadap
Angka Asam dan Anga Peroksida Pada Berbagai Jenis Minyak. Jurnal Ilmu Gizi
Indonesia. Vol 3. No. 1, 23-34
Rauf, Rusdin. (2015). Kimia Pangan. ANDI. Yogyakarta.

89
Z. Khoirunnisa; A.S Wardana & R, Rauf/Jurnal Kesehatan 12 (2) 2019, 81-90

Raharjo, S., (2006). Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Saparinto, C. (2013). Budidaya Ikan Lele di Lahan Sempit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sari, Mukti Arta. (2016). Analisis Permintaan Ikan Lele (Clarias sp) Oleh Pedagang Pecel
Lele di Kota Bandar Lampung.Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. Minyak Goreng. Badan Standarisasi Nasional.
3741:2013. ICS:67.200.10. Diakses dari https://dokumen.tips/documents/sni-3741-
2013-minyak-goreng-558463df91cf6.html
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. (2007). Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Wijana, S., Arif, H., dan Nur, H. 2005. Teknologi Pangan: Mengolah Minyak Goreng
Bekas. Trubus Agrisarana. Surabaya.
Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Zulkifli, Mochamad dan Teti Estiasih. (2014). Sabun Dari Distilat Asam Lemak Minyak
Sawit: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.170-177.

90

Anda mungkin juga menyukai