Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan barang dan jasa
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan manusia akan terus
meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk. Setiap negara memiliki
berbagai macam sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang tersedia
ada yang bersifat dapat diperbaharui dan ada yang tidak dapat diperbaharui.
Dalam mengolah sumber daya alam harus dilakukan dengan tepat dan oleh orang
yang berkompeten. Pengelolaan sumber daya alam juga harus dapat berkelanjutan
dengan upaya pelestarian alam seperti dilakukannya konservasi, reboisasi, dan
sebagainya.
Pemanfaatan sumber daya alam hendaknya dilakukan secara bijaksana
agar tidak terjadi kelangkaan. Kelangkaan sumber daya alam ini karena tidak
adanya upaya manusia untuk mengelola sumber daya alam secara optimal. Akibat
dari adanya kelangkaan sumber daya akan menghambat manusia untuk dapat
memenuhi kebutuhannya. Oleh karena kebutuhan manusia tidak terbatas, dalam
pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara efisien, efektif, terpadu
dan rasional agar kebutuhan manusia dapat terpenuhi dengan baik. Dari
pernyataan diatas akan dipaparkan lebih lanjut mengenai indikator kelangkaan
sumber daya alam dan kegagalan pasar dalam pengelolaan sumber daya alam.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam makalah ini
sebagai berikut:
1.2.1 Apa indikator kelangkaan sumber daya alam?
1.2.2 Bagaimana elastisitas substitusi terjadi dalam penggunaan sumber daya
alam?
1.2.3 Bagaimana kegagalan pasar dalam pengelolaan sumber daya alam?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Indikator Ekonomi untuk Kelangkaan


2.1.1 Kelangkaan Secara Umum
Secara sederhana, Sugiyanto dan Fikri (2016:3) menjelaskan kelangkaan
(semua benda) adalah jumlah yang tersedia relatif terbatas dibandingkan dengan
jumlah yang diminta. Adapun faktor yang menyebabkan kelangkaan sumber daya
alam, sebagai berikut:
a. Secara fisik diantaranya: sumber daya alam yang terbatas,
kemampuan manusia dalam mengelola sumber daya alam kurang
mumpuni, dan kebutuhan akan sumber daya alam semakin meningkat.
b. Secara ekonomi diantaranya: harga yang merupakan indikator yang
paling banyak dipakai, dan biaya produksi termasuk di dalamnya biaya
lingkungan.

Kelangkaan sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

a. Kelangkaan Absolut (Absolut Scarcity)


Kelangkaan absolut didefinisikan sebagai fenomena kelangkaan
sumber daya alam secara fisik Sistem ekonomi sering tergantung pada satu
sumber daya esensial yang memiliki batas tertentu dalam ketersediaannya
secara fisik. Jika sumber daya alam ini habis maka akan menentukan batas-
batas fisik pada proses ekonomi baik prduksi maupun konsumsi. Periode
kelangkaan absolut ini mulai terjadi ketika permintaan (demand) akan suatu
sumber daya alam akan melebihi penawarannya (supply), yang pada
gilirannya kalau hal ini terus terjadi akan mengakibatkan pengurasan sumber
daya alam dan habisnya sumber daya alam.

b. Kelangkaan Relatif (relative scarcity)


Kelangkaan relatif terjadi ketika suatu sumber daya masih cukup
tersedia untuk memenuhi kebutuhan tetapi distribusinya tidak merata bagi
yang membutuhkan sumberdaya alam tersebut.

2
Kedua bentuk kelangkaan di atas bisa mengakibatkan meningkatnya
harga-harga bahan-bahan mentah, barang-barang jadi dan jasa, serta bisa
menimbulkan gangguan ekongmi (economic disruption) dan pada gilirannya
yang harus mencari sumber daya substirusi untuk mengganti sumber daya
yang langka tersebut.

2.1.2 Indikator Kelangkaan Sumber Daya Alam


Dalam bukunya Pongtuluran (2015: 95-102), para ahli ekonomi klasik
seperti Malthus, Ricardo dan Mill meramalkan kelangkaan sumber daya alam dan
energi akan menurunkan hasil nilai sosial yang berakibat pada tersendatnya
pertumbuhan ekonomi. Kelangkaan yang semakin mengancam yang dibuktikan
dengan indikator kelangkaan memaksa orang untuk menghindari atau paling tidak
memperlambat terjadinya kelangkaan. Menurut para ahli bahwa paling tidak ada 4
macam indeks yang dapat digunakan untuk mengukur kelangkaan suatu sumber
daya alam dan energi, yaitu:
a. Harga
Harga mengandung beberapa informasi tentang kelangkaan, meskipun
informasi itu tidak selalu dapat menolong tanpa analisa lebih lanjut.
Pergerakan harga seiring dengan berlalunya waktu, lebih berguna, tetapi
dapat dirubah oleh inflasi umum. Pola waktu dari harga relatif akan lebih
memberutahu kita tentang apakah suatu benda akan menjadi relatif lebih
langka daripada benda lain. W.D Nordhaus menganggap harga dari
mineral yang telah diproses dan diekstrasi berhubungan dengan upah per
jam dalam pabrik/ perusahaan. Bahan mentah mineral kemudian menjadi
kurang langka atau paling tidak kurang langka daripada tenaga kerja pada
pabrik
Harga merupakan indikator yang belum bisa menggambarkan
pengorbanan. Berikut alasan harga menjadi indikator kelangkaan sumber
daya alam:
 Proses pemanfaatan sumber daya alam diukur keangkaannya
melalui gerakan harga.
 Indeks harga sebagai ukuran kelangkaan.
b. Biaya produksi
Biaya produksi merupakan salah satu bagian dari keseluruhan biaya
dalam pemanfaatan sumber daya alam. Harold J. Barnett dan Chandler

3
Morse mengatakan bahwa dengan menggunakan biaya produksi per unit
untuk perumusan hipotesis kelangkaan dan hipotesis kelangkaan lemah
untuk melihat apakah memang telah terjadi kelangkaan sumber daya alam
dan energi. Hipotesis kelangkaan kuat menyatakan telah terjadi kenaikan
biaya per unit ril hasil ekstraktif. Sedangkan hipotesis kelangkaan lemah
menyatakan telah terjadi kenaikan biaya per unit hasil ekstraktif dibanding
biaya per unit hasil bukan ekstraktif. Sektor ekstraktif yang dimaksudkan
adalah penjumlahan sektor-sektor pertanian, kehutanan, mineral dan
perikanan.
c. Sewa: Harga Riil dari Sumber Daya in Situ
Harga atau biaya, dari bahan mentah terdiri dari dua elemen: harga
dan sumber daya alam in situ (dalam tanah) dan biaya ekstrasi dan
pengelolaan. Jika terdapat penurunan biaya selaras dengan kemajuan
teknologi dalam industri pertambangan dan pengolahan, kemajuan ini
mungkin cukup untuk mendorong turunnya harga bahan mentah meskipun
harga sumber daya in situ meningkat sepanjang waktu. Jika hal itu terjadi,
konsumsi bahan mentah akan didorong oleh penurunan harga, walaupun
sumber daya mineral menjadi semakin langka.
Indikator ekonomis yang sempurna dari peningkatan kelangkaan
merupakan harga riil dari sumber daya in situ. Karena harga ini muncul dari
kelangkaan itu sendiri, maka sering disebut sewa, dan berhubungan erat dengan
konsep Richardian tentang sewa.

Ada beberapa alasan mengapa Sumber Daya Alam tidak semakin langka, yaitu:
1. Karena adanya barang substitusi untuk SDA yang terus menerus
dan semakin sedikit jumlahnya, juga dengan SDA yang masih berlimpah
adanya. Sebagai contoh alumunium menggantikan cooper, biji-bijian
menggantikan daging, plastik menggantikan kulit, dan serat sintesis
menggantikan serat alami.
2. Karena adanya penemuan baru dengan dipakainya metode
eksplorasi baru, seperti metode geofisik, geokemis dan satelit.
3. Karena ada peningkatan dalam impor mineral dan metal dari
negara lain. Dengan adanya perbaikan di bidang transportasi telah
memungkinkan daerah-daerah yang jauh dari lokasi SDA mampu bersaing
secara ekonomis.

4
4. Karena ada peningkatan pengetahuan teknik yang berguna bagi
eksplorasi.
5. Adanya kemungkinan daur ulang (recycling).
Brown dan Field dalam tulisannya yang berjudul “The Adequacy of
Measures for Signalling the Scarcity of Natural Resources” mengatakan bahwa
semua cara, yaitu biaya produksi persatuan, harga barang SDA dan nilai sewa
ekonomis memiliki kelemahannya sendiri-sendiri dan mereka menyimpulkan hal-
hal sebagai berikut:

1. Biaya rata-rata atau biaya per satuan yang dipakai oleh Barnett dan
Morse dalam mengukur kelangkaan SDA merupakan indikator yang
meragukan.
2. Bahwa harga barang sumber daya relatif lebih baik daripada biaya
persatuan sebagai pengukur kelangkaan SDA.
3. Nilai sewa dari SDA (economic rent) atau nila SDA di tempatnya,
merupakan alat pengukur yang ketiga terhadap kelangkaan SDA. Nilai
sewa ini lenih tepat menggambarkan kelangkaan SDA daripada dua cara
yang disebut sebelumnya. Nilai sewa SDA pada umumnya meningkat
dalam beberapa puluh tahun terakhir, tetapi biaya produksi dan harga
barang justru menurun.
Brown dan Field, dalam kaitanya dengan ini mengajukan sebuah alat
lagi, yaitu dengan melihat elastisitas substitusi antara faktor-faktor produksi,
khususnya kapital dan tenaga kerja apabila terdapat kelangkaan SDA. Hal ini
mungkin terjadi apabila terdapat kemudahan bagi faktor produksi lain dalam
menggantikan SDA yang relatif semakin langka. Dalam hal ini SDA dapat
dikatakan tidak langka selama mudah dalam mencarikan penggantinya dari SDA
lain yang jumlahnya lebih banyak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan secara fisik
maupun secara ekonomis sama-sama memiliki kelemahan. Pendekatan secara
fisik tidak memiliki kepastian mengenai besarnya persediaan, sedangkan
pendekatan secara ekonomis memiliki kelemahan, yaitu bila mekanisme pasar
tidak dapat bekerja secara sempurna. Oleh karena itu, masih sulit untuk
memastikan kondisi dari SDA itu apakah masih melimpah atau sudah langka
adanya, walaupun dapat diketahui secara pasti bahwa pengambilannya dilakukan

5
secara terus-menerus bahkan laju pengeksploitasian SDA tersebut semakin
meningkat.

2.1.3 Elastisitas Substitusi


Elastisitas (pemuluran) adalah pengaruh perubahan harga terhadap
jumlah barang yang diminta atau yang ditawarkan. Dengan kata lain elastisitas
adalah tingkat kepekaan (perubahan) suatu gejala ekonomi terhadap perubahan
gejala ekonomi lain. Penggunaan paling umum dari konsep elastisitas ini adalah
untuk meramalkan apa yang akan terjadi bila harga barang atau jasa dinaikkan.
Pengetahuan mengenai seberapa besar dampak perubahan harga terhadap
permintaan sangatlah penting. Bagi produsen, pengetahuan ini digunakan sebagai
pedoman dalam penentuan harga produknya. Hal ini sangat berkaitan dengan
seberapa besar penerimaan penjualan yang akan ia peroleh.
Sebagai contoh dari penggunaan konsep elastisitas adalah dalam kasus
penentuan harga jual suatu produk. Anggaplah biaya produksi sebuah barang
meningkat sehingga seorang produsen terpaksa menaikkan harga jual produknya.
Menurut hukum permintaan, tindakan menaikkan harga ini jelas akan menurunkan
permintaan. Jika permintaan hanya menurun dalam jumlah yang kecil, kenaikan
harga akan menutupi biaya produksi sehingga produsen masih mendapatkan
keuntungan. Namun, jika peningkatan harga ini ternyata menurunkan permintaan
demikian besar, maka bukan keuntungan yang ia peroleh. Hasil penjualannya
mungkin saja tidak dapat menutupi biaya produksinya, sehingga ia menderita
kerugian. Jelas di sini bahwa produsen harus mempertimbangkan tingkat
elastisitas barang produksinya sebelum membuat suatu keputusan. Ia harus
memperkirakan seberapa besar kepekaan konsumen atau seberapa besar
konsumen akan bereaksi jika ia mengubah harga jual produknya. Elatisitas terbagi
menjadi tiga macam, yaitu:
1. Elastisitas harga (price elasticity) yaitu presentase perubahan
jumlah barang yang diminta atau yang ditawarkan, yang disebabkan
oleh presentase perubahan harga tersebut.
2. Elastisitas silang (cross elasticity) yaitu presentase perubahan
jumlah barang X yang diminta, yang disebabkan oleh presentase
perubahan harga barang lain (Y). Elastisitas silang menunjukkan
hubungan antara jumlah barang yang diminta terhadap perubahan harga

6
barang lain yang mempunyai hubungan dengan barang yang
bersangkutan. Hubungan tersebut dapat bersifat pengganti (substitusi),
dapat pula bersifat pelengkap (komplementer). Para ahli ekonomi
mencoba mengukur respon/reaksi permintaan terhadap harga yang
berhubungan dengan barang tersebut, disebut dengan elastisitas silang
(Cross Price Elasticity of demand). Terdapat tiga macam respons
perubahan permintaan suatu barang (misal barang A) karena perubahan
harga barang lain (barang B), yaitu: positif, negatif, dan nol.
a. Elastisitas silang positif. Contoh kasus : Peningkatan harga
barang A menyebabkan peningkatan jumlah permintaan barang
B. Sebagai contoh, peningkatan harga beras putih
meningkatkan permintaan terhadap beras jagung. Beras putih
dan beras jagung merupakan dua barang yang dapat saling
menggantikan (barang substitutif).
b. Elastisitas silang negatif. Contoh kasus: Peningkatan harga
motor akan menyebabkan peningkatan harga sepeda kaki.
Dengan demikian, akan membawa dampak postif bagi
lingkungan , selain mengurangi dampak adanya polusi
masyarakat juga dapat mendukung program pemerintah yaitu
dicanangkannnya program go green.
c. Elastisitas silang nol. Contoh kasus: Peningkatan harga
barang A tidak akan mengakibatkan perubahan permintaan
barang B. Dalam kasus semacam ini, kedua macam barang
tidak saling berkaitan. Sebagai contoh, kenaikan harga kopi
tidak akan berpengaruh terhadap permintaan kendaraan
bermotor.

3. Elastisitas pendapatan (income elasticity) adalah presentase


perubahan permintaan akan suatu barang yang diakibatkan oleh
presentase perubahan pendapatan (income) riil konsumen.

7
Setelah berbicara mengenai indikator kelangkaan, juga terdapat faktor-
faktor yang dapat menghambat kelangkaan. Adapun faktor-faktor penghambat
kelangkaan tersebut, yaitu:

1. Teknologi dikatakan sebagai penghambat kelangkaan karena


teknologi akan lebih mendorong manusi untuk mencar pengganti atau
alternative yang akan digunakan untuk menggantikan sumber daya alam
dan energi jika suatu saat sumber daya alam dan energi tersebut
mengalami kelangkaan. Selain itu teknologi juga dapat digunakan dalam
bentuk perdagangan dan transportasi, serta daur ulang. Misalnya pada
SPBU kota x, stok bahan bakar SPBU kota x masih normal, semuanya
dikarenakan pasokan bahan bakar yang berjalan lancar dan tepat waktu
akibat adanya teknologi transportasi berupa mobil (angkutan darat) untuk
selalu memasok bahan bakar sehingga dapat menghambat kelangkaan
bahan bakar pada SPBU kota x tersebut.
2. Faktor penghambat kelangkaan yang kedua adalah penemuan
lokasi cadangan sumber daya alam baru. Tentunya penemuan lokasi
cadangan sumber daya alam dan energi dapat menghambat kelangkaan
dari sumber daya alam dan energi, karena jika suatu saat sumber daya
alam dan energi di tempat awal eksplorasi telah habis atau mulai
mengalami kelangkaan, maka sudah terdapat lokasi cadangan baru untuk
tetap menjaga besarnya produksi dari sumber daya alam dan energi
tersebut. Sehingga secara otomatis menghambat kelangkaan dari sumber
daya alam dan energi tersebut.
3. Faktor penghambat kelangkaan yang ketiga adalah penggunaan
tenaga uap untuk eksploitasi sumur minyak, dan long wall untuk batu
bara. Selain melakukan pengeboran pada sumur minyak, eksploitasi juga
dapat dilakukan dengan tenaga uap, untuk menjaga jika suatu saat sumur
minyak sudah kering, dan tidak dapat dilakukan pengeboran lagi.
Disinilah fungsi dari tenaga uap, yaitu dengan memanaskan sehingga
menghasilkan tenaga uap agar dapat menjaga pasokan minyak tetap
lancar tanpa harus mengalami kelangkaan.
4. Faktor penghambat keempat, yaitu substitusi pupuk alam dan
pupuk kimia, plastik menggunakan kayu, benang sintesis menggantikan

8
wool dan kapas, dan kemajuan di bidang elektronika yang mendorong
kemajuan di bidang lainnya.
Kemajuan transportasi dan perdagangan telah menjadi bagian dari
penghambat kelangkaan sumber daya alam. Hal ini disebabkan karena dengan
menggunakan transportasi maka dapat proses distribusi produk sumber daya alam
dan energi tidak akan terhambat dan dapat didistribusikan secara
berkesinambungan. Selain itu daur ulang juga telah menjadi bagian dari
penghambat kelangkaan sumber daya alam dan energi. Hal ini dikarenakan proses
daur ulang dapat menghasilkan suatu produk yang dapat menjadi bahan alternatif
jika suatu saat sumber daya alam dan energi mengalami kelangkaan. Misalnya, di
Jepang yang saat ini menggunakan mobil sampah khusus, dengan sistem bahan
bakar khusus, yang didesain untuk menerima bahan bakar yang berasal dari
sampah-sampah buangan masyarakat baik itu kertas, plastik, dan bahan organik
lainnya, untuk kemudian di daur ulang menjadi bahan bakar.

2.1.4 Kegagalan Pasar dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam


Kegagalan pasar artinya ketidakmampuan mekanisme pasar dengan
kekuatan suplai demainnya untuk mengendalikan keberadaan dan kemanfaatan
suatu sumber daya alam, sehingga sumber daya alam itu tersia-sia bahkan
terancam hancur. Ini mengimplikasikan 3 hal:
1. Pasar tidak sepenuhnya mampu memberi nilai kemanfaatan yang
pantas kepada setiap sumberdaya alam, sehingga timbul kesan penyalah-
gunaan.
2. Pasar tidak mampu mengurangi eksternalitas yang tidak sehat
terjadi dalam kegiatan perekonomian, dan eksternalitas itu secara nyata
mengurangi nilai nominal manfaat sumberdaya pembangunan.
3. Pasar tidak selamanya bijak, melainkan seringkali terjebak
kedalam perangkap yang diperankannya sendiri dan menghambat
keberlanjutan ekonomi. Karena itu tipe kegagalan pasar amat terkait
dengan sifat keberadaan dan kemanfaatan sumber daya alam.
Kegagalan pasar terjadi apabila mekanisme pasar tidak dapat
berfungsi secara efisien dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada
dalam masyarakat. Dalam hal ini mekanisme pasar akan menyebabkan barang
yang dihasilkan menjadi terlalu banyak atau terlalu sedikit dan dalam hal yang

9
sangat ekstrim kegagalan pasar akan menyebabkan pasar tidak berfungsi lagi
sehingga barang dan jasa tertentu tidak dihasilkan oleh pasar tersebut.
Melalui mekanisme pasar, alokasi sumber daya alam tertentu akan
berlangsung mulus dan memberikan kepuasan optimal kepada semua pihak.
Dalam kenyataannya pasar itu tidak selalu dapat diandalkan. Adanya kerusakan
dan pencemaran lingkungan serta musnahnya sumber daya alam tertentu dari
tempat aslinya, menjadi bukti dari adanya kegagalan pasar.
Pada umumnya, dengan suatu anggapan yang terbatas, tingkat
penggunaan sumber daya alam dalam pasar monopoli lebih sedikit daripada dalam
pasar persaingan sempurna. Untuk mengetahui dampak pasar monopoli terhadap
distribusi tingkat penggunaan sumber daya alam, perlu diketahui terlebih dahulu
apakah tingkat penggunaan sekarang bersifat komplementer, bersaing atau netral
dalam hubungannya dengan tingkat penggunaan di masa datang lewat
penerimaan. Apabila hubungan penggunaan itu bersifat bersaing maka pasar
monopoli itu akan cenderung bersifat konservasi dibanding dengan apabila pasar
itu bersifat persaingan sempurna, sedangkan bila sifatnya komplementer, pasar
monopoli akan cenderung ke deplisi dibanding pasar dengan pasar persaingan
sempurna.

Ada lima macam tipe kegagalan pasar, yaitu:

1. Sumber daya alam dengan pasar tak sempurna


Sering terjadi karena alasan tertentu suatu sumber daya dikuasai oleh
pihak-pihak yang punya kekuatan lebih dan menyebabkan mereka memainkan
pasar tidak bersaing sempurna.

2. Sumber daya alam tidak cepat pulih

Suatu sumber daya alam yang sedang terancam kepunahan dan tingkat
kerusakan yang ada tidak mudah dipulihkan sehingga kehadiran sumberdaya itu
bermakna tinggi sekali bagi masyarakat pecintanya. Oleh sebab itu, perlu
mengingatkan semua pihak akan betapa besar makna keberadaan sumber daya itu.
Persoalan yang sering kali dihadapi yaitu sulit untuk menyakinkan pengusaha
supaya melakukan konservasi yang menguntungkan dalam jangka panjang,
ketimbang cara non-konservasi yang hanya menguntungkan dalam jangka pendek.

10
Untuk merangsang para pengguna sumber daya alam agar memakai teknik
konservasi maka mereka perlu diyakinkan tentang seberapa besar hasil
perhitungan nilai keunggulan konservasi itu jika dibandingkan dengan cara yang
non konservasi.

3. Sumber daya alam rawan eksternalitas


Seseorang yang hanya mengambil manfaat suatu sumberdaya alam tanpa
mempertimbangkan pengaruhnya berupa perubahan mutu dan fungsi sehingga
masyarakat dirugikan akibat adanya kegiatan itu.

4. Sumber daya alam tidak ber-Hak pemilikan kukuh (HPK) atas suatu benda,
memilki 4 unsur, yaitu:

a. Jelas diskripsi obyeknya


b. Bebas pemiliknya memindah-tangankan obyek itu
c. Lugas peran pemilik obyek itu, tak-terganggu orang lain
d. Tegas peranan hukum dalam menegakkan hak pemiliknya

5. Sumber daya alam peka kebijakan mikro

Seperti halnya panen sumber daya alam minyak bumi dan batubara,
ternyata juga sumberdaya alam hayati kehutanan terkait dengan kebijakan tingkat
bunga bank. Jika bunga bank tinggi maka mekanisme pasar gagal mengendalikan
eksploitasi berlebihan, bahkan justru mendorong panen besar demi memanfaatkan
bunga bank melalui deposito uang hasil panen. Sebaliknya tingkat bunga yang
rendah, tidak selalu gampang terjadi di negara-negara sedang berkembang yang
dengan kebijakan bunga tinggi bermaksud menyedot dana tabungan masyarakat
guna melanjutkan proses pembangunan sembari mengendalikan inflasi.

Adapun penyebab dari kegagalan pasar, yaitu:


1. Informasi tidak sempurna
Jika orang kurang mendapat informasi tentang kualitas, keamanan, atau
ketersediaan produk, maka kesediaan mereka untuk membayar akan
terdistorsi, yang pada gilirannya menyiratkan bahwa permintaan pasar
terlalu besar atau terlalu kecil. Akibatnya, terlalu banyak atau terlalu
sedikit dihasilkan relatif terhadap patokan informasi penuh, yang
mengarah pada alokasi sumber daya yang tidak efisien. Misalnya, jika
pembeli kurang mendapat informasi tentang kualitas produk sebelum

11
membeli, ada insentif bagi penjual "terbang-demi malam" untuk melebih-
lebihkan kualitas. Dalam hal ini, permintaan dilebih-lebihkan karena
pembeli menganggap kualitas lebih tinggi dari sebelumnya, dan kuantitas
ekuilibrium yang diperdagangkan tidak efisien. Jika pengusaha
mengecilkan bahaya di tempat kerja, maka pasokan tenaga kerja ke
majikan ini akan dilebih-lebihkan, menyebabkan upah di bawah apa yang
akan diminta pekerja jika keselamatan di tempat kerja sejati diketahui. Jika
pelaku pasar tidak menyelesaikan masalah informasi yang tidak sempurna
melalui hal-hal seperti jaminan dan reputasi produk, maka organisasi
pemerintah atau nonpemerintah dapat melakukan intervensi dengan
memberikan informasi. Ex-amples mencakup label konten yang
dibutuhkan pada makanan olahan, atau layanan pengujian produk yang
diberikan oleh Consumer Union.
2. Persaingan Tidak Sempurna
Persaingan tidak sempurna adalah penyebab kegagalan pasar. Dibawah
pasar ini perusahaan menghadapi penurunan kemiringan kurva
permintaan untuk produknya. Menyimpangnya pendapatan rata- rata
dan harga tidak lagi sama dengan biaya marjinal. Konsumen tidak
memiliki kedaulatan dalam hal alokasi sumber daya di bawah
monnopoli. Pengoperasian perusahaan monopoli dikatakan tidak
efisien, karena dapat menyebabkan alokasi dari sumber daya yang
kurang optimal. Contoh dari pasar persaingan tidak sempurna adalah
sebagai berikut:
Contoh dari pasar persaingan tidak sempurna adalah sebagai berikut:
a. Monopoli
Monopoli adalah struktur pasar dimana hanya terdapat satu penjual,
tidak ada substitusi produk yang mirip (close substitute), dan
terdapat hambatan masuk (barriers to entry) ke pasar. Pada pasar
monopoli, produsen mempunyai prinsip keuntungan yang
maksimum yaitu pada tingkat produksi dimana MC=MR.
b. Oligopoli
Pasar oligopoli yaitu sebuauh keadaan dimana dalam pasar jumlah
perusahaan yang menguasai pasar lebih dari dua tetapi tidak banyak,
sehingga tindakan dari perusahaan yang satu akan memengaruhi

12
kebijakan dari pengusaha lainnya. Ketika pasar terdiri dari dua
perusahaan maka pasar tersebut disebut dengan istilah duopoli.
c. Monopoli Alamiah
Ketika pemerintah berusaha untuk menghapus monopoli pada
produksi suatu barang tetapi hal tersebut akan menyebabkan diantara
produsen terjadi persaingan yang menyebabkan hanya ada satu
produsen saja yang bertahan. Penyebab dari hal tersebut karena pasar
akan barang tersebut terlalu kecil atau investasi yang dibutuhkan
sangat besar sehingga ekonomi yang efisien akan terjadi ketika
tingkat produksi besar.
3. Eksternalitas
Konsumsi terhadap barang publik sering menimbulkan apa yang
disebut sebagai eksternalitas atau dampak eksternal. Secara umum
eksternalitas didefinisikan sebagai dampak (positif atau negatif), atau
dalam bahasa formal ekonomi sebagai netcost atau benefit), dari tindakan
satu pihak terhadap pihak lain. Lebih spesifik lagi eksternalitas terjadi
jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi
utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak
pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak
yang terkena dampak, eksternalitas merupakan fenomena yang kita
hadapu sehari-hari, yang tidak hanya terbatas pada pengelolaan sumber
daya alam. Pidato yang terlalu lama, jalan macet, musik yang terlalu
keras, asap rokok yang kita hirup dari orang lain yang merokok, adalah
beberapa contoh dari eksternalitas yang kita alami sehari-hari. Dalam
kaitannya dengan sumber daya alam, eksternalitas sangat penting untuk
diketahui karena eksternalitas akan menyebabkan alokasi sumber daya
yang tidak efisien.
Friedman (1990), menyatakan bahwa eksternalitas dan barang
publik adalah dua cara pandang yang berbeda dalam melihat masalah
yang sama. Eksternalitas yang positif melahirkan barang publik,
sementara eksternalitas negatif menghasilkan barang publik ”negatif”.
Artinya, jika eksternalitas negatif tidak diproduksi, makan akan
menghasilkan barang publik. Sebagai contoh, jika anda semua berhenti
merokok (merokok akan menghasilkan eksternalitas negatif), akan

13
menghasilkan udara yang bersih yang merupakan barang publik. Jika
pemerintah membuat jalan yang bagus, menjaga lingkungan atau
membuat negara ini aman, yang semuanya termasuk kategori
eksternalitas positif, akan dihasilkan barang publik dimana kita semua
bisa menikmatinya.
Karena eksternalitas menyangkut kedua belah pihak, yakni
produsen dan konsumen, maka eksternalitas bisa terjadi dari konsumsi ke
konsumsi, dari konsumsi ke produksi, dan juga sebaliknya. Kula (1992)
menyebut tipe eksternalitas ini sebagai eksternalitas teknologi
(technological externalities) karena adanya perubahan konsumsi atau
produksi oleh satu pihak terhadap pihak lain yang lebih bersifat teknis.
Tipe eksternalitas lainnya adalah apa yang disebut sebagai eksternalitas
pecuniary (pecuniary eternalities). Eksternalitas ini terjadi karena adanya
perubahan harga dari beberapa input maupun output. Dengan kata lain,
eksternalitas ini terjadi manakala aktivitas ekonomi seseorang
memengaruhi kondisi finansial pihak lain. Sebagai contoh, meningkatnya
penjualan furnitur akan menyebabkan meningkatnya harga kayu yang
kemudian akan mempengaruhi kemampuan daya beli maupun
kesejahteraan (welfare) dari konsumen bahan bangunan ataupun
konsumen lain yang memanfaatkan kayu. Eksternalitas ini biasanya tidak
menyebabkan perubahan teknologi produksi dan tidak harus
menimbulkan alokasi sumber daya yang salah.
Hartwick dan olewiler (1998) menggunakan terminologi lain
untuk menggambarkan eksternalitas. Keduanya membedakan antara
eksternalitas privat dan eksternalitas publik. Eksternalitas privat
melibatkan hanya beberapa individu, bahkan bisa bersifat bilateral dan
tidak menimbulkan spill over (limpahan) kepada pihak lain. Sementara
itu, eksternalitas publik terjadi manakala barang publik dikonsumsi tanpa
pembayaran yang tepat.
Karena sifat barang publik sebagaimana yang telah disebut di
atas, pemanfaatan oleh satu pihak meskipun tidak mengurangi kuantitas
bebas melakukan transaksi. Hak kepemilikan ini akan terkukuhkan

14
dengan baik jika beberapa karakteristik hak pemilikan dibawah ini
dipengaruhi. Karakteristik tersebut antara lain (Hanley et al.,1997):
a. hak milik tersebut dikukuhkan pemiliknya baik secara
individu maupun kolektif.
b. ekslusif, artinya seluruh keuntungan dan biaya dari
penggunaan sember daya sepenuhnya menjadi hak (tanggung
jawab) pemilik sumber daya.
c. transferable (dapat dipindah-tangankan) karena hak
pemilikan yang transferable akan menimbulkan insetif untuk
mengkonservasi (melestarikan) sumber daya tersebut.
d. terjamin (secure), dengan adanya jaminan memiliki, maka
akan timbul insentif untuk memperbaiki atau memperkaya sumber
daya tersebut selama masih dalam pemilikannya.

Adapun ciri-ciri kegagalan pasar:

a. Konsumen dan produsen berlaku secara kompetitif dengan


memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya.
b. Harga pasar diketahui oleh konsumen dan produsen.
c. Tidak ada biaya transaksi (transaction cost = O).
Jika ciri-ciri tersebut di atas tidak dipenuhi, akan timbul
ketidaksempurnaan pasar (market imperfection) yang pada gilirannya akan
mengarah kepada kegagalan pasar. Salah satu contoh klasik dari
ketidaksempurnaan pasar atau kegagalan pasar adalah timbulnya
eksternalitas seperti yang sudah dibahas di atas.

1. Barang publik
Barang publik murni telah menjadi subjek dari sebagian besar analisis
ekonomi barang publik. Dalam beberapa hal, barang publik murni
adalah abstraksi yang diadopsi untuk memberikan kasus benchmark
terhadap yang lain, lebih realistis, kasus dapat dinilai. Sebuah barang
publik murni memiliki dua sifat berikut:
a. Non- exchludability (tanpa perkecualian) jika kepentingan
publik diberikan, konsumen tidak dapat dikecualikan dari
konsumsi.

15
b. Non- rivalry (tanpa persaingan) konsumsi barang publik
oleh salah satu konsumen tidak mengurangi jumlah yang tersedia
untuk dikonsumsi oleh konsumen lainnya.
Ketika sifat yang menjadi ciri barang publik memiliki implikasi
penting. Pertimbangan sebuah perusahaan yang memasok barang publik
murni. Karena perusahaan pasokan salah satu konsumen itu telah efektif
memasok barang publik bagi semua. Perusahaan dapat mengisi pembeli
awal tetapi tidak dapat membebankan konsumen berikutnya. Ini
mencegah dari mendapatkan pembayaran untuk total konsumsi publik.

2.1.5 Perspektif Kegagalan Pasar dan Intervensi Pemerintah


Seperti yang bisa kita lihat, hampir tidak ada contoh pasar dunia nyata
yang tidak memiliki tingkat kegagalan pasar, seringkali dari berbagai dimensi dan
derajat. Dari perspektif ekonomi, ada potensi intervensi peraturan semacam itu
untuk mengatasi kegagalan pasar di sebagian besar pasar. Intervensi semacam itu,
bagaimanapun, dapat dengan sendirinya menciptakan masalah dan distorsi. Jadi,
ketika kita melihat kesempatan untuk intervensi peraturan karena kegagalan pasar,
ada baiknya mempertimbangkan apakah bentuk intervensi yang dikonstruksi
benar-benar membuat kita lebih baik. Bentuk khusus yang kadang-kadang
mengambil peraturan lebih mencerminkan manfaat politik daripada efisiensi
ekonomi, suatu kondisi yang kadang-kadang disebut sebagai kegagalan
pemerintah.

16
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kelangkaan merupakan kondisi dimana jumlah barang yang tersedia
terbatas dibandingkan dengan jumlah yang diminta. Faktor yang menyebabkan
kelangkaan sumber daya alam ada dua, yakni secara fisik dan secara ekonomi.
Ada 4 macam indeks yang dapat digunakan untuk mengukur kelangkaan suatu
sumber daya alam dan energi, yakni harga komoditi sumber daya alam dan energi,
sewa lahan, biaya produksi, dan tingkat substitui masukkan lain terhadap
masukkan SDA.

Indikator dari kelangkaan sumber daya alam dan energi, yaitu pertama
dapat dilihat dari indikator fisik. Indikator fisik ini mengacu pada intensitas
pemakaian suber daya alan dan energi, serta jumlah cadangan total dari sumber
daya alam tersebut. Indikator selanjutnya adalah indikator ekonomi, dimana pada
indikator ekonomi ini dapat diamati pada harga yang merupakan indikator yang
paling banyak dipakai.

Kegagalan pasar terjadi apabila mekanisme pasar tidak dapat berfungsi


secara efisien dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada dalam
masyarakat. Ada lima tipe kegagalan pasar, yaitu: sumber daya alam dengan pasar
tak sempurna, sumber daya alam tidak cepat pulih, sumber daya alam rawan
eksternalitas, sumber daya alam tidak ber-HPK, dan sumber daya alam peka
kebijakan mikro.

17
DAFTAR REFERENSI

Asdam, Achmad Siswandi. Sumber Daya Alam dan Energi.


(http://onedyaumil.blogspot.co.id/2009/11/sumber-daya-alam-dan-
energi.html), (Online), diakses 28 Januari 2018.
Fauzi, Akhmad. 2008. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyanto, Catur & Fikri, Aula Ahmad Hafidh. 2016. Ekonomi Sumber Daya
Alam, Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Pongtuluran. 2015. Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta:
ANDI OFFSET
Mangkoesoebroto, Guritno. 1999. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Pongtuluran, Yonathan. 2015. Manajemen Ekonomi Sumber Daya Alam dan


Lingkungan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit ANDI

Reksohadiprodjo, Sukanto & Pradono. 1996. Ekonomi Sumber Daya Alam dan
Energi Edisi 2. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Sugiyanto, Catur & Fikri, Aula Ahmad Hafidh. 2016. Ekonomi Sumber Daya
Alam. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN

18

Anda mungkin juga menyukai