WEF Briefing Note - IND
WEF Briefing Note - IND
Ringkasan Eksekutif 3
sektor pertanian mengakui potensi untuk memiliki berbagai pilihan alih-alih sebagai
memanfaatkan lahan terdegradasi, terutama seperangkat pedoman holistik. Dalam konteks ini,
wilayah bekas pertambangan; dan tahun 2015, tata kelola yang lebih baik di skala sub-nasional
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah diidentifikasi sebagai prioritas kunci untuk
menandatangani sebuah Nota Kesepahaman mengatasi isu-isu perencanaan tata ruang,
bersama dengan Pemerintah Kabupaten Katingan perencanaan ekosistem dan pengelolaan berbasis
dan Kabupaten Pulang Pisau dari Kalimantan lahan.
Tengah untuk pelaksanaan program bioenergi
Model yang baik untuk koordinasi lintas
berkelanjutan pada lahan terdegradasi di wilayah
sektoral berada di dan dapat digunakan
bekas pertambangan.
untuk meningkatkan koherensi dari
Penggunaan lahan yang bersaing dapat rencana pembangunan di seluruh sektor
merugikan berbagai target sektor kecuali dan skala. Dalam rangka mencapai tujuan sektor
potensi pertukaran (trade-off) dikenali WEF, Indonesia dapat menarik pembelajaran
dan dikelola dengan baik. Mencapai target dari mosaik mekanisme koordinasi yang ada
ketahanan ekonomi, energi dan pangan, yang antara para pelaku pemerintah di seluruh sektor
kesemuanya membutuhkan sumber daya lahan dan skala, yang berkisar dari pendekatan yang
dan air, akan bergantung pada pelaksanaan, dan sangat formal dan terpusat ke komunikasi ad-hoc
dengan demikian prioritas, di skala lokal. Konversi dan pengambilan keputusan otonom. Misalnya,
area produksi padi secara terus-menerus menjadi pembelajaran tentang efektivitas gugus tugas BP
penggunaan lahan lain di Jawa terlepas dari target REDD+ akan menjadi penting bagi keberhasilan
produksi padi yang ambisius merupakan contoh Badan Restorasi Gambut yang baru dibentuk.
nyata dari isu ini.
Analisis ini telah mengidentifikasi prioritas penting
Bagaimana struktur tata kelola yang yang harus ditangani secara koheren di berbagai
ada memfasilitasi koordinasi? sektor agar Pemerintah Indonesia mampu mencapai
tujuan pembangunan nasional yang ambisius.
Kompleksitas struktur tata kelola Sementara kompleksitas dari struktur tata kelola
Indonesia saat ini merupakan tantangan Indonesia saat ini merupakan tantangan bagi
bagi koordinasi, namun memberikan koordinasi, hal ini menyediakan struktur menyeluruh
struktur yang menyeluruh demi untuk menghubungkan berbagai sektor. Tanpa
menghubungkan berbagai sektor. adanya kejelasan hirarki dari peraturan yang lebih
Koordinasi ini bergantung pada peraturan rendah di seluruh sektor dan skala, ada berbagai
di tingkat yang lebih rendah, dan kurangnya model yang ada untuk mengatasi tantangan
kejelasan tentang hirarki dari berbagai peraturan koordinasi. Sementara struktur tata kelola yang
sektor dapat menyebabkan kebingungan dan ada, seperti dewan air lintas sektor, menyediakan
konflik dalam pelaksanaan. Hal ini diperburuk platform untuk meningkatkan koherensi kebijakan,
dengan keseluruhan kompleksitas dari kerangka pada akhirnya hasil dari pertukaran (trade-off)
hukum dan kelembagaan. secara tak terelakkan dimediasi oleh dinamika
Ada kesenjangan antara kerangka kekuasaan. Penelitian lebih lanjut harus berfokus
hukum nasional dan pelaksanaan di pada titik masuk yang diidentifikasi oleh laporan
tingkat provinsi dan kabupaten dengan ini untuk meningkatkan koordinasi di dalam
Pemerintah Daerah yang memiliki kebijakan, rencana dan struktur tata pemerintahan,
kewenangan untuk menentukan prioritas yang ada di Indonesia saat ini serta tentang
pembangunan mereka sendiri. Pemerintah memahami kepentingan, tindakan dan hubungan
Daerah memiliki kewenangan yang signifikan dari para pelaku yang mempengaruhi dan mengatur
dalam pengelolaan sumber daya alam dan pertukaran (trade-off) WEF.
perencanaan penggunaan lahan serta keputusan
di skala ini akan memainkan peran besar dalam
menentukan jika dan bagaimana Indonesia
mencapai tujuan ketahanan air, energi dan
pangan. Namun, rencana pembangunan daerah
mencerminkan prioritas dan kepentingan lokal,
dengan rencana pembangunan jangka menengah
nasional lebih dipandang sebagai menu yang
4 Ringkasan Eksekutif
LATAR BELAKANG
Sumber daya alam Indonesia Tekanan yang semakin bertambah
yang melimpah telah mendorong pada sumber daya
pembangunan ekonomi
Populasi yang tumbuh pesat, diperkirakan
Berdasarkan tren saat ini, Indonesia sedang mencapai 280 juta pada tahun 2030, akan
berada di jalur menuju negara dengan meningkatkan tekanan terhadap sumber daya
perekonomian terbesar ketujuh di dunia pada alam Indonesia. Urbanisasi yang pesat, dengan
tahun 2030-menyalip Jerman dan Inggris5. lebih dari 70% populasi diperkirakan tinggal di
Namun, untuk memenuhi tujuan menjadi negara daerah pedesaan pada tahun 2030 (naik dari
berpendapatan tinggi dalam kerangka waktu 53% hari ini), menghadirkan tantangan baru
ini, Indonesia harus mempertahankan laju untuk produksi dan konsumsi berkelanjutan11.
pertumbuhan ekonomi yang pesat sebesar 6-8% Khususnya, penurunan ketersediaan tenaga
persen per tahun6 7. kerja di daerah pedesaan akan membutuhkan
perubahan dalam sistem produksi pertanian.
Sampai saat ini, laju pertumbuhan ekonomi yang Pengentasan kemiskinan tetap menjadi tantangan
mantap telah didukung melalui strategi yang utama. Sementara tingkat kemiskinan di Indonesia
mengandalkan eksploitasi sumber daya alam telah berkurang separuh dari tahun 1999, dari
Indonesia yang melimpah. Komoditas mencakup 24% menjadi 12%, sekitar 28 juta jiwa masih
lebih dari separuh ekspor dan lebih dari 25% PDB hidup di bawah garis kemiskinan pemerintah dan
Indonesia secara langsung berbasis sumber daya ketimpangan pendapatan telah bertumbuh12.
alam, melalui pertambangan (12%) dan pertanian
(25%), dengan sebagian besar industri manufaktur Hal ini berada dalam konteks perbedaan yang
(24%) Indonesia secara tidak langsung bergantung signifikan dalam ketersediaan sumber daya dan
pada sumber daya alam negara8. Sumber daya kebutuhan sumber daya di seluruh kepulauan
alam Indonesia yang melimpah meliputi cadangan Indonesia. Misalnya, Jawa memiliki lebih dari
batu bara, minyak, gas alam dan panas bumi yang 50% populasi dan menanam lebih dari 50% padi
melimpah; 57 juta hektar lahan pertanian9; 98 di seluruh Indonesia, memiliki kurang dari 5%
juta hektar hutan tropis, yang merupakan ketiga sumber air yang tersedia.
terbesar di dunia; deposit mineral yang signifikan,
termasuk tembaga, timah dan bauksit; serta Perubahan diprediksi semakin meningkatkan
sumber daya air terbarukan yang substansial10. tekanan produksi dan distribusi sumber daya
dengan Indonesia yang sudah sangat rentan
Selain memberikan manfaat ekonomi langsung, terhadap bencana alam. Semua faktor ini
sumber daya alam Indonesia mendukung menghadirkan tantangan yang signifikan bagi
ketahanan air, energi dan pangan bagi jutaan tujuan pembangunan Indonesia.
penduduk pedesaan dan perkotaan, serta
merupakan pilar kunci rencana pembangunan
jangka menengah nasional (RPJMN) Indonesia
dan strategi untuk pertumbuhan inklusif.
Latar Belakang 5
Degradasi lingkungan menggerogoti kesehatan yang merugikan. Kebakaran hutan pada
tahun 2015, yang diperburuk oleh kondisi kering
ekonomi
yang disebabkan oleh El Nino, mengakibatkan
sekitar 0,5 juta jiwa menderita penyakit
Pengembangan sumber daya alam Indonesia telah
pernapasan, menyebabkan 43 juta jiwa terpapar
berbanding lurus dengan degradasi lingkungan.
asap dan gas beracun, serta menyebabkan krisis
Indonesia kehilangan sekitar 918.678 hektar hutan
kabut asap regional16.
tiap tahun dari tahun 1990 ke tahun 2012. Hal
ini mencakup kerugian tahunan rata-rata seluas
Deforestasi dan degradasi juga mengikis jasa
195.050 hektar di lahan gambut13. Selama periode
ekosistem hutan, menghambat pertumbuhan
yang sama rata-rata tahunan seluas 507.486 hektar
ekonomi dan kesejahteraan (Gambar 1). Sebuah
hutan terdegradasi, termasuk 17.157 hektar di
studi baru-baru ini mengenai nilai jasa ekosistem
lahan gambut14.
hutan Indonesia melaporkan bahwa kerugian
ekonomi dan biaya kesehatan dari kebakaran
Kunci pendorong deforestasi mencakup
lahan gambut pada tahun 1997 lebih besar
perkebunan kelapa sawit dan kayu industri,
daripada pendapatan ekonomi yang dihasilkan
pertambangan dan pembalakan liar, tetapi
oleh perkebunan kelapa sawit dan kehutanan di
perluasan pertanian sebagai mata pencaharian
lahan gambut. Selanjutnya, di Kalimantan Tengah
dan pengembangan permukiman baru, sebagian
lebih dari tiga perempat pendapatan rumah
didorong oleh kebijakan resmi pemerintah yang
tangga pedesaan bergantung pada hutan dan jasa
bernama transmigrasi, yang juga signifikan.
ekosistem mereka17. Pertumbuhan ekonomi ‘bisnis-
seperti-biasa’ akan melanjutkan tren ini dan akan
Indonesia memiliki tingkat deforestasi tertinggi di
meningkatkan kemungkinan Indonesia untuk
dunia15, yang telah berkontribusi pada degradasi
mencapai titik kritis ekonomi, di mana degradasi
daerah aliran sungai yang luas; laju sedimentasi
lingkungan merusak kemampuan negara untuk
sungai yang tinggi; dan Indonesia telah menjadi
mempertahankan kecepatan kemajuan ekonomi
penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kelima
saat ini.
di dunia. Kebakaran hutan musiman, yang
disebabkan oleh pembakaran untuk membuka
lahan pertanian, telah menghasilkan polusi
nasional dan daerah yang signifikan serta dampak
Gambar 1. Jasa ekosistem hutan mendukung ketahanan air, energi dan pangan. Diadaptasi dari Millenium Ecosystem Assessment,
200518 19 20
6 Latar Belakang
Sebuah paradigma baru: Pemerintah juga telah membuat komitmen yang
signifikan untuk pelestarian hutan dan lahan
bertransisi ke pertumbuhan hijau gambut, termasuk moratorium izin baru di lahan
gambut dan hutan primer serta pembentukan
“Dasar modal alam Indonesia sedang Badan Restorasi Gambut dalam menanggapi
terkikis, dengan dampak yang kebakaran hutan yang parah pada tahun 2015.
Rencana Kontribusi Penurunan Emisi (INDC) yang
berbanding lurus pada ketahanan diajukan sebelum COP21 mencakup komitmen
pangan, air dan energi nasional, dan untuk reduksi emisi sepihak sebesar 29% pada
pada akhirnya, pada kemakmuran tahun 2030.
seluruh rakyat Indonesia.” Memastikan bahwa komitmen ini dikoordinasi dan
Program Pertumbuhan Hijau Bappenas 21 dipadukan dengan rencana pembangunan nasional
akan bergantung pada pergeseran paradigma
dalam proses perencanaan yang ada untuk:
Dalam sebuah langkah yang positif, dan mengenali
kebutuhan untuk pembangunan berkelanjutan, a. memperhitungkan nilai sebenarnya dari
rencana pembangunan jangka menengah nasional sumber daya alam dan jasa ekosistem
saat ini (RPJMN 2015-2019) berupaya untuk mereka; dan
meningkatkan pengembangan manusia dan
masyarakat; mempersempit kesenjangan melalui b. mengenali dan mengevaluasi pertukaran
langkah-langkah peningkatan produktivitas dan (trade-off) yang melekat antara berbagai
pengentasan kemiskinan; serta peningkatan target sektor (misalnya dengan luas
pembangunan tanpa degradasi lingkungan. lahan pertanian yang terbatas, perbaikan
Nilai jasa ekosistem secara khusus telah diakui produktivitas mungkin tidak memadai untuk
oleh Strategi Perencanaan dan Penganggaran mencapai swasembada dalam berbagai
Pembangunan Hijau Kementerian Keuangan, target produksi tanaman pangan dan kelapa
yang memperkirakan bahwa ancaman dari sawit).
degradasi sumber daya alam dan perubahan
iklim berkemungkinan besar akan mengurangi
pertumbuhan PDB dari 7% ke 3,5% pada tahun
205022.
Latar Belakang 7
Hubungan air-energi-pangan merupakan inti dari hubungan ini, penting baik
bagi ketahanan pangan (produktivitas pertanian
Hubungan air-energi-pangan merupakan dan perikanan (ketahanan pangan) dan ketahanan
pendekatan yang berguna untuk mengidentifikasi energi (pembangkit listrik tenaga air, produktivitas
dan mengevaluasi pertukaran (trade-off) di tanaman bahan bakar hayati, dan pendinginan di
berbagai sektor yang berbeda. Pendekatan ini pembangkit listrik tenaga termal). Baik kualitas
mengakui interdependensi antara sistem air, maupun pasokan air sangat bergantung pada jasa
energi dan pangan serta ketergantungan mereka ekosistem hutan (Gambar 1).
pada sumber daya alam. Di Indonesia, air
Gambar 2. Apa hubungan Air-Energi-Pangan? Tren global seperti pertumbuhan penduduk dan kemakmuran ekonomi yang
meningkat diharapkan meningkatkan permintaan untuk air, energi dan pangan yang akan mengompromikan pengunaan sumber
daya alam secara berkelanjutan. Tekanan pada sumber daya ini dapat mengakibatkan kekurangan yang dapat menimbulkan risiko
pada ketahanan air, energi dan pangan, menghambat pembangunan ekonomi, menyebabkan ketegangan sosial dan geopolitik serta
menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak dapat diperbaiki (Bonn 2011).
8 Latar Belakang
Rencana Kontribusi Penurunan Emisi (INDC) INDC juga mengakui bahwa kondisi yang
Indonesia secara eksplisit mengakui nilai memungkinkan untuk menangani adaptasi dan
pemikiran hubungan WEF dan koordinasi lintas mitigasi perubahan iklim mencakup “kepastian
sektoral yang erat untuk mengurangi dampak dalam perencanaan tata ruang dan penggunaan
sosial-ekonomi dari perubahan iklim. lahan; keamanan tenurial; ketahanan pangan;
ketahanan air; (dan) energi terbarukan”.
“Perubahan iklim menghadirkan risiko Menetapkan kondisi yang memungkinkan ini
signifikan terhadap sumber daya alam membentuk prioritas terpadu dan lintas sektoral
dari rencana pembangunan jangka menengah
Indonesia yang pada gilirannya akan
nasional (RPJMN).
berdampak pada produksi dan distribusi
pangan, air dan energi. Seiring dengan
bertambahnya populasi, akan ada
peningkatan tekanan pada sumber daya
Indonesia yang sudah semakin terbatas.
Sebagai tanggapan, Indonesia berencana
untuk membangun ketahanan ke dalam
sistem pangan, air dan energi nasional
melalui aksi yang ditingkatkan sebagai
berikut: pertanian dan perkebunan
yang berkelanjutan; pengelolaan daerah
aliran sungai secara terpadu; reduksi
deforestasi dan degradasi hutan;
konservasi lahan; pemanfaatan lahan
terdegradasi untuk energi terbarukan;
perbaikan efisiensi energi dan pola
konsumsi”.
INDC Indonesia, 201523
Latar Belakang 9
Studi Kasus: Memahami hubungan Di bawah rencana tata ruang Aceh yang terkini
antara deforestasi dan banjir di dan kontroversial, deforestasi diharapkan untuk
Aceh naik secara dramatis, sebagian besar didorong oleh
reklasifikasi kawasan hutan untuk memudahkan
konversi untuk pertanian dan pengembangan
Di Provinsi Aceh, konversi dataran tinggi berhutan jaringan jalan yang luas yang akan membuka
menjadi lahan pertanian, terutama untuk produksi daerah terpencil untuk perambahan25. Deforestasi
padi dan kelapa sawit, telah diduga menyebabkan yang meningkat menghadirkan ancaman langsung
peningkatan frekuensi dan intensitas banjir. yang serius terhadap keanekaragaman hayati
Deforestasi mungkin telah melipatgandakan di hutan Aceh, tetapi juga merupakan risiko
dampak pada aliran air, termasuk peningkatan ekonomi yang kritis terhadap pembangunan
sedimentasi sungai, hilangnya tutupan vegetasi berkelanjutan di Aceh, serta ketahanan air, energi
yang bertindak sebagai ‘spons’ untuk hujan deras; dan pangan bagi populasi Aceh26. Risiko ekonomi
dan peningkatan kecepatan air aliran permukaan terutama sering kali kurang disampaikan kepada
ke dalam sistem hidrologi. Semua faktor ini para pengambil keputusan dalam Pemerintah
dapat berkontribusi pada peristiwa banjir yang kabupaten dan provinsi, dan oleh karena itu sering
lebih parah, meskipun hal ini masih sering kali disalahpahami dan tidak diperhitungkan di
diperdebatkan24. dalam rencana pembangunan. Misalnya, kerugian
ekonomi dari bencana banjir di Aceh selama tahun
2006, yang merusak lebih dari 25.000 hektar
lahan pertanian, diperkirakan mencapai US$210
juta (lebih dari 20% anggaran alokasi pusat Aceh
saat ini)27.
10 Latar Belakang
Dalam studi ini, kami bertujuan untuk Temuan kunci adalah sebagai berikut:
menunjukkan korelasi signifikan secara statistik
antara hilangnya hutan dan peristiwa banjir di 1. Frekuensi peristiwa banjir yang terekam di
kabupaten dan daerah aliran sungai kunci1. Data Aceh semakin meningkat.
tentang peristiwa banjir diambil dari data resmi
2. Sejumlah kabupaten di mana terdapat
Basarnas dan BNPB dan sumber media serta perkebunan kelapa sawit besar mengalami
serangkaian uji statistik yang digunakan untuk frekuensi banjir yang lebih sering,
menentukan korelasi antara peristiwa banjir dan kemungkinan besar karena peningkatan
deforestasi di skala kabupaten dan daerah aliran kecepatan air aliran permukaan ke dalam
sungai di Aceh28. Metrik yang ada juga digunakan sistem sungai, dan / atau menurunnya
untuk memperkirakan potensi biaya ekonomi dari permukaan tanah dari pembukaan dan
kerusakan dan kerugian banjir di Aceh antara drainase hutan gambut.
tahun 2010 dan 2015.
3. Biaya banjir langsung tahunan saat ini
secara konservatif diperkirakan mencapai
US $27 juta per tahun.
Latar Belakang 11
MENILAI KOHERENSI TARGET KETAHANAN AIR, ENER-
GI DAN PANGAN DI INDONESIA
Catatan arahan ini menggunakan pendekatan Ketahanan Air
hubungan WEF untuk menganalisis koherensi
dari tujuan kunci di seluruh sektor air, energi dan Sumber daya air melimpah tetapi tidak merata di
pangan. Tujuan dan target terkait diidentifikasi seluruh nusantara, dan iklim muson menyebabkan
dari rencana pembangunan jangka menengah banjir di musim hujan dan kekurangan air di
nasional Indonesia dan rencana pembangunan musim kemarau29. Pertanian menggunakan
sektor terkait. Tujuan di tiap sektor kemudian 90% air, meskipun pembangunan ekonomi,
disaring terhadap sektor hubungan WEF lainnya pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang
(air, energi, pangan dan hutan/iklim) untuk meningkatkan permintaan dari pusat perkotaan
mengidentifikasi bidang interaksi. Potensi sinergi dan industr30. Kapasitas penyimpanan air yang
dan pertukaran (trade-off) kemudian dianalisis rendah, air tanah yang berkurang, degradasi
melalui wawancara dan penelitian kepustakaan. daerah aliran sungai dan kondisi infrastruktur
irigasi yang buruk merupakan tantangan penting
dalam meningkatkan pasokan air. Kualitas air
merupakan masalah lebih lanjut karena limbah
domestik, pembuangan limbah padat, dan limbah
industri yang tidak diolah. Banjir merupakan
peristiwa yang semakin sering terjadi di sebagian
besar negeri ini, membebankan kerugian ekonomi
besar hingga US$430 juta31. Perubahan iklim
cenderung meningkatkan tekanan pada sumber
daya air melalui pola curah hujan yang berubah-
ubah dan peristiwa cuaca ekstrim.
Indonesia memiliki cadangan minyak, batu Global Food Security Index menempatkan
bara dan gas alam yang melimpah. Indonesia Indonesia pada peringkat 74 dari 109 negara
juga memiliki potensi energi terbarukan untuk ketahanan pangan pada tahun 2015. Lebih
yang substansial, termasuk tenaga air, surya, dari sepertiga di bawah usia balita menunjukkan
biomassa, angin dan panas bum32. Meskipun pertumbuhan yang terhambat34. Beras adalah
hanya sedikit potensi energi terbarukan yang makanan pokok utama di Indonesia dan
telah dikembangkan sejauh ini, kebijakan energi berkontribusi sebesar 45% dari total asupan
nasional Indonesia bertujuan untuk meningkatkan pangan atau 80% dari sumber karbohidrat utama
pangsa dari bauran energi dari di bawah 6% ke dalam diet masyarakat Indonesia35. Indonesia
23% pada tahun 2025. adalah importir bersih gandum, ternak dan
hortikultura36. Bencana alam merupakan ancaman
Terlepas dari sumber daya energi yang signifikan besar bagi ketahanan pangan di Indonesia,
ini, produksi energi domestik Indonesia tidak terutama kekeringan dan banjir. Selama periode
mampu memenuhi permintaan domestik. Jika 2000-2013, banjir berdampak pada lebih dari 1
perekonomian Indonesia terus bertumbuh pada juta ha padi di seluruh nusantara37.
laju saat ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral memperkirakan bahwa permintaan energi Tujuan kunci untuk meningkatkan status
domestik akan terus naik sekitar 7% per tahun, ketahanan pangan mencakup pencapaian
dengan permintaan listrik sendiri diproyeksikan swasembada bahan pangan pokok melalui
naik hampir tiga kali lipat antara tahun 2010 dan peningkatan produksi domestik. Indonesia
203033. memiliki target swasembada untuk padi,
kedelai, jagung dan gula. Strategi kunci untuk
Target utama untuk ketahanan energi di dalam mencapai swasembada termasuk meningkatkan
RPJMN adalah untuk mempertahankan pasokan produktivitas, memperluas area tanam, dan
energi dan mencapai rasio elektrifikasi sebesar melindungi lahan budidaya dari konversi ke
100%. Pemerintah bertujuan untuk meningkatkan penggunaan lahan lainnya. Diversifikasi pangan
bauran energi dari energi baru dan terbarukan juga dianggap penting dalam mencapai ketahanan
sebesar 10 – 16% pada tahun 2019, sementara pangan (lihat Lampiran untuk target spesifik
juga meningkatkan produksi batu bara dan gas Pemerintah).
alam. Pemerintah telah menentukan sejumlah
strategi untuk mencapai target ini termasuk
meningkatkan pemanfaatan bahan bakar hayati
untuk transportasi dan sumber daya air untuk
pembangkit listrik tenaga air (lihat Lampiran
untuk target spesifik Pemerintah).
Gambar 6. Kompleksitas yang berkembang dari kerangka hukum di seputar hubungan pertanian/hidup
Diagram di atas menunjukkan 41 undang-undang, kebijakan dan rencana yang menghubungkan sektor pertanian dan lingkungan hidup/
kehutanan. Kompleksitas kerangka hukum merupakan salah satu faktor yang menghambat koordinasi lancar antara kementerian di tingkat
pelaksanaan. Digambar ulang dari Saner et al. (2015)45.
Temuan kunci dari latihan pemetaan legislatif ini mendukung kerangka hukum menyeluruh
mencakup: dan pelaksanaan langsung. Pada tingkat ini,
hubungan antara sektor sering kali secara
Arsitektur hukum yang kuat yang
lebih eksplisit dinyatakan dalam berbagai
menghubungkan sektor-sektor WEF.
rencana strategis, visi, pernyataan misi dan
Sektor lingkungan hidup/kehutanan kebijakan sektoral terkait. Misalnya, potensi
menunjukkan konektivitas terbesar dalam konflik antara pengembangan bahan bakar
legislasi terkait ke sektor lainnya, dengan hayati dan ketahanan pangan secara eksplisit
sejumlah referensi ke kerangka hukum dirujuk dalam Peraturan Menteri alih-alih
terkait dari sektor WEF. dalam legislasi utama.
Kerangka hukum dari sektor air dan Sebagian sebagai akibat dari ketergantungan
pertanian juga sangat sejalan, terutama pada peraturan lebih rendah untuk
sehubungan dengan peran irigasi dan aliran membentuk kerangka koordinasi, ada
air bersih dalam berkontribusi pada produksi ketidakjelasan dalam hirarki relatif dari
tanaman. berbagai undang-undang, kebijakan dan
rencana – misalnya apakah ketentuan
Legislasi di dalam sektor energi menunjukkan
berdasarkan kebijakan air ini menggantikan
hubungan paling rapuh ke sektor lainnya.
rencana strategis energi itu? Hal ini
Bagi semua sektor, fokus legislasi tetap diperburuk dengan kompleksitas dari
berada dalam memaksimalkan produksi, kerangka hukum (lihat Gambar 6 yang
tetapi dengan cukup sedikit (atau dalam menunjukkan sebuah penilaian dari
beberapa kasus, ketiadaan) klausa atau hubungan antara undang-undang pertanian
pasal yang mengakui peran yang dapat dan lingkungan hidup dan peraturan di
dimainkan oleh lingkungan dalam menjamin bawahnya).
kelangsungan ketahanan air, energi dan
pangan.
Kerangka legislatif sangat bergantung
pada peraturan tingkat yang lebih rendah,
misalnya Peraturan Menteri, untuk
Organisasi pemerintahan Indonesia bersifat kompleks Sebuah kerangka perencanaan penggunaan lahan
dan terus berkembang. Pada saat penulisan, ada sekitar yang efektif dan holistik adalah penting untuk
34 kementerian, empat badan pemerintah setingkat mencapai tujuan ketahanan air, energi dan pangan
kementerian dan 29 lembaga non-kementerian, serta di Indonesia yang mengandalkan penggunaan
lebih dari 500 pemerintah provinsi, kabupaten dan optimal dari sumber daya alam. Undang-Undang
kotamadya. Sejak proses reformasi, yang dimulai pada tentang Penataan Ruang (UU No.26/2007)
awal tahun 1990-an, otoritas pemerintah telah semakin mengatur demarkasi tata ruang dari penggunaan
didelegasikan ke provinsi dan kabupaten dan menjauhi lahan di seluruh skala nasional, provinsi dan
pemerintah pusat di Jakarta. Hal ini baru-baru ini kabupaten. Sementara hal ini menyediakan
diperkuat dengan penerbitan Undang-Undang No. kerangka legislatif menyeluruh untuk perencanaan
23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sementara hal penggunaan lahan terkoordinasi di seluruh
ini tidak dapat disangkal telah mengurangi kekuasaan hubungan WEF, inkonsistensi dalam kerangka
besar dari pemerintah pusat untuk mendiktekan hukum di seluruh sektor dan skala untuk
kebijakan provinsi, hal ini dapat dikatakan telah penunjukkan penggunaan lahan, seperti perizinan,
menjadikan koordinasi baik secara horizontal (antara telah menyebabkan ketidakjelasan.
berbagai Kementerian), maupun vertikal (antara
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten) menjadi Undang-undang pertanian, pertambangan dan
lebih kompleks. lingkungan hidup kesemuanya memberikan
kemampuan untuk menetapkan penggunaan lahan
Berbagai tingkat desentralisasi di seluruh hubungan yang menciptakan potensi konflik dengan undang-
WEF menghadirkan tantangan koordinasi lebih lanjut. undang perencanaan tata ruang49. Dalam hal
Dalam sebuah studi tentang perencanaan penggunaan koordinasi vertikal, sebuah proses desentralisasi
lahan di Maluku, kurangnya koordinasi antara lembaga yang cepat dan berubah yang telah mewenangkan
terdesentralisasi, seperti pertanian dan perencanaan kekuasaan yang signifikan kepada Pemerintah
tata ruang, dan lembaga yang tidak terkonsentrasi Daerah atas pengelolaan sumber daya alam50,
yang melaporkan ke badan nasional, seperti Badan termasuk mengeluarkan izin untuk perkebunan
Pengelolaan DAS, diidentifikasi sebagai hambatan dan pertambangan, telah mengakibatkan
penting46. Para kritikus juga telah mengidentifikasi kebingungan51.
kurangnya akuntabilitas Pemerintah Daerah kepada
Pemerintah Pusat dan masyarakat lokal sebagai Sementara itu, undang-undang sektor lain
hambatan lebih lanjut bagi tata pemerintahan lokal membutuhkan integrasi dari proses pengelolaan
yang efektif47. penggunaan lahan mereka ke dalam perencanaan
tata ruang. Hal ini terlihat dalam rencana
Sementara kerangka hukum yang memungkinkan pengelolaan DAS (UU No. 7/2004) dan penilaian
koordinasi merupakan satu faktor, perlu dicatat daya dukung lingkungan hidup (UU No. 32/2009).
bahwa di negara lainnya, seperti Swiss48, tanggung Dalam kedua kasus ini, pelaksanaan telah
jawab untuk koordinasi lintas kementerian juga tidak terhambat oleh kurangnya mandat yang jelas
dikodifikasi oleh undang-undang, tetapi dibangun untuk prioritas mereka di dalam perencanaan
ke dalam berbagai uraian tugas dan tanggung jawab tata ruang52. Hal ini dicerminkan oleh integrasi
dari berbagai staf dalam Kementerian. Koordinasi perencanaan DAS yang saat ini terbatas di dalam
formal dalam sifat ini kurang lazim di Indonesia, di rencana tata ruang provinsi dan distrik. Ini
mana struktur hirarkis secara tegas tertanam di dalam sekarang merupakan prioritas di dalam rencana
banyak lembaga pemerintah, dan di mana delegasi pembangunan jangka menengah nasional yang
otoritas, terutama yang dapat melibatkan badan bertujuan untuk mengembangkan 108 rencana
eksternal, dikendalikan secara ketat. Desentralisasi pengelolaan DAS terpadu dan memastikan
merupakan faktor hambatan tambahan terhadap integrasi ke dalam berbagai skala tata kelola di
koordinasi yang efektif, terutama antara skala nasional seluruh sektor, misalnya kesatuan pengelolaan
dan provinsi/kabupaten. hutan, DAS dan batas-batas administrasi politik
yang tidak konsisten.
yang konsisten dan koheren masih merupakan Pertukaran (trade-off) yang paling jelas adalah
tantangan yang signifikan. Selanjutnya, bahwa pendekatan kebijakan yang paling
penunjukkan penggunaan lahan tidak selalu terkoordinasi adalah yang paling membutuhkan
konsisten dengan penggunaan lahan yang tercapainya sentralisasi, dan oleh karena itu paling
paling tepat. Dalam mengatasi tantangan tidak disukai oleh sebagian besar pemangku
ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan kepentingan di tiap sektor. Pada kenyataannya,
Kehutanan saat ini sedang mengkaji analisis sebuah mosaik dari berbagai mekanisme
kepatutan penggunaan lahan di 5 pulau utama koordinasi terus-menerus digunakan di semua
untuk mendukung penilaian mereka terhadap tingkatan di tiap sektor WEF.
permintaan konversi kawasan hutan menjadi
penggunaan lahan lainnya; hasil awal telah Dalam menelusuri efektivitas dari berbagai strategi
menyoroti kesenjangan di berbagai Kementerian53. dalam mendukung koordinasi antara hubungan
WEF, dua mekanisme spesifik yang telah
Mekanisme Koordinasi digunakan dalam konteks ini sedang dikaji.
Berbagai jenis mekanisme koordinasi yang a. Penegakan oleh pemerintah pusat: Gugus
digunakan oleh pemerintah Indonesia tugas spesialis
mencerminkan kompleksitas dari kerangka Terdapat sejumlah contoh penting dari
legislatif dan kelembagaan. Hal ini bervariasi pemerintah Indonesia yang memanfaatkan
dalam pendekatan dari pengambilan keputusan gugus tugas spesialis untuk mengatasi tantangan
sederhana otonom atau kuasi-otonom atau kelembagaan spesifik dan khususnya untuk
komunikasi ad-hoc ke mediasi yang sangat meningkatkan koordinasi antar kementerian. Ini
terpusat antara Kementerian – misalnya tentang mencakup UKP4 – Unit Kerja Presiden Bidang
pengaturan anggaran tahunan dan proses Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan; BP
perencanaan pembangunan nasional. Diagram di REDD+, yang juga melaporkan secara langsung
atas menunjukkan bagaimana strategi koordinasi kepada Presiden, yang mengemban tugas
Indonesia bervariasi di seluruh spektrum dari koordinasi REDD+ di Indonesia54. Baru-baru ini,
kendali daerah/terpusat terhadap koordinasi yang dua gugus tugas selanjutnya telah dibentuk –
ditingkatkan. Gugus Tugas Energi Terbarukan pada tahun 2015,
yang mengemban tugas transisi Indonesia menuju
2
World Bank. (2016) Indonesia Economic Nasional Indonesia (FREL) ke UNFCCC.
Quarterly – December 2015. Diakses di:
http://www.worldbank.org/en/news/
14
Sumber data lainnya memberikan beragam
feature/2015/12/15/indonesia-economic- perkiraan deforestasi, misalnya Abood et
quarterly-december-2015 al. 2015 menyatakan bahwa 14,7 juta ha
hutan tropis hilang di Sumatra, Kalimantan,
3
World Bank. (2016) Indonesia Economic Sulawesi, Maluku dan Papua selama periode
Quarterly – December 2015. Diakses di: 2000 - 2010. Abood, S. A., Lee, J. S. H.,
http://www.worldbank.org/en/news/ Burivalova, Z., Garcia-Ulloa, J., & Koh, L. P.
feature/2015/12/15/indonesia-economic- (2015) Relative contributions of the logging,
quarterly-december-2015 fiber, oil palm, and mining industries to forest
loss in Indonesia. Conservation Letters, 8(1),
4
Pemerintah Indonesia. Rencana 58-67.
Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN), 2005 – 2025 berdasarkan UU 15
Margono, B. A., Potapov, P. V., Turubanova,
No.17/2007. S., Stolle, F., & Hansen, M. C. (2014) Primary
forest cover loss in Indonesia over 2000-2012.
5
McKinsey. (2012) The Archipelago Economy: Nature Climate Change, 4(8), 730-735.
Unleashing Indonesia’s Potential. Mckinsey
Global Institute. 16
The Jakarta Post. (2015) Haze kills 10
people, leaves 503,874 with respiratory
6
Pemerintah Indonesia. Rencana ailments: Agency. The Jakarta Post.
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Diterbitkan pada tanggal 24 Oktober 2015,
(RPJPN), 2005 – 2025 berdasarkan UU diakses pada tanggal 15 Desember 2015.
No.17/2007. Diakses di: http://www.thejakartapost.com/
news/2015/10/24/haze-kills-10-people-
7
Pemerintah Indonesia. Rencana leaves-503874-with-respiratory-ailments-
Pembangunan Jangka Menengah Nasional agency.html
(RPJMN), 2015 – 2019.
17
United Nations Office for REDD
8
World Bank. (2016) Indonesia Economic Coordination in Indonesia - UNORCID.
Quarterly – December 2015. Diakses di: (2015.) Forest Ecosystem Valuation Study:
http://www.worldbank.org/en/news/ Indonesia.
feature/2015/12/15/indonesia-economic-
quarterly-december-2015 18
Millennium Ecosystem Assessment.
(2005) Ecosystems and Human Well-being:
9
FAOSTAT. (2016) Agricultural Area, Synthesis. Island Press, Washington, DC.
Indonesia, 2013. Diakses di: http://faostat3.
fao.org pada tanggal 29 Februari 2016. Katrina Mullan. (2014) “The Value of
19
24
Bruijnzeel, L, A. (2004) Hydrological
33
ADB. (2015) Summary of Indonesia’s energy
functions of tropical forests: not seeing the sector assessment. Pradeep Tharakan. ADB
soil for the trees? Agriculture, Ecosystems and papers on Indonesia. No 9 Desember 2015
Environment 104,185–228
34
World Food Programme. (2015) Indonesia -
25
Clements, G.R.; Lynam, A.J.; Gaveau, Food Security and Vulnerability Atlas.
D.L.A.; Wei, L.Y.; Lhota, S.; Goosem, M.;
Laurance, S.; Laurance, W.F. (2014) Where
35
Badan Intelijen Negara. (2014) Memperkuat
and how are roads endangering mammals in Ketahanan Pangan Demi Masa Depan
Southeast Asia’s forests? PLoS ONE 9 (12):25. Indonesia. 2015 – 2025. Hikam, MAS. editor.
Jakarta (ID) : CV. Rumah Buku.
26
Van Beukering, P.J.H., Cesar, H.S.J. &
Janssen, M.A. (2003).Valuation of ecological
36
ADB. (2015) Summary of Indonesia’s
services of the Leuser National Park in agriculture, natural resources, and
Sumatra, Indonesia. Ecological Economics environment sector assessment. Eric
44(1): 43-62. Quincieu. ADB papers on Indonesia. No 8
Oktober 2015.
27
Van Beukering, P.J.H., Cesar, H.S.J. &
Janssen, M.A. (2003) Valuation of ecological World Food Programme. (2015) Indonesia -
37
services of the Leuser National Park in Food Security and Vulnerability Atlas.
Sumatra, Indonesia. Ecological Economics 38
Sigit Supadmo Arif and Murtiningrum.
44(1): 43-62.
Challenges and future needs for irrigation
28
Badan SAR Nasional (http://www. management in Indonesia. Diakses di:
aceh.basarnas.go.id ); Badan Nasional http://www.oecd.org/tad/sustainable-
Penanggulangan Bencana (http://www.bnpb. agriculture/49202003.pdf
go.id – Badan Nasional Penanggulangan
Wawancara dengan Direktur Jenderal
39
Bencana); Aceh Tribune News (http://aceh.
Tanaman Pangan, 29 Januari 2016.
tribunnews.com), Kompas (http://regional.
kompas.com) dan Antara News http://aceh. 40
Wawancara dengan Deputi Menteri
Meningkatkan ketahanan air bagi masyarakat Memperbaiki akses ke air minum dan
sanitasi ke 100% pada tahun 2019 (acuan
dasar untuk tahun 2014 sebesar 65,6% dan
60,5% secara berurutan).
Menjaga dan memulihkan daerah aliran Merehabilitasi 5,5 juta ha lahan kritis di
sungai dan ekosistem kesatuan pengelolaan hutan pada tahun
2019 (acuan dasar sebesar 0,5 juta ha pada
tahun 2014).
Mengembangkan 12,7 juta ha hutan rakyat
pada tahun 2019 (acuan dasar sebesar 0,5
juta ha pada tahun 2014)56.
Memulihkan 30 daerah aliran sungai
prioritas
Tabel 1. Tujuan kunci dan target terkait untuk ketahanan air dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional dan rencana
sektoral terkait.
26 Lampiran
Tujuan Target Spesifik
Meningkatkan produksi energi baru dan Energi baru dan terbarukan mencapai 10-
terbarukan 16% dari bauran energi pada tahun 2019,
dan 23% pada tahun 2025 (dari acuan
dasar kurang dari 6% pada tahun 2014),
Kenaikan produksi energi baru dan
terbarukan pada tahun 2019 dari tahun
2014 sebagai berikut:
Panas bumi 122%
Biodiesel 80%
Bioetanol 19%
PLTA 27%
Surya 238%
Biomassa 45%
Produksi batu bara, minyak dan gas bumi Eksploitasi cadangan bahan bakar fosil
secara terus-menerus terus-menerus sebagai berikut:
Minyak mentah 14%
Gas alam 6%
Batu bara 11%
Tabel 2. Tujuan kunci dan target terkait untuk ketahanan energi dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional dan rencana
sektoral terkait.
Lampiran 27
Tujuan Target Spesifik
Tabel 3. Tujuan kunci dan target terkait untuk ketahanan pangan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional dan
rencana sektoral terkait.
28 Lampiran
Dokumen ini merupakan keluaran dari sebuah proyek yang dilaksanakan melalui Climate and
Development Knowledge Network (CDKN). CDKN adalah sebuah program yang didanai oleh
Departemen Pembangunan Internasional (Department for International Development atau DFID)
Inggris dan Direktorat Jenderal Kerja Sama Internasional (DGIS) Belanda untuk kepentingan
negara-negara berkembang. Pandangan yang diekspresikan dan informasi yang terkandung di
dalamnya bukan pandangan dan informasi yang didukung oleh DFID, DGIS atau entitas-entitas
yang mengatur pencapaian hasil Climate and Development Knowledge Network. Oleh karena itu,
entitas-entitas ini tidak bertanggung jawab atas pandangan, kelengkapan atau keakuratan informa-
si tesebut ataupun atas kepercayaan terhadap informasi tersebut.