Anda di halaman 1dari 7

DAMPAK NEGATIF PUTRI MALU (Mimosa pudica)

TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA (Cocos nucifera L.) DAN


CARA PENGENDALIANNYA

Oleh Devi Silvya / 180301039

Pendahuluan

Saat ini Indonesia merupakan negara yang memiliki areal kelapa terluas

di dunia yaitu kurang lebih 3,9 juta ha1 dengan produksi 3,3 juta ton setara

kopra dan menempati urutan kedua setelah Philipina sebagai negara produsen

kelapa. Masalah perkelapaan Indonesia saat ini adalah produktivitas yang

masih rendah karena banyaknya tanaman dalam kondisi rusak dan sudah tua.

Diperkirakan sekitar 10 % atau 380.000 ha dalam keadaan rusak atau tua

(Mangoensoekarjo, 1983).

Kelapa merupakan komoditi penting dan merupakan bagian dari

kehidupan masyarakat Indonesia, karena dari daun, buah, dan batang semuanya

dapat dimanfaatkan. Pada tahun 2006, luas areal tanaman kelapa tercatat

3.817.796 ha, didominasi oleh perkebunan rakyat seluas 3.749.844 ha (98,22

%), perkebunan besar negara seluas 6.148 ha (0,16 %) dan perkebunan besar

swasta seluas 61.804 (1,62 %), dengan total produksi sebesar 3.156.876 ton,

yaitu perkebunan rakyat sebesar 3.112.040 ton (98,58 %), perkebunan besar

negara sebesar 3.672 ton (0,12 %) dan perkebunan besar swasta sebesar 41.164

ton (1,30 %). Lokasi perkebunan kelapa tersebar di seluruh kepulauan

Nusantara. Areal tanaman kelapa di pulau Sumatera mencapai 33,63 %, di

Jawa 22,75 %, Sulawesi 19,40 %, Bali, NTB dan NTT sebesar 7,70 %, Maluku

dan Papua 8,89 % serta Kalimantan 7,62 % dari total luas areal kelapa

Indonesia (Sukamto. 2001).


Gulma yang Menyerang Tanaman Kelapa

Gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh/hadir pada suatu

tempat/keadaan yang tidak diinginkan (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Sekarang,

gulma tidak selamanya dinilai negatif. Keberadaan gulma dapat sebagai

pencegah erosi dengan menjadi tanaman penutup lahan (ground cover). Dua

gulma penting yang sering berada pada perkebunan kelapa adalah alang-alang

(Imperata cylindrica) dan lantana (Lantana camara). Alang-alang adalah gulma

yang kuat dan sering ditemukan pada awal pembukaan lahan. Alang-alang

dapat tumbuh pada tanah kahat hara, terutama pada lahan gundul

(Tjitrosoedirdjo, et al,. 1984).

Kerugian yang terjadi karena gulma, secara umum disebabkan antara

lain (Mangoensoekarjo, 1983): a. Menekan pertumbuhan dan menurunnya hasil

akibat persaingan dalam hal hara, air dan cahaya, serta zat penghambat

pertumbuhan oleh gulma (alelopati); b. Mempersulit cara pengelolaan

tanaman; c. Mempengaruhi cara pemanenan yang mengakibatkan

meningkatnya biaya dan menurunkan hasil; d. Menurunkan kualitas hasil

karena tercampur dengan bagian-bagian gulma; dan e. Menurunkan produksi

akibat meningkatnya pengaruh organisme pengganggu tumbuhan yang lain

(hama, penyakit, nematoda, dll.) yang hidup pada beberapa jenis gulma

(Mangoensoekarjo, 1983)

Putri malu (Mimosa pudica)

Nama daerah tumbuhan putri malu (Mimosa pudica Linn) di berbagai

daerah di Indonesia adalah putri malu (Indonesia); sihirput, sikerput (Batak);

padang getap (Bali); daun kaget-kaget (Manado); rebah bangun


(Minangkabau); kucingan (Jawa); rondo kagit (Sunda); todusan (Madura).

Sedangkan untuk nama asing tumbuhan putri malu (Mimosa pudica Linn) di

berbagai negara yakni han xiu cau (China); makahiya (Filipina); malu-malu

(Malaysia); mai yarap (Thailand); mori vivi (Hindia Barat); mac co (Vietnam)

dan shame plant, sensitive plant (Inggris) (Sukamto. 2001).

Tumbuhan putri malu (Mimosa pudica Linn) membutuhkan kondisi

lingkungan yang sesuai untuk dapat tumbuh dengan baik. Tanaman ini dapat

tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia dengan ketinggian 1 -

1200 m di atas permukaan laut. Putri malu (Mimosa pudica Linn) biasanya

tumbuh merambat atau kadang berbentuk seperti semak dengan tinggi antara

0,3 - 1,5 m. Putri malu (Mimosa pudica Linn) biasa tumbuh liar di pinggir jalan

atau di tempat-tempat terbuka yang terkena sinar matahari (Faridah, 2007).

Putri malu atau dalam bahasa latin disebut Mimosa pudica Linn, adalah

tanaman berduri yang termasuk dalam tanaman berbiji terutup (angiospermae)

(Arisandi & Andriani, 2008). M. pudica Linn berasal dari kata “mimic” yang

berarti daun yang sensitif, dan pudica yang berarti malu, mengundurkan diri,

atau menyusut (Abirami, et al., 2014). Tanaman ini merupakan spesies asli dari

Amerika Selatan dan Amerika Tengah, namun saat ini M. pudica Linn

dikategorikan sebagai tanaman pantropikal (Tjitrosoedirdjo, et al,. 1984).

Gulma ini sangat mengganggu karena morfologi tubuhnya yang berduri

yang sering melukai pekerja ketika melakukan kegiatan pemeliharaan yang lain

maupun kegiatan pengumpulan hasil. Gulma putri malu ini dikendalikan

dengan cara babat manual menggunakan sabit (Sukamto. 2001).


Dampak Negatif Akibat Putri Malu (Mimosa pudica)

Gulma merupakan organisme pengganggu tanaman di perkebunan yang

menjadi masalah sejak persiapan lahan sampai dengan pemeliharaan tanaman

menghasilkan. Gangguan gulma tidak terlalu eksplosif seperti halnya hama dan

penyakit, tetapi terjadi secara terus menerus dan dalam jangka panjang.

Sebagai konsekuensinya, pengendalian gulma merupakan kegiatan yang harus

rutin dilakukan di perkebunan kelapa maupun tanaman perkebunan lainnya.

Putri malu (Mimosa pudica) merupakan tanaman yang sulit diberantas

dan banyak mengganggu tanaman utama, sehingga tanaman ini dikatagorikan

sebagai gulma yang banyak merugikan pertanian (Budiman, 2005).

Kerugian yang diakibatkan oleh Putri malu bagi pertanian adalah

terganggunya pertumbuhan tanaman pokok dan mahalnya biaya pengolahan

tanah kerena padang putri malu termasuk tanah yang berat untuk diolah menjadi

lahan pertanian . Disamping itu tanah bekas padang putri malu setelah ditanami

dengan tanaman pertanian memerlukan perawatan terus menerus yang berarti

akan memerlukan tenaga, waktu dan biaya (Hanifatihah, 2013).

Tanaman kelapa yang telah berumur 30 tahun (tanaman menghasilkan),

jadi habitus yang sudah besar dan jangkauan akar yang meluas membuat

keberadaan gulma sebagai kompetitor tanaman kelapa dapat sedikit diabaikan,

akan tetapi keberadaan gulma juga mengganggu pekerja dalam melakukan

kegiatan petik kelapa yang dilakukan setiap hari. Selain hal tersebut, yang tidak

kalah penting adalah keberadaan gulma sangat mengganggu kegiatan

pemupukan karena dikhawatirkan pupuk tersebut hanya dimanfaatkan oleh

gulma tersebut saja (Budiman, 2005).


Cara Pengendalian Tanaman Putri Malu (Mimosa pudica)

Gulma-gulma yang ada di kebun dikendalikan secara mekanis (manual

weeding) dan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida sistemik

Roundup atau Posat dengan dosis 2 liter/ha (tiap satu liter herbisida dilarutkan

dalam 1.000 liter air atau 1 cc/liter). Penyemprotan dilakukan dengan alat

semprot manual (knap sack-sprayer). Bahan aktif herbisida Roundup adalah

isopropilamina glifosat 486 gram/liter setara dengan glifosat 360 gram/liter.

Sebagaimana disebutkan di awal, dosis yang digunakan rendah yaitu 1 cc/liter

dengan alasan agar tidak berdampak negatif terhadap lingkungan dan

menimbulkan resistensi pada spesies gulma. Herbisida Roundup merupakan

herbisida non-selektif yang dapat mematikan hampir semua jenis gulma yang

terkena. Herbisida Roundup bekerja secara sistemik. Dalam artian bila

diaplikasikan pada gulma dapat ditranslokasikan dari bagian satu ke bagian

lainnya sehingga seluruh bagian gulma mengalami keracunan akut. Herbisida

sistemik terutama digunakan untuk mengendalikan gulma yang memiliki

organ-organ perkembangbiakan (Tjitrosoedirdjo, et al,. 1984).

Aplikasi herbisida sangat bagus apabila dilakukan pada saat cuaca baik

dan agak lembab. Kegiatan pengendalian gulma di kebun Unit Produksi

Segayung Utara dilakukan setelah gulma tumbuh (post emergence).

Pengendalian gulma di kebun Unit Produksi Segayung Utara baik secara

mekanis maupun secara kimiawi dengan herbisida purna tumbuh dilakukan dua

kali setahun setiap sebelum kegiatan pemupukan. Hal ini dilakukan agar pupuk

langsung mengenai tanah dan berhubungan dengan akar tanaman (feeding


roots). Cara ini dikenal sebagai “premanuring weeding”

(Wahyudi, et al., 2003).

Pada pengendalian gulma secara mekanis, lahan akan terlihat cepat

bersih walau 2-3 bulan yang akan datang gulma tersebut dapat kembali

tumbuh. Dengan cara ini juga relatif aman bagi pekerja dan lingkungan karena

tidak menggunakan bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan pekerja

serta mencemari tanah. Kegiatan pembabatan ini baik apabila dilakukan

sebelum gulma ini berbunga dan menghasilkan biji. Untuk mencegah erosi dan

pengawetan tanah, cara pembabatan adalah cara yang dianjurkan, karena masih

tertinggalnya bagian gulma diatas tanah maupun dibawah tanah, sehingga

dengan cepat gulma akan tumbuh kembali. Namun, kekurangannya adalah

banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan

pengendalian secara mekanis tersebut. Sehingga hal ini akan dikaitkan dengan

kondisi keuangan yang ada (Wahyuni, 2002).

Kesimpulan

1. Putri malu (Mimosa pudica) adalah salah satu gulma yang banyak

dijumpai di perkebunan kelapa.

2. Kerugian yang diakibatkan oleh Putri malu bagi pertanian adalah

terganggunya pertumbuhan tanaman pokok

3. Putri malu (Mimosa pudica) merupakan tanaman yang sulit diberantas dan

banyak mengganggu tanaman utama

4. Gulma-gulma yang ada di kebun dikendalikan secara mekanis (manual

weeding) dan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida sistemik

Roundup atau Posat dengan dosis 2 liter/ha.


Daftar Pustaka

Budiman, Hadi.2005.Pemberantasan Putri Malu dengan Metode Mulsa.


Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Hanifatihah G. 2013. Penggunaan Beberapa Jenis Ekstrak Tumbuhan Untuk
Menekan Perkecambahan Asystasia Intrusa (forssk) blume. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Mangoensoekarjo, S. 1983. Pedoman Pengendalian Gulma pada Tanaman
Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian,
Jakarta.
Sukamto. 2001. Kelapa Kopyor: Pembibitan, Budidaya. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Tjitrosoedirdjo, S., Is Hidajat Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan
Gulma di Perkebunan. Penerbit Gramedia, Jakarta.
Wahyudi, T., T. R. Panggabean, dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao:
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahyuni, M. 2002. Bertanam Kelapa Kopyor. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai