PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Kedua bentuk kelangkaan di atas bisa mengakibatkan meningkatnya
harga-harga bahan-bahan mentah, barang-barang jadi dan jasa, serta bisa
menimbulkan gangguan ekongmi (economic disruption) dan pada gilirannya
yang harus mencari sumber daya substirusi untuk mengganti sumber daya
yang langka tersebut.
3
Morse mengatakan bahwa dengan menggunakan biaya produksi per unit
untuk perumusan hipotesis kelangkaan dan hipotesis kelangkaan lemah
untuk melihat apakah memang telah terjadi kelangkaan sumber daya alam
dan energi. Hipotesis kelangkaan kuat menyatakan telah terjadi kenaikan
biaya per unit ril hasil ekstraktif. Sedangkan hipotesis kelangkaan lemah
menyatakan telah terjadi kenaikan biaya per unit hasil ekstraktif dibanding
biaya per unit hasil bukan ekstraktif. Sektor ekstraktif yang dimaksudkan
adalah penjumlahan sektor-sektor pertanian, kehutanan, mineral dan
perikanan.
c. Sewa: Harga Riil dari Sumber Daya in Situ
Harga atau biaya, dari bahan mentah terdiri dari dua elemen: harga
dan sumber daya alam in situ (dalam tanah) dan biaya ekstrasi dan
pengelolaan. Jika terdapat penurunan biaya selaras dengan kemajuan
teknologi dalam industri pertambangan dan pengolahan, kemajuan ini
mungkin cukup untuk mendorong turunnya harga bahan mentah meskipun
harga sumber daya in situ meningkat sepanjang waktu. Jika hal itu terjadi,
konsumsi bahan mentah akan didorong oleh penurunan harga, walaupun
sumber daya mineral menjadi semakin langka.
Indikator ekonomis yang sempurna dari peningkatan kelangkaan
merupakan harga riil dari sumber daya in situ. Karena harga ini muncul dari
kelangkaan itu sendiri, maka sering disebut sewa, dan berhubungan erat dengan
konsep Richardian tentang sewa.
Ada beberapa alasan mengapa Sumber Daya Alam tidak semakin langka, yaitu:
1. Karena adanya barang substitusi untuk SDA yang terus menerus
dan semakin sedikit jumlahnya, juga dengan SDA yang masih berlimpah
adanya. Sebagai contoh alumunium menggantikan cooper, biji-bijian
menggantikan daging, plastik menggantikan kulit, dan serat sintesis
menggantikan serat alami.
2. Karena adanya penemuan baru dengan dipakainya metode
eksplorasi baru, seperti metode geofisik, geokemis dan satelit.
3. Karena ada peningkatan dalam impor mineral dan metal dari
negara lain. Dengan adanya perbaikan di bidang transportasi telah
memungkinkan daerah-daerah yang jauh dari lokasi SDA mampu bersaing
secara ekonomis.
4
4. Karena ada peningkatan pengetahuan teknik yang berguna bagi
eksplorasi.
5. Adanya kemungkinan daur ulang (recycling).
Brown dan Field dalam tulisannya yang berjudul “The Adequacy of
Measures for Signalling the Scarcity of Natural Resources” mengatakan bahwa
semua cara, yaitu biaya produksi persatuan, harga barang SDA dan nilai sewa
ekonomis memiliki kelemahannya sendiri-sendiri dan mereka menyimpulkan hal-
hal sebagai berikut:
1. Biaya rata-rata atau biaya per satuan yang dipakai oleh Barnett dan
Morse dalam mengukur kelangkaan SDA merupakan indikator yang
meragukan.
2. Bahwa harga barang sumber daya relatif lebih baik daripada biaya
persatuan sebagai pengukur kelangkaan SDA.
3. Nilai sewa dari SDA (economic rent) atau nila SDA di tempatnya,
merupakan alat pengukur yang ketiga terhadap kelangkaan SDA. Nilai
sewa ini lenih tepat menggambarkan kelangkaan SDA daripada dua cara
yang disebut sebelumnya. Nilai sewa SDA pada umumnya meningkat
dalam beberapa puluh tahun terakhir, tetapi biaya produksi dan harga
barang justru menurun.
Brown dan Field, dalam kaitanya dengan ini mengajukan sebuah alat
lagi, yaitu dengan melihat elastisitas substitusi antara faktor-faktor produksi,
khususnya kapital dan tenaga kerja apabila terdapat kelangkaan SDA. Hal ini
mungkin terjadi apabila terdapat kemudahan bagi faktor produksi lain dalam
menggantikan SDA yang relatif semakin langka. Dalam hal ini SDA dapat
dikatakan tidak langka selama mudah dalam mencarikan penggantinya dari SDA
lain yang jumlahnya lebih banyak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan secara fisik
maupun secara ekonomis sama-sama memiliki kelemahan. Pendekatan secara
fisik tidak memiliki kepastian mengenai besarnya persediaan, sedangkan
pendekatan secara ekonomis memiliki kelemahan, yaitu bila mekanisme pasar
tidak dapat bekerja secara sempurna. Oleh karena itu, masih sulit untuk
memastikan kondisi dari SDA itu apakah masih melimpah atau sudah langka
adanya, walaupun dapat diketahui secara pasti bahwa pengambilannya dilakukan
5
secara terus-menerus bahkan laju pengeksploitasian SDA tersebut semakin
meningkat.
6
barang lain yang mempunyai hubungan dengan barang yang
bersangkutan. Hubungan tersebut dapat bersifat pengganti (substitusi),
dapat pula bersifat pelengkap (komplementer). Para ahli ekonomi
mencoba mengukur respon/reaksi permintaan terhadap harga yang
berhubungan dengan barang tersebut, disebut dengan elastisitas silang
(Cross Price Elasticity of demand). Terdapat tiga macam respons
perubahan permintaan suatu barang (misal barang A) karena perubahan
harga barang lain (barang B), yaitu: positif, negatif, dan nol.
a. Elastisitas silang positif. Contoh kasus : Peningkatan harga
barang A menyebabkan peningkatan jumlah permintaan barang
B. Sebagai contoh, peningkatan harga beras putih
meningkatkan permintaan terhadap beras jagung. Beras putih
dan beras jagung merupakan dua barang yang dapat saling
menggantikan (barang substitutif).
b. Elastisitas silang negatif. Contoh kasus: Peningkatan harga
motor akan menyebabkan peningkatan harga sepeda kaki.
Dengan demikian, akan membawa dampak postif bagi
lingkungan , selain mengurangi dampak adanya polusi
masyarakat juga dapat mendukung program pemerintah yaitu
dicanangkannnya program go green.
c. Elastisitas silang nol. Contoh kasus: Peningkatan harga
barang A tidak akan mengakibatkan perubahan permintaan
barang B. Dalam kasus semacam ini, kedua macam barang
tidak saling berkaitan. Sebagai contoh, kenaikan harga kopi
tidak akan berpengaruh terhadap permintaan kendaraan
bermotor.
7
Setelah berbicara mengenai indikator kelangkaan, juga terdapat faktor-
faktor yang dapat menghambat kelangkaan. Adapun faktor-faktor penghambat
kelangkaan tersebut, yaitu:
8
wool dan kapas, dan kemajuan di bidang elektronika yang mendorong
kemajuan di bidang lainnya.
Kemajuan transportasi dan perdagangan telah menjadi bagian dari
penghambat kelangkaan sumber daya alam. Hal ini disebabkan karena dengan
menggunakan transportasi maka dapat proses distribusi produk sumber daya alam
dan energi tidak akan terhambat dan dapat didistribusikan secara
berkesinambungan. Selain itu daur ulang juga telah menjadi bagian dari
penghambat kelangkaan sumber daya alam dan energi. Hal ini dikarenakan proses
daur ulang dapat menghasilkan suatu produk yang dapat menjadi bahan alternatif
jika suatu saat sumber daya alam dan energi mengalami kelangkaan. Misalnya, di
Jepang yang saat ini menggunakan mobil sampah khusus, dengan sistem bahan
bakar khusus, yang didesain untuk menerima bahan bakar yang berasal dari
sampah-sampah buangan masyarakat baik itu kertas, plastik, dan bahan organik
lainnya, untuk kemudian di daur ulang menjadi bahan bakar.
9
sangat ekstrim kegagalan pasar akan menyebabkan pasar tidak berfungsi lagi
sehingga barang dan jasa tertentu tidak dihasilkan oleh pasar tersebut.
Melalui mekanisme pasar, alokasi sumber daya alam tertentu akan
berlangsung mulus dan memberikan kepuasan optimal kepada semua pihak.
Dalam kenyataannya pasar itu tidak selalu dapat diandalkan. Adanya kerusakan
dan pencemaran lingkungan serta musnahnya sumber daya alam tertentu dari
tempat aslinya, menjadi bukti dari adanya kegagalan pasar.
Pada umumnya, dengan suatu anggapan yang terbatas, tingkat
penggunaan sumber daya alam dalam pasar monopoli lebih sedikit daripada dalam
pasar persaingan sempurna. Untuk mengetahui dampak pasar monopoli terhadap
distribusi tingkat penggunaan sumber daya alam, perlu diketahui terlebih dahulu
apakah tingkat penggunaan sekarang bersifat komplementer, bersaing atau netral
dalam hubungannya dengan tingkat penggunaan di masa datang lewat
penerimaan. Apabila hubungan penggunaan itu bersifat bersaing maka pasar
monopoli itu akan cenderung bersifat konservasi dibanding dengan apabila pasar
itu bersifat persaingan sempurna, sedangkan bila sifatnya komplementer, pasar
monopoli akan cenderung ke deplisi dibanding pasar dengan pasar persaingan
sempurna.
Suatu sumber daya alam yang sedang terancam kepunahan dan tingkat
kerusakan yang ada tidak mudah dipulihkan sehingga kehadiran sumberdaya itu
bermakna tinggi sekali bagi masyarakat pecintanya. Oleh sebab itu, perlu
mengingatkan semua pihak akan betapa besar makna keberadaan sumber daya itu.
Persoalan yang sering kali dihadapi yaitu sulit untuk menyakinkan pengusaha
supaya melakukan konservasi yang menguntungkan dalam jangka panjang,
ketimbang cara non-konservasi yang hanya menguntungkan dalam jangka pendek.
10
Untuk merangsang para pengguna sumber daya alam agar memakai teknik
konservasi maka mereka perlu diyakinkan tentang seberapa besar hasil
perhitungan nilai keunggulan konservasi itu jika dibandingkan dengan cara yang
non konservasi.
4. Sumber daya alam tidak ber-Hak pemilikan kukuh (HPK) atas suatu benda,
memilki 4 unsur, yaitu:
Seperti halnya panen sumber daya alam minyak bumi dan batubara,
ternyata juga sumberdaya alam hayati kehutanan terkait dengan kebijakan tingkat
bunga bank. Jika bunga bank tinggi maka mekanisme pasar gagal mengendalikan
eksploitasi berlebihan, bahkan justru mendorong panen besar demi memanfaatkan
bunga bank melalui deposito uang hasil panen. Sebaliknya tingkat bunga yang
rendah, tidak selalu gampang terjadi di negara-negara sedang berkembang yang
dengan kebijakan bunga tinggi bermaksud menyedot dana tabungan masyarakat
guna melanjutkan proses pembangunan sembari mengendalikan inflasi.
11
membeli, ada insentif bagi penjual "terbang-demi malam" untuk melebih-
lebihkan kualitas. Dalam hal ini, permintaan dilebih-lebihkan karena
pembeli menganggap kualitas lebih tinggi dari sebelumnya, dan kuantitas
ekuilibrium yang diperdagangkan tidak efisien. Jika pengusaha
mengecilkan bahaya di tempat kerja, maka pasokan tenaga kerja ke
majikan ini akan dilebih-lebihkan, menyebabkan upah di bawah apa yang
akan diminta pekerja jika keselamatan di tempat kerja sejati diketahui. Jika
pelaku pasar tidak menyelesaikan masalah informasi yang tidak sempurna
melalui hal-hal seperti jaminan dan reputasi produk, maka organisasi
pemerintah atau nonpemerintah dapat melakukan intervensi dengan
memberikan informasi. Ex-amples mencakup label konten yang
dibutuhkan pada makanan olahan, atau layanan pengujian produk yang
diberikan oleh Consumer Union.
2. Persaingan Tidak Sempurna
Persaingan tidak sempurna adalah penyebab kegagalan pasar. Dibawah
pasar ini perusahaan menghadapi penurunan kemiringan kurva
permintaan untuk produknya. Menyimpangnya pendapatan rata- rata
dan harga tidak lagi sama dengan biaya marjinal. Konsumen tidak
memiliki kedaulatan dalam hal alokasi sumber daya di bawah
monnopoli. Pengoperasian perusahaan monopoli dikatakan tidak
efisien, karena dapat menyebabkan alokasi dari sumber daya yang
kurang optimal. Contoh dari pasar persaingan tidak sempurna adalah
sebagai berikut:
Contoh dari pasar persaingan tidak sempurna adalah sebagai berikut:
a. Monopoli
Monopoli adalah struktur pasar dimana hanya terdapat satu penjual,
tidak ada substitusi produk yang mirip (close substitute), dan
terdapat hambatan masuk (barriers to entry) ke pasar. Pada pasar
monopoli, produsen mempunyai prinsip keuntungan yang
maksimum yaitu pada tingkat produksi dimana MC=MR.
b. Oligopoli
Pasar oligopoli yaitu sebuauh keadaan dimana dalam pasar jumlah
perusahaan yang menguasai pasar lebih dari dua tetapi tidak banyak,
sehingga tindakan dari perusahaan yang satu akan memengaruhi
12
kebijakan dari pengusaha lainnya. Ketika pasar terdiri dari dua
perusahaan maka pasar tersebut disebut dengan istilah duopoli.
c. Monopoli Alamiah
Ketika pemerintah berusaha untuk menghapus monopoli pada
produksi suatu barang tetapi hal tersebut akan menyebabkan diantara
produsen terjadi persaingan yang menyebabkan hanya ada satu
produsen saja yang bertahan. Penyebab dari hal tersebut karena pasar
akan barang tersebut terlalu kecil atau investasi yang dibutuhkan
sangat besar sehingga ekonomi yang efisien akan terjadi ketika
tingkat produksi besar.
3. Eksternalitas
Konsumsi terhadap barang publik sering menimbulkan apa yang
disebut sebagai eksternalitas atau dampak eksternal. Secara umum
eksternalitas didefinisikan sebagai dampak (positif atau negatif), atau
dalam bahasa formal ekonomi sebagai netcost atau benefit), dari tindakan
satu pihak terhadap pihak lain. Lebih spesifik lagi eksternalitas terjadi
jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi
utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak
pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak
yang terkena dampak, eksternalitas merupakan fenomena yang kita
hadapu sehari-hari, yang tidak hanya terbatas pada pengelolaan sumber
daya alam. Pidato yang terlalu lama, jalan macet, musik yang terlalu
keras, asap rokok yang kita hirup dari orang lain yang merokok, adalah
beberapa contoh dari eksternalitas yang kita alami sehari-hari. Dalam
kaitannya dengan sumber daya alam, eksternalitas sangat penting untuk
diketahui karena eksternalitas akan menyebabkan alokasi sumber daya
yang tidak efisien.
Friedman (1990), menyatakan bahwa eksternalitas dan barang
publik adalah dua cara pandang yang berbeda dalam melihat masalah
yang sama. Eksternalitas yang positif melahirkan barang publik,
sementara eksternalitas negatif menghasilkan barang publik ”negatif”.
Artinya, jika eksternalitas negatif tidak diproduksi, makan akan
menghasilkan barang publik. Sebagai contoh, jika anda semua berhenti
merokok (merokok akan menghasilkan eksternalitas negatif), akan
13
menghasilkan udara yang bersih yang merupakan barang publik. Jika
pemerintah membuat jalan yang bagus, menjaga lingkungan atau
membuat negara ini aman, yang semuanya termasuk kategori
eksternalitas positif, akan dihasilkan barang publik dimana kita semua
bisa menikmatinya.
Karena eksternalitas menyangkut kedua belah pihak, yakni
produsen dan konsumen, maka eksternalitas bisa terjadi dari konsumsi ke
konsumsi, dari konsumsi ke produksi, dan juga sebaliknya. Kula (1992)
menyebut tipe eksternalitas ini sebagai eksternalitas teknologi
(technological externalities) karena adanya perubahan konsumsi atau
produksi oleh satu pihak terhadap pihak lain yang lebih bersifat teknis.
Tipe eksternalitas lainnya adalah apa yang disebut sebagai eksternalitas
pecuniary (pecuniary eternalities). Eksternalitas ini terjadi karena adanya
perubahan harga dari beberapa input maupun output. Dengan kata lain,
eksternalitas ini terjadi manakala aktivitas ekonomi seseorang
memengaruhi kondisi finansial pihak lain. Sebagai contoh, meningkatnya
penjualan furnitur akan menyebabkan meningkatnya harga kayu yang
kemudian akan mempengaruhi kemampuan daya beli maupun
kesejahteraan (welfare) dari konsumen bahan bangunan ataupun
konsumen lain yang memanfaatkan kayu. Eksternalitas ini biasanya tidak
menyebabkan perubahan teknologi produksi dan tidak harus
menimbulkan alokasi sumber daya yang salah.
Hartwick dan olewiler (1998) menggunakan terminologi lain
untuk menggambarkan eksternalitas. Keduanya membedakan antara
eksternalitas privat dan eksternalitas publik. Eksternalitas privat
melibatkan hanya beberapa individu, bahkan bisa bersifat bilateral dan
tidak menimbulkan spill over (limpahan) kepada pihak lain. Sementara
itu, eksternalitas publik terjadi manakala barang publik dikonsumsi tanpa
pembayaran yang tepat.
Karena sifat barang publik sebagaimana yang telah disebut di
atas, pemanfaatan oleh satu pihak meskipun tidak mengurangi kuantitas
bebas melakukan transaksi. Hak kepemilikan ini akan terkukuhkan
14
dengan baik jika beberapa karakteristik hak pemilikan dibawah ini
dipengaruhi. Karakteristik tersebut antara lain (Hanley et al.,1997):
a. hak milik tersebut dikukuhkan pemiliknya baik secara
individu maupun kolektif.
b. ekslusif, artinya seluruh keuntungan dan biaya dari
penggunaan sember daya sepenuhnya menjadi hak (tanggung
jawab) pemilik sumber daya.
c. transferable (dapat dipindah-tangankan) karena hak
pemilikan yang transferable akan menimbulkan insetif untuk
mengkonservasi (melestarikan) sumber daya tersebut.
d. terjamin (secure), dengan adanya jaminan memiliki, maka
akan timbul insentif untuk memperbaiki atau memperkaya sumber
daya tersebut selama masih dalam pemilikannya.
1. Barang publik
Barang publik murni telah menjadi subjek dari sebagian besar analisis
ekonomi barang publik. Dalam beberapa hal, barang publik murni
adalah abstraksi yang diadopsi untuk memberikan kasus benchmark
terhadap yang lain, lebih realistis, kasus dapat dinilai. Sebuah barang
publik murni memiliki dua sifat berikut:
a. Non- exchludability (tanpa perkecualian) jika kepentingan
publik diberikan, konsumen tidak dapat dikecualikan dari
konsumsi.
15
b. Non- rivalry (tanpa persaingan) konsumsi barang publik
oleh salah satu konsumen tidak mengurangi jumlah yang tersedia
untuk dikonsumsi oleh konsumen lainnya.
Ketika sifat yang menjadi ciri barang publik memiliki implikasi
penting. Pertimbangan sebuah perusahaan yang memasok barang publik
murni. Karena perusahaan pasokan salah satu konsumen itu telah efektif
memasok barang publik bagi semua. Perusahaan dapat mengisi pembeli
awal tetapi tidak dapat membebankan konsumen berikutnya. Ini
mencegah dari mendapatkan pembayaran untuk total konsumsi publik.
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kelangkaan merupakan kondisi dimana jumlah barang yang tersedia
terbatas dibandingkan dengan jumlah yang diminta. Faktor yang menyebabkan
kelangkaan sumber daya alam ada dua, yakni secara fisik dan secara ekonomi.
Ada 4 macam indeks yang dapat digunakan untuk mengukur kelangkaan suatu
sumber daya alam dan energi, yakni harga komoditi sumber daya alam dan energi,
sewa lahan, biaya produksi, dan tingkat substitui masukkan lain terhadap
masukkan SDA.
Indikator dari kelangkaan sumber daya alam dan energi, yaitu pertama
dapat dilihat dari indikator fisik. Indikator fisik ini mengacu pada intensitas
pemakaian suber daya alan dan energi, serta jumlah cadangan total dari sumber
daya alam tersebut. Indikator selanjutnya adalah indikator ekonomi, dimana pada
indikator ekonomi ini dapat diamati pada harga yang merupakan indikator yang
paling banyak dipakai.
17
DAFTAR REFERENSI
Reksohadiprodjo, Sukanto & Pradono. 1996. Ekonomi Sumber Daya Alam dan
Energi Edisi 2. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Sugiyanto, Catur & Fikri, Aula Ahmad Hafidh. 2016. Ekonomi Sumber Daya
Alam. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN
18