OLEH
KELOMPOK 11
1
besar dukungan nyata pariwisata dalam menciptakan pekerjaan ternyata sulit dilakukan
karena banyaknya jenis industri pariwisata (Pearce, 1983:58).
3) Pembangunan Regional
Pada mulanya beberapa . penulis, seperti Selke (1936) dan Christaller (1954, 1964)
mengemukakan bahwa pariwisata cenderung berkembang di daerah pinggiran (periphery),
dan dapat merangsang aktivitas ekonomi daerah di sekelilingnya. Hal ini ternyata tidak benar
untuk semua jenis pariwisata karena kenyataan menunjukkan bahwa terdapat pula kegiatan
pariwisata yang penting di kota-kota besar. Pariwisata sering telah berkembang secara
spontan di berbagai wilayah, sementara di tempat lain memang sengaja dibangun atau
dikembangkan sebagai alat pengembangan regional.
4) Akibat Ganda (Multiplier Effect)
Banyak orang membicarakan tentang dukungan pariwisata terhadap pengembangan
regional dan pembangunan ekonomi pada umumnya, melalui cara-cara wisatawan
membelanjakan uangnya pada bagian-bagian dari seluruh kegiatan ekonomi. Hal ini disebut
akibat ganda pariwisata, atau pelipatgandaan pariwisata yang meliputi:
1) Pelipatgandaan penjualan atau pembelanjaan (sales or output multiplier), yaitu mengukur
total penjualan atau pembelanjaan dari biaya awal yang ditunjukkan dalam bentuk angka
perbandingan.
2) Pelipatgandaan pendapatan (income multiplier), yaitu menunjukkan hubungan antara
pembelanjaan wisatawan dan perubahan-perubahan pendapatan penduduk setempat.
3) Pelipatgandaan pekerjaan (employment multiplier) yaitu menggambarkan perbandingan
antara pekerjaan langsung (primer) dan, pekerjaan berikutnya (sekunder) yang diciptakan
melalui tambahan pekerjaan pada pekerjaan langsung tersebut (Pearce, 1983:60-.61).
2
Pembangunan pariwisata pada suatu wilayah dapat mengubah pekerjaan seseorang.
Kemampuan dalam berbahasa (asing) menjadi penting bagi penduduk setempat dalam
memilih jenis pekerjaan yang dapat dilakukan di sektor pariwisata. Demikian pula harapan
akan pekerjaan yang baik posisinya dalam industri pariwisata menumbuhkan minat untuk
meningkatkan pendidikannya. Kesempatan kerja yang tersedia di sektor pariwisata mungkin
pula dapat menarik seseorang yang bekerja di sektor ekonomi lain untuk beralih pekerjaan,
misalnya dari pertanian ke sektor pariwisata {Pearce, 1983: 52).
3) Perubahan Nilai-nilai
Nilai-nilai yang dipelihara dan berkembang pada masyarakat setempat dapat mengalami
perubahan karena masuknya nilai-nilai yang dibawa oleh wisatawan sebagai kelompok yang
berbeda. Gejala ini biasa disebut "demonstration effect" atau akibat penampilan. Di berbagai
wilayah ternyata menunjukkan bahwa tingkah laku wisatawan dapat merusak norma-norma
masyarakat setempat. Peningkatan pelacuran sering dikaitkan dengan perkembangan
pariwisata, walaupun penelitian tentang hal itu masih jarang dilakukan. Dalam beberapa
kejadian ternyata pula bahwa wisatawan justru lebih banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai
setempat. Hal ini terjadi apabila wisatawan dalam wisatanya bertujuan untuk mencari
penguatan atau peningkatan dalam hal politik, ideologi, atau keyakinan/keagamaan·melalui
kunjungan ke tempat-tempat tertentu.
4) Pemeliharaan Cara-cara Hidup Tradisional
Pembangunan pariwisata dapat meningkatkan usaha usaha pemeliharaan cara-cara hidup
tradisional di Negara negara sedang berkembang. Alasannya ialah 'bahwa kesenian kesenian
yang ada sampai sekarang masih menjadi, bagian yang sangat penting dari permintaan
wisatawan. Masyarakat menjaji tergugah kembali untuk memperhatikan senibudayanya
(Pearce, 1983:53).
5) Penurunan Nilai-nilai Artistik
Beberapa peneliti menemukan bahwa pariwisata menyebabkan terjadinya penurunan
nilai-nilai artistik atau komersialisasi tradisi dan kebiasaan hidup masyarakat setempat.
Sebagai contoh, adanya permintaan akan pertunjukan upacara keagamaan atau historis yang
dilaksanakan di luar semestinya, tetapi sekedar untuk mendapatkan upah. Demi konsumsi
wisatawan maka banyak persyaratan dalam kesenian tradisional yang sudah ditinggalkan
sehingga lama kelamaan keutuhan suatu upacara semakin memudar. Pada akhirnya tinggallah
suatu corak kesenian daerah yang masih bersifat tradisional tetapi penyajiannya sudah
terpotong-potong. Penyajian kesenian tradisional tidak lagi seperti yang biasa hidup dalam
3
masyarakat, tetapi disesuaikan dengan waktu dan daya beli wisatawan (Pearce, 1983:53 dan
Yoeti, 1984:43).
6) Perubahan Pola Konsumsi Harian
Pengeluaran-pengeluaran wisatawan memang dapat meningkatkan pendapatan penduduk
setempat. Peningkatan pendapatan tersebut secara tidak langsung dapat mendorong mereka
berpola hidup konsumtif. Pola hidup konsumtif ·dapat menimbulkan rasa tidak puas terhadap
gaya hidup tradisional mereka, dan merangsang keinginan untuk berpola hidup seperti para
wisatawan yang berkunjung ke daerahnya (Spillane, 1987:54).
4
1. Pembangunan pariwisata dapat menciptakan penghasilan di daerah-daerah dengan
keragaman biologis yang tinggi seperti di daerah-daerah yang dilindungi, dan membantu
membuat keanekaragaman itu menjadi berharga secara ekonomis.
2. Pembangunan pariwisata dapat meningkatkan dukungan publik untuk pelestarian karena
dapat memberikan pendidikan lingkungan kepada pengunjung dan masyarakat
daerah/desa.
3. Pembangunan pariwisata juga dapat menghasilkan lapangan kerja langsung dan
melahirkan kesempatan-kesempatan ekonomi untuk masyarakat daerah/desa. Pihak yang
memperoleh manfaat mungkin akan mempersepsikan nilai langsung dari keanekaraman
biologis, yang mungkin memberikan insentif untuk melestarikan daerah alamiah.
4. Pembangunan pariwisata bisa menjadi industri yang tidak terlalu merusak lingkungan
daripada industri penghasil uang lainnya yang menggunakan sumber daya alam termasuk
kehutanan, pertanian yang berpindah-pindah, peternakan dan pengumpulan kayu.
5. Pembangunan pariwisata bisa jadi merupakan salah satu dari beberapa aktivitas ekonomi
yang cocok untuk dilakukan di daerah pelestarian yang terletak di lokasi pinggiran.
6. Pembangunan pariwisata yang berdasarkan sumber daya alam secara teoritis dapat
bertahan lama jika dampaknya ditangani dan dimitigasi
Dalam pembangunan pariwisata selain memberikan dampak positif juga dapat memberikan
dampak negatif terhadap lingkungan, sebagai berikut:
1. Air, Air mendapatkan polusi dari pembuangan limbah cair (detergen pencucian linen
hotel) dan limbah padat(sisa makanan tamu). Limbah-limbah itu mencemari laut, danau
dan sungai. Air juga mendapatkan polusi dari buangan bahan bakar minyak alat
transportasi air seperti dari kapal pesiar. Akibat dari pembuangan limbah, maka
lingkungan terkontaminasi, kesehatan masyarakat terganggu, perubahan dan kerusakan
vegetasi air, nilai estetika perairan berkurang (seperti warna laut berubah dari warna biru
menjadi warna hitam) dan badan air beracun sehingga makanan laut (seafood) menjadi
berbahaya.Wisatawan menjadi tidak dapat mandi dan berenang karena air di laut, danau
dan sungai tercemar.Masyarakat dan wisatawan saling menjaga kebersihan perairan.Guna
mengurangi polusi air, alat transportasi air yang digunakan, yakni angkutan yang ramah
lingkungan, seperti : perahu dayung, kayak, dan kano.
2. Atmosfir, Perjalanan menggunakan alat transportasi udara sangat nyaman dan cepat.
Namun, angkutan udara berpotensi merusak atmosfir bumi. Hasil buangan emisinya
dilepas di udara yang menyebabkan atmosfir tercemar dan gemuruh mesin pesawat
menyebabkan polusi suara. Selain itu, udara tercemar akibat emisi kendaraan darat
5
(mobil, bus) dan bunyi deru mesin kendaraan menyebabkan kebisingan. Akibat polusi
udara dan polisi suara, maka nilai wisata berkurang, pengalaman menjadi tidak
menyenangkan dan memberikan dampak negatif bagi vegetasi dan hewan. Inovasi
kendaraan ramah lingkungan dan angkutan udara berpenumpang massal (seperti pesawat
Airbus380 dengan kapasitas 500 penumpang) dilakukan guna menekan polusi udara dan
suara. Anjuran untuk mengurangi kendaraan bermotor juga dilakukan dan kampanye
berwisata sepeda ditingkatkan.
3. Pantai dan pulau, Pantai dan pulau menjadi pilihan destinasi wisata bagi wisatawan.
Namun, pantai dan pulau sering menjadi tempat yang mendapatkan dampak negatif dari
pembangunan pariwisata. Pembangunan fasilitas wisata di pantai dan pulau, pendirian
prasarana (jalan, listrik, air), pembangunan infrastruktur (bandara, pelabuhan)
mempengaruhi kapasitas pantai dan pulau. Lingkungan tepian pantai rusak (contoh
pembabatan hutan bakau untuk pendirian akomodasi tepi pantai),kerusakan karang laut,
hilangnya peruntukan lahan pantai tradisional dan erosi pantai menjadi beberapa akibat
pembangunan pariwisata. Preservasi dan konservasi pantai dan laut menjadi pilihan untuk
memperpanjang usia pantai dan laut. Pencanangan taman laut dan kawasan konservasi
menjadi pilihan. Wisatawan juga ditawarkan kegiatan ekowisata yang bersifat ramah
lingkungan. Beberapa pengelola pulau (contoh pengelola Taman Nasional Kepulauan
Seribu) menawarkan paket perjalanan yang ramah lingkungan yang menawarkan aktivitas
menanam lamun dan menanam bakau di laut.
4. Pegunungan dan area liar, Wisatawan asal daerah bermusim panas memilih berwisata
ke pegunungan untuk berganti suasana. Aktivitas di pegunungan berpotensi merusak
gunung dan area liarnya. Pembukaan jalur pendakian, pendirian hotel di kaki bukit,
pembangunan gondola (cable car), dan pembangunan fasilitas lainnya merupakan
beberapa contoh pembangunan yang berpotensi merusak gunung dan area liar. Akibatnya
terjadi tanah longsor, erosi tanah, banjir yang berlebihan karena gunung tidak mampu
menyerap air hujan. Reboisasi (penanaman kembali pepohonan di pegunungan) dan
peremajaan pegunungan dilakukan sebagai upaya pencegahan kerusakan pegunungan dan
area liar.
5. Vegetasi, Pembalakan liar, pembabatan pepohonan, bahaya kebakaran hutan (akibat api
unggun di perkemahan) merupakan beberapa kegiatan yang merusak vegetasi. Akibatnya,
terjadi degradasi hutan (berpotensi erosi lahan), perubahan struktur tanaman(misalnya
pohon yang seharusnya berbuah setiap tiga bulan berubah menjadi setiap enam bulan,
6
bahkanmenjadi tidak berbuah), hilangnya spesies tanaman langka dan kerusakan habitat
tumbuhan. Ekosistem vegetasi menjadi terganggu dan tidak seimbang.
6. Kehidupan satwa liar, Kehidupan satwa liar menjadi daya tarik wisata yang luar biasa.
Wisatawan terpesona dengan pola hidup hewan. namun, kegiatan wisata mengganggu
kehidupan satwa-satwa tersebut. Komposisi fauna berubah akibat: pemburuan hewan
sebagai cinderamata, pelecehan satwa liar untuk fotografi, eksploitasi hewan untuk
pertunjukan, perubahan insting hewan (contoh hewan komodo yang dahulunya hewan
ganas menjadi hewan jinak yang dilindungi), migrasi hewan (ketempat yang lebih baik).
Jumlah hewan liar berkurang, akibatnya ketika wisatawan mengunjungi daerah wisata, ia
tidak lagi mudah menemukan satwa-satwa tersebut
7. Situs sejarah, budaya, dan keagamaan, Penggunaan yang berlebihan untuk kunjungan
wisata menyebabkan situs sejarah, budaya dan keagamaan mudah rusak. Kepadatan di
daerah wisata, alterasi fungsi awal situs, komersialisasi daerah wisata menjadi beberapa
contoh dampak negatif kegiatan wisata terhadap lingkungan fisik. Situs keagamaan
didatangi oleh banyak wisatawan sehingga mengganggu fungsi utama sebagai tempat
ibadah yang suci. Situs budaya digunakan secara komersial sehingga dieksploitasi secara
berlebihan (contoh Candi menampung jumlah wisatawan yang melebihi kapasitas).
Kapasitas daya tampung situs sejarah, budaya dan keagamaan dapat diperkirakan dan
dikendalikan melalui manajemen pengunjung sebagai upaya mengurangi kerusakan pada
situs sejarah, budaya dan keagamaan. Upaya konservasi dan preservasi serta renovasi
dapat dilakukan untuk memperpanjang usia situs-situs tersebut.
8. Wilayah perkotaan dan pedesaan, Pendirian hotel, restoran, fasilitas wisata, toko
cinderamata dan bangunan lain dibutuhkan di daerah tujuan wisata. Seiring dengan
pembangunan itu, jumlah kunjungan wisatawan, jumlah kendaraan dan kepadatan lalu
lintas jadi meningkat. Hal ini bukan hanya menyebabkan tekanan terhadap lahan,
melainkan juga perubahan fungsi lahan tempat tinggal menjadi lahan komersil,
kemacetan lalu lintas, polusi udara dan polusi estetika (terutama ketika bangunan
didirikan tanpa aturan penataan yang benar). Dampak buruk itu dapat diatasi dengan
melakukan manajemen pengunjung dan penataan wilayah kota atau desa serta
membedayakan masyarakat untuk mengambil andil yang besar dalam pembangunan.
7
meningkatnya aktifitas pariwisata di suatu kawasan maka penduduk kawasan tersebut akan
bereaksi kepada wisatawan dengan melewati beberapa tahapan yaitu:
1) Tahap Euphoria, adalah masyarakat mendukung pembangunan pariwisata dan
mereka siap hidup berdampingan dalam kehidupan sehari-hari dengan wisatawan.
2) Tahap Apathy, adalah pariwisata telah diterima sebagai sektor yang memacu
pertumbuhan ekonomi kawasan tidak lagi dianggap segalanya.
3) Tahap Irritation, adalah jika tahapan pariwisata terus berlanjut, tahapan iritasi sosial
mungkin terjadi. Saat ini perkembangan pariwisata mulai tidak sesuai dengan
perencanaan awal dan mulai meluas ke arah yang lebih sensitive terhadap perubahan
lingkungan. Akibat akhirnya adalah penurunan aktifitas dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam tahapan ini, dampak sosial dan lingkungan mulai mendapat perhatian.
Masyarakat lokal mulai merasa kehilangan tempat tradisionalnya dan ujungnya adalah
menyalahkan perkembangan pariwista.
4) Tahap Antagonism, adalah sejalan dengan semakin meningkatnya perasaan
kehilangan tempat yang secara tradisional dipergunakan oleh masyarakat lokal,
masyarakat menyalahkan wisatawan atas perubahan ini dibandingkan dengan
pembangunan pariwisata yang tidak terencana dan tidak terkontrol dengan baik.
Adapun respon masyarakat dikelompokan menjadi tiga bagian, dimana diantaranya
respon masyarakat lokal terhadap perkembangan akomodasi yang terkait yaitu:
1) Responds of socio-culture impact of tourism
Dalam aspek sosial-budaya, masyarakat cenderung berpendapat positif terhadap
pengaruh perkembangan akomodasi pariwisata di daerah mereka. Hal tersebut dapat
dilihat bagaimana masyarakat lokal berpandangan bahwa perkembangan akomodasi
pariwisata berpengaruh signifikan terhadap pelestarian seni dan budaya, serta kegiatan
upacara keagmaan. Kegiatan pariwisata juga dianggap tidak mempengaruhi secara
signifikan atas keberadaan atau perkembangan obat-obatan terlarang, kegiatan
prostitusi dan sex bebas, serta kasus kriminalitas, baik individu maupun kelompok.
2) Responds of environmental impact of tourism
Dalam aspek lingkungan, secara umum masyarakat lokal cenderung perpendapat
bahwa perkembangan akomodasi wisata di Desa mereka membawa dampak negative
secara signifikan. Beberapa dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat lokal
adalah alih fungsi dan kepemilikan lahan. Selain itu, beberapa dampak lain
diantaranya perubahan fisik (struktur dan porsi), pencemaran lingkungan pada
lingkungan persawahan dan sungai, serta mempengaruhi ketersediaan air bersih.
8
Namun, perkembangan akomodasi pariwisata juga berperan terhadap kesadaran pada
pelestarian lingkungan.
3) Responds of economic impact of tourism
Dalam aspek ekonomi respon masyarakat lokal cenderung sebaliknya (positif), hal ini
tentu tidak begitu mengejutkan mengingat pengaruh positif yang umumnya dirasakan
oleh masyarakat dalam jangka waktu yang cepat adalah pada sektor ekonomi.
Terciptanya lapangan pekerjaan baru yang berpengaruh pada peningkatan pendapatan
dan daya beli masyarakat, sehingga bermuara pada peningkatan kualitas hidup. Selain
itu perkembangan akomodasi pariwisata juga berpengaruh pada pembangunan akses
jalan, sarana prasarana belajar mengajar (sekolah), rumah sakit, dan sarana prasarana
kebersihan.
Pembangunan pariwisata memengaruhi masyarakat tanpa dapat dihindari, baik secara
positif maupun negatif, yaitu sebagai berikut :
Dampak Terhadap Masyarakat
Positif Negatif
1. Infrastruktur yang lebih baik dan 1. Pengikisan nilai-nilai masyarakat.
peningkatan akses terhadap infrastruktur 2. Kejahatan, prostitusi dan eksploitasi
dan fasilitas.5 anak.
2. Peningkatan akses terhadap informasi 3. Kebencian setempat ketika tidak
(melalui peningkatan infrastruktur dan diperbolehkan masuk ke lokasi
komunikasi). kepariwisataan dan kesenjangan yang
3. Peningkatan kapasitas dan pendidikan. jelas antara wisatawan dan penduduk
4. Pemberdayaan. setempat dalam hal kekayaan.
5. Penguatan institusi masyarakat. 4. Hilangnya akses terhadap sumber daya.
6. Kesetaraan gender. 5. Perilaku yang tidak sesuai dengan
7. Toleransi dan saling menghormati. masyarakat setempat akan menyebabkan
8. Memperoleh pengetahuan mengenai cara tekanan di antara penduduk setempat.
pandang dan pengalaman dunia.
9. Belajar mengenai masyarakat dan budaya
lain serta meningkatkan toleransi
terhadap orang-orang dengan budaya
yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
9
Murti, I Made Gandiwa. dkk. 2019. Respon Masyarakat Lokal terhadap Keberadaan
Akomodasi Pariwisata Di Desa Wisata Undisan Tembuku Bangli. Jurnal
Kepariwisataan dan Dan Hospitalitas, Vol. 3 No. 1
Utami, Heryanti. dkk. 2016. Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan di Pulau Tidung
Kepulauan Seribu. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
10