Anda di halaman 1dari 5

Lembar Jawaban UTS Mata kuliah Teori Pekerjaan Sosial

Nama : Eka Fitri Handayani

NRM : 1904282

Kelas : IIA Pekerjaan Sosial

I. Kasus Bullying oleh Anak di Thamrin City

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Andrianto mengatakan, pihaknya sudah
melakukan investigasi terkait kejadian bullying siswa SMP terhadap siswa lain di Thamrin
City, Jakarta Pusat. Sopan mengatakan, masalah tersebut terjadi karena aksi saling ledek
antara korban dan pelaku.
“Orang tuanya dipanggil, korban dan pelakunya sudah dipanggil. Semua sudah menceritakan
duduk perkara berawal dari ledek-ledekan (lewat) handphone dan akhirnya minta ketemuan
di Thamrin City. Di situ kejadiannya,” ujar Sopan ketika dihubungi, Selasa (18/7/2017).
Sopan mengatakan korban dan pelaku juga sudah saling mengenal. Dengan demikian, kata
Sopan, kejadian bullying tersebut tidak berkaitan dengan masa orientasi siswa di sekolah.
“Jadi di luar dari masa pengenalan lingkungan sekolah. Itu hanya sesama teman tetapi
mungkin ada gesekan apa yang menyebabkan kejadian kekerasan. Semua sudah saling
menyadari,” ujar Sopan.

Dalam video yang viral di media sosial tampak sekelompok siswa dan siswi
mengenakan seragam sekolah SMP sedang mem-bully seorang siswi. Siswi yang
mengenakan seragam putih-putih tampak terpojok dikelilingi siswa dan siswi lainnya.
Seorang siswi tiba-tiba menjambak rambut korban hingga terjatuh. Seorang siswa juga ikut
menjambak dan memukul kepala siswi tersebut. Bukannya memisahkan, sejumlah siswa-
siswi yang menonton malah meminta agar korban mencium tangan dua orang yang mem-
bully dia. Polisi mengusut kasus bullying terhadap siswi SMP di Thamrin City, Tanah Abang,
Jakarta Pusat. Video bullyingitu sempat viral di media sosial. Kanit Reskrim Polsek Metro
Tanah Abang Kompol Mustakim mengatakan, peristiwa tersebut terjadi pada Jumat
(14/7/2017) sekitar pukul 13.30 WIB di lantai 3A Thamrin City.

Kejadian tersebut bermula ketika korban yang berinisial SB terlibat percekcokan


dengan salah satu pelaku.

“Korban cekcok mulut sama salah satu terduga pelaku yang cewek. Besoknya, korban
dihadang di dekat sekolah dan disuruh datang ke Thamrin City,” ujar Mustakim saat
dihubungi, Senin (17/7/2017).

Setibanya korban di Thamrin City, ternyata ada teman-teman pelaku yang menunggunya.
Setelah itu, lanjut Mustakim, terjadilah kekerasan terhadap SB oleh para pelaku.
Mustakim menambahkan, pihak korban telah membuat laporan polisi di Polsek Metro Tanah
Abang. “Sudah, pokoknya sekarang lagi penyelidikan,” kata Mustakim.

Video bullying terhadap siswi SMP sempat viral di media sosial. Video berdurasi 50 detik itu
menunjukkan sejumlah siswa SMP sedang mengelilingi satu siswi yang menggunakan
seragam putih.
Siswi berseragam putih itu mendapat kekerasan dari sejumlah siswa-siswi lainnya. Tak ada
perlawanan yang dilakukan siswi berseragam putih itu. Pada akhir video, siswi tersebut
disuruh mencium tangan siswa dan siswi yang mem-bully-nya. Dari keterangan video,
disebutkan bahwa lokasinya di Thamrin City.

PENYEBAB KASUS INI TERJADI “Korban SW mengajak duel salah satunya (pelaku),” kata
Kanit Reskrim Polsek Metro Tanah Abang, Kompol Mustakim, saat dihubungi detikcom,
Selasa (18/7/2017). Mulanya, seorang pelaku bernama F mengatai SW sombong karena
tidak pernah main ke Kebon Kacang, Jakarta Pusat. Selanjutnya, korban SW mengajak duel F.
“Penyebabnya F (salah satu pelaku) mengeluarkan kata-kata pada SW, kok sombong
sekarang nggak pernah main ke Boncang (Kebon Kacang). Lalu SW ngajak Duel F. Hal
tersebut diucapkan hari Selasa, (11/7/2017) lalu, pukul 09.30 WIB di Sekolah Dasar,” jelas
Mustakim. “Lalu, teman-teman saling mengadu, selanjutnya terjadi keributan itu
penghadangan dan keributan di Thamrin City,” sambungnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Kronologi "Bullying" Siswi SMP di
Thamrin City", Klik untuk
baca: https://megapolitan.kompas.com/read/2017/07/17/15274181/ini-kronologi-bullying-
siswi-smp-di-thamrin-city.
Penulis : Akhdi Martin Pratama

II. Teori-teori yang mendasari kasus Bullying oleh Anak di Thamrin City
a. Pengertian bullying. Definisi bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa
inggris. Istilah Bullying belum banyak dikenal masyarakat, karena belum ada padanan
kata yang tepat dalam bahasa Indonesia (Susanti; 2006). Bullying dari kata bully yang
artinya menggertak, orang yang menganggu orang yang lemah.
Secara harfiah bullying berasal dari kata bully yang artinya pemarah, orang yang suka
marah. Rigby (2005; dalam Anesty, 2009) merumuskan bahwa “bullying” merupakan
hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, 11 menyebabkan orang lain
menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang
yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan
perasaan senang. Olweus (1993; dalam Anesty, 2009) memaparkan contoh tindakan
negatif yang termasuk dalam bullying antara lain; 1) Mengatakan hal yang tidak
menyenangkan atau memanggil seseorang dengan julukan yang buruk. 2) Mengabaikan
atau mengucilkan seseorang dari suatu
b. Faktor-faktor bullying. Banyak faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku bullying.
Qurroz dkk (2006; dalam Anesty, 2009) salah satunya Teman sebaya. Salah satu faktor
besar dari perilaku bullying pada remaja disebabkan oleh adanya teman sebaya yang
memberikan pengaruh negatif dengan cara menyebarkan ide (baik secara aktif maupun
pasif) bahwa bullying bukanlah suatu masalah besar dan merupakan suatu hal yang
wajar untuk dilakukan. Menurut Djwuta Ratna (2005) pada masanya, remaja memiliki
keinginan untuk tidak lagi tergantung pada keluarganya dan mulai menilai mencari
dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya. Jadi bullying terjadi karena adanya
tuntutan konformitas. Berkenaan dengan teman sebaya dan lingkungan sosial, terdapat
beberapa penyebab pelaku bullying melakukan tindakan bullying adalah: a) Kecemasan
dan perasaan inferior dari seorang pelaku. b) Persaingan yang tidak realistis. c) Perasaan
dendam yang muncul karena permusuhan atau juga karena pelaku bullying pernah
menjadi korban bullying sebelumnya. d) Ketidak mampuan menangani emosi secara
positif (Rahma, 2008:47).
c. Pengaruh media. Survey yang dilakukan Kompas (Saripah, 2006) memperlihatkan
bahwa, 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonya umumnya mereka
meniru gerakannya (64%) dari kata-katanya (45%). Melalui pelatihan yang
diselenggarakan oleh Yayasan Sejiwa (2007) terangkum pendapat orang tua tentang
alasan anak-anak menjadi pelaku bullying, diantaranya: a) Karena mereka pernah
menjadi korban bullying. b) Ingin menunjukkan eksistensi diri. c) Ingin diakui. d)
Pengaruh tayangan TV yang negatif. e) Senioritas. f) Menutup kekurangan diri. g)
Mencari perhatian. h) Balas dendam. i) Iseng. j) Sering mendapatkan perlakuan kasar
dari pihak lain. k) Ingin terkenal. l) Ikut-ikutan.
Berdasarkan penjelasan di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa bentukbentuk bullying
terbagi menjadi empat, yaitu fisik seperti memukul, verbal seperti julukan nama,
relasional melalui pengabaian, dan elektronik meneror korban.
d. Karakteristik bullying. Karakteristik mental bullying dipengaruhi oleh aspek koqnitif, aktif
dan behavioral dalam diri si pelaku itu sendiri. Pada aspek 16 kognitif Rigby (2002; dalam
Anesty, 2009) mengemukakan beberapa karakteristik pelaku bullying atau bully, antara
lain: 1) Kurang pemahaman akan apa yang di katakan orang lain 2) Sering memuncul
dugaan yang salah 3) Memiliki memori yang selektif 4) Paranoid 5) Kurang dalam hal
insight 6) Sangat pencuriga 7) Terlihat cerdas namun penampilan sebenarnya tidak
demikian 8) Tidak kreatif 9) Kesal terhadap perbedaan minor 10) Kebutuhan implusif
untuk mengontrol orang lain 11) Tidak belajar dari pengalaman

III. Penanganan kasus Bullying oleh Anak di Thamrin City


a. Dalam penanganan kasus bullying yang terjadi di Thamrin City terhadap anak oleh pihak
kepolisian hendaknya dilaksanakan dengan berpedoman pada Undang-Undang No. 11
tahun 2012 tentang sistem peradilan anak dengan memperhatikan faktor-faktor seperti
fisik dan psikis anak baik sebagai pelaku maupun korban, memperhatikan hak-hak yang
melekat pada anak dan keluarga baik dari kalangan pelaku maupun korban. Dan juga
dapat menjadi pertimbangan dan alternatif penyelesaian kasus dengan melakukan
restoratif dan diversi yang diatur di dalam UU sistem peradilan anak.
b. Dalam penaganan kasus bullying terhadap anak oleh pihak kepolisian hendaknya
melibatkan berbagai stake holder baik dari kalangan keluarga, sekolah, lembaga
pemerintah dan non pemerintah serta masyarakat. Sehingga di dapatkan penanganan
yang komprehensif, efektif dan efisien.
Dengan merehabilitasi pelaku maupun korban bullying ke Balai rehabilitasi sosial anak
memperlukan perlindungan khusus
- Melakukan perubahan pola hidup yang sesuai dengan norma dan nilai agama agar
PM tidak mengulangi perilaku maladaptive
- Melakukan pemeriksaan kesehatan
- Melakukan pemeriksaan Psikologis
- Melakukan asesmen
- Melakukan konseling
- Melakukan terapi realitas dengan menulis seluruh apa yang menjadi beban didalam
dirinya, selanjutnya dilakukan releksasi
- Melakukan terapi kognitif, memberikan wawasan pengetahuan mengenai sebab
akibat dan bagaimana menyikapi setiap permasalahan yang terjadi.
- Melakukan motivasi dan support bahwa setiap permasalahan harus dihadapi dan
dicarikan solusinya dengan berusaha apapun hasilnya, menjadi seseorang dapat
mengambil pelajaran dan memaknainya untuk lebih baik.
c. Perlunya sosialisasi dan edukasi dari berbagai pihak dengan turun langsung ke sekolah-
sekolah dengan tujuan anak-anak dan pelajar mendapatkan pemahaman yang benar dan
menyueluruh serta mengetahui resiko dan akibat (sosial dan hukum) yang ditimbulkan
dari perbuatan bullying tersebut.
IV. Peranan pekerja sosial dalam kasus Bullying oleh Anak di Thamrin City
Berikut berbagai peranan pekerja sosial dalam menangani kasus Bullying oleh Anak di
Thamrin City :
1. Perencana (Planner), Pekerja sosial adalah seorang agen perubahan. Perubahan yang terjadi
harus direncanakan dengan baik. Pekerja sosial menyusun perencanaan pelayanan yang
dibutuhkan oleh anak dan keluarga berdasarkan hasil asesmen termasuk melakukan
pengembangan rujukan. Sebagai seorang perencana, tugas seorang pekerja sosial antara
lain:
1) Menyelenggarakan analisis tentang sumber dan potensi anak untuk dijadikan bahan
dalam membuat program agar supaya program tersebut dapat dijalankan;
2) Mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber seperti: Guru, orang tua,
masyarakat dan lain-lain yang terlibat dalam penanganan anak;
3) Menganalisa data dan informasi yang telah dikumpulkan, selanjutnya melakukan
pengembangan rencana pelayanan
4) Mengembangkan rencana pelayanan yang komprehensif meliputi tahap dan jenis
pelayanan yang dibutuhkan anak, lembaga pelayanannya termasuk rencana
monitoringnya, hasil yang diharapkan serta kerangka waktu pelaksanaannya;
5) Mendorong keterlibatan profesi dari berbagai disiplin ilmu dan memaksimalkan
keterlibatan anak dan keluarga.
2. Penghubung (Broker), pekerja sosial menghubungkan anak dan keluarga pada pelayanan
yang tersedia, serta mengupayakan kemudahan dalam mendapatkan pelayanan sosial dasar
yang dibutuhkan, baik pelayanan formal dan informal. Sebagai seorang penghubung pekerja
sosial bertugas: 1) Menjelaskan kebutuhan spesi k anak kepada lembaga penyedia
layanan; 2) Memastikan anak dapat mengakses pelayanan.
3. Mediator, pekerja sosial mempertemukan antara keluarga pelaku dan korban yang dihadiri
guru yang dianggap perlu untuk melakukan musyawarah. Musyawarah keluarga dilakukan
secara tertutup di tempat yang dapat menjamin kerahasiaan klien. Sebelum musyawarah
dilakukan, mediator menjelaskan tujuan musyawarah keluarga kepada kedua belah pihak
sehingga mereka betul-betul paham atas hal-hal yang ingin dicapai dalam musyawarah yang
akan dilakukan. Masing-masing pihak diberikan kesempatan untuk menjelaskan kasus
menurut versi masing-masing. Memotivasi pelaku dan keluarganya untuk meminta maaf
secara lisan maupun tulisan kepada korban dan keluarga korban; juga memotivasi korban
dan keluarga korban untuk memafkan pelaku. Korban dan keluarganya diberi kesempatan
untuk mengajukan permintaan upaya perbaikan, pengobatan atau penggantian kerugian
atas kerusakan, kehilangan atau kecelakaan yang telah diakibatkan oleh tindakan pelaku.
Pelaku dan keluarganya juga diberi kesempatan untuk menyatakan kesanggupannya.
Kesempatan diberikan kepada keluarga korban dan pelaku untuk bernegosiasi menyepakati
hal tersebut.
4. Pembela (Advocator), pekerja sosial dapat memberikan perlindungan dan pembelaan
terhadap hak-hak pelajar yang dilanggar oleh pihak lain, sehingga pelajar tersebut mampu
mendapatkan haknya kembali. Pekerja sosial bertindak mewakili kepentingan anak dan
keluarga untuk mendapatkan hak-haknya. Pekerja sosial juga memberikan masukan untuk
perbaikan program dan kebijakan pelayanan bagi anak dan keluarga. Advokasi kepada
lingkungan sekolah harus dilakukan oleh Pekerja Sosial, terutama menekankan kepada
perlunya pemenuhan perlindungan sosial terhadap anak yang sedang mengalami
perundungan. Secara khusus tugas Pekerja sosial sebagai advokat antara lain: 1) Membantu
menganalisis dan mengartikulasikan isu kritis yang berkaitan dengan anak maupun
permasalahan-permasalahan yang terkait; 2) Membantu anak untuk memahami dan
melakukan repleksi atas isu tersebut untuk selanjutnya dijadikan leason learn untuk
melangkah dalam kehidupan selanjutnya; 3) Membangkitkan dan merangsang diskusi dan
aksi kegiatan yang berarti dalam rangka memperoleh dukungan dari berbagai pihak dalam
penyelesaian masalah perundungan; 4) Bertindak atas kepentingan anak dan keluarganya
untuk mendapatkan layanan sesuai dengan kebutuhannya; 5) Menyampaikan saran
perbaikan program, kebijakan pelayanan bagi anak dan keluarga kepada lembaga pelayanan
dan pembuat kebijakan.
5. Fasilitator, Pekerja sosial bertanggung jawab dalam mempercepat usaha perubahan
dengan mangajak orang-orang dan saluran komunikasi secara bersama-sama,
menghubungkan akti tas mereka dengan sumber-sumber, dan menyediakan akses
terhadap berbagai bidang keahlian. Sebagai seorang fasilitator dalam menangani anak yang
mengalami perundungan antara lain: pertama, membantu meningkatkan kemampuan anak
supaya mampu hidup mandiri di masyarakat. Kedua, mempertinggi peran kelompok anak
untuk bisa keluar dari permasalahannya, dengan membentuk kelompok dukungan sebaya
(peer support group). Ketiga, membantu anak untuk merespon interest masyarakat
sehingga mereka dapat hidup bermasyarakat secara wajar.

Anda mungkin juga menyukai