Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TAKSONOMI DAN IDENTIFIKASI GULMA

Oleh:
FERRI IRAWAN
NIM: 18021087

PROGRAM STUDY AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ASAHAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Pada umumnya dipandang dari manfaat yang didapat,
tumbuhan dibagi menjadi dua yaitu, tanaman yaitu
tumbuhan yang menguntungkan dan dibudidayakan dan
tumbuhan yang merugikan. Tumbuhan yang
menguntungkan disebut tanaman yaitu tumbuhan yang
dibudidayakan oleh manusia atau sengaja untuk ditanam
karena mempunyai nilai ekonomis yang menjanjikan.
Sedangkan tumbuhan yang merugikan adalah tumbuhan
yang tidak dikehendaki keberadaannya dalam kegiatan
budidaya atau dalam ilmu pertanian, karena dapat
merugikan dalam hal menurunkan hasil produksi yang
bisa dicapai oleh tanaman budidaya disebut gulma.
Kehadiran gulma sebagai organisme pengganggu
tanaman (OPT) pada lahan pertanian dapat
mengakibatkan terjadinya kompetisi atau persaingan
dengan tanaman pokok (tanaman budidaya) dalam hal
penyerapan unsur-unsur hara, penangkapan cahaya,
penyerapan air dan ruang lingkup, mengotori kualitas
produksi pertanian, misalnya pengotoran benih oleh biji-
biji gulma, dapat mengeluarkan zat atau cairan yang
bersifat toksin (racun) serta sebagai tempat hidup atau
inang tempat berlindungnya hewan-hewan kecil, insekta
dan hama sehingga memungkinkan hewan-hewan
tersebut dapat berkembang biak dengan baik,
mengganggu kelancaran pekerjaan para petani, sebagai
perantara atau sumber hama dan penyakit, mengganggu
kesehatan manusia, menaikkan biaya-biaya usaha
pertanian dan menurunkan produktivitas.
Dalam kurun waktu yang panjang, kerugian akibat
gulma dapat lebih besar daripada kerugian akibat hama
atau penyakit. Oleh karena itu, untuk menangani
masalah gulma, maka perlu dilakukan identifikasi gulma
yang dimaksudkan untuk membantu para petani dalam
usaha menentukan program pengendalian gulma secara
terarah sehingga produksi dapat ditingkatkan
sebagaimana yang diharapkan. Adapun pengendalian
gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya dengan cara preventif (pencegahan), secara
fisik, pengendalian gulma dengan sistem budidaya, secara
biologis, secara kimiawi dan secara terpadu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Gulma
Gulma mudah tumbuh pada setiap tempat atau daerah
yang berbeda-beda, mulai dari tempat yang miskin
nutrisi sampai tempat yang kaya nutrisi, dapat bertahan
hidup pada daerah kering, lembab bahkan tergenang,
mampu beregenerasi atau memperbanyak diri besar
sekali, dapat berkembang biak dengan cepat, mempunyai
zat berbentuk senyawa kimia seperti cairan berupa
toksin (racun) yang dapat mengganggu atau menghambat
pertumbuhan tanaman pokok, bagian-bagian tumbuhan
gulma yang lain dapat tumbuh menjadi individu gulma
yang baru, seperti akar, batang, umbi dan lain
sebagainya, sehingga memungkinkan gulma unggul
dalam persaingan (berkompetisi) dengan tanaman
budidaya, dapat dibedakan menjadi beberapa golongan
atau kelompok berdasarkan bentuk daun, daerah tempat
hidup (habitat), daur atau siklus hidup, sifat botani dan
morfologi,serta cara perkembangbiakan ().

2.2 Jenis Gulma


karaktristik yang dimiliki, gulma dibedakan menjadi
3 kelompok, yaitu teki, rumput, dan gulma daun lebar.
1. Teki
Kelompok teki – tekian memiliki daya tahan luar biasa
terhadap pengendalian mekanis, karena memiliki umbu
batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan –
bulan. Contohnya adalah teki ladang (Cyperus rotundus).
2. Gulma ddaun sempit (Rumput)
Gulma dalam kelompok ini berdaun sempit seperti
teki tetapi menghasilkan stolon. Stolon ini di dalam tanah
berbentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara
mekanik. Contohnya adalah alang – alang (Imperata
cylindrica).
3. Gulma daun lebar
Berbagai macam gulma dari ordo Dicotyledoneae
termasuk dalam kelompok ini. Gulma ini biasanya
tumbuh pada akhir masa budi daya. Kompetisi terhadap
tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Contoh dari
gulma berdaun lebar ini adalah daun sendok

2.3 pra pengendalian gulma


Program pengendalian gulma yang tepat untuk
memperoleh hasil yang memuaskan perlu dipikirkan
terlebih dahulu. Pengetahuan tentang biologis dari gulma
(daur hidup), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
gulma, pengetahuan mengenai cara gulma berkembang
biak, menyebar dan bereaksi dengan perubahan
lingkungan dan cara gulma tumbuh pada keadaan yang
berbeda-beda sangat penting untuk diketahui dalam
menentukan arah program pengendalian. Keberhasilan
dalam pengendalian gulma harus didasari dengan
pengetahuan yang cukup dan benar dari sifat biologi
gulma tersebut, misalnya
a) dengan melakukan identifikasi,
b) mencari dalam pustaka tentang referensi gulma
tersebut
c) serta bertanya pada para pakar atau ahli gulma.
Ketiga cara ini merupakan langkah pertama untuk
menjajaki kemungkinan cara pengendalian yang tepat
(Ariance Y. Kastanja, 2011).

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.1 Maman Ungu (Cleome rutidosperma D.C.)
1. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Capparidales
Suku : Capparidaceae
Marga :Cleome
Jenis : Cleome rutidospermae D.C.
(Backer & van den Brink, 1965)

2. Morfologi Tanama
Herba tegak, merambat atau tumbuh merangkak
tinggi 0.15-0,80 m, berbunga sepanjang tahun. Daun
mahkota bunga dengan ujung runcing seperti cakar,
panjang 9-12 mm; di Jawa berwarna biru; bulu-bulu
halus yang pendek; tangkai buah 20-30 mm; batang
(berbentuk kapsul) yang masak berada di atas goresan
daun berangsur-angsur meruncing seperti paruh;
diameter biji 1,75-2 mm, elaiosom keputihan; helaian
daun biasanya 3, bentuk daun memanjang atau bulat
memanjang, tajam atau tumpul, dengan bulu-bulu tebal
pendek; batang 0,5-2 cm dengan duri tipis.Dikenal
dengan nama Maman ungu (Waterhouse&Mitchell,1998).

3. Habitat dan Penyebaran


Ditemukan di pinggir jalan, sawah, ladang. Juga
ditemukan hidup sebagai epifit pada batu dan kayu.
Terutama banyak ditemukan diKalimantan
(Waterhouse&Mitchell,1998).

4. Kandungan Kimia dan kegunaan


Anggota famili Capparaceae mengandung snya belum
diketahui (Mitchell et al.,2003).
Kegunaan
Pustaka maupun penelitian ilmiah mengenai khasiat
Cleome rutidosperma D.C ini masih sangat terbatas dan
senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitasnya
belum diketahui dengan pasti. Cleome rutidosperma
dapat digunakan sebagai antifeedant (pengganti
herbisida) untuk hama tanaman Brassica yaitu jenis
Plutella xylostella (L.). Minyak menguapnya mempunyai
aktivitas dapat mengiritasi kulit dan mungkin juga
aktivitas kontak alergenik (Mitchell et al.,2003).
5. Penelitian Antikanker
Walaupun belum banyak diteliti, namun ternyata
mengandung golongan senyawa potensial antikanker,
seperti alkaloida dan flavonoida, yang keduanya
berpotensi sebagai regulator negatif onkogen (kelompok
gen pengatur daur sel) dan regulator positif gen tumor
suppressor, sehingga berpotensi sebagai anti-kanker
(Shapiro and Harper, 1999). Regulasi negatif onkogen
akan menghentikan proliferasi sel kanker pada fase
tertententu dari daur sel. Sebagai gen tumor suppressor,
seperti protein p53 dan protein Retinoblastoma (pRb).
Protein Rb mampu mengikat protein E2F (faktor
replikasi), sehingga siklus sel akan dihambat (Gibbs,
2000). Contohnya alkaloida pada tapak dara
(Chatarathus roseus (L.) G. Don) yang mampu
menghentikan mitosis sel kanker pada metafase (Irna,
2001). Sedangkan flavonoida dapat menginduksi
apoptosis melalui penghambatan aktivitas Topoisomerase
DNA I/II, penurunan ROS (Reactive Oxygen Species),
pelepasan sitokrom C, aktivasi endonuklease dan
penurunan Mcl 1. Mekanisme flavonoid sebagai
antiproliferatif sel kanker juga dapat melalui inaktivasi
senyawa karsinogen (berkaitan dengan interaksi antara
flavonoida dengan enzim yang berperan dalam
metabolisme, misalnya enzim Gluthation S-Transferase),
menghambat angiogenesis dan sebagai antioksidan (Pan
et al., 2003). Anggota familia Capparaceae ini juga
memiliki kandungan glukosinolat dan produk
degradasinya, isotiosianat (Mitchell et al.,2003).
Glukosinolat mampu memacu aktivitas zat antioksidan
dan mekanisme detoksifikasi. Sedangkan isotiosianat
dapat menghambat pertumbuhan tumor dan
perkembangan kanker. Dari hasil penelitian American
Health Foundation, tentang pengaruh konsumsi brokoli
yang mengandung isotiosianat selama 11 tahun, diketahui
orang yang kurang mengkonsumsi brokoli beresiko
kanker paru 36 persen lebih tinggi (Anonim, 2003).

3.2.2 Echinochloacrus – galli

Botani Echinochloa crus-galli


Rumput E. crus-galli merupakan tumbuhan annual kelas
Monocotyledon
famili Poaceae/Graminae dan mempunyai nama lain
Panicum crus-galli (IRRI,
1983). Klasifikasi botani gulma E. crus-galli adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Famili : Poaceae
Genus : Echinochloa Beauv.
Spesies : Echinochloa crus-galli (L.) Beauv
E. crus-galli diperkirakan berasal dari Eropa dan
India, tersebar pada daerah tropis dan sub tropis di
seluruh negara Asia Tenggara dan Asia selatan serta
Australia (Waterhouse, 1994). Menurut Moenandir
(1993) rumput ini dapat ditemui di Indonesia dan dikenal
dengan nama gagajahan (Sunda), jajagoan, padi burung,
jawan, jawan pari atau suket ngawan (Jawa). E. crus-
galli termasuk tumbuhan C4 yang merupakan salah satu
anggota yang paling penting dari genus Echinochloa.
Jenis gulma ini memililki penyebaran yang paling luas di
seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara dan berperan
sebagai gulma pada 36 jenis tanaman budidaya di 61
negara (Jones, 1985; Galinato et al., 1999).

Morfologi E. crus-galli

Rumput E. crus-galli sangat mirip dengan padi bila


masih muda (Kasasian, 1971). E. crus-galli termasuk
tumbuhan tahunan yang memiliki perawakan tegak,
berberías. Jenis rumput ini memiliki tinggi sekitar 20-150
cm (Soerjani et al., 1987). Galinato et al. (1999)
menambahkan bahwa tinggi E. crus-galli bisa mencapai
200 cm. Gambar 1 menunjukkan bagian-bagian gulma E.
Crus-galli.

1. Daun
Daun E. crus-galli pada saat masih muda sangat mirip
dengan daun padi. Daerah pangkal daun dapat
digunakan untuk membedakan daun E. crus-galli dan
daun padi. Pangkal daun E. crus-galli tidak memiliki
ligula dan aurikel, sedangkan pangkal daun padi
memiliki ligula yang bermembran dan aurikel yang
berbulu (Itoh, 1991).
E. crus-galli memiliki daun yang tegak atau rebah
pada dasarnya. Daunnya memiliki ukuran panjang
sampai 35 cm dan lebar 0.5-1.5 cm. Warna daun rumput
ini hijau sampai hijau keabuan. Setiap daun memiliki
pelepah yang tidak berambut dan memiliki panjang 9-13
cm (Waterhouse, 1994). Pelepah daun umumnya
berwarna kemerahan di bagian bawahnya. Helaian daun
berukuran 5- 65 cm x 6-22 mm, bersatu dengan pelepah,
berbentuk linear dengan bagian dasar yang lebar dan
melingkar dan bagian ujung yang meruncing.
Permukaan daun rata, agak kasar dan menebal di bagian
tepi (Duke, 1996). Helaian daun memiliki beberapa
rambut halus pada bagian dasarnya dan agak lebat pada
permukaan daun (Fishel, 2000).

Batang

Batang E. crus-galli kuat, tidak berambut dan


berbentuk silindris dengan intisari yang menyerupai
spons putih di bagian dalamnya (Sastroutomo, 1990).
Batang E. crus-galli umumnya bercabang di dekat
pangkal batang (Waterhouse,
1994). Di lahan sawah, anakan pertama dari E. crus-galli
muncul 10 hari setelah
perkecambahan, dan biasanya sekitar 15 anakan yang
terbentuk (Galinato et al.1999)

Akar
E. crus-galli memiliki jenis akar yang berserat dan
tebal. Akar E. crusgalli
dihasilkan pada setiap ruasnya (Soerjani et al., 1987).
Bunga

Pembungaan berupa panikel apikal atau malai yang


berada di ujung dengan 5-40 bunga majemuk bulir yang
mempunyai tipe raceme, dengan cabang-cabang pendek
yang menaik. Bunga majemuknya terdiri dari banyak
spikelet yang
Berbelok pada satu sisi, berbentuk tegak pada awalnya
tetapi selanjutnya sering membengkok ke bawah
(Soerjani et al., 1987). Menurut Soerjani et al. (1987)
panjang malai bisa mencapai 5-21 cm. Malai kaku
dengan permukaan yang agak kasar. Bulir terbawah
merupakan bulir yang paling panjang, sekitar 1.75-8 cm,
sedangkan bulir yang paling atas sangat pendek. Setiap
bulir terdapat susunan spikelet yang berselang-seling di
setiap sisinya. Spikelet tersusun soliter pada bulir paling
atas. Susunan spikelet bisa mencapai 2-4 spikelet pada
bulir di bawahnya dan pada bulir bagian bawah susunan
spikelet bisa mencapai 4-10 spikelet (Soerjani et al., 1987).
Spikelet tebal dan padat, sedikit berbentuk elips dengan
panjang 3.2-3.5 mm. Spikelet biasanya sedikit berambut
dan terkadang terdapat rambut yang tebal dan kaku
yang panjangnya dapat mencapai 13 mm. Spikelet
berwarna kehijauan dan sedikit berwarna ungu
(Ampong-Nyarko dan De Datta, 1991). Stamen yang ada
pada E. crus-galli berjumlah 3 dengan anther yang
berwarna kuning. Jumlah putik ada 2 dengan stigma
yang berbulu, berwarna ungu, menonjol keluar di bawah
ujung spikelet. Caryopsis memiliki panjang 1.5-2
mm, berbentuk ovoid sampai obovoid (Galinato et al.,
1999).

Biji
Lemma dari floret yang pertama memiliki permukaan
yang datar atau sedikit cembung atau tumpul. Glume
bagian bawah memiliki panjang sekitar 1.5- 2.5 mm,
berbentuk ovate, memendek dan memiliki ujung yang
memendek secara bertahap. Glume bagian atas memiliki
panjang yang sama dengan spikelet, berbentuk ovate-
oblong, runcing, memiliki rambut yang tebal dan kaku
sepanjang
0.5-3 mm serta berambut pendek (Galinato et al., 1999).
Produksi benih bervariasi dari 2 000 – 40 000 benih per
tanaman pada daerah bergulma. Hal tersebut
menunjukkan bahwa E. crus-galli mampu menghasilkan
lebih dari 1 000 kg benih/ha (Galinato et al., 1999).

Perbanyakan dan penyebaran


E. crus-galli memperbanyak diri secara generatif
melalui biji. Jenis gulma
ini bereproduksi dengan cara penyerbukan sendiri
atau penyerbukan silang. E. crus-galli melakukan
penyerbukan silang dengan menggunakan bantuan angin
(Itoh, 1991). E. crus-galli memiliki penyebaran yang
sangat luas. Biji E. crus-galli dapat menyebar melalui
saluran irigasi, hewan, burung, pengangkutan biji padi
dan mesin pertanian atau peralatan pertanian lainnya
(Itoh, 1991).

Syarat Ekologi

Cahaya
E. crus-galli tumbuh pada daerah dengan ketinggian
yang rendah sampai sedang. Gulma ini tumbuh baik
pada tempat dengan penyinaran penuh sepanjang tepi
perairan (Soerjani et al., 1987). E. crus-galli
membutuhkan waktu 42-64 hari untuk melengkapi siklus
hidupnya. Benih akan langsung tumbuh setelah ditanam
tetapi sebagian lagi mengalami dormansi selama 4-48
bulan. Fotoperiodisme mempengaruhi jumlah benih yang
dorman dan intensitas dari dormansi tersebut (Zimdahl
et al., 1989). Pembungaan dipengaruhi oleh panjang hari
dimana pada hari pendek (8-13 jam) pembungaan lebih
cepat terjadi. Jumlah malai dan anakan lebih besar pada
hari pendek, tetapi ukurannya kecil. Pada hari panjang
(16 jam), gulma ini menghasilkan malai dengan ukuran
yang lebih besar dan jumlah benih yang lebih banyak
(Galinato et al., 1999). E. crus-galli yang tumbuh pada
daerah dengan penyinaran penuh memiliki bobot kering
empat kali lebih besar serta jumlah malai dan anakan
dua kali lebih banyak daripada E. crus-galli yang tumbuh
pada daerah dengan naungan 50% (Galinato et al., 1999).

I. Sistematika Bahan
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Kyllinga
Species : Kyllinga monocephala Rottb.
Teki udel – udelan (nama daerah)
II. Morfologi Tumbuhan
a. Akar
Teki udel – udelan memiliki akar berupa akar rimpang
pendek yang beruas-ruas dan memiliki percabangan yang
merayap. Rimpang berwarna merah.

b. Batang
Teki udel – udelan memiliki batang berbentuk segitiga
yang tajam dengan tinggi batang 0,1 – 0,5 m. Batang
pada umumnya berwarna hijau.

c. Daun
Teki udel – udelan memiliki daun yang panjangnya 2
– 4 cm dengan bentuk garis sempit. Lebar daun teki udel
– udelan ini 2 – 4 mm dan juga terdapat daun pembalut
yang menutupi pelepah dan bongkol semu yang
berbentuk kerucut.

d. Bunga
Teki udel – udelan memiliki bunga yang biasanya
terletak di ujung pucuk pangkal dan memiliki banyak
bulir. Tidak memiliki tenda bunga, benang sari
berjumlah 3 dan cabang tangkai putik 2.

e. Buah
Teki udel – udelan memiliki buah berbentuk bulat
memanjang, sedikit gepeng, berwarna coklat muda,
berjerawat halus dan teki udel – udelan memiliki panjang
lebih kurang 1,5 mm.

f. Biji
Teki udel – udelan memiliki biji berbentuk bulat. Biji
berwarna putih, sangat ringan, dan ukurannya sangat
kecil. Biji teki udel – udelan memiliki bulu – bulu dan
keras.

3.4.4 Ipomoea aquatic (kangkung)

Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), Kangkung


diklasifasikan sebagai berikut:
Kingdom : lantae
Divisio :Spermatophyta
Sub Divisio :Angiospermae
Kelas : icotyledoneae
Ordo :Convolvulales
Famili :Convolvulacae
Genus :Ipomoea
Spesies : Ipomoea aquatica.

2. Morfologi Tanaman Kangkung.


Kangkung merupakan tanaman menetap yang dapat
tumbuh lebih dari satu tahun. Tanaman kangkung
memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-
cabangnya akar menyebar kesemua arah, dapat
menembus tanah sampai kedalaman 60 hingga 100 cm,
dan melebar secara mendatar pada radius 150 cm atau
lebih, terutama pada jenis kangkung air
Batang kangkung bulat dan berlubang, berbuku-buku,
banyak mengandung air (herbacious) dari buku-bukunya
mudah sekali keluar akar. Memiliki percabangan yang
banyak dan setelah tumbuh lama batangnya akan
merayap (menjalar).
Kangkung memiliki tangkai daun melekat pada buku-
buku batang dan di ketiak daunnya terdapat mata tunas
yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Bentuk
daun umumnya runcing ataupun tumpul, permukaan
daun sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan
daun bagian bawah berwarna hijau muda. Selama fase
pertumbuhanya tanaman kangkung dapat berbunga,
berbuah, dan berbiji terutama jenis kangkung darat.
Bentuk bunga kangkung umumnya berbentuk
“terompet” dan daun mahkota bunga berwarna putih
atau merah lembayung .
Buah kangkung berbentuk bulat telur yang
didalamnya berisi tiga butir biji. Bentuk buah kangkung
seperti melekat dengan bijinya. Warna buah hitam jika
sudah tua dan hijau ketika muda. Buah kangkung
berukuran kecil sekitar 10 mm, dan umur buah
kangkung tidak lama. Bentuk biji kangkung bersegi-segi
atau tegak bulat.

3.5.5 Limnocharis flava ( genjer )

Genjer (Limnocharis flava) merupakan tanaman


terna, tumbuh di rawa atau kolam berlumpur yang
banyak airnya. Konon asalnya dari Amerika, terutama
bagian negara beriklim tropis. Selain daunnya, bunga
genjer muda juga enak dijadikan masakan. Genjer cocok
diolah menjadi tumisan, lalap, pecel, campuran gado-
gado atau dibuat sayur bobor. Biasanya ditemukan
bersama-sama dengan eceng gondok. Genjer adalah
sumber sayuran “orang miskin”, yang dimakan orang
desa apabila tidak ada sayuran lain yang dapat dipanen.
Dalam bahasa internasional dikenal sebagai limnocharis,
sawah-flower rush, sawah-lettuce, velvetleaf, yellow bur-
head, atau cebolla de chucho. Tumbuhan ini tumbuh di
permukaan perairan atau akarnya masuk ke dalam
lumpur, tumbuhan tahunan; rimpang tebal dan tegak,
tinggi tumbuhan dapat mencapai setengah meter; daun
tegak atau miring, tidak mengapung, tangkainya panjang
dan berlubang, helainya bervariasi bentuknya; mahkota
bunga berwarna kuning dengan diameter 1.5cm, kelopak
bunga hijau.
Deskripsi Morfologi Tanaman Genjer
Deskripsi Daun.

Daun merupakan salah satu bagian tumbuhan yang


penting, dan pada umumnya setiap tumbuhan
mempunyai sejumlah besar daun. Daun ini hanya
terdapat pada batang saja dan tidak pernah terdapat
pada bagian lain dari tumbuhan. Bagian batang dimana
daun itu melekat disebut dengan buku-buku (nodus).
Daun biasanya tipis, melebar, kaya akan suatu zat warna
hijau yang dinamakan klorofil, oleh karena itu daun
biasanya kebanyakan berwarna hijau, dan dari ciri
umum itu memang sudah selaras dengan fungsi daun
bagi tumbuh-tumbuhan, yaitu sebagai:
Pengambilan zat-zat makanan (resorbsi). Terutama yang
berupa zat gas (CO2)
Pengolahan zat-zat makanan (asimilasi)
Penguapan air (transpirasi)
Pernafasan (respirasi)
Tanaman genjer (Limocharis flava) merupakan
tanaman yang mempunyai daun yang termasuk kategori
daun lengkap. Karena daun genjer mempunyai ketiga
bagian-bagian daun itu. Jadi berdasarkan kelengkapan
daun, tanaman genjer ini termasuk pada daun lengkap.
Pada tanaman ini tidak ditemukan daun tambahan, dan
jumlah helaian daun tanaman ini termasuk pada kategori
daun tunggal (folium simplex). Berdasarkan susunan
tulang daun, tanaman genjer memiliki tulang daun yang
melengkung yaitu daun yang susunan tulang daunnya
melengkung. Bagian daun terlebar pada genjer terletak
pada bagian tengah helaian daun. Ujung distal helai daun
(apex) meruncing (acuminatus). Tunggal, roset akar,
bertangkai persegi, lunak, panjang 15-25 cm, helai daun
lonjong, ujung meruncing pangkal tumpul, tepj rata,
panjang 5-50 cm, lebar 4 25 cm, pertulangan sejajar, hija.

2. deskripsi batang dan akar


Batang
Berdasarkan ada tidaknya batang, tumbuhan genjer
ini termasuk pada tumbuhan berbatang jelas, karena
batangnya terlihat dengan jelas. Berbeda dengan acaulis,
selain tidak terlihat batangnya biasanya acaulis letak
daun-daunnya sangat merapat. Berdasarkan sifat batang
genjer termasuk pada batang basah (herba), karena
batang ini biasanya mengandung air, tidak berkayu dan
berwarna hijau. Batang tanaman genjer berbentuk
bundar (globosus). Berdasarkan arah batang di atas
tanah genjer memiiki batang yang tegak (erectus) dengan
berarah tegak lurus ke atas.
Akar
Tumbuhan genjer ini biasa hidup di air, sawah
ataupun rawa-rawa. Apabila dilihat tanaman ini
mempunyai akar serabut. Akar lembaga dari tanaman ini
dalam perkembangan selanjutnya mati atau kemudian
disusul oleh sejumlah akar yang kurang lebih sama besar
dan semuanya keluar dari pangkal batang. Akar-akar ini
karena bukan berasal dari calon akar yang asli yang
dinamakan akar liar, bentuknya seperti serabut, oleh
karena itu dinamakan akar serabut (radix adventicia).
3. deskripsi bunga
Berdasarkan pada letaknya, bunga pada tanaman
genjer ini terdapat di ketiak daun (flos lateralis atau flos
axillaries). Majemuk, bentuk payung, di ketiak daun,
terdiri dari 3-15 kuntum, tangkai panjang 15-25 cm,
hijau, kelopak lepas, bentuk kuku, hijau, benang sari 3,
tangkaj putik kuning, kepala putik bulat, mahkota lepas,
ujung melengkung ke dalam, kuning.

4. deskripsi buah dan biji


Jika penyerbukan pada bunga telah terjadi dan
kemudian diikuti pula oleh pembuahan, maka bakal buah
akan tumbuh menjadi buah, dan bakal biji yang terdapat
di dalam bakal buah akan tumbuh menjadi biji. Buah
yang berasal hanya dari bakal buah disebur dengan buah
sejati, dan jika terdapat jaringan tambahan lain yang
menyusun buah maka disebut buah semu. Pada
tumbuhan genjer buah yang dimiliki tidak akan
mengalami perkembangan dengan berdaging, makanya
buah dari tanaman genjer ini termasuk pada buah semu.
Biji berkembang dari bakal biji yang dibuahi. Biji
merupakan alat perkembangbiakan yang utama, karena
pada biji mengandung calom tumbuhan baru (tembaga).
Biji dari genjer berbentuk bulat, kecil, dan berwarna
hitam.

3.6.6 . Cara Pengendalian Gulma


Adapun cara pengendalian gulma yang umum
dilakukan pada perkebunan adalah meliputi tiga metode
atau cara yaitu diantaranya :
· Mekanis : yaitu suatu metode pengendalian gulma
tertentu pada lahan pertanian tertetu dengan bantuan
mesin.
· Kemis : yaitu suatu metode pengendalian gulma
dengan mengunakan bahan racun pembasmi gulma
dimana biasanya racun pembasmi gulma di
klasifikasikan dalam beberapa jenis racun ada yang
bersifat sistemik dan kontak serta di bedakan antara
gulma berdaun lebar dan berdaun sempit serta gulma
berkayu , adapun bahan aktif yang biasa di gunakan
adalah untuk gulma berdaun lebar ( broadleaf)
dikendalikan dengan herbisida kontak berbahan aktif
parakuat diklorida atau parakol ( parakuat + diuron ),
contohnya : gramoxson, rolixson,…dll , adapun untuk
gulma berdaun sempit baiasanya di gunakan racun yang
bersifat sistemik dan berbahan aktif glifosat, seperti roun
up, 486 As,,,dll. Sedangkan untuk gulma anak kayu
dikendalikan menggunakan bahan aktif triklopir
contohnya garlon. Dan untuk mulsa yang berada di
daerah berair biasanya di tambahkan bahan perekat
agar racun dapat menempel dengan baik, biasanya
berupa agristik.
· Manual : adalah cara pengendalian gulma yang di
lakukan dengan cara di babat ataupun di garuk.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dapat di tarik kesimpulan bahwa gulma terbagi


menjadi tiga kategori yaitu : gulma berdaun sempit,
gulma berdaun lebar dan gulma berkayu. Adapu cara
pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara, kemis
mekanis dan manual, bahan- bakan kimia yang dapat
digunakan untuk mengendalikan dapat bersifat sistemik ,
diantaranya adalah roun up yang berbahan aktif glifosat,
dan bahan racun yang berbahan aktif parakuat diklorida
untuk bahan yang bersifat kontak.

4.2 Saran

Karena tidak semua gulma itu bersifat pesaing


perebutan unsure hara bagi tanaman maka sebaiknya
penangananya di lakukan dengan baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai