Anda di halaman 1dari 59

Tugas Makalah

Ilmu Gulma dan Pengelolaannya E

ASSOSIASI GULMA DENGAN TANAMAN

Disusun Oleh :
Muh. Taufiq Syafaat (G011191078)
Andi Nur Fauzan Ramadana (G011191212)
Nadzilah Nadafathul Islamy (G011191069)
Muh. Arya Andi S. (G011191143)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-Nya,
Kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Assosiasi Gulma
dengan Tanaman” dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa Tugas Makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar kami
menjadi lebih baik lagi di masa yang akan dating.

Tugas Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas mata kuliah Ilmu Gulma
dan Pengelolaannya. Kami harap dengan adanya makalah ini dapat memberikan
edukasi tentang Asosiasi Gulma dengan Tanaman kepada teman teman yang lain .

27 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1. Definisi Gulma.........................................................................................1
1.2. Morfologi dan Penggolongan Gulma.....................................................2
1.3. Klasifikasi Gulma....................................................................................4
1.4. Habitat Gulma.........................................................................................5
1.5. Dampak Negatif Gulma..........................................................................6
1.6. Manfaat Gulma........................................................................................6
1.7. Assosiasi Gulma.......................................................................................6
1.8. Rumusan Masalah...................................................................................7
1.9 Tujuan Pembuatan Makalah......................................................................7
BAB II.....................................................................................................................8
2.1. Asosiasi Gulma Jenis Rumputan dengan Tanaman................................8
2.1.1. Alang-alang (Imperata cylindrica)......................................................9
2.1.2. Rumput pahit atau pahitan (Axonopus compresus).........................10
2.1.3. Rumput Belulang (Eleusine indica L.)..............................................11
2.1.4. Jajagoan (Echinochloa crusgalli)......................................................13
2.1.5. Rumput Bermuda (Cynodon dactylon)..............................................15
2.1.6. Rumput Kerbau (Paspalum conjugatum).........................................17
2.1.7. Lalampuyangan (Panicum repens)....................................................18
2.2. Asosiasi Gulma Jenis Tekian dan Daun Lebar dengan Tanaman........19
2.2.1. Cyperus rotundus (Gulma Jenis Tekian)...........................................19
2.2.2. Synedrella nodiflora (Gulma Daun Lebar)......................................25
2.2.3. Amaranthus spinosus L......................................................................29
2.3. Asosiasi Gulma Jenis Pakis-pakisan dengan Tanaman.........................31
2.3.1. Asosiasi Nephrolepis biserrata dan Kelapa Sawit............................32
2.3.2. Stenochlaena palutris dan Kelapa Sawit.........................................35
2.3.3. Gleichenia linearis dan Karet...........................................................36

ii
2.3.4. Cilarosus aridus (Don) cing (Paku Kadal) dan Cengkeh...............38
2.3.5. Asplenium nidus L. dan Pohon Inangnya.......................................40
2.3.6. Platycerium bifurcatum (Pakis Tanduk Rusa) dan Inangnya........42
BAB III..................................................................................................................44
3.1 Kesimpulan……………………….…………………………..………….45
3.2 Saran……………………..………………………………………………45.
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................46

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Definisi Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan tanaman


produktif yang ditanam manusia sehingga para petani berusaha untuk
mengendalikannya. Gulma dapat menimbulkan kerugian secara perlahan selama
gulma itu berinteraksi dengan tanaman. Dalam sektor pertanian gulma merupakan
tumbuhan yang memberikan dampak negatif terhadap tanaman yang
dibudidayakan baik secara langsung maupun tidak. Gulma yang mengganggu
tanaman produktif pada masa pertumbuhan dan perkembangan hidup tanaman,
merupakan salah satu masalah penting yang dapat menurunkan produksi tanaman
(Suryatini, 2018).

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan


kondisi yang tidak diinginkan manusia. Menurut Kleiber
tahun (1968) dalam Rifaldi (2020), definisi utama gulma adalah tumbuhan yang
muncul tidak pada tempatnya. Terdapat dua kelompok definisi gulma yang
dianggap penting yaitu tumbuhan kontroversial yang tidak semua buruk maupun
tidak semuanya baik, tergantung pada seseorang. Gulma juga dapat didefinisikan
sebagai tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat
buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia (Rifaldi,
2020, Hal. 15).

Gulma sering disebut sebagai tumbuhan yang salah tempat (out of


place) yang tumbuh pada tempat yang tidak kita kehendaki. Secara biologis
gulma merupakan komponen penting lingkungannya, termasuk lingkungan
daerah garapan tanah, hutan perkebunan, lahan padang luas (rangeland),
dan habitat akuatis. Jadi gulma dikenal sebagai kelas hama pengganggu
yang secara ekonomis sangat penting, karena berdampak pada produksi
tanaman dari hasil perkebunan tersebut (Maslaha, 2020, Hal. 2).

1
Kompetisi antara tanaman budidaya dan gulma Tidak mematikan tanaman
pokok namun dapat menyebabkan kerugian bagi usaha pertanian, kompetisi dalam
perebutan unsur hara dan air dapat meningkatkan komponen produksi.
Selainitu,biaya pengendalian gulma cukup besar dan seringkali lebih mahal dari
biaya pengendalian hama dan penyakit. Dengan demikian perlu dilakukan
pengendalian gulma yang tepat. Identifikasi jenis-jenis gulma akan membantu
dalam proses pengendalian gulma (Syarifah, 2018, Hal 41).
Tertekannya pertumbuhan dan rendahnya hasil disebabkan oleh gulma.
Gulma mampu berkompetisi dengan tanaman budidaya, merupakan hama
dan penyakit, dan mengeluarkan zat alllelopati yang menghambat
pertumbuhan tanaman lain di sekitarnya Kehadiran gulma di suatu lahan pertanian
secara umum memberikan pengaruh negatif terhadap tanaman budidaya yaitu
sebagai penghasil alelopati, alelomediasi dan alelopoli. Gulma di katakan
penghasil alelopati karena dapat mengeluarkan bahan kimia untuk menekan
bahkan mematikan tumbuhan lain. Alelomediasi karena gulma merupakan tempat
tinggal bagi beberapa jenis hama tertentu atau gulma sebagai penghubung antara
hama dengan tanaman budidaya, sedangkan alelopoli, karena gulma selalu bersifat

monopoli atas air, hara, CO2, O2 dan sinar matahari ((Maslaha, 2020, Hal. 6).

1.2. Morfologi dan Penggolongan Gulma

Gulma golongan teki-tekian meliputi semua jenis gulma yang termasuk


ke dalam famili Cyperaceae. Golongan teki terdiri atas ± 4.000 spesies.
Ciri-ciri gulma golongan ini yaitu: 1). Batang pada umumnya berbentuk
segitiga, kadang-kadang bulat atau pipih dan berisi; 2). Daun berjejal pada
pangkal batang dan tersusun dalam tiga deretan; 3). Daun duduk dan berbentuk
pita dengan urat daun membujur; 4). Pelepah daun berbentuk buluh; 5). Tidak
memiliki lidah daun; 6). Bunga tersusun dalam bulir atau anak bulir dan biasanya
di lingkupi oleh satu daun pelindung; 7). Ibu tangkai karangan bunga tidak
berbuku-buku; 8). Organ perbanyakan utamanya ada yang terletak dalam tanah,
ada pula menggunakan biji (Maslaha, 2020, Hal. 6-7).

2
Gulma dapat dibedakan menjadi beberapa golongan : sesuai dengan bentuk
daun (daun lebar atau daun sempit), lama hidupnya (setahun atau semusim, dua
tahun atau tahunan), serta golongan pentingnya (golongan sangat ganas atau agak
ganas).Gulma berdaun lebar. Tumbuhan ini mempunyai bentuk daun lebar, dari
jenis dikotil dan pada umumnya mempunya lintasan. Gulma adalah tanaman yang
memiliki daun yang sempit, tumbuhan ini mempunyai bentuk daun sempit
panjang, dari jenis monokotil dari pada umumnya mempunyai lintasan (Maslaha,
2020, Hal. 8).

Gulma dapat diklasifikasikan menurut morfologinya menjadi beberapa


golongan, yaitu golongan rerumputan (grasses), berdaun lebar (broad leaf) dan
teki-tekian (sedges). Beberapa definisi yang termasuk kelompok ini adalah
(Yuliansyah, 2017, Hal. 4) :

a. Tumbuhan yang tidak dikehendaki manusia.


b. Semua tumbuhan selain tanaman budidaya, sebagai contohnya selain
tanaman padi di sawah yang sengaja ditanaman tumbuhan lainnya
dianggap gulma.
c. Tumbuhan yang belum diketahui manfaatnya.
d. Tumbuhan yang mempunyai pengaruh negatif pada manusia baik secara
langsung maupun tidak dan lain sebagainya.
e. Mempunyai daya saing / daya kompetisi yang tinggi terhadap tanaman
pokok.
f. Dapat menjadi inang sementara bagi penyakit atau parasit tanaman utama.
g. Menghambat kelancaran aktivitas manusia.

Jenis gulma yang teridentifikasi secara umum merupakan gulma


golongan gulma berdaun lebar. Gulma berdaun lebar merupakan berbagai
jenis gulma dari ordo Dicotyleneae. Gulma ini tumbuh dengan dengan
habitus yang besar, sehingga kompetisi yang terjadi dengan tanaman terutama
dalam hal mendapatkan cahaya. Selain gulma berdaun lebar, golongan
Gramineae. Secara umum, famili Gramineae merupakan gulma berdaun sempit,

3
mempunyai akar rimpang (rhizoma) yang membentuk jaringan rumit di dalam
tanah dan sulit diatasi secara mekanik ((Maslaha, 2020, Hal. 3).

a. Gulma semusim atau setahun (annual). Tumbuhan ini menyelesaikan daur


hidupnya dari biji, tumbuh sampai mati selalma semusim atau setahun.
Karena banya biji yang terbentuk, maka persisten.
b. Gulma dua tahunan (biennial). Tumbuhan ini menyelesaikan hidupnya
selama antar satu sampai dua tahun. Bunga dibentuk pada tahun kedua.
c. Gulma tahunan (perennial). Tumbuhan ini menyelesaikan daur
hidupnyaselama lebih dari dua tahun. Kebanyakan tumbuhan ini
membentuk biji banyak untuk penyebaran dan dapat pula menyebar secara
vegetatif. Karenabeda penyebarannya tumbuhan ini dibagi perennial
sederhana dan perennial merayap (Maslaha, 2020, Hal. 8).

1.3. Klasifikasi Gulma

Klasifikasi gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya,


gulma dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifat morfologi, siklus hidup,
habitat (tempat tumbuhnya), ataupun berdasarkan pengaruhnya terhadap tanaman
perkebunan. Berdasarkan sifat morfologinya, gulma berdaun sempit (grasses),
gulma teki-tekian (sedges), gulma berdaun lebar (broad leaves), dan gulma pakis-
pakisan (ferns) ((Maslaha, 2020, Hal. 8).

Cara klasifikasi gulma menurut Yuliansyah (2017, Hal. 3) berbeda-beda


berdasarkan morfologinya gulma dapat dibedakan menjadi:

a. Golongan Rerumputan (Gulma Berdaun Sempit/ Grasses). Golongan


rerumputan mencakup jenis gulma yang termasuk dalam famili gramineae.
Selain merupakan komponen terbesar dari seluruh populasi gulma, famili
ini mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi, distribusi amat luas dan
mampu tumbuh baik pada lahan kering maupun tergenang. Contoh: Alang-
alang, rumput pahit, jampang pahit, kakawatan, gerinting, jejagoan,
glagah, jejahean dan bebontengan.

4
b. Golongan Teki (Sedges). Golongan teki meliputi semua jenis gulma yang
termasuk kedalam famili Cyperaceae. Golongan teki terdiri dari 4000
spesies, lebih menyukai air kecuali Cyperus rotundus L. Contoh: rumput
teki, walingi, rumput sendayan, jekeng, rumput 3 segi, dan rumput knop.
c. Golongan Berdaun Lebar (Broadleaf Weeds). Golongan gulma berdaun
lebar meliputi semua jenis gulma selain famili gramineae dan Cyperaceae.
Golongan gulma berdaun lebar biasanya terdiri dari famili paku-pakuan
(pteridophyta) dan dicotyledoneae. Contoh: Bayam duri, kremek, jengger
ayam, kayu apu, wedusan, sembung dan meniran. (Maspary, 2010)

Menurut Maslaha (2020 Hal. 9) Dikenal berbagai sistem klasifikasi gulma


yang menggambarkan krakteristiknya, seperti klasifikasi berdasarkan
karekteristik
reproduksi, bentuk kehidupan, botani dan lain –lain adapun sebagai berikut:

a. Rumput (Grasses)
b. Teki (Sedges)
c. Gulma daun lebar (Broad-leaved Weeds)
d. Gulma semusim, dua musim dan tahunan (Annual, Biennial,
and Parennial Weeds)
e. Gulma berkayu (Woody Weeds)
f. Gulma Air (Aquatic Weeds)
g. Gulma perambat (Climbers)
h. Gulma Epifit dan Parasit
1.4. Habitat Gulma

Menurut Maslaha (2020 Hal. 9), Berdasarkan habitat umum, gulma


digolongkan menjadi berikut:

a. Gulma Darat (Terrestrial Weeds)

Gulma darat tumbuh pada didaerah kering dan bila


tergenang air akan mati. Contoh gulma darat antara lain: Teki (Cyperus

5
Rotundus L.), alang-alang (Imperata Cylindra L.), golektrak atau balakbak
atau rumput setawan (Borreria latifolia(Aubl.) K. Sch), sangga langit atau
toroto ( Tridax Procumbens L.). Gulma Air (Aquatic Weeds)

b. Gulma air adalah

Gulma air adalah gulma yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di
air. Contoh gulma air antara lain : hidrila (Hydrilla verticillata Pres.), eceng
lembut atau wewehan (Monochoria vaginalis), cacanbean (Ludwigia
octovalis), kayambang (Cerotophyllum demersum), dan eceng gondok
(Eichornia crassipes).
1.5. Dampak Negatif Gulma
Keberadaan gulma pada areal pertanaman budidaya dapat menimbulkan
kerugian baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi. Kerugian yang
ditimbulkan oleh gulma diantaranya penurunan hasil pertanian akibat persaingan
atau kompetisi dalam perolehan sumber daya (air, udara, unsur hara, dan ruang
hidup), menjadi inang hama dan penyakit, dapat menyebabkan tanaman keracunan

akibat senyawa racun yang dimiliki gulma (alelopati), menyulitkan pekerjaan


lapangan dan dalam pengolahan hasil serta dapat merusak atau menghambat
penggunaan alat pertanian. Kerugian – kerugian tersebut merupakan alasan kuat
mengapa gulma harus dikendalikan (Yuliansyah, 2017, Hal. 3).

1.6. Manfaat Gulma

Gulma disamping merugikan juga memberikan manfaat bagi


manusia, terutama bila kepentingan manusia terhadap tumbuhan tersebut bersifat
subyektif. Adapun manfaat gulama adalah sebagai berikut:

a. Gulma yang dapat dikomsumsi oleh manusia Beberapa gulma yang dapat
dikomsumsi antara lain : Selada air (Nasturtium officinale), Semanggi
(Marsilea crenata), Kangkung air (Ipomoea aquatica), Umbi teki (Cyperus
ratundus) dan lain-lain.

6
b. Sumber pencarian bagi buruh tani Gulma-gulma kering dapat
dimanfaatkan sebagai bahan penutup tanah untuk mencegah terjadinya
evaporasi berlebihan pada musim kemarau.

1.7. Assosiasi Gulma

Asosiasi merupakan hubungan antar makhluk hidup dalam suatu


lingkungan tertentu. Asosiasi dapat dikatakan sebagai komunitas yang merupakan
suatu istilah yang dapat digunakan pada sembarang tipe vegetasi, sembarang
ukuran dan sembarang umur, komunitas dapat merupakan satu unit ekologi yang
sangat luas namun juga dapat merupakan satuan yang sangat sempit. Istilah
komunitas juga dapat digunakan untuk satuan yang paling kecil sekalipun seperti
halnya menempelnya lumut yang beraneka ragam di pohon tertentu. Ukuran,
umur dan stratum tumbuhan bukan merupakan batasan suatu komunitas tumbuhan

demikian juga dengan perubahan komponen vegetasi yang terdapat didalamnya.


Komunitas tetap berlaku untuk vegetasi yang mudah berubah ataupun yang
lambat dalam perubahan penyusun vegetasinya (Yuliansyah, 2017, Hal. 5).

Asosiasi lebih merupakan kumpulan dari contoh dalam sebuah vegetasi.


Suatu komunitas besar dapat terdiri dari banyak asosiasi atau komunitas kecil
yang didalamnya terdapat banyak spesies tumbuhan penyusun vegetasi tersebut.
Asosiasi yang dapat merupakan bentuk komunitas dalam suatu formasi umumnya
terdiri dari banyak asosiasi penyusun dimana salah satu dan lainnya dapat sangat
berbeda dalam fisiognominya. Asosiasiasi dapat dikatakan juga sebagai
komunitas, namun tidak semua komunitas menunjukan suatu asosiasi
(Yuliansyah, 2017, Hal. 6)

Kendeigh (1980) dalam Yuliansyah (2017), menuliskan bahwa ekologi


tumbuhan berhubungan dengan kajian komunitas tumbuhan atau asosiasi
tumbuhan. Satuan dasar di dalam sosiologi tumbuhan adalah asosiasi, yaitu
komunitas tumbuhan dengan komposisi floristik tertentu. Bagi ahli sosiologi
tumbuhan, suatu asosiasi adalah seperti suatu spesies. Suatu asosiasi terdiri dari

7
sejumlah tegakan, yang merupakan suatu satuan konkrit vegetasi yang diamati di
lapangan.
1.8. Rumusan Masalah

1. Mendefinisikan Assosiasi Gulma Rerumputan


2. Mendefinisikan Assosiasi Gulma Tekian dan Daun Lebar
3. Mendefinisikan Asosiasi Gulma Pakisan

1.9 Tujuan Pembuatan Makalah

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan
menjelaskan Asosiasi Gulma jenis Rumputan, Tekian dan Daun Lebar, dan
Pakisan terhadap tanaman lain.

8
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Asosiasi Gulma Jenis Rumputan dengan Tanaman

Gulma adalah sebagai tumbuhan yang bila dibiarkan berkembangbiak dalam


sistem akan menimbulkan kerugian dalam berbagai tanaman budidaya
(Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Sementara itu Soetikno (1990) juga mendefinisikan
gulma sebagai tumbuhan tidak dikehendaki kehadirannya; tumbuhan yang
mengganggu kepentingan manusia terhadap suatu areal atau lahan; serta
tumbuhan yang kegunaannya tidak diketahui.

Menurut Triharso (1994) dan Rukmana dan Saputra (1999), berdasarkan


morfologinya gulma dapat dibedakan atas golongan rerumputan (Grasses),
golongan teki (Sedges), golongan berdaun lebar (Broad-Leaved) dan golongan
pakisan/pakuan (Fern).

Golongan rerumputan mencakup jenis gulma yang termasuk ke dalam famili


Gramineae. Selain merupakan komponen terbesar dari seluruh populasi gulma,
famili ini memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, distribusinya amat luas dan
mampu tumbuh pada lahan kering maupun tergenang. Ciri-ciri golongan
rerumputan ini adalah : 1). batangnya berbentuk silindris, ada pula yang agak
pipih atau persegi; 2). batang biasanya berongga, beberapa diantaranya berisi; 3).
daunnya tunggal terdapat pada buku dan berbentuk garis; 4). duduk daun
berseling membentuk barisan kanan dan kiri; 5). tulang daunnya sejajar dan di
tengah helaiannya terdapat ibu tulang daun; 6). daun terdiri dari pelepah dan
helaian daun dengan tepi daunnya rata; 7). lidah daun kerap tampak jelas pada
batas antara pelepah dan helaian daun; 8). bunga tersusun dalam bulir; 9). bulir
tersusun dari anak bulir yang bertangkai meskipun ada yang tidak bertangkai; 10).
bakal buah beruang satu dan berbiji satu; 11). bentuk buah ada yang bulat
memenjang seperti perahu, bulat telur atau datar cembung.

9
Gulma yang tergolong rerumputan diantaranya ilalang (Imperata cylindrica),
rumput pahit atau pahitan (Axonopus compresus), rumput belulang (Eleusine
indica), jajagoan (Echinochloa crusgalli), rumput bermuda (cynodon dactylon),
lempuyangan atau jajahean (Panicum repens), rumput kerbau (paspalum
conjugatum) dan lain-lain.

2.1.1. Alang-alang (Imperata cylindrica)

Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Imperata
Spesies : Imperata cylindrical

Alang-alang (Imperata cylindrica L. Beauv) merupakan rumput yang


tumbuh secara liar, dan tersebar luas dihutan, sawah, kebun atau pekarangan
rumah dan lingkungan terbuka lainnya (Atien, 2008). Rumput ini memiliki bentuk
morfologi terna, herba, merayap, tumbuh tegak dan tinggi tanaman 30 ± 180 cm,
berdaun tunggal, pangkal saling menutup, helaian berbentuk pita, ujung runcing
tajam, tegak, kasar, berambut jarang, panjang daun (180 cm) dan lebar daun (3

10
cm) (Sudarsono, 2002). Tanaman ini dapat berkembang biak dengan biji dan
rhizoma. Biji alang-alang yang sangat ringan dapat menyebar ketempat lain
melalui angin, air, hewan dan manusia. Proses pembungaannya sering terjadi pada
musim kemarau dan sering terjadi akibat stress oleh adanya pembakaraan,
pembabatan hutan atau kekeringan (Murniati, 2002).
Masyarakat secara umum beranggapan bahwa alang-alang merupakan
tumbuhan liar dan pengganggu bagi tanaman lain. Alang-alang adalah tanaman
tahunan yang cocok tumbuh di bawah sinar matahari, di tanah yang basah
(lembab) maupun kering (Atien, 2008). Alang-alang merupakan jenis tanaman
C4, dimana saat proses fotosintesis tumbuhan ini membutuhkan intensitas cahaya
matahari yang tinggi, dan dapat tumbuh dengan baik pada lahan yang terbuka
(Purnomosidhi et al, 2005).

2.1.2. Rumput pahit atau pahitan (Axonopus compresus)

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

11
Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Poales

Famil : Poaceae

Genus : Axonopus

Spesies : Axonopus compressus

Rumput pahit (Axonopus compressus) memiliki daun lebar, berstolon dan


membentuk lapisan rumput yang padat. Rumput pahit merupakan dengan tingkat
pertumbuhan yang sedang dan biasanya ditanam dengan benih. Menurut Emmons
(2000), Axonopus compressus atau rumput paitan memiliki daun lebar, berstolon
dan membentuk lapisan rumput yang padat. Rumput paitan merupakan rumput
dengan tingkat pertumbuhan yang sedang dan biasanya ditanam dengan benih.
Rumput ini memiliki toleransi terhadap garam yang rendah dengan suhu dingin.
Rumput pahit merupakan gulma yang tidak mudah rusak walaupun sering
terinjak-injak dan akan tumbuh subur pada tanah berpasir yang memiliki drainase
baik. Pertama kali menyebar di daerah Amerika Selatan, Meksiko dan Brasil.
Akar tumbuhan ini keluar dari pangkal batang yang tegak dan kadang
terbaring, batangnya tidak berongga, bentuknya pipih, tidak berbulu, tumbuh
tegak berumpun dan sering berbentuk geragih yang setiap ruasnya dapat
membentuk akar dan tunas baru. Daunnya berbentuk lanset dan pada bagian
pangkal meluas dan lengkung dan ujungnya agak tumpul (Suandi, dkk, 2016).

12
2.1.3. Rumput Belulang (Eleusine indica L.)

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyldoneae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Eleusine

Spesies : Eleusine indica

Eleusine indica L. merupakan rumput semusim berdaun pita, membentuk


rumpun yang rapat agak melebar dan rendah. Ciri khasnya ada perbungaan di
ujung batang yang umumnya terdiri dari tiga malai yang tumbuh menjari pada
ujung batang dan satu malai seperti taji dibawahnya. Berkembang biak terutama
melalui biji, bijinya banyak dan mudah terbawa alat-alat pengolahan tanah
sehingga memudahkan penyebaran. Perakarannya tidak dalam tetapi lebat dan

13
kuat menjangkar tanah sehingga sukar untuk mencabutnya. Pembabatan sukar
untuk memberantasnya karena buku-buku batang bagian bawah potensial untuk
menumbuhkan tunas baru. (Nasution, 1986)

Eleusine indica ini tumbuh pada tanah yang lembab atau tidak terlalu
kering dan terbuka atau sedikit ternaung. Daerah penyebarannya meliputi 0 –
1600 meter diatas permukaan laut. Pembabatan untuk memberantasnya karena
buku buku batang terutama bagian bawah potensial menumbuhkan tunas baru.
Aplikasi herbisida baik kontak maupun sistemik umumnya lebih efektif untuk
mengendalikannya.
Eleusine indica L. merupakan salah satu gulma yang keberadaannya dapat
ditemukan hampir di semua pertanaman ataupun budidaya tanaman, terutama
pada areal perkebunan tanaman tahunan seperti kelapa sawit. Keberadaan gulma
ini cukup mengganggu pada areal produksi yang meliputi tanaman menghasilkan
(TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) serta pada areal pembibitannya
(Nasution, 1986). Salah satu gulma yang sering ditemui pada lahan pertanian
adalah Eleusine indica L.) Gaertn (rumput belulang). Rumput belulang mampu
berkembangbiak dengan cepat dan tumbuh liar pada area pertanian dan
pekarangan rumah (Hambali, 2015 dalam Setiani, 2019).

2.1.4. Jajagoan (Echinochloa crusgalli)

14
Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Subkelas : Commelinidae

Ordo : Cyperales

Famili : Poaceae

Genus : Echinochloa 

Spesies : Echinochloa crus-galli (L.)

E. crus-galli memiliki nama lain Panicum crus-galli yang merupakan


tanaman annual kelas Monocotyledon, famili Poaceae/Graminae. Rumput ini
dapat ditemui di Indonesia dan dikenal dengan nama gagajahan, jajagoan, padi
burung, jawan, jawan parikejawan, ramon jawan, suket ngawan. Gulma ini
memiliki daya adaptasi yang luas pada kondisi lingkungan yang bervariasi.

E. crus-galli diperkirakan berasal dari Eropa dan India, tersebar pada


daerah tropis dan sub tropis di seluruh negara Asia Tenggara dan Asia selatan
serta Australia (Waterhouse, 1994). Menurut Moenandir (1993) rumput ini dapat
ditemui di Indonesia dan dikenal dengan nama gagajahan (Sunda), jajagoan, padi
burung, jawan, jawan pari atau suket ngawan (Jawa). E. crus-galli termasuk
tumbuhan C4 yang merupakan salah satu anggota yang paling penting dari genus
Echinochloa. Jenis gulma ini memililki penyebaran yang paling luas di seluruh
Asia Selatan dan Asia Tenggara dan berperan sebagai gulma pada 36 jenis
tanaman budidaya di 61 negara (Jones, 1985; Galinato et al., 1999).

15
Rumput E. crus-galli sangat mirip dengan padi bila masih muda
(Kasasian, 1971). E. crus-galli termasuk tumbuhan tahunan yang memiliki
perawakan tegak, berberías. Jenis rumput ini memiliki tinggi sekitar 20-150 cm
(Soerjani et al., 1987). Galinato et al. (1999) menambahkan bahwa tinggi E. crus-
galli bisa mencapai 200 cm.
E. crus-galli memperbanyak diri secara generatif melalui biji. Jenis gulma
ini bereproduksi dengan cara penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang. E.
crus-galli melakukan penyerbukan silang dengan menggunakan bantuan angin
(Itoh, 1991). E. crus-galli memiliki penyebaran yang sangat luas. Biji E. crus-
galli dapat menyebar melalui saluran irigasi, hewan, burung, pengangkutan biji
padi dan mesin pertanian atau peralatan pertanian lainnya (Itoh, 1991).

16
2.1.5. Rumput Bermuda (Cynodon dactylon)

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae
Subkindom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta

17
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Family : Poacea
Genus   : Cynodon
Spesies  : Cynodon dactylon

Rumput grinting (Cynodon dactylon) termasuk suku Gramineae (Poaceae)


merupakan rumputan tahunan, batang tumbuh menjalar keras panjang 10-40 cm.
Batang langsing agak pipih, setelah tua berongga kecil. Daun tersusun dua baris.
Daun bentuk garis, pangkal tumpul ujung runcing, warna hijau kebiruan, panjang
2,5-15 cm dan lebar 2-7 mm, permukaan rata, dan tepi kasar berambut atau
gundul. Lidah daun berupa selaput sangat pendek. Pelepah daun berwarna hijau
pangkal keunguan. Pada pangkal batang pelepah daun tumpang tindih. Jumlah
bulir 3-9, mengumpul pada satu titik diujung sumbu utama, tersebar teratur
horizontal, dan panjang 5-6 cm. Anak bulir letak berseling kanan kiri, mengarah
ke satu sisi, tersusun seperti genting, duduk, bentuk elips 1-2 yang terbawah tetap
tinggal. Benang sari tiga, tangkai putik dua, kepala putik ungu, muncul di tengah
anak bulir (Soejono, 2015). Rumput grinting (Cynodon dactylon) menyebar di
daerah tropik dan subtropik dan seluruh Indonesia
Jenis gulma ini tumbuh di tempat terbuka sampai agak ternaung, pada
kondisi kering sampai lembab, juga pada tanah berat, terdapat di sepanjang tepi
jalan, lahan kosong, dan padang rumput sampai pada ketinggian 2100 m di atas
permukaan laut. Rumput grinting (Cynodon dactylon) melakukan perbanyakan
secara vegetatif melalui potongan batang atau dengan stolon dan secara generatif
mempergunakan biji. Pemencaran jenis gulma ini dengan perantaraan angin dan
hewan ternak secara endozokori. Biji yang terikut hijauan yang di makan hewan
akan jatuh (Soejono, 2015).

18
2.1.6. Rumput Kerbau (Paspalum conjugatum)

Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Paspalum
Spesies : Paspalum conjugatum P.J. Bergius
Paspalum conjugatum tumbuhan ini berasal dari Amerika tropik telah
lama mengalami naturalisasi di pulau Jawa, tumbuh padalokasi yang tidak terlalu
kering tapi juga tidak terlalu basah (becek), dengan cahaya matahari cukup atau
sedikit ternaung, pada ketinggian 0-1700 m di atas permukaan laut. (Nasution,
1986).
Batangnya padat agak pipih, tingginya 20-75 cm, tidak berbulu, warnanya
hijau bercorak ungu, tumbuh tegak berumpun, membentuk geragih yang
bercabang-cabang. Pada tiap buku dari geragih dapat membentuk akar dan batang

19
baru; geragih merupakan sarana perkembang-biakan secara vegetative. Akar
serabut, banyak dan halus, mencapai ke dalam ± 20 cm dalam tanah. Helai daun
berbentuk pita atau pita-lanset ujungnya lancip, bebulu sepanjang tepinya dan
pada permukaannya. Helai daun paling atas sering rudimenter. Upih daun
bewarna hijau atau bercorak ungu, berbentuk lunas perahu yang pipih, tepinya
berbulu halus. Lidah daunnya pendek, rompang, berbulu halus, transparent.
Perbungaannya Tandan (racemosa) hampir selalu tumbuh berhadapan di satu titk
(conjugate), jarang sekali terdapat tandan ke tiga di bawahnya (Nasution, 1986).

20
2.1.7. Lalampuyangan (Panicum repens)

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Liliopsida

21
Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Panicum

Spesies : Panicum repens L.


Akarnya keras, tajam seperti ujung torpedo. Batangnya kaku, daunnya
sempit, lebarnya hanya 1/6 – ¼ inchi dan panjangnya 2 – 10 inchi. Pada
permukaan daunnya terdapat bulu-bulu halus dan sering menggulung kedalam.
Panjang bunganya 3 – 9 inchi, bercabang dan agak terbuka, dengan ujung cabang
yang terbuka. Habitat di pinggir sungai (lahan basah), pantai, dari pada tanah
berpasir, dapat juga tumbuh pada dataran tinggi, pada musim kering, tidak bisa
hidup pada lahan banjir, tetapi tolerans terhadap lahan bekas banjir, seperti taman,
ladang, kebun. Sering tumbuh berlimpah pada ketinggian 0 sampai 2000 meter.
Dapat juga tumbuh di sawah. Perbanyakannya dengan rimpang atau dengan biji.
Pengendaliannya dengan cara di cabut, dengan menggunakan herbisida pra
tumbuh dan purna tumbuh atau lahannya ditanami tanaman penutup.

2.2. Asosiasi Gulma Jenis Tekian dan Daun Lebar dengan Tanaman
2.2.1. Cyperus rotundus (Gulma Jenis Tekian)

Klasifikasi:

22
Kngdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Cyperales

Famili : Cypareceae

Genus : Cyperus

Spesies : Cyperus rotundus

Rumput Teki (Cyperus rotundus) adalah salah satu gulma yang


penyebarannya luas. Gulma ini hampir selalu ada di sekitar segala tanaman
budidaya, karena mempunyai kemampuan tinggi untuk beradaptasi pada jenis
tanah yang beragam. Termasuk gulma perennial dengan bagian dalam tanah
terdiri dari akar dan umbi. Umbi pertama kali dibentuk pada tiga minggu setelah
pertumbuhan awal. Umbi tidak tahan kering, selama 14 hari dibawah sinar
matahari, daya tumbuhnya akan hilang. Dalam 1 hektar lahan dengan kedalaman
kira-kira 15 cm dapat ditemukan hingga 2 juta umbi teki di dalam tanah(Agrotek,
2020).

a. Persaingan Terhadap Tanaman Jagung

Kemampuan tanaman bersaing dengan gulma ditentukan oleh spesies


gulma, kepadatan gulma, saat dan lama persaingan, cara budidaya dan varietas
tanaman serta tingkat kesuburan tanah. Bentuk persaingan yang terjadi antara
gulma rumput teki (Cyperus rotundus) dan tanaman jagung (Zea mays L)

23
meliputi persaingan untuk cahaya, nutrisi, air, kadar garam, CO2, dan ruang
tumbuh (Agrotek, 2020).

Adanya persaingan gulma dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk


berproduksi. Persaingan atau kompetisi antara gulma dan tanaman yang kita
usahakan di dalam menyerap unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah, dan
penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan
kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas dan kuantitas (Ringga, 2013).

Tanaman jagung cenderung berproduksi tinggi bila bebas gulma selama


pertumbuhan (44 kw ha -1), dan produksi biji kering yang cukup tinggi dan
tak berbeda nyata dengan yang pertama dicapai pada bebas gulma 60 hari
pertama (41 kw ha -1). Meskipun penekanan gulma dirasa berat pada awal
pertumbuhan, namun terdapat pula adanya periode kritis antara hari ke 20 dan
ke 45. Oleh karena itu perlu dipelajari pengaruh dari berbagai jenis varietas
jagung manis yang memiliki respon terhadap berbagai populasi teki (Ringga,
2013).

Adanya kompetensi dengan gulma, sehingga pertumbuhannya kurang


optimal. Persaingan atau kompetisi antara gulma dan tanaman yang kita
usahakan di dalam menyerap unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah, dan
penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan
kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas dan kuantitas (Ringga, 2013).

Rumput teki (Cyperus rotundus) yang digolongkan sebagai gulma pada


tanaman jagung, juga mempunyai kemampuan menghasilkan allelokimia.
Hambatan pertumbuhan akibat adanya allelokimia dalam peristiwa allelopati
dapat menyebabkan hambatan pada pembelahan sel, pengambilan mineral,
respirasi, penutupan stomata, dan sintesa protein. Pelepasan alelokimia oleh
rumput teki akan meningkat pada kondisi yang ekstrim, sehingga pertahanan
tumbuhan gulma pada kondisi yang kurang menguntungkan. Salah satu
kondisi yang kurang menguntungkan tersebut adalah tanah salin (Agrotek,
2020).

24
Cekaman garam meningkatkan efek reduksi potensial air,
ketidakseimbangan ion dan toksisitas. Perubahan status air memicu reduksi
pertumbuhan awal dan penurunan produktivitas tanaman, sebab cekaman
garam mempengaruhi osmosis dan cekaman ion. Pada umumnya cekaman
garam mempengaruhi proses pertumbuhan, fotosintesis, metabolisme energi
dan lipid serta sintesis protein (Agrotek, 2020).

Pengaruh cekaman salinitas (NaCl) terhadap pertumbuhan tinggi Zea


mays dan Cyperus rotundus menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi
cekaman salinitas garam (NaCl) menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman
semakin tertekan. Tinggi Zea mays tertinggi terdapat pada perlakuan Salinitas
(0 ppm) sebesar 38.43 cm dan pertumbuhan terendah pada perlakuan Salinitas
(1500 ppm)yaitu sebesar 28.0 cm.Sedangkan tinggi Cyperus rotundus
tertinggi terdapat pada perlakuan Salinitas (0 ppm) sebesar 36.43 cm dan
pertumbuhan terendah pada perlakuan Salinitas (1500 ppm) yaitu sebesar 3.36
cm. Tertekannya pertumbuhan tanaman ini disebabkan tingginya kelarutan
garam di dalam tanah sehingga akar tidak mampu secara aktif menyerap air
karena tekanan osmotik di daerah akar lebih rendah dibandingkan dengan
tekanan osmotik larutan garam pada tanah(Agrotek, 2020).

Penurunan fotosintesis yang dipengaruhi keadaan kekeringan yang


disebabkan salinitas dengan tekanan turgor yang menurun menyebabkan
stomata tertutup mengakibatkan suplai CO2 untuk fotosintesis berkurang
sehingga laju fotosintesis menurun dan fotosintat berkurang. Fotosintat yang
didistribusikan keseluruh tubuh juga menurun(Agrotek, 2020).

b. Persaingan Terhadap Tanaman Wijen

Tanaman wijen juga dapat berkompetisi dengan gulma Cyperus rotundus.


Periode kritis tanaman wijen terhadap gulma dimulai saat tanam sampai
menjelang berbunga. Pertanaman wijen harus bebas dari guima sampai
berumur 45 hari. Jika gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman wijen

25
sebelum 45 hari, gulma sulit dikendalikan dan mempengaruhi pertumbuhan
dan hasil wijen (Anjarini, 2014).

Keberadaan gulma pada tanaman wijen perlu dikendalikan agar


pertumbuhan tanaman tidak terhambat dan dapat tumbuh dengan baik tanpa
adanya kompetisi unsur tumbuh. Salah satu cara yang mudah untuk dilakukan
ialah dengan melakukan peng-endalian gulma. sangat dipengaruhi oleh
analisis vegetasi, luasan lahan budidaya, ketersediaan tenaga kerja, serta
keteram-pilan petani (Mahfud, 2019).

Gulma yang tumbuh pada areal budidaya wijen beragam komposisi dan
jenisnya seperti pada tanaman semusim umumnya. gulma yang tumbuh
dominan pada pertanaman wijen yang tidak dilakukan pengendalian gulma
salah satunya: Cyperus rotundus. Potensi kerugian yang akan didapat serta
cara pengendalian yang akan dilaksanakan dapat diketahui dengan mengetahui
karakteristik dan dominasi gulma yang tumbuh pada lahan budidaya (Mahfud,
2019).

Dengan meningkatnya kerapatan teki, maka gangguan yang ditimbulkan


teki terhadap tanaman wijen semakin meningkat. Gangguan teki terhadap
tanaman wijen lebih banyak terjadi di bawah tanah. Hal tersebut terjadi karena
pola pertumbuhan teki cenderung lebih cepat memperbanyak organ
vegetatifnya dibandingkan dengan organ generatifnya. Organ perbanyakan
pada teki, yaitu umbi akar (tuber) lebih banyak diproduksi di dalam tanah.
Peningkatan umbi di dalam tanah mendesak ruang tumbuh bagi perakaran
wijen (Anjarini, 2014).

Kerapatan teki akan mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman. Semakin


tinggi tingkat kerapatan teki, maka akan memperlambat pertumbuhan tinggi
tanaman wijen. Tingkat kerapatan tinggi teki menekan pertumbuhan tinggi
tanaman wijen. Tertekannya pertumbuhan teki maka menekan diameter batang
tanaman wijen. Semakin kecil ukuran batang tanaman wijen, akan
menyulitkan tanaman untuk menyalurkan air dari dalam tanah untuk dibawa

26
ke organ daun dan menyalurkan asimilat fotosintesis dari daun ke seluruh
organ tanaman (Rizka, 2012).

Semakin terhambatnya tinggi tanaman wijen mempengaruhi jumlah dan


luas daun. Daun merupakan organ utama tempat terjadinya fotosintesis.
Semakin sedikit dan kecil luas daun yang dihasilkan maka akan semakin
rendah hasil fotosintesis yang dihasilkan. Kemampuan daun untuk
menghasilkan produk fotosintat ditentukan oleh produktivitas luas daun per
satuan luas daun dan total luas daun (Rizka, 2012).

Tanaman wijen memiliki kepekaan terhadap teki dari tahap berkecambah


sampai menjelang berbunga. Kerapatan teki berbagai kerapatan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman wijen. Hambatan pertumbuhan tajuk
wijen mempengaruhi luas daun, jumlah daun, tinggi tanaman, dan ukuran
batang yang terbentuk. Hal ini merupakan bagian dari respon tumbuhan
terhadap adanya tekanan kerapatan melalui respon plastisitas, yaitu terjadi
perubahan morfologi terhadap tanaman wijen (Rizka, 2012).

c. Persaingan Terhadap Tanaman Buncis

Selain dua tanaman diatas gulma tersebut juga dapat berkompetisi tanaman
buncis. Tanaman buncis tegak perlu dilakukan perawatan tanaman yang
intensif untuk meningkatkan dan mempertahankan hasil produksi tanaman.
Usaha yang dilakukan salah satunya ialah melalui pengndalian gulma.
Kehadiran gulma teki diantara tanaman buncis tegak dapat menyebabkan
persaingan dalam memperebutkan unsur hara, air, cahaya, ruang tempat
tumbuh, dan CO2. Meningkatnya kerapatan tanaman sampai batas tertentu
dapat meningkatkan produksi setiap satuan luas, tetapi selanjutnya produksi
akan menurun sejalan oleh meningkatnya persaingan tanaman (Indanus,
2018).

Pengaruh kepadatan gulma terhadap tinggi tanaman sebesar 19,14%


sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Pertumbuhan tanaman tidak

27
lepas dari adanya pengaruh dari faktor genetik dan lingkungan. Akan, tetapi,
pada umumnya faktor lingkungan sering menjadi pembatas dalam tumbuh dan
berkembangnya tanaman budidaya. Terdapat pengaruh signifikan kepadatan
teki terhadap jumlah cabang yang dihasilkan. Setiap bertambahnya kepadatan
1 teki maka jumlah cabang mengalami penurunan sebesar 0,0419 cabang.
Selain tinggi dan juga jumlah cabang, gulma ini juga mempengaruhi jumlah
daun. Adanya persaingan ini dapat menghambat pertumbuhan jumlah daun
tanaman buncis tegak dibanding tidak adanya persaingan. (Indanus, 2018).

Perubahan komposisi gulma dapat terjadi akibat dari berbagai cara


pengendalian gulma yang dilakukan. Gulma tertentu cenderung memiliki
kemampuan yang sangat baik dalam penguasaan sarana tumbuh dan ruang
hidup. Ling-kungan tumbuh tanaman budidaya yang optimal juga mendorong
pertumbuhan biji gulma karena faktor tumbuhnya tercukupi. Kemampuan
gulma tersebut secara alami dapat membuatnya mampu mendominasi suatu
lahan dalam penyebaran yang rata maupun acak (Mahfud, 2019).

Distribusi yang luas dipengaruhi oleh kemampuan teki dalam berkembang


biak. Organ perbanyakan pada teki, yaitu umbi akar yang lebih banyak di
produksi di dalam tanah, sehingga me-nimbulkan gangguan teki terhadap
tanaman. Gangguan tersebut lebih banyak terjadi di dalam tanah. Hal ini
dikarenakan pola pertumbuhan teki cenderung lebih cepat memperbanyak
organ vegetatifnya. Jaringan tumbuhan teki yang tumbuh dari satu umbi
menghasilkan 100 atau lebih umbi teki (Mahfud, 2019).

28
2.2.2. Synedrella nodiflora (Gulma Daun Lebar)

Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Synedrella
Spesies : Synedrella nodiflora

Synedrella nodiflora adalah salah satu gulma yang terdapat pada


pertanaman kedelai dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai.
Gulma S. nodiflora termasuk gulma berdaun lebar yang hanya berkembangbiak
dengan biji, sehingga apabila disiangi maka gulma tidak mampu tumbuh kembali.
Produksi biji gulma S. Nodiflora dapat mencapai sekitar 6.330 pertanaman dan
masa dormansinya yang lama. Gulma yang berkembangbiak dengan biji akan
efektif jika dikendalikan pada periode vegetatif. Penurunan hasil akibat adanya
generatif, dengan biji, gulma pada pertanaman dapat berkisar antara 10-60%.
Persaingan antara tanaman dan gulma ini terjadi apabila faktor kebutuhan hidup

29
seperti hara, air, cahaya dan ruang tempat tumbuh berada dalam keadaan terbatas
dan persaingan tidak terjadi apabila faktor tumbuh berada dalam keadaan
cukup(Hasanuddin, 2012).

a. Persaingan Terhadap Tanaman Kedelai

Berdasarkan Hasanuddin(2012) bahwa densitas gulma tidak


berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 15, 30, dan 45 HST. Rerata
tinggi tanaman kedelai pada 15, 30, dan 45 HST akibat pengaruh densitas
gulma. Diduga karena antara gulma dan tanaman belum terjadi persaingan
dalam unsur hara, air dan faktor tumbuh lainnya, karena tanaman kedelai
lebih tinggi danpada S. nodiflora sehingga tidak mampu bersaing dengan
tanaman kedelai untuk memperoleh cahaya. Kehadiran gulma di sepanjang
siklus hidup tanaman budidaya tidak selalu berpengaruh negatif. Terdapat
suatu periode ketika gulma harus dikendalikan dan terdapat periode ketika
gulma juga dibiarkan tumbuh karena tidak mengganggu tanaman
(Hasanuddin, 2012).

Sedangkan berdasarkan Hendrival(2014) komponen hasil kedelai


tanaman seperti jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman, berat
biji per tanaman, dan berat 100 biji mengalami penurunan seiring semakin
lama periode bergulma dan mengalami peningkatan seiring semakin lama
periode bersih gulma. Gulma yang tumbuh dari awal pertumbuhan sampai
tanaman di panen mengakibatkan terjadinya dominansi gulma sehingga
menyebabkan terjadi gangguan hasil tanaman kedelai akibat persaingan
yang terjadi. Kulma yang tumbuh semakin rapat dan lebat akan semakin
memperlambat pertumbuhan pada masa vegetatif, sehingga pertumbuhan
vegetatif tanaman yang kurang maksimal, akibatnya ketika memasuki fase
generatif, terjadi penurunan potensi penghasil asimilat (source) dan
berakibat rendahnya pertumbuhan organ pemakai (sink) seperti polong dan
biji.

30
Periode hidup tanaman yang sangat peka terhadap kompetisi gulma ini
disebut periode kritis tanaman. Periode kritis untuk pengendalian gulma
adalah waktu minimum di mana tanaman harus dipelihara dalam kondisi
bebas gulma untuk mencegah kehilangan hasil yang tidak diharapkan.
Tanaman kedelai yang tumbuh bersama gulma menyebabkan tingkat
pertumbuhan tanaman terhambat, daun lebih jarang, serta polong
berukuran lebih kecil dibanding dengan kedelai yang tumbuh tanpa gulma.
Semakin besar populasi gulma mengakibatkan semakin tertekannya
pertumbuhan dan semakin rendah polong kedelai yang dihasilkan.
Keberadaan gulma di pertanaman kedelai menyebabkan kebutuhan faktor
pertumbuhan bagi kedelai menjadi berkurang sehingga menurunkan
komponen produksi seperti berat 100 butir (Hendrival,2014).

Lamanya periode bergulma menyebabkan semakin tinggi keragaman


spesies gulma yang tumbuh dibandingkan dengan semakin singkat periode
bergulma. Gulma yang tumbuh menjelang panen menyebabkan semakin
rendahnya keragaman spesies gulma yang muncul. Persaingan gulma pada
awal pertumbuhan akan mengurangi kuantitas hasil, sedangkan persaingan
menjelang panen berpengaruh terhadap kualitas hasil (Hendrival,2014).

Hubungan antara periode bersih gulma dan bergulma terhadap


komponen hasil kedelai menunjukkan hubungan yang menggambarkan
semakin lama periode bersih gulma maka semakin tinggi nilai komponen
hasil kedelai dan begitu pula sebaliknya. Komponen hasil kedelai pada
periode bersih gulma 0–4 minggu setelah tanam berbeda nyata
dibandingkan komponen hasil dengan periode bersih gulma 0–panen,
sedangkan pada periode bersih gulma 0–6 minggu setelah tanam tidak
berbeda nyata dibandingkan dengan periode bersih gulma 0–panen.
Keadaan tersebut menggambarkan bahwa gulma harus dikendalikan sejak
awal tanam hingga 6 minggu setelah tanam sehingga hasilnya tidak
berbeda nyata. Gulma baru menurunkan hasil secara nyata jika berada di
areal pertanaman kedelai selama 4 minggu sejak tanam. Pada periode

31
bersih gulma diketahui bahwa tanaman kedelai membutuhkan
pengendalian gulma selama 6 minggu setelah tanam agar dominasi
tanaman tercapai sehingga kehilangan hasil tidak nyata(Hendrival,2014).

b. Persaingan Terhadap Tanaman Cabai Rawit

Cabai rawit (C. frutescens) merupakan salah satu tanaman penting di


Indonesia.Kurangnya ketersediaan cabai rawit salah satu sebab gagal
panen karena serangan organisme pengganggu tanaman, salah satunya
gulma. Gulma menjadi masalah yang serius di daerah tropis karena
ekologi yang mendukung. Cabai rawit mempunyai periode kritis terhadap
gangguan gulma yaitu pada 30 – 60 hari setelah tanam. Pada masa-masa
ini perlu dilakukan pengendalian gulma secara intensif agar tidak terjadi
kerugian. Secara konvensional, gulma di lahan budidaya cabai rawit
dikendalikan secara manual atau dengan herbisida. Permasalahan yang
sering terjadi adalah keterlambatan dalam pengendalian gulma bahkan
setelah dilakukan penyiangan yang pertama serta jenis gulma dan
kerapatannya yang menyebabkan sulit untuk dikendalikan (Shalahuddin,
2020).

Perbedaan frekuensi penyiangan pada lahan pertanaman cabai rawit


juga mempengaruhi jumlah cabang. Sejalan dengan tinggi tanaman jumlah
cabang berbeda nyata pada perlakuan penyiangan tiga kali dan penyiangan
empat kali. Waktu panen menunjukkan bahwa pada perlakuan penyiangan
tiga kali dan penyiangan empat kali berpengaruh nyata terhadap biomassa
tanaman cabai rawit, waktu berbunga, dan jumlah buah(Shalahuddin,
2020).

Pertumbuhan vegetatif tanaman sangat dipengaruhi oleh banyak faktor,


yang mana faktor lingkungan turut berperan penting dalam keberhasilan
suatu tanaman budidaya. Keadaan gulma yang semakin rapat dapat
menghambat produksi tanaman budidaya termasuk bobot biji pertanaman.
Pada waktu pembentukan bunga dan pengisian buah, tanaman berada pada

32
periode kritis dimana harus terhindar dari kompetisi agar produksi dapat
maksimal (Shalahuddin, 2020).
2.2.3. Amaranthus spinosus L.

Klasifikasi:
Kigndom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Devisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Caryophyllidae
Ordo : Caryophyllales
Famili : Amaranthaceae
Genus : Amaranthus
Spesies : Amaranthus spinosus L.

Gulma ini sangat banyak tumbuh liar dikebun, tepi jalan, tanah kosong
dari dataran rendah ke dataran tinggi. Tumbuhan ini dapat dikembangbiakkan
melalui bijinya yang bulat, kecil, dan hitam. Pada batang pohon, tepatnya di
pangkal tangkai daun terdapat duri sehingga gulma ini dikenal dengan bayam
duri. Tingginya dapat mencapai 1 meter. Bayam duri tumbuh baik di tempat-

33
tempat yang cukup akan snar matahari dengan suhu antara 25-35 derajat
celsius(Gusti, 2016).

a. Persaingan Terhadap Tanaman Tebu

Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang memiliki


nilai ekonomi tinggi, karena tebu adalah tanaman penghasil gula dan
menjadi salah satu komoditas pangan yang banyak dibutuhkan oleh
masyarakat Indonesia. Rendahnya produksi tebu di Indonesia dikarenakan
pengetahuan akan teknik budidaya serta pemelihara-annya masih sangat
rendah. Salah satu kendala yang mempengaruhi tingkat kuantitas
rendemen tebu yaitu adanya pertumbuhan gulma selama periode budidaya
(Dentin, 2020).

Gulma mengakibatkan kerugian pada tanaman tebu dikarenakan adanya


persaingan nutrisi dan ruang hidup sehingga mengurangi kemampuan
tanaman tebu untuk berproduksi. Apabila dibandingkan dengan hama dan
patogen, kehadiran gulma menyebabkan penurunan hasil tanaman yang
cukup signifikan karena gulma bersifat statis dan hidup bersama tanaman
utama. Adanya persaingan tersebut mampu menurun-kan kualitas maupu
kuantitas tanaman tebu. Keberadaan gulma yang semakin lama bersama
tanaman akan menurunkan hasil kompetisi yang terjadi. Tanaman tebu
mudah terpengaruh oleh gulma, terutama pada saat pertumbuhan awal.
Unsur hara yang paling diperebutkan antara pertanaman dan gulma adalah
unsur nitrogen, dan karena nitrogen dibutuhkan dalam jumlah banyak,
sehingga lebih cepat habis terpakai. Gulma lebih banyak menyerap unsur
hara daripada pertanaman (Dentin, 2020).

Tanaman tebu mulai mengeluarkan tunas-tunas anakannya yakni pada


umur 5-8 minggu setelah tanam sampai 10 minggu setelah tanam. Adanya
persaingan antara tanaman tebu dengan gulma dalam memperebutkan air,
unsur hara dan sinar matahari menyebabkan terganggunya proses
pembentukan anakan. Kompetisi antara tanaman tebu dengan gulma

34
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang memengaruhi seperti penyerapan
cahaya oleh daun, luas tajuk dan tinggi tanaman. Faktor penting berupa air,
udara dan cahaya merupakan kompenen yang tak bisa terpisahkan oleh
pertumbuhan suatu gulma. Terpenuhinya faktor tumbuh maka akan
semakin baik pertumbuhan gulma dalam pekembangbiakan maupun dalam
menguasai area (Dentin, 2020).

Daun tebu akan muncul dan berkembang selama periode antara satu dan
tingga minggu. Apabila jumlah daun banyak maka kemampuan melakukan
fotosin-tesis lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah daun yang lebih
sedikit (Raharjo et al. 2017). Pertumbuhan organ tanaman tebu yang tidak
optimal mengindi-kasikan bahwa pertumbuhan akar juga kurang optimal.
Semakin baik pertumbuhan akar, maka kemampuan akar dalam
menjangkau pasokan nutrisi tanaman akan semakin baik dan kebutuhan
tanaman menjadi terpenuhi sehingga pertumbuhannya akan optimal
(Dentin, 2020).
Perebutan ruang tumbuh didalam tanah menjadi faktor penghambat
dalam proses pemanjangan akar tanaman tebu. Pertumbuhan akar yang
tidak optimal menyebabkan tanaman tebu kalah bersaing dengan gulma
bayam duri sehingga pertumbuhan tebu menjadi kurang optimal. Sifat
tanaman apabila terjadi kekurangan air, maka tanaman akan
memanjangkan akarnya sampai ke lapisan tanah yang memiliki
ketersediaan air yang cukup sehingga tanaman dapat bertahan hidup.
Tanaman yang memiliki perakaran yang panjang akan memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam mengabsorbsi air dibandingkan dengan
tanaman berakar pendek. Kompetisi yang terjadi menye-babkan fotosintat
yang dihasilkan tidak optimal sehingga pendistribusian ke bagian tanaman
menjadi kurang. Hasil fotosintat yang optimal akan memacu aktifitas
pemanjangan sel dan merangsang tumbuhnya batang. Semakin tinggi
fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman dari hasil fotosintesis, maka akan
meningkat-kan bobot segar tanaman. (Dentin, 2020).

35
2.3. Asosiasi Gulma Jenis Pakis-pakisan dengan Tanaman

Pakis-pakisan merupakan tumbuhan yang berasal dari spesies liar yang telah
lama beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Pakis ini merusak tanaman utama
karena dapat menyerap nutrisi yang terkandung dalam tanaman inang (Rahmadi
et al. 2014). Pada umumnya tumbuhan pakis menyukai tempat yang lembab,
karena daerah yang lembab memiliki tanah yang kaya akan humus dan subur.
Pakis-pakisan merupakan kelompok tumbuhan dengan jumlah spesies yang
banyak, sekitar 10.000 spesies, 4.444 tumbuhan pakis dan diperkirakan Indonesia
memiliki tidak kurang dari 1.300 spesies (Sastrapradja et al., 1979). Bagi
kebanyakan petani dan masyarakat umum, pakis-pakisan adalah tanaman
pengganggu dan dibuang begitu saja. Namun tidak semua gulma pakis-pakisan
bersifat merugikan, ada pula yang bersifat menguntungkan. Berdasarkan uraian
diatas, dibawah ini adalah asosiasi dari beberapa jenis gulma dan tanaman.
2.3.1. Asosiasi Nephrolepis biserrata dan Kelapa Sawit

Klasifikasi taksonomi dari gulma Nephrolepis biserrata adalah sebagai


berikut.
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Subkelas : Polypoditae
Ordo : Polypodiales
Familia : Dryopteridaceae
Genus : Nephrolepis
Spesies : Nephrolepis biserrata

36
Pada area perkebunan kelapa sawit, biasanya terutama pada batang kelapa
sawit banyak ditumbuhi oleh gulma dari jenis pakis-pakisan. Gulma yang paling
sering terlihat adalah Nephrolepis biserrata. Gulma dikenal sebagai tanaman yang
tidak dikehendaki karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi pertumbuhan
tanaman, namun pada area perkebunan kelapa sawit Nephrolepis biserrata dapat
dimanfaatkan keberadaannya. Awalnya, Nephrolepis biserrata dirawat dan
diperbanyak untuk menjaga kelembaban di sekitar kelapa sawit. Selain itu,
Nephrolepis biserrata digunakan sebagai vegetasi yang berperan dalam upaya
perlindungan tanah dan air di sekitar areal perkebunan kelapa sawit, yaitu sebagai
penutup tanah. Hal ini mengacu pada fakta bahwa Nephrolepis biserrata
merupakan kelompok pakis-pakisan yang memiliki daya adaptasi yang luas, dapat
tumbuh dan berkembang di daerah berpasir dan berperan sebagai penampung air
dan air hujan untuk mencegah erosi melalui akarnya. Ada tiga tipe habitat
Nephrolepis biserrata, yaitu hutan rindang dengan celah-celah di permukaan
berbatu, terutama yang terlindung dari sinar matahari, di daerah rawa dan
tergenang air. Keunggulan lain Nephrolepis biserrata di perkebunan kelapa sawit
adalah dapat berfungsi sebagai tanaman inang predator (Sycanus sp.) bagi hama
pemakan daun seperti ulat (Setora nitens) dan sebagai sarang serangga penyerbuk
(Ariyanti et al., 2016).

37
Daun Nephrolepis biserrata

Nephrolepis biserrata merupakan salah satu tumbuhan yang tumbuh baik


pada kondisi lingkungan ternaungi sehingga banyak tumbuh di lahan bawah
tegakan kelapa sawit menghasilkan. Nephrolepis biserrata merupakan salah satu
gulma yang banyak tumbuh di kebun kelapa sawit terutama pada areal TM
(tanaman menghasilkan) yang bermanfaat sebagai tanaman penutup tanah
sehingga berperan dalam terwujudnya kebun kelapa sawit berkelanjutan.
Penanaman Nephrolepis biserrata di perkebunan kelapa sawit yang telah
berkembang sepenuhnya merupakan tanaman penutup tanah untuk tanah, yang
berfungsi untuk mengurangi kepadatan tanah, sebagai tempat untuk menyimpan
karbon untuk mempengaruhi hidrologi tanah. dan menyebabkan erosi Mencegah
air dan angin dan meningkatkan laju resapan air (Ariyanti et al., 2016).

Gangguan gulma di perkebunan kelapa sawit dirasakan mulai dari


penyiapan lahan untuk pembibitan pohon hingga perawatan tanaman belum
menghasilkan (TBM) dan perawatan tanaman dewasa (TM). Gulma selalu muncul
di semua kondisi tanah pada berbagai tahap umur tanaman, tidak bersifat
eksplosif, tetapi terus menerus menjadi masalah jangka panjang. Pemberantasan

38
gulma pada tanaman muda dapat menyebabkan keterlambatan periode BK, gagal
memenuhi target produksi, atau bahkan gagal total (Sukma dan Yakup, 2002).
2.3.2. Stenochlaena palutris dan Kelapa Sawit

Spesies gulma lainnya yang mengganggu kelapa sawit selain Nephrolepis


biserrata adalah Stenochlaena palutris dengan nama lokal Lemidi. Gulma ini
penting untuk diperhatikan pada perkebunan kelapa sawit dan produk pertanian
lainnya, khususnya daerah tropika basah. Tidak mudah untuk menengendailkan
Stenochlaena palutris, karena memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan dengan tanaman pokok disekitarnya. Stenochlaena palutris
memiliki biji-biji yang telah berada di dalam tanah sebelum tanaman pokok
ditanam. Hal ini menyebabkan Stenochlaena palutris memiliki daya adaptasi yang
lebih baik (Silaban dan Nugroho, 2018).

Klasifikasi taksonomi dari gulma Stenochlaena palutris adalah sebagai


berikut.

Kingdom : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Filum : Tracheophyta 
Class : Filicopsida 
Ordo : Filicales
Family : Blechnaceae
Genus : Stenochlaena 
Spesises : Stenochlaena palustris

39
2.3.3. Gleichenia linearis dan Karet

Klasifikasi taksonomi dari gulma Nephrolepis biserrata adalah sebagai


berikut.

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Gleicheniopsida
Subkelas : Gleicheniatae
Ordo : Gleicheniales
Famili : Gleicheniaceae
Genus : Gleichenia
Spesies : Gleichenia linearis

40
Gleichenia linearis atau Dicranopteris linearis atau dikenal dengan paku
resam merupakan salah satu spesies pakis-pakisan yang dianggap sebagai gulma
penting yang berbahaya bagi tanaman pokok dalam perkebunan karet (Khasanah,
2020). Sifat Gleichenia linearis yang sangat toleran terhadap tanah kering dan
pakis ini merupakan pesaing dalam penggunaan hara dan air pada perkebunan
karet. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan tahunan merambat yang sering
membentuk jaring yang rapat. Pakis ini terutama ditemukan di daerah dengan
curah hujan tinggi, kadang-kadang di gurun yang lebat. Area hutan terbuka, area
hutan terbuka, hutan sekunder yang terkena sinar matahari, ngarai, lereng dan tepi
sungai (Nasution, 1986).
Gleichenia linearis memiliki percabangan yang sangat khusus, tiap cabang
bercabang dua/bercabang menggarpu, sorusnya terdapat pada setiap anak daun
dan penyebarannya terbatas disepanjang tulang daun. Gleichenia linearis
merupakan tumbuhan pakis yang dapat beradaptasi dan tumbuh subur pada
kondisi tanah masam, sehingga cepat tumbuh menutupi tanah terbuka. Tanaman
ini dapat berkembang biak dengan sangat cepat baik dalam kondisi tanah bersifat
asam, netral, atau basa (Srimulat dan Ferwati, 2020).

41
2.3.4. Cilarosus aridus (Don) cing (Paku Kadal) dan Cengkeh

Klasifikasi taksonomi gulma Cilorosus aridus (Don) cing adalah sebagai


berikut.

Kingdom : Plantae
Divisio : Pteridophyta
Kelas : Filicopsida
Ordo : Polypodiales
Famili : Polypodiaceae
Genus : Cyclophorus
Spesies : Cyclophorus aridus (Don.) Cing

Cilorosus aridus (Don) cing adalah pakis darat tahunan yang menyukai
tanah yang agak lembab atau kurang kering di lingkungan terbuka atau sedikit
teduh di perkebunan karet. Cilorosus aridus (Don) cing adalah tumbuhan paku
yang paling umum dan sering ditemukan di perkebunan muda dan dewasa. Pakis
kadal membentuk spora, berkembang biak terutama melalui rimpang, pengakuan
mereka di lapangan adalah bahwa bilah daunnya melengkung, selebaran duduk
dan berbaring satu sama lain, tepi bergerigi sedikit dalam, duri menyirip. Batang
menyebar berupa akar rimpang, ujung rimpang pucat ditutupi sisik berwarna

42
coklat muda. Terdiri dari rambut tegak, tersegmentasi kasar berkembang biak
terutama dengan rimpang dan spora. Tumbuh di luar ruangan atau sedikit
terlindung. Habitat juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan
gulma pakis. Ada gulma pakis yang tumbuh subur karena terbuka dan tidak
memiliki naungan. Ada juga jenis paku-pakuan yang tumbuh baik di dalam
ruangan atau di tempat teduh, dan ada juga yang menyukai tempat kering dan ada
pula yang suka tumbuh di tempat lembab. Selain pemasangan, tanaman lain dapat
tumbuh di tanah, tetapi bentuk dan ukurannya sangat berbeda dari biasanya
(Rahado et al., 2020).
Kehadiran tanaman lain di area perkebunan cengkeh berkontribusi pada
suhu dan kelembaban yang terbentuk di area di mana gulma membutuhkan suhu
yang lebih rendah, kelembaban tinggi, dan lebih sedikit sinar matahari. Salah
satunya adalah ditemukannya jenis gulma Cilorosus aridus (Don) cing dengan
kerapatan, frekuensi, dan dominasi relatif yang lebih tinggi. Selain itu, keberadaan
vegetasi lain di areal tanam cengkeh itu sendiri dalam hal persaingan sinar
matahari, unsur hara, oksigen dan karbondioksida dari areal tanam cengkeh.
Persaingan ini juga akan mempengaruhi ketahanan tanaman cengkeh terhadap
gulma, sehingga semakin tinggi daya tahan tanaman cengkeh maka akan semakin
kuat tanaman tersebut dalam bersaing dengan gulma salah satu faktor yang
memengaruhi kerapatan nisbi gulma Cilorosus aridus (Don) cing yang tinggi
karena gulma mampu berkompetisi dengan tanaman cengkeh dalam hal perebutan
unsur hara dari tanah, air, karbondioksida, dan oksigen, serta cahaya matahari dan
ruang tumbuh di bandingkan dengan jenis-jenis gulma yang ada lainnya (Hamid,
2010).

43
2.3.5. Asplenium nidus L. dan Pohon Inangnya

Klasifikasi taksonomi dari gulma Nephrolepis biserrata adalah sebagai


berikut.

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Pteridophyta

Kelas : Pteridopsida

Subkelas : Polypoditae

Ordo : Polypodiales

Famili : Aspleniaceae

Genus : Asplenium

Spesies : Asplenium nidus

44
Adanya jumlah individu Asplenium nidus L. pada batang atau cabang
pohon inang sesuai dengan pendapat (Mansur et al., 2004) bahwa individu yang
tercatat terendah adalah 1 (satu) individu dan tertinggi 11 individu. Jumlah
individu terbesar tercatat pada ketinggian 5 hingga 10 m (43%) dan terkecil pada
ketinggian 2 hingga 4 m (10%). Banyaknya jenis dan jumlah individu dari setiap
jenis yang terdapat pada suatu pohon menunjukkan bahwa pohon tersebut
merupakan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai inang. Hal ini berkaitan
dengan spora tumbuhan epifit yang dapat jatuh pada tempat yang sesuai dan
berkecambah serta tumbuh membentuk individu epifit baru (Darma et al., 2018).

Asplenium nidus L. menyukai pohon inang pada umumnya memiliki


tekstur kulit tebal, beralur maupun berserabut dan memiliki kulit batang yang
keras dan diduga merupakan faktor yang mempengaruhi asosiasi antara tumbuhan
inang (phoropyte) dengan epifitnya (Darma et al. 2018; Fitrah et al. 2014).
Ketergantungan antara A. nidus dengan pohon inang dipengaruhi juga oleh
kelembaban udara. Faktor ini mendukung proses perkecambahan spora A. nidus.
Kelembaban berkaitan erat dengan suhu dimana kelembaban udara akan menjadi
rendah dengan menurunnya suhu. Imaniar et al. (2017) menyatakan bahwa
tumbuhan paku yang tumbuh di daerah tropis pada umumnya menghendaki
kisaran suhu 21-27°C untuk pertumbuhannya. Temperatur yang sesuai
menyebabkan jumlah dan penyebaran jenis tumbuhan paku banyak di kawasan
hutan tropis.

Karakteristik pohon inang dapat mempengaruhi jumlah individu A. nidus.


Karakteristik pohon inang sangat mempengaruhi jumlah individu A. nidus yang
menempel dan tekstur batang merupakan karakter penting yang mempengaruhi
banyaknya jumlah individu yang menempel (Simbolo 2007). Banyaknya individu
yang ditemukan pada suatu pohon menunjukkan bahwa faktor fisik pohon seperti
tekstur batang dan kulit yang kasar merupakan tempat yang cocok untuk dijadikan
sebagai inang (Sirami 2019; Sukarsa et al. 2011). Menurut Sirami (2019), pada
umumnya paku epifit menyukai batang yang kasar agar mudah menancapkan akar
serabutnya. Hal ini sesuai dengan Darma et al. (2018) bahwa kulit pohon inang

45
yang mempunyai alur dan celah menjadikan tumbuhan paku (A. nidus) tumbuh
dengan subur dibandingkan dengan pohon inang yang memiliki kulit agak licin.
Tumbuhan ini juga menyukai batang pohon yang tinggi (Hartini 2006). Menurut
Darma et al. (2018), 86% paku epifit tumbuh pada pohon inang dengan kulit yang
keras karena lebih mampu dan stabil menahan berat paku epifit. Nawawi et al.
(2014) menambahkan bahwa, pada umumnya pohon inang yang disukai oleh paku
epifit adalah jenis inang yang memiliki tekstur kulit tebal, beralur maupun
berserabut dan memiliki kulit yang keras dan diduga merupakan faktor yang
mempengaruhi asosiasi antara pohon inang (phoropyte) dengan epifitnya.
Tumbuhan paku epifit di kawasan hutan Bukit Pengelengan, Tapak, dan Lesung
umumnya tumbuh pada pohon inang dengan kulit pohon kasar dan sudah tua
(Darma et al. 2018).
2.3.6. Platycerium bifurcatum (Pakis Tanduk Rusa) dan Inangnya

Klasifikasi dari gulma ini adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Subkelas : Polypoditae
Ordo : Polypodiales
Famili : Polypodiaceae
Genus : Platycerium
Spesies : Platycerium bifurcatum

46
Tumbuhan ini hidup secara epifit pada beberapa jenis pohon (Jones, 1987),
seperti jati (Tectona grandis), mahoni (Sweitenia macrophylla), mangga
(Mangifera indica) dan trembesi (Albizia saman). Platycerium bifurcatum
termasuk tumbuhan paku famili Polypodiaceae yang berpotensi besar sebagai
tanaman hias. Tumbuhan ini tumbuh liar dan menempel pada berbagai jenis
pohon tumbuhan inang. Keberadaan tumbuhan ini belum pernah ditemukan pada
tumbuhan perdu atau perdu. Penularannya melalui spora yang dibawa angin, ada
yang secara vegetatif berbiji dengan cara partisi pada tanaman inang tertentu
seperti Pisonia grandis, Osmanthus fragrans, Filicium decipiens (plot I. A) dan
Tectona grandis. (Solikin, 2012).

Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Solikin (2012) Platycerium


bifurcatum ditemukan menempel pada 14 jenis, 14 marga dan 12 suku tumbuhan
inang. Sebaran ini diduga berkaitan dengan jenis keberadaan tumbuhan inang dan
lingkungan di sekitarnya. Dominasi tumbuhan inang ini diduga karena Albizia
saman termasuk jenis polong-polongan yang memiliki bentuk kanopi seperti
payung, kulit batangnya tebal, permukaannya kasar, beralur dengan tekstur retak-
retak namun tidak mengelupas sehingga pada kulit batang akan lebih banyak

47
menangkap bahan organik hasil lapukan kulit atau bahan organik lainnya serta
banyak menyerap air. Pelapukan kulit batang dan seresah yang menempel pada
permukaan kulit batang meningkatkan bahan organik pada permukaan kulit yang
berperan penting untuk media pertumbuhan dan perkembangan jenis paku-pakuan
termasuk Platycerium bifurcatum.

Platycerium bifurcatum memiliki daun induk tumbuh ada dua jenis, yaitu
daun penyangga atau daun mandul dan daun atau daun fertil. Daun penopang
terletak di pangkal daun yang subur, tumbuh di atas satu sama lain dan selalu
hijau, berbentuk keranjang, ujungnya melengkung, berwarna hijau dan berubah
menjadi coklat seiring bertambahnya usia dan tidak memiliki spora. Daun yang
subur berguguran, tumbuh menggantung, pada ujungnya sebagian besar
bercabang, berbentuk tanduk rusa, bintang dan spora berwarna hijau keputihan.
Diklasifikasikan sebagai pisau tunggal, sangat menorehkan. berdaging, tepi rata,
permukaan halus, panjang 40-100 cm, ujung tumpul, daun tambahan satu sampai
tujuh, bercabang, berbentuk baji, coklat kehijauan. Batangnya tidak jelas, ada
yang mengatakan tidak berjumbai karena daunnya tumbuh langsung dari akar
tanpa melibatkan batang. Akarnya berbulu dan berwarna coklat. kekuning-
kuningan dan biasanya berakar langsung pada batang tanaman tempat mereka
tumbuh.

48
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Asosiasi merupakan hubungan antar makhluk hidup dalam suatu


lingkungan tertentu. Asosiasi dapat dikatakan sebagai komunitas yang merupakan
suatu istilah yang dapat digunakan pada sembarang tipe vegetasi, sembarang
ukuran dan sembarang umur, komunitas dapat merupakan satu unit ekologi yang
sangat luas namun juga dapat merupakan satuan yang sangat sempit.

Berdasarkan morfologinya gulma dapat dibedakan atas golongan rerumputan


(Grasses), golongan teki (Sedges), golongan berdaun lebar (Broad-Leaved) dan
golongan pakisan/pakuan (Fern).

Golongan rerumputan mencakup jenis gulma yang termasuk ke dalam famili


Gramineae. Selain merupakan komponen terbesar dari seluruh populasi gulma,
famili ini memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, distribusinya amat luas dan
mampu tumbuh pada lahan kering maupun tergenang
Golongan Teki adalah salah satu gulma yang penyebarannya luas. Gulma ini
hampir selalu ada di sekitar segala tanaman budidaya, karena mempunyai
kemampuan tinggi untuk beradaptasi pada jenis tanah yang beragam. Termasuk
gulma perennial dengan bagian dalam tanah terdiri dari akar dan umbi.
Pakis-pakisan merupakan tumbuhan yang berasal dari spesies liar yang telah
lama beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Pakis ini merusak tanaman utama
karena dapat menyerap nutrisi yang terkandung dalam tanaman inang. Pada
umumnya tumbuhan pakis menyukai tempat yang lembab, karena daerah yang
lembab memiliki tanah yang kaya akan humus dan subur. Pakis-pakisan
merupakan kelompok tumbuhan dengan jumlah spesies yang banyak, sekitar
10.000 spesies, 4.444 tumbuhan pakis dan diperkirakan Indonesia memiliki tidak
kurang dari 1.300 spesies.

49
3.2 Saran

Berdasarkan pembahasan tentang Asosiasi Gulma dengan tanaman maka


saran dari kami karena Gulma memiliki banyak jenis maka teknik
pengendaliannya tentu saja berbeda. Pemilihan teknik pengendalian gulma yang
tepat tentu efektif dapat mengurangi gangguan yang disebabkan oleh Gulma

50
DAFTAR PUSTAKA

Agrotek. 2020. Klasifikasi dan Morfologi Rumput Teki di


https://agrotek.id/klasifikasi-dan-morfologi-tanaman-rumput-teki/ (akses 25
September 2021).

Agus Suandi, dkk. 2016. Analisa Pengolahan Kelapa Sawit dengan Kapasitas
Olah 30 ton/jam Di PT. BIO Nusantara Teknologi. [Internet] Tersedia di:
http://ejournal.unib.ac.id

Anandhita, T., & Hambali, R. (2015). Analisis Pengaruh Backwater (Air Balik)
Terhadap Banjir Sungai Rangkuti Kota Pangkal Pinang. Jurnal Fropil Vol 3.

Anjarani P, Rohlan R, dan Sriyanto W. 2014. Pengaruh Tingkat Kerapatan Teki


(Cyperus rotundus L) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Dua Habitus Teki
(Sesamum indicum L). Jurnal Vegetalika. Vol. 3. No. 4

Ariyanti, M., Yahya, S., Murtilaksono, K., & Siregar, H. H. (2016). Nephrolepis
biserrata: gulma pakis sebagai tanaman penutup tanah di perkebunan kelapa
sawit menghasilkan. Prosiding Agronomi.

Atien, S. 2008. Apotek Hidup Tanaman RempahRempah dan Tanaman Liar.


Bandung.

Darma, I. D. P., Lestari, W. S., Priyadi, A., and Iryadi, R. 2018. Paku Epifit dan
Pohon Inangnya di Bukit Pengelengan, Tapak dan Lesung, Bedugul, Bali.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 15(1): 41–50.

Dentin Q. M, dan Setiyono. 2020. Kompetisi Beberapa Jenis Gulma Terhadap


Pertumbuhan Awal Beberapa Varietas Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum L.). jurnal Proteksi Tanaman Tropis. Vol. 1, No. 1: 21-26.

Emmons, R. D. (2000). Turfgrass Science and Management. 3rd ed. Columbia


(US): Delmar

51
Fitrah, H., Arbain, A., and Mildawati. 2014. Jenis-Jenis Paku Sarang
(Asplenium): Aspleniaceae di Gunung Singgalang Sumatera Barat Asplenium
Fern (Aspleniaceae) in Singgalang Mountain West Sumatra. Jurnal Biologi
Universitas Andalas 3(2): 141–146.

Gusti A. M. K. 2016. Bayam Duri Amaranthus spinosus L di


https://distan.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/bayam-duri-
amaranthus-spinosus-l-26 (akses 26 September 2021)

Hamid, I. (2010). Identifikasi gulma pada areal pertanaman cengkeh (Eugenia


aromatica) di Desa Nalbessy Kecamatan Leksula Kabupaten Buru
Selatan. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 3(1), 62-71.

Hasanuddin, Gina E, dan Safmaneli. 2012. Pengaruh Persaingan Gulma


Synedrella Nodiflora L. Gaertn. Pada Berbagai Densitas Terhadap
Pertumbuhan Hasil Kedelai. Jurnal Agrista. Vol. 16. No. 3.

Hendrival, Zurrahmi W, dan Abdul A. 2014. Periode Kritis Tanaman Kedelai


Terhadap Persaingan Gulma. Jurnal Floratek. Vol. 9: 6-13.

Indanus. F. N, Yogi S, dan Eko W. 2018, Pengaruh Kerapatan Gulma Teki


(Cyperus rotundus L) Terhadap Tanaman Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris
L).

Khasanah, Y. I. (2020). Analisis Vegetasi Tumbuhan Paku Di Kawasan Jeget Ayu


Kecamatan Jagong Jeget Kabupaten Aceh Tengah Sebagai Referensi
Praktikum Matakuliah Botani Tumbuhan Rendah (Doctoral dissertation, UIN
AR-RANIRY).

Mahfud A, dan Husni T. S. 2019. Keanekaragaman Gulma Pada Tanaman Wijen


(Sesamun indicum L.) akibat Pengaruh Berbagai Cara Pengendalian Gulma.
Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 7. No. 11.

52
Mansur, M., Kohyama, T., Simbolon, H., Partomihardjo, T., and Tani, T. 2004.
Distribusi Vertikal dan Horizontal Asplenium Nidus L. di Taman Nasional
Gunung Halimun, Jawa Barat. Berita Biologi 7(1): 81–86.
Maslaha, V. I., Musyaddad, K., & Nuraida, N. (2020). Identifikasi Jenis Gulma
Pada Lahan Perkebunan Kopi (Coffea) Dan Pinang (Areca catechu) Bram
Itam Kuala Tungkal (Doctoral dissertation, UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi), 2-.

Murniati, (2002). From Imperata cylindrical Grasslands To Productive


Agroforesty.Ph.D. [Thesis]. Wageningen: Wageningen University.

Nasution, U. (1986). Gulma dan pengendaliannya diperkebunan karet Sumatra


utara dan aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebenunan Tanjung
Morawa (P4TM, medan. Hal 55).

Nasution, U. 1986. Gulma dan pengendaliannya diperkebunan karet Sumatra


utara dan aceh. Pusat penelitian dan pengembangan perkebenunan tanjung
Morawa (P4TM, medan. Hal 55.

Purnomosidhi P. Hairiah K. Rahayu and S. Van Noordwijk M, (2005). Small


Holder Options For Reclaiming And Using Imperata cylindrical L. (Alang-
Alang) Grasslands In Indonesia. In: Palm CA. Vosti SA. Sanches PA,
Ericksen PJ. Juo ASR, eds. Slash and burn, the search for alternatives. New
York: Columbia University Press. P. 248 ± 262.

Rahado, K., Silahooy, C., & Riry, J. (2020). Sebaran Jenis-Jenis Gulma Pada
Areal Pertanaman Cengkeh di Desa Passo, Kecamatan Baguala Kota
Ambon. Jurnal Pertanian Kepulauan, 4(2), 41-51.

Rahmadi, R., Awaluddin, A., & Itnawita, I. (2014). Pemanfaatan Limbah Padat


Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Tanaman Pakis-Pakisan Untuk Produksi
Kompos Menggunakan Aktivator EM-4 (Doctoral dissertation, Riau
University).

53
Rifaldi, P. F. (2020). Ta: Identifikasi Kesehatan Tanaman Akasia Berdasarkan
Indeks Vegetasi Yang Diturunkan Dari Data Citra Wahana Unmanned Aerial
Vehicle (Doctoral dissertation, Institut Teknologi Nasional Bandung), 15.

Ringga E. S, Arifin N. S, dan Eko W. 2013. Ketahanan Beberapa Varietas Jagung


Manis (Zea mays Saccharata Sturt) Terhadap Populasi Gulma. Jurnal
Produksi Tanaman. Vol. 1. No. 6.

Rizka. A. P, TuTutik. N, dan Kristanti. I. P. 2012. Persaingan Tanaman Jagung


(Zea mays) dan Rumput Teki (Cyperus rotundus) Pada Pengaruh Cekaman
Garam (NaCl). Jurnal sains dan seni. Vol. 1. No. 1.

Rukmana R., dan S. Saputra. (1999). Gulma dan Teknik Pengendaliannya.


Kanisius. Yogyakarta.

Shalahuddin M. P, Sangrani A. D, dan Dwi H. 2020. Identifikasi Seed Bank


Gulma Lokal Dan Pengaruh Frekuensi Penyiangan Terhadap Pertumbuhan
Dan Hasil Cabai Rawit (Capsicum frutescens). Jurnal Ilmu Pertanian. Vol.
32, No. 2.

Silaban, A. A., & Nugroho, A. (2018). Uji Efektivitas Herbisida Amonium


Glufosinat Dengan Paraquat Dalam Mengendalikan Gulma Stenochlaena
Palustris Pada Tanaman Kelapa Sawit. Jurnal Produksi Tanaman, 5(12).

Simbolo, H. 2007. Epifit dan Liana pada Pohon di Hutan Pamah Primer dan
Bekas Terbakar Kalimantan Timur, Indonesia. Berita Biologi 8(4): 249–261.

Sirami, E. 2019. Tingkat dan Tipe Asosiasi Enam Jenis Paku Epifit dengan Pohon
Inang di Taman Wisata Alam Gunung Meja Manokwari. Jurnal Kehutanan
Papuasia 1(1): 18– 27.

Soejono, A.T., & S. Mangoensoekarjo. (2015). Ilmu Gulma dan Pengelolaan


pada Budidaya Perkebunan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Soetikno, S. Sastroutomo. (1990). Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

54
Solikin, S. (2012). Platycerium Bifurcatum (Cav.) C. chr. Di Kebun Raya
Purwodadi. In Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science,
Enviromental, and Learning (Vol. 11, No. 1, pp. 330-335).

Srimulat, F. E., & Ferwati, W. (2020). Keanekaragaman Jenis Gulma Pada


Perkebunan Karet (Hevea Brasiliensis) Jl. Sempurna Kabupaten Labuhan
Batu, Sumatera Utara. Jurnal Edu-Bio: Education and Biology, 2(2), 1-9.

Sudarsono. (2002). Tanaman Obat di Indonesia. Badan Pengawasan Obat dan


Makanan Republik Indonesia. Jakarta.

Sukma, Y. dan Yakup, 2002, Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo
Persada: Jakarta. Hal. 34-57
Suryatini, L. S. (2018). Analisis keragaman dan komposisi gulma Pada tanaman
padi sawah. JST (Jurnal Sains dan Teknologi), 7(1), 78.
Syarifah, S., Apriani, I., & Amallia, R. H. T. (2018). Identifikasi gulma tanaman
padi (Oryza sativa L. var. Ciherang) Sumatara Selatan. Jurnal Biosilampari:
Jurnal Biologi, 1(1), 41.

Tjitrosoedirdjo, S.I., Utomo, dan Wiroatmojdo. (1984). Pengelolaan Gulma di


Perkebunan. Gramedia. Jakarta.

Triharso. (1994). Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta.
Yuliansyah M. R. (2017). Laporan Praktikum Teknologi Pengendalian Gulma
“Assosiasi Gulma”. Universitas Brawijaya. Fakultas Pertanian. Jurusan
Budidaya Petanian. Malang.

55

Anda mungkin juga menyukai