Anda di halaman 1dari 11

Laporan kasus Ginekologi Onkologi

KANKER ENDOMETRIUM

Oleh: Riyana Kadarsari

DIVISI GINEKOLOGI ONKOLOGI


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUPNCM-FKUI
JAKARTA, AGUSTUS 2006
PENDAHULUAN

Kanker endometrium merupakan salah satu kanker ginekologi tersering di


Amerika Serikat. Selama tahun 2004, terdapat 40.320 kasus baru dengan 7.090 kematian
terjadi karena kanker endometrium. Di Canada insiden kanker endometrium 19,5 kasus
per 100.000 pada tahun 1993, dengan angka kematian 3,6 per 100.000.1,2
Kanker endometrium paling sering terdiagnosis pada usia dekade keenam,
walaupun 20-25% kasus terdiagnosis pada saat premenopause. Secara epidemiologi
terdapat beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan kanker endometrium yaitu
obesitas, wanita postmenopousE, nulipara atau dengan paritas rendah, hormon
replacement therapy dan keadaan anovulasi. Hal-hal tersebut berkaitan dengan keadaan
unopposed estrogen yang meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pemaparan terhadap estrogen atau meningkatkan kadar
progesteron (seperti penggunaann kontrasepsi oral dan merokok) merupakan faktor yang
bersifat protektif.1,2
Bila kanker endometrium terdiagnosis saat masih terlokalisir maka angka
ketahanan hidup 5 tahunnya mencapai 96%, 77% bila penyakit mencapai lokoregional
dan 44% bila sudah metastases jauh. Sebagian besar kasus (77%) terdiagnosis pada
stadium dini. Hal ini dikarenakan adanya pemeriksaan biopsi endometrium yang
merupakan tehnik yang digunakan untuk mengevaluasi jaringan endometrium dan
menjadi baku emas dalam menilai status endomterium. Biopsi endometrium mempunyai
sensitifitas yang baik dengan negatif palsu yang rendah dan sebagian besar disebabkan
karena kesalahan dalam pengambilan. Nilai prediksi positifnya rendah pada wanita
asimptomatik dengan risiko rendah dan nilainya tinggi pada wanita dengan faktor risiko
spesifik, oleh karena itu biopsi ini merupakan metode skrining yang baik pada wanita
yang mempunyai faktor risiko.3
Pada makalah ini akan diuraikan kasus kanker endometrium stadium IB dan
penatalaksanaannya.

1
LAPORAN KASUS
Ny. 59 tahun, P4, datang pertama kali tanggal 12 Desember 2005 ke poliklinik
RSCM (no reg. 297.48.02) dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Penurunan berat badan (+) 6 kg dalam 2 bulan, nyeri perut
(+), menopause sejak usia 45 tahun, dengan riwayat menars usia 13 tahun. Perdarahan
pasca senggama disangkal. Pasien tidak pernah menggunakan metode KB apapun.
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus dan penyakit lainnya disangkal. Tidak ada
keluarga pasien yang menderita kanker. Anak terkecil usia 19 tahun.
Pemeriksaan fisik didapatkan BB: 50 kg, TB 157 cm. BMI : 20. Status generalis dalam
batas normal, dengan tekanan darah 120/80 mmHg. Status ginekologis, porsio licin,
corpus uteri setelur bebek, bentuk dalam batas normal, tidak didapat massa pada adnexa.
Hasil laboratorium dalam batas normal, dengan hasil gula darah puasa 111 mg/dL dan
gula darah 2 jam PP 153 mg/dL. Pada pemeriksaan USG didapatkan cavum uteri berisi
massa kompleks tidak homogen ukuran 43x20x39 mm dan pada pemeriksaan arus darah
tampak ’gambaran seperti payung’, kemungkinan berasal dari kanker endometrium.
Tampak massa padat daerah pelvik kanan 38x32 mm berasal dari KGB iliaka kanan.
Dilakukan biopsi mikrokuret cavum uteri, dengan hasil histopatologi, adenokarsinoma
endometrium tipe endometrioid berdiferensiasi sedang. Kemudian tanggal 13 maret 2006
dilakukan laparatomi, didapatkan uterus ukuran lebih besar dari normal, kedua ovarium
kesan atropi, terdapat pembesaran KGB pelvis kanan dan paraaorta kanan. Dilakukan
pengambilan cairan peritoneum untuk pemeriksaan sitologi, histerektomi total dan
salpingoovarektomi bilateral, omentektomi, limfandenektomi parakolika, paraaorta dan
KGB pelvik. Diagnostik postoperatif yaitu kanker endometrium stadium IIIC, dan
direncanakan untuk adjuvan radiasi.
Hasil histopatologi pasca operasi didapatkan uterus dengan adenokarsinoma
endometrium berdiferensiasi sedang dengan kedalaman invasi < ½ ketebalan
miometrium. Serviks menunjukkan servisitis kronik, tidak tampak anak sebar ke
omentum dan kelenjar getah bening (sinus katarr). Pada sitologi cairan peritoneum tidak
ada sel ganas. Ditegakkan diagnosis saat ini adalah kanker endometrium stadium IB dan

2
pasien direncanakan untuk diobservasi secara berkala untuk melihat ada tidaknya
rekurensi.

DISKUSI
Pada kasus ini, adanya suatu keganasan endometrium sudah dapat diduga
sejak awal pasien datang, mengingat keluhan utamanya adalah adanya perdarahan pasca
menopause. Pada kasus perdarahan pervaginam pasca menopause sudah seharusnya kita
pikirkan sejak awal adanya suatu keganasan sampai dapat dibuktikan tidak adanya
keganasan, mengingat tingginya kasus keganasan endometrium pada usia
postmenopause.1,2 Pada kasus ini, pada pemeriksaan USG sudah dicurigai adanya suatu
keganasan endometrium, dan dipastikan dengan pengambilan sampel endometrium
dengan hasil histopatologi adenocarsinoma endometrium. Pada pasien kemudian
dilakukan staging surgikal sebagai terapi sekaligus menegakkan stadiumnya untuk
memastikan perlu tidaknya terapi lainnya. Saat operasi ditemukan adanya pembesaran
kelenjar getah bening pelvik dan paraaorta, sehingga diduga stadium kanker
endometrium pada pasien ini adalah stadium IIIC. Namun demikian pada hasil
histopatologi didapatkan hasil kanker endometrium dengan kedalaman invasi < ½
ketebalan miometrium dengan sinus katarr pada kelenjar getah bening pelvis dan
paraaorta yang diduga terkena metastasis, sehingga ditegakkan diagnostik pasti kanker
endometrium stadium IB, dan pada pasien ini tidak dilakukan pemberian adjuvan radiasi
tapi hanya dilakukan observasi berkala untuk melihat ada tidaknya rekurensi.
Diagnosis kanker endometrium biasanya dibuat saat melakukan evaluasi
penyebab perdarahan pervaginam yang abnormal. Perdarahan pervaginam abnormal yang
terjadi selama perimenopause atau postmenopause dihubungkan dengan kejadian kanker
endometrium pada 10% kasus.2
Kanker endometrium dapat berasal dari endometrium normal, atrofi, atau
hiperplasia endometrium yang diklasifikasikan menjadi 2 tipe. Tipe I merupakan bentuk
tersering dan dihubungkan dengan peningkatan kadar hormon estrogen dalam sirkulasi.
Tumor ini berawal dari hiperplasia endometrium yang berkembang menjadi kanker.
Secara histologi, tumor ini merupakan adenokarsinoma endometrioid dengan grade yang
rendah dan mengenai 75 – 80 % kasus. Tipe II merupakan kanker dengan grade yang

3
lebih tinggi dan lebih agresif dan timbul secara spontan. Secara histologi, terdiri atas
serous, clear cell, adenosquamous dan adenokarsinoma grade 3, yang mengenai wanita
yang lebih tua dan tidak memiliki estrogen related precursor. Pada beberapa studi
epidemiologi, lebih difokuskan penilaian faktos risiko kanker endometrium tipe I yang
berhubungan dengan adanya hormon estrogen. Sedangkan faktor risiko kanker
endometrium tipe II lebih sedikit.4
Faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya kanker endometrium yaitu : 3,4
1. Hormone Replacement Therapy
Terapi unopposed estrogen meningkatkan risiko kanker endometrium 2-10 kali
dengan risiko relative (RR) rata-rata 4-5 kali dan risiko akan meningkat seiring dengan
lama pemakaian. Penambahan komponen progesteron baik siklik atau terus menerus akan
mengurangi risiko. Lamanya terapi progestin yang siklik merupakan hal yang penting,
sekurang-kurangnya 10 hari (dianjurkan 14 hari).
2. Late Menopause
Didefinisikan sebagai menopause yang terjadi setelah usia 55 tahun, akan
meningkatkan risiko kanker endometrium dua kali lipat.
3. Terapi denganTamoxifen
Pada berbagai penelitian, RR menggunakan tamoxifen berkisar antara 1 - 7,5 kali
meskipun beberapa penelitian kasus-kontrol tidak menemukan hal ini. Pasien yang
mendapat tamoksifen harus diinformasikan mengenai risiko kanker endometrium yang
meningkat dan harus melaporkan setiap perdarahan yang tidak normal.
4. Nullipara dan infertilitas
Secara keseluruhan, nulipara mempunyai risiko rata-rata untuk menderita kanker
endometrium dua kali lipat dibandingkan wanita dengan paritas satu atau lebih. Pasien
yang melahirkan anaknya terakhir 10-19 tahun yang lalu dan yang < 10 tahun memiliki
OR 0,6 (CI 95% 0,4-0,9) dan 0,3 (CI 95% 0,1-0,9) untuk berkembangnya kanker
endometrium bila dibandingkan dengan waktu kelahiran > 20 tahun yang lalu.
5. Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS)
Hanya 5% kasus kanker endometrium yang didiagnosis pada wanita usia kurang
dari 40 tahun. Laporan kasus menduga bahwa sindrom ovarium polikistik (SOP) yang

4
terdapat pada sekitar 5% wanita usia reproduksi merupakan faktor risiko kanker
endometrium pada wanita yang lebih muda.
6. Obesitas dan hipertensi
Penelitan menunjukkan bahwa wanita gemuk mempunyai risiko kanker
endometrium 2-4 kali lipat. Definisi obesitas adalah indeks massa tubuh diatas 27,
sedangkan hipertensi bukan merupakan faktor risko yang independen.
7. Diabetes Melitus
Diabetes merupakan faktor risiko independent kanker endometrium yaitu dua kali
lipat namun tidak ada data yang dapat menyimpulkan jenis dan lamanya diabetes dengan
risiko kanker endometrium.
8. Hereditary non poliphoid colorectal carcinoma (HNPCC)
Wanita dengan HNPCC yang menderita kanker kolon sebesar 2 sampai 10%
namun 5% kasus kanker endometrium terjadi pada wanita yang mempunyai risiko ini.
Wanita ini sepanjang hidupnya mempunyai riisko 22-50% untuk mengalami kanker
endometrium dan tampaknya terjadi pada usia yang lebih muda sekitar 15 tahun lebih
awal dibandingkan wanita tanpa mutasi HNPCC, paling banyak pada usia antara 40 dan
60 tahun.
Pada kasus di atas, pasien tersebut tidak jelas memiliki faktor risiko, namun
demikian, karena pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam pada saat
postmenopause, maka yang pertama dipikirkan adalah adanya kemungkinan keganasan
endometrium, dan harus dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya keganasan
endometrium.

Tabel 1. Pasien yang harus disingkirkan kemungkinan kanker endometrium1


1. Semua pasien dengan perdarahan pasca-menopause
2. Wanita pasca-menopause dengan piometra
3.Wanita pasca-menopause asimtomatik dengan sel-sel endometrium pada usapan Papanicolaou,
khususnya jika ditemukan sel atipik
4. Usia peri-menopause dengan perdarahan intermenstrual atau menstruasi yang banyak
5. Usia pra-menopause dengan perdarahan uterus abnormal, terutama jika terdapat riwayat
anovulasi

Skrining kanker endometrium dan prekursornya dipertimbangkan pada pasien


dengan risiko tinggi seperti :1,2

5
1. Wanita postmenopause yeng menggunakan estrogen eksogen tanpa progestin
2. Wanita dari keluarga dengan kanker kolorektal nonpoliposis
3. Wanita premenopause dengan siklus anovulasi, seperti pada PCOS
Pendekatan diagnosis yang digunakan untuk menilai perdarahan uterin abnormal
dibagi dua, invasif dan non-invasif.2
Metode invasif antara lain :
1. Dilatase dan kuretase (D&C)
2. Biopsi endometrium
3. Histeroskopi dan biopsi langsung
Metode non-invasif terdiri dari :
1. USG
2. Sitologi endometrium. Namun akurasinya sangat rendah
USG transvaginal dengan atau tanpa warna, digunakan sebagai tehnik skrining.
Terdapat hubungan yang sangat kuat dengan ketebalan endometrium dan kelainan pada
endometrium. Ketebalan rata-rata terukur 3,4±1,2 mm pada wanita dengan endometrium
atrofi, 9,7±2,5 mm pada wanita dengan hiperplasia, dan 18,2±6,2mm pada wanita dengan
kanker endometrium. Pada studi yang melibatkan 1.168 wanita, pada 114 wanita yang
menderita kanker endometrium dan 112 wanita yang menderita hiperplasia, mempunyai
ketebalan endometrium  5 mm. Metaanalisis terbaru melaporkan tidak terdeteksinya
kanker endometrium sebanyak 4% pada penggunaan USG transvaginal saat melakukan
pemeriksaan pada kasus perdarahan postmenopause, dengan angka positif palsu sebesar
50%.1
Penentuan stadium karsinoma endometrium yang akurat adalah melalui prosedur
pembedahan, tetapi stadium klinik diperlukan untuk persiapan pembedahan (tabel 2 dan
tabel 3).
Tabel 2. Stadium klinik karsinoma endometrium (FIGO 1971) 1
Stadium 0 Karsinoma insitu
Stadium I Karsinoma terbatas pada korpus
Stadium IA Panjang kavum uteri 8 cm atau kurang
Stadium IB Panjang kavum uteri lebih dari 8 cm
Stadium II Karsinoma mengenai korpus dan serviks
Stadium III Karsinoma meluas keluar uterus tetapi belum keluar dari
panggul kecil
Stadium IV Karsinoma meluas keluar dari panggul kecil atau sudah
mengenai mukosa kandung kemih atau rektum

6
Tabel 3. Stadium pembedahan karsinoma endometrium (FIGO 1988) 1

Stadium IA Tumor terbatas pada endometrium


Stadium IB Invasi kurang dari ½ bagian miometrium
Stadium IC Invasi lebih dari ½ bagian miometrium
Stadium IIA Tumor hanya menginvasi kelenjar endoserviks
Sadium IIB Tumor menginvasi stroma serviks
Stadium IIIA Tumor menginvasi lapisan serosa dan atau ke adneksa dan
atau ditemukannya sel ganas pada bilasan peritoneum
Stadium IIIB Tumor menginvasi ke vagina
Stadium IIIC Tumor bermetastasis pada kelenjar getah bening pelvik dan
Atau paraaorta
Stadium IVA Tumor menginvasi mukosa vesika urinaria dan atau rektum
Stadium IVB Tumor dengan metastasis jauh
G1 Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau nonmorular
padat 5% atau kurang
G2 Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau nonmorular
padat 6%-50%
G3 Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau nonmorular
padat lebih dari 50%

Terapi utama kanker endometrium adalah histerektomi total dan


salpingooverektomi bilateral, dan jika memungkinkan seharusnya dilakukan pada seluruh
kasus. Dan pada beberapa kasus diperlukan pemberian radiasi adjuvan untuk mencegah
recurrensi pada tunggul vagina dan penyebaran ke KGB.1
Kanker endometrium stadium I dan II occult, yang membutuhkan staging surgikal :1
1. Lesi derajat 3
2. Ukuran tumor > 2 cm dengan lesi derajat 2
3. Kanker clear cell atau serosa papileferum
4. Invasi miometrium > 50%
5. Terdapat cervical extention
Pilihan manajemen pasca bedah kanker endometrium stadium awal : 1,5
1. Observasi
Pasien stadium IA atau IB, grade 1 atau 2 memiliki prognosis yang baik dan tidak
diperlukan terapi adjuvan pada kasus ini. Dan bila pasien tidak diberikan terapi

7
adjuvan diperlukan pemantauan ketat sehingga kejadian rekurensi pada tunggul
vagina dapat didiagnosis secara awal.
2. Radiasi vagina
Radiasi intrakaviter secara signifikasn menurunkan risiko rekurensi pada tunggul
vagina. Lotocki dkk melaporkan bahwa penggunaan radium preoperatif atau
postoperatif menurunkan risiko rekurensi pada tunggul vagina 14 % menjadi 1,7
%.
3. Radiasi pelvis eksternal
Pasien dengan KGB pelvis postif anak sebar, merupakan kandidat untuk
pemberian radiasi pelvis eksternal, dan jika dibutuhkan dapat dikombinasi dengan
radiasi paraaorta.Dan juga sangat rasional dilakukan pada pasien dengan risisko
tinggi, yang tidak menjalani surgical staging tetapi memiliki foto rontgen thoraks,
yang negatif, CT scan pelvis dan abdominal negatif, dan kadar Ca 125 yang
normal.
Radiasi ekternal memiliki efektifitas yang sama denga radiasi vaginal dalam
menghilangkan mikrometastasis pada tunggul vagina, sehingga sangatlah tidak
beralasan untuk memberikan radiasi vaginal dan radiasi eksternal secara
bersamaan oleh karena morbiditasnya meningkat secara bermakna.
4. Extended-field radiation
Indikasi pemberian radiasi ini adalah pasien dengan biopsi KGB paraaorta yang
postif atau KGB pelvis positif secara makroskopis/beberapa KBG pelvis positif.
5. Whole abdominal radiation
Pasien dengan metastasis peritoneum atau omentum yang telah direseksi dapat
diberikan radiasi ini. Sedangkan pada kasus dengan residu tumor yang besar,
sebaiknya dipertimbangkan pemberian terapi sistemik.1,6
6. Intraperitoneal 32P
7. Progestin adjuvan
Terapi profilaksis dengan progesteron pada pasien kanker endometrium mungkin
tidak cost effektif kecuali pada pasien dengan risiko tinggi dan merupakan reseptor-
positive tumor. Namun masih diperlukan banyak penelitian.

8
Penatalaksanan kanker endometrium stadium III bersifat individual tetapi
sebaiknya dilakukan histerektomi total dan salpingooverektomi bilateral. Dengan adanya
massa pada adneksa , pembedahan sebaiknya dilakukan untuk menilai asal massa dan
mengangkat jaringan tumor sebanyak-banyaknya. Terangkatnya seluruh tumor yang
terdeteksi secara makroskopis merupakan faktor prognosis penting pada seluruh pasien
dengan kanker endometrium stadium III. Pambedahan sebaiknya meliputi pengangkatan
KGB pelvis atau paraaorta yang membesar, pemeriksaan sitologi, biopsi omentum dan
sampling KGB paraaorta.1,5
Metastasis sistemik merupakan masalah utama, namun pemberian terapai adjuvan
sistemik belum jelas. Pasien-pasien ini biasanya memiliki tumor dengan differensiasi
yang kurang baik, dan umumnya memiliki sedikit reseptor hormon, sehingga tidak
mungkin memberikan respon terhadap progestin. Tidak ada kemoterapi yang
memperlihatkan efek profilaksis pada kanker endometrium.1,5
Pada kasus dengan stadium IV, terapi yang diberikan juga bersifat individual,
namun biasanya termasuk kombinasi antara operasi, terapi radiasi dan atau terapi
kemoterapi.
Pada awalnya berdasarkan pemeriksaan klinis ditegakkan stadium awal pada
kasus ini adalah stadium IIIC dengan dugaan adanya penyebaran ke KGB pelvis kanan.
Juga saat operasi didapatkannya pembesaran KGB pelvis yang dicurigai suatu metastasis.
Pada pasien ini awalnya direncanakan untuk mendapatkan radiasi adjuvan, namun setelah
ada hasil histopatologi yang menyatakan tidak adanya sel ganas yang ditemukan pada
sediaan KGB pelvis, maka ditegakkan diagnosis kanker endometrium stadium IB dan
tidak memerlukan radiasi adjuvan dan hanya akan diobservasi untuk melihat adanya
rekurensi.

Daftar Pustaka
1. Hacker NF. Uterine cancer . In: Berek JS, Hacker NF. Practical Gynecologic
Oncology, 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005; 397-435.
2. Brand A, et al. Diagnosis of endometrial cancer in women with abnormal vaginal
bleeding. SOGC Clinical Practice Guideline.2000; 86: 1-3
3. American Cancer Society Guidelines for the Early Detection of Cancer: Update of
Early Detection Guidelines for Prostate, Colorectal, and Endometrial Cancer. Cancer
J Clin 2001;51;38-75

9
4. Sonoda Y. Screening and the prevention of gynecologic cancer : endometrial cancer.
Best bractice and research clin obstet and gynecol 2006; 20(2): 363-377
5. Management endometrial cancers. In Clinical management for guidelines obstetrics-
gynecologys. ACOG practice buletine. Agust 2005; no 65.

10

Anda mungkin juga menyukai