Sebelum kita jauh-jauh membahas tentang dunia percontekan alangkah baiknya kita
cari tahu dulu yuk apa itu itu menyontek. Menyontek menurut KBBI berasal dari kata
“sontek yang artinya mengutip (tulisan atau yang lainnya) sebagaimana aslinya atau bisa
juga disebut menjiplak”.
Menyontek, memang merupakan perbuatan yang tidak asing dan pasti kita semua
pernah melakukannya. Menyontekpun sepertinya merupakan hal yang sangat lazim bagi para
pelajar di Negara kita tercinta Indonesia. Bohong jika ada seseorang yang mengaku selama
hidupnya tidak pernah menyontek. Begitupun dengan penulis, walaupun saat ini penulis
berprofesi sebagai guru penulis juga pernah melakukan kegiatan contek mencontek di masa
sekolahnya. Tapi itu dulu! Sekarang sudah tidak lagi, lho kok bisa? Mengapa bisa berhenti
mencontek?
Cerita di awali ketika penulis duduk dibangku sekolah dasar. Jujur selama duduk
dibangku sekolah dasar penulis bisa dibilang anak yang cendrung biasa saja tidak terlalu
menonjol masalah akademisnya. Intinya penulis bisalah untuk mengikuti pembelajaran
selama sekolah dasar. Hanya saja penulis memang memiliki pemahaman yang sangat kurang
dengan pembelajaran Matematika. Ditambah ibu penulis yang agak galak dan tidak segan-
segan akan memarahi penulis jika pulang membawa buku dengan nilai merah didalamnya.
Maka mulai sejak itulah penulis memutuskan untuk menyontek saja ketika pembelajaran
matematika agar mendapatkan nilai yang bagus dan berharap pulang kerumah tidak diomeli
lagi dan diberikan pujian oleh ibu.
Benar menyontek itu sebenarnya sulit, sangat sulit bahkan. Penulis dulu hanya
berpikiran sederhana saja “kalo penulis tidak menyontek ke teman dan akhirnya mendapatkan
nilai jelek pasti ketika pulang kerumah penulis akan habis diomeli”. Maka dari itu daripada
pulang diomeli lebih baik penulis bersusah payah mencontek. Bukan tidak pernah penulis
belajar matematika, seringkali penulis belajar dan berlatih hanya saja mau bagaimana lagi
memang materinya susah ditambah penulis yang tidak bisa-bisa akhirnya penulis memilih
untuk jalan pintas saja (menyontek).
Dan kebiasaan ini pun berlanjut ketika penulis memasuki masa SMP dan SMA.
Berbeda dengan masa SD, justru di SMP ini penulis menjadi orang yang selalu memberikan
contekan. Mungkin karena di SD penulis selalu dikurung sama ibu untuk belajar terus
menerus akhirnya materi-materi yang sulit berasil diatasi ketika penulis memasuki SMP. Tapi
bukankah orang yang menyontek dengan orang yang memberikan contekan sama saja?.
Penulis memutuskan untuk menjadi orang yang baik dan selalu memberikan
contekan karena dulu penulis sangat mengerti sekali betapa putus asanya mencari sebuah
jawaban agar mendapatkan nilai yang baik. Benar semua dimulai dari rasa putus asa, ada
yang putus asa karena dimarahi orang tuanya, ada pula yang putus asa karena sudah belajar
dan tetap tidak bisa mendapatkan nilai yang baik namun ada pula yang memang malas saja
untuk berfikir.
Hingga tiba hari dimana penulis tertampar secara batin, menusuk sekali perkataan
beliau bahkan sampai sekarang masih teringat oleh penulis rasanya bagaimana. Penulis
akhirnya ketauan memberikan contekan kepada teman-teman penulis oleh guru. Benar
penulis akhirnya ketahuan oleh guru. Sambil keringat dingin penulis dipanggil dan disuruh
berdiri didepan kelas. Guru penulis bertanya “Apa kamu tidak memandang saya sebagai
gurumu? Seenaknya sekali kamu memberikan contekan kepada teman-temanmu? Saya akui
kamu memang lebih bisa dibanding dengan temanmu, tapi apa kamu berhak memberikan
contekan kepada temanmu? Apa kamu mau ilmumu tidak berkah? Banyak sekali dibumi ini
orang pintar tapi sayangnya ilmu yang didapat tidak berkah. Apa kamu mau menjadi bagian
salah satu dari mereka?”. Sakit sekali rasanya ketika kata-kata tersebut terlontar dari guru
penulis yang notabenenya guru tersebut merupakan guru kesayangan penulis. Bahkan penulis
sangat menggumi sosok guru tersebut.
Karena kesalahan penulis, guru penulis menjadi marah. Beliau sangat marah karena
kecewa sekali rasanya. Sosok guru yang penulis kagumi marah terhadap penulis. Akibat dari
kesalahan yang penulis lakukan, penulis mendapatkan hukuman, penulis dilarang mengikuti
pembelajaran beliau selama 2 minggu berturut-turut. Semakin tidak karuan lagi rasanya
setelah mendengarkan hukumannya, padahal pembelajaran beliau selalu menjadi
pembelajaran yang selalu penulis tunggu-tunggu. Tapi sayangnya justru penulis tidak
diizinkan masuk ketika pembelajaran beliau.
Semenjak kejadian tersebut penulis berjanji dalam hati penulis untuk tidak lagi
menyontek ataupun memberikan contekan. Baik buruknya hasil yang didapatkan akan
penulis terima dengan lapang dada. Tidak ada lagi cara instan untuk mendapatkan nilai yang
baik yang ada hanya belajar dan berusaha. Jika ternyata hasil yang didapatkan pada akhirnya
tidak sesuai dengan harapan ya sudah terima saja dengan ikhlas. Dengan catatan hasil hari ini
harus lebih baik dengan hasil yang kemarin
Biodata