Anda di halaman 1dari 16

KONSEP DAN DASAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM TAK

TERBARUKAN DI INDONESIA

KELOMPOK 6

NAMA ANGGOTA :
1. Ni Putu Trisia Ari Purnama Dewi (24)
2. Zena Devina (27)
3. Putu Belza Meiliana putri (29)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM REGULER DENPASAR
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

Sumber Daya Alam adalah segala sesuatu yang timbul secara alami yang
dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Terjadinya kemajuan di
segala bidang telah membawa manusia kedalam era eksploitasi sumber daya alam
sehingga persediaan sumber daya alam terus berkurang. Terdapat banyak negara
yang berhasil mengelola Sumber Daya Alam, namun tak sedikit negara yang
gagal dalam pengelolaannya.
Sumber Daya Alam terbagi menjadi dua yaitu Sumber Daya Tak
Terbarukan dan Sumber Daya Terbarukan. Dalam kajian paper ini lebih
menekankan pembahasan Sumber Daya Alam yang Tak Terbarukan. Sumber
Daya Tak Terbarukan bisa dikatakan demikian karena apabila Sumber Daya Alam
tersebut dieksploitasi secara berlebihan maka untuk mengganti Sumber Daya
Alam sejenis ini dengan jumlah yang sama akan membutuhkan waktu yang sangat
lama untuk mengumpulkannya tergantung kepada proses dan keadaan geologi dan
menyebabkan kelangkaan. Sumber Daya Alam Tak Terbarukan terdiri dari Batu
Bara, Minyak Bumi, Gas Alam, dan Sumber Daya Mineral berupa Nikel, Timah,
Tembaga, Emas, Bijih Besi, Bauksit. Sumber Daya yang sangat terkenal adalah
Minyak Bumi.
SUB TOPIC
2.1. Jenis Sumber Daya Tak Terbarukan

2.2. Konsep Konservasi, Deplesi, Persediaan dan Rasio Cadangan


2.2.1 Konsep Konservasi
Pada umumnya Konservasi diartikan sebagai penggunaan sumber daya
alam untuk kebaikan secara optimal, dalam jumlah yang terbanyak dan untuk
jangka waktu yang paling lama. Lebih dari itu konservasi juga diartikan sebagai
pengembangan dan proteksi terhadap SDA. Jadi konservasi dapat didefinisikan
sebagai tindakan pelindungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang
dilakukan secara bijaksana untuk menjamin keberlanjutan (sustainability)
keberadaan dan manfaat sumber daya alam dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidup manusia dari generasi ke generasi yang akan datang
(http://bphn.go.id). Adapun tujuan konservasi:

1. Mewujudkan kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan


ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia
2. Melestarikan kemampuan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya secara serasi dan seimbang.

Konservasi lahir akibat adanya semacam kebutuhan untuk melestarikan


sumber daya alam yang diketahui mengalami degradasi mutu secara tajam.
Dampak degradasi tersebut, menimbulkan kekhawatiran dan kalau tidak
diantisipasi akan membahayakan umat manusia, terutama berimbas pada
kehidupan generasi mendatang pewaris alam ini. Sementara itu, Piagam Burra
menyatakan bahwa pengertian konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan
pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu,
kegiatan konservasi dapat pula mencakupi ruang lingkup preservasi, restorasi,
rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi (Marquis-Kyle & Walker, 1996; Alvares,
2006).

2.2.2 Konsep Deplesi


Deplesi (depletion) adalah satu cara pengambilan SDA secara besar-
besaran atau dalam jumlah yang banyak, biasanya untuk memenuhi kebutuhan
bahan mentah industri. Dalam pembangunan ekonomi yang mengejar
pertumbuhan, pengambilan SDA cenderung mengarah pada pengurasan isi alam
sehingga terasa kurang adanya perhatian terhadap SDA yang ada. Untuk SDA
yang tak terbarukan, deplesi ini sendiri berarti pengurasan sumber daya yang ada.
Sedangkan untuk SDA yang terbarukan, walaupun dapat diimbangi dengan usaha
konservasi namun dampaknya terhadap lingkungan sangat berarti atau tetap akan
membekas dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk pemulihannya.
2.2.3 Konsep Persediaan dan Rasio Cadangan
Persediaan atau cadangan sering juga disebut reserve atau stock. la adalah
SDA yang sudah kita ketahui dan terbukti (identified and proven) dan mempunyai
nilai ekonomis. Cadangan ini sudah kita ketahui dan terbukti baik dari segi jumlah
atau besar deposit yang diukur dalam satuan satuan seperti ton atau barel, dan
telah diketahui pula manfaatnya serta langka adanya (bernilai ekonomis). Jadi
meskipun secara teoritis SDA itu telah ditemukan, tetapi karena belum dapat
diidentifikasi secara geologis dan belum diketahui kegunaannya serta masih
berlimpah adanya maka ia belum tergolong persediaan (reserve). Dengan kata lain
SDA itu baru diketahui persediaannya setelah menjadi kepentingan manusia.
Cadangan akan meningkat bila terjadi penemuan baru (discovery), peningkatan
cadangan yang telah terbukti (extention), dan revisi (revision) cadangan sebagai
akibat kebutuhan informasi mengenai kondisi pasar dan teknologi baru.

2.3. Kelangkaan Sumber Daya Alam


Untuk mengetahui seberapa banyak ataupun sendikit cadangan yang
dimiliki dapat membandingkan cadangan dengan tingkat penggunaan seperti
produksi tahunan atau tingkat konsumsi sehingga bisa dihitung berapa lama
cadangan akan mampu memberikan pasokan kebutuhan sumber daya alam. Jika
data tersedia setiap tahunnya maka dapat mengetahui setiap tahunnya berapa lama
lagi pasokan sumber data alam masih bisa dinikmati. Cadangan bersifat dinamis
karena jumlah tertentu dari sumber daya alam yang bisa diproduksi secara
menguntungkan pada harga sekarang dengan memakai teknologi yang diketahui
sekarang. Dengan demikian indikator fisik belum cukup untuk dijadikan patokan
adanya kelangkaan. Indikator ekonomi seperti harga, biaya produksi dan lainnya
melengkapi data tentang apakah memang terdapat tanda-tanda kelangkaan.
2.3.1 Indikator Kelangkaan Sumber Daya Alam
Terdapat empat indeks yang biasa digunakan untuk mengukur kelangkaan
satu Sumber Daya Alam, yaitu :
1. Harga Produksi Sumber Daya Alam, diantara semua indikator
kelangkaan, harga sumber daya alam itu sendiri merupakan indikator
yang paling banyak digunakan meskipun belum bisa menggambarkan
keseluruhan pengorbanan. Namun ada kalanya harga saja tidak
mencukupi sehingga perlu menggunakan indikator yang lainnya Isu-isu
penting yang menyangkut penggunaan harga sebagai indikator
kelangkaan sumber daya alam, antara lain:
 Perubahan kelangkaan yang diukur melalui harga merupakan konsep
ekonomi bukan konsep fisik. Terkadang harga tidak mengalami
kenaikan dengan langkanya satu sumber daya secara fisik.
 Terkait dengan tahap pemanfaatan satu sumber daya alam yang
diukur kelangkaannya melalui perubahan harga.
 Terkait dengan indeks harga sebagai ukuran kelangkaan. Terkadang
perubahan harga tidak mencerminkan kelangkaan karena perubahan
harga tersebut terjadi sebagai akibat peraturan pemerintah.
Dari sudut empiris ditemukan bahwa harga, untuk sumber daya alam
yang tak terbarukan dan bisa habis, semula mengalami penurunan karena
adanya penemuan baru dan perkembangan teknologi yang bisa menurunkan
biaya. Namun setelah itu temuan semakin jarang dan biaya tidak bisa terus
ditekan sehingga harga mulai naik dan mencapai titik terendah sebelumnya.
2. Sewa Lahan, merupakan harga bayanga dari setiap unit sumber daya
dalam bentuk stock atau besarnya nilai sekarang dari berkurangnya stock
pada setiap unit pengambilan sumber daya alam. Namun harga bayangan
ini sangat sulit diperoleh dan memerlukan informasi yang sangat banyak
sehingga mahal untuk memperolehnya. Apabila tersedia, biasanya
terbatas untuk sewa tanah, dan ini hanya harga tanahnya berdasarkan
perbedaan kualitas dan kegunaannya. Disamping kesulitan data mengenai
sewa, sewa itu sendiri kurang mencerminkan kelangkaan apabila tidak
ada pasar berjangka (future market) dan sifat kepemilikan umum dari
sumber daya alam yang sedang dibicarakan.
3. Biaya Produksi, Karena terbatasnya informasi mengenai harga bayangan
(sewa) sumber daya alam, beberapa ahli terpaksa menggunakan biaya
produksi sebagai indikator kelangkaan. Untuk mengindikasikan
kelangkaan dari segi biaya seharusnya juga dilihat bagaimana sewa dan
biaya lingkungan. Biaya produksi per unit sumber daya alam bisa
digunakan untuk merumuskan hipotesis kelangkaan kuat dan hipotess
lemah untuk melihat apakah memang terjadi kelangkaan pada sumber
daya aam yang dimaksud. Hipotesis kelangkaan kuat menyatakan telah
terjadi kenaikan biaya produksi real per unit hasil sumber daya alam
ekstraktif. Sedangkan hipotesis kelangkaan lemah menyatakan telah
terjadi kenaikan biaya per unit sumber daya alam ekstraktif dibandingkan
biaya per unit hasil sumber daya alam bukan ekstraktif. Sektor ekstraktif
merupakan penjumlahan sektor-sektor pertanian, kehutanan, perikanan
dan mineral.
4. Tingkat Substitusi, Dalam ekonomi produksi adanya substitusi antar
masukan yang memungkinkan kelangkaan salah satu masukan digantikan
oleh masukan lain, baik yang disebabkan oleh langkanya satu masukan
maupun karena harganya mahal. Sebagai contoh pada sektor pertanian
yaitu masukan air bisa dihemat dengan menambahkan masukan tenaga
kerja untuk bagian pengontrolan atau penambahan masukan modal
melalui perbaikan saluran sistem irigasi. Kelangkaan satu sumber daya
alam biasanya dinyatakan dengan elastisitas substitusi, yang bernilai < 1
(tidak elastis) atau >1 berarti kurang langka atau penyesuaian lebih mudah
dilaksanakan dibandingkan elastisitas substitusi antar sumber daya alam
yang lebih kecil dari satu.
Dari berbagai indikator kelangkaan sumber daya alam diatas tidak ada satu
indikator yang secara mandiri dapat menjelaskan telah terjadi kelangkaan pada
sumber daya alam tertentu. Masing-masing indikator bersifat parsial yang dalam
kondisi tertentu memang bisa mencerminkan perubahan kelangkaan. Namun akan
lebih lengkap apabila indikator-indikator tersebut dipadukan baik indikator fisik
maupun indikator ekonomi sehingga analisis kelangkaan bisa menjadi lebih
meyakinkan.

2.3.2 Faktor Penghambat Kelangkaan


Pada prinsipnya teknologi merupakan dasar dari setiap usaha untuk
menghindari adanya kelangkaan sumber daya alam. Proses eksplorasi,
perdagangan, transportasi atau substitusi antar sumber memerlukan teknologi.
Terdapat beberapa kasus dimana teknologi berperan dapat menunda kelangkaan
sumber daya alam yaitu meliputi :
1. Teknologi dan Penemuan Cadangan Baru, perkiraan besar cadangan satu
sumber daya alam pada satu masa tergantung pada kondisi teknologi dan
biaya saat itu, sehingga satu ramalan satu sumber daya alam tertentu akan
habis untuk beberapa tahun lagi sering tidak terbukti. Penemuan-penemuan
cadangan baru mampu mengatasi kekhawatiran tersebut dan dalam
penemuan itu peran teknologi tidak bisa diabaikan. Kemajuan teknologi
dalam bidang geologi, foto udara, survei tanah, survei hidrologi dan temuan
lain memungkinkan dapat dijangkau lokasi sumber data alam di hampir
seluruh penjuru bumi, laut dan angkasan. Inovasi teknologi memang
terbukti mengatasi sebagian masalah kelangkaan atau dapat menghambat
proses terjadinya kelangkaan.
2. Kemajuan Teknologi dan Perdagangan Internasional, akumulasi modal dan
kemajuan teknologi telah meningkatkan produktivitas sumber daya alam
seperti yang terjadi pada kemajuan teknologi pada bidang transportasi yang
telah memungkinkan dialirkannya pasokan sumber daya alam ke konsumen
yang memerlukan secara berkesinambungan. Di Jawa misalnya, terdapat
pabrik kayu lapis yang masukan bahan dasarnya datang dari luar Jawa.
Perbaikan transportasi laut juga telah mendorong perdagangan komoditi
sumber daya alam antar negara. Hal ini sangat terbukti misalnya pada lalu
lalangnya tanker-tanker pengangkut minyak mengarungi lautan tiap hari.
3. Daur Ulang, saat ini teknologi daur ulang telah berkembang dengan pesat
dalam mengolah sisa-sisa produksi dan kosumsi sehingga tidak terbuang
dengan percuma dan mengotori lingkungan. Berbagai jenis sampah seperti
kertas kardus serta plastik tampaknya sudah berhasil di daur ulang menjadi
barang baru dan dapat bersifat mengurangi pemakaian sumber daya alam
kayu yang tampaknya makin langka. Daur ulang memungkinkan
dihematnya penakaian sumber daya alam sehingga jika sumber daya alam
tertentu memang semakin langka seperti kayu maka penghematan melalui
daur ulang sangat diperlukan.
4. Substitusi Penggunaan Sumber Daya Alam, teknologi mampu membantu
proses substitusi dalam produksi dan konsumsi sehingga dapat
menghambat proses kelangkaan. Perbaikan dalam transportasi umum
mengurangi penggunaan mobil pribadi sehingga bisa menghemat energi.
Dibidang bangunan, bahan-bahan pengganti batu bara dan genting telah
bermunculan sehingga tanah-tanah dan pegunungan bisa diselamatkan.
Kayu lapis menggantikan kayu keras yang semakin langka dan mahal.

2.4. Energi dan Sumber Daya Tak Terbarukan di Indonesia


Pemerintahan Indonesia telah mengubah nama Departemen Pertambangan
dan Energi menjadi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineran (ESDM) pada
tahun 2000 yang merupakan satu badan yang menangani masalah pertambangan
di Indonesia. Energi tersebut menccakup dari alam seperti cahaya matahari,
angina, tenaga air, tenaga gelombang atau geotermal yang dapat diperbarui secara
alamiah, rupanya tugas Kementrian ESDM ini lebih tertuju kepada energi yang
berkaitan dengan mineral.
2.4.1 Sumber Daya Minyak Bumi di Indonesia

2.4.2 Sumber Daya Batu Bara di Indonesia

2.4.3 Sumber Daya Gas Alam di Indonesia


Cadangan dan Perdagangan Gas Alam Cair, total cadangan dunia adalah
Amerika Utara memiliki 6% dari keseluruhan total cadangan gas bumi dunia,
Amerika Tengah dan Selatan Sebesar 4.1%, Afrika memiliki porsi 7.6%, Timur
Tengah memiliki 42.5%, Eropa dan Eurasia mempunyai porsi 30.4%, Asia Pasifik
memiliki porsi 9.4% dan Indonesia memiliki 1.53% dari seluruh cadangan gas
bumi didunia. Perdagangan LNG sebagian besar dilakukan berdasarkan kontrak
jangka Panjang 20 tahun atau lebih. Meskipun demikian, saat ini telah terdapat
kontrak jangka menengah 3 sampai 10 tahun. Sebagian kecil LNG
diperdagangkan pada pasar spot. Namun dengan besarnya ekspansi kapasitas
produksi dan penggunaan yang lebih efektif dari kapasitas tersebut, sangat
dimungkinkan bahwa perdagangan spot LNG akan meningkat pesat.
Kegunaan Gas Alam Cair yaitu:
1. Sebagai bahan bakar, antara lain bahan bakan pembangkit listrik tenaga
gas/uap, bahan bakar industri ringan menengah dan berat, bahan bakar
kendaraan bermotor, sebagai gas kota untuk kebutuhan rumah tangga
hotel, restoran.
2. Sebagai bahan baku, bahan baku pabrik pupuk, petrokimia, matanol,
bahan baku plastic, CO-2nya soft drink, dry ice pengawet makanan, hujan
buatan, industri besi tuang, bahan pemadang api ringan.
3. Sebagai komoditas energi untuk eksport, yakni Liquefied Natural Gas
(LNG).
4. Sebagai penyejuk udara seperti yang digunakan di bandara Bangkok,
Thailand dan beberapa perguruan tinggi di Australia.
Sampai dengan tahun 2018, kilang LNG dioperasikan dari 2 (dua) kilang
LNG pola hulu dan 1 (satu) kilang LNG pola hilir. Kilang tersebut adalah kilang
PT Badak LNG dan kilang PT BP Tangguh untuk kilang LPG pola hulu, dan
kilang PT Donggi Senoro LNG untuk pola hilir. Adapun Kilang PT Arun LNG
telah berhenti beroperasi sejak bulan Oktober tahun 2014 karena telah berakhirnya
Sales Purchase Agreement antara PT Arun LNG dengan pembeli.Kapasitas kilang
LNG dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018 naik sebesar 2 MTPA dari
beroperasinya kilang PT Donggi Senoro LNG pada tahun 2015. Produksi LNG
cenderung menurun dari tahun 2016 sampai tahun 2018. Hal ini disebabkan
karena feed gas yang masuk ke dalam kilang LNG menurun akibat dari
menurunnya produksi beberapa lapangan hulu migas (declining). Diharapkan
dengan meningkatnya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi
saat ini dan di masa yang akan datang, dapat menemukan sumber pasokan minyak
dan gas bumi, sehingga dapat meningkatkan feed gas yang masuk ke dalam kilang
LNG. Dengan demikian produksi LNG dalam negeri dapat meningkat.

2.4.4 Sumber Daya Mineral Lain


Sumber daya mineral hasil penambangan memiliki beragam fungsi bagi
kehidupan manusia, seperti bahan dasar infrastruktur, kendaraan bermotor sumber
energi, alat rumah tangga, alat pertanian maupun sebagai perhiasan. Berbagai
jenis bahan hasil galian seperti tembaga, emas, perak, timah, olahan nikel, nikel
matte memiliki nilai ekonomi yang besar yang memicu eksploitasi sumber daya
alam tersebut.
Beberapa sumber daya mineral ini merupakan sumber pendapatan yang
cukup besar bagi Indonesia. Jumlah sumber daya ini sangat terbatas dan tersebar
di banyak daerah di Indonesia, oleh karena itu penggunaannya harus dikelola
dengan efisien, meskipun sampai sekarang belum semuanya dimanfaatkan. Hasil
produksi beberapa sumber daya mineral untuk di Indonesia disajikan pada tabel
dibawah ini:
Dimana dalam Produksi Tembaga capaian produksi tembaga sampai dengan akhir
tahun 2018 telah terealisasikan sebesar 233.099 ton atau 75% dari target sebesar
310.000 ton. Produksi tembaga belum tercapai karena adanya maintenance pabrik
pengolahan tembaga PT. Smelting Gresik. Dalam Produksi Emas capaian
produksi telah terealisasikan sebesar 128 ton dari target tahun 2018 yang sebesar
75 ton. Capaian Produksi Perak akhir tahun 2018 terealisasikan sebesar 285 ton
dari target 2018 sebesar 231 ton. Untuk Produksi Timah tercapai sebesar 81.427
ton dari target 2018 yang sebesar 50.000 ton. Dalam capaian Produksi Olahan
Nikel yang berasal dari Ferronikel dan Nikel Pig Iron, capaian produksi
terealisasikan sebesar 830.464 ton pada akhir tahun 2018. Untuk capaian produksi
Nikel Matte sampai dengan tahun 2018 sebesar 80.000 ton. Produksi ini tercapai
relatif sesuai target.
KESIMPULAN
BAGAN ALIR

JENIS SUMBER
DAYA TAK
TERBARUKAN
KONSEP KONSERVASI, DEPLESI,
PERSEDIAAN DAN RASIO
CADANGAN

KELANGKAAN SUMBER DAYA


ALAM

ENERGI DAN SUMBER DAYA TAK


TERBARUKAN DI INDONESIA

SUMBER DAYA
MINYAK BUMI MINERAL LAIN

BATUBARA GAS ALAM

DAFTAR PUSTAKA
Nehen, I Ketut. 2017. Ekonomi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. Bali:
Udayana University Press.

Fatah, Totoh Abdul. dkk. 2019. Laporan Kinerja Tahun 2018. Kementerian
Energi Dan Sumber Daya Mineral. Jakarta, 83-84 (diakses pada tanggal 20
September 2019)
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-laporan-kinerja-
kementerian-esdm-tahun-2018.pdf

Imron. Mochamad. dkk. 2019. Laporan Tahunan Capaian Pembangunan 2018.


Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Gas
Bumi. Jakarta. 63 (diakses pada tanggal 23 September 2019)
https://migas.esdm.go.id/uploads/uploads/files/laporan-tahunan/Laptah-
Migas-2018---FINAL.pdf

Pratama. Bayu Satria. dkk. 2018. Neraca Gas Bumi Indonesia. Kementerian
Energi Dan Sumber Daya Mineral. Jakarta. 49 (diakses pada tanggal 20
September 2019)
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-neraca-gas-
indonesia-2018-2027.pdf

Anda mungkin juga menyukai