Anda di halaman 1dari 4

TUGAS ESSAI TENTANG

HUBUNGAN TOPONIMI DENGAN


MITIGASI BENCANA

Dosen :
Ir. Yuwono
Dr. Ir. Muhammad Taufik
Nurwatik, S.T., M.Sc

Oleh :
Marta Berliana(03311740000015)DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN, DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2020
  
HUBUNGAN TOPONIMI DENGAN MITIGASI BENCANA GUNUNG BERAPI
Toponim (toponym) dari 2 kata : topos dan nym (nim), sedangkan topos, artinya
permukaan dan nym = nama. Adapun Topografi (grafi dari grafos) adalah gambaran
permukaan, yaitu permukaan bumi atau rupabumi. Sehingga dapat dikatakan bahwa toponym
adalah nama unsur topografi atau nama unsur rupabumi, atau nama rupabumi atau nama
tempat (place names) atau dengan kata lain toponymy (toponimi) adalah ilmu tentang
penamaan unsur rupabumi atau totalitas dari toponim dalam suatu region.
Isu isu actual yang ada di Indonesia saat ini adalah :

- Bidang toponimi belum dikenal secara baik oleh masyarakat

- Peran dan fungsi bidang toponimi belum diakui oleh masyarakat

- Masalah sosial, ekonomi, politik, agama, sudah saling berinteraksi sehingga tidak
dapat dipisahkan dan adanya permasalahan dunia seperti kemiskinan, energi, bencana
alam, lingkungan membutuhkan suatu sistem informasi yang komprehensif dan
mudah penggunaannya.

- Belum adanya sosialisasi dan disiminasi peran dan manfaat toponimi dalam
pembangunan di Indonesia melalui metode komunikasi masyarakat secara benar.

- Belum adanya standarisasi-standarisasi yang berkaitan dengan pengembangan dan


pemanfaatan toponimi.

- Perlu penyusunan dan pengembangan sistem pendukung keputusan berbasis toponimi


yang dapat dipakai dalam pembangunan berkelanjutan.

- Perlu pembuatan produk perangkat lunak dan perangkat keras untuk toponimi yang
dapat dipakai oleh stakeholder secara murah dan mudah.

- Pembuatan data base secara nasional yang mudah diakses, murah, aplikable dan
berdaya guna sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional
Dari isu-isu terkait toponimi diatas dapat disimpulkan bahwa toponimi penting sebagai
pengetahuan dasar atas tempat masyarakat tinggal, sehingga pengetahuan ini menjadi bahan
kewaspadaan. Pengetahuan toponimi suatu daerah inilah yang menjadi upaya mitigasi
bencana alam baik itu banjir, longsor, gempa bumi, tsunami, atau likuefaksi. Mitigasi
merupakan suatu kegiatan mengurangi risiko bencana agar tidak muncul kepanikan ataupun
korban. Setiap upaya mitigasi memerlukan persepsi yang sama dari semua pihak, baik jajaran
pemerintah maupun unsur masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya pedoman dalam
penyelenggaraan mitigasi bencana yang dapat dituangkan dalam bentuk standar pelaksanaan
atau kebijakan.
Penyelenggaraan mitigasi bencana dapat dilakukan dengan beberapa langkah teknis yang
perlu disampaikan ke masyarakat agar fenomena ini teratasi secara tepat dan tidak
menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Hal pertama yang harus dilakukan dalam
melakukan mitigasi bencana adalah pemetaan wilayah. Pemetaan wilayah memerlukan
toponimi karena tanpa hal tersebut peta yang dihasilkan menjadi peta buta atau tidak
memberikan informasi yang diinginkan.
Toponim untuk gunung sangat dipentingkan mengingat nama-nama geografis sangat
diperlukan dalam upaya penanggulangan bencana gunung berapi. Dengan basis data nama-
nama geografis yang lengkap maka pemerintah atau pihak terkait dapat mengetahui unsur-
unsur geografis yang berada di sekitar gunung berapi tersebut serta jumlahnya. Juga dapat
terlihat unsur geografis lainnya seperti sungai, danau, bukit, dan sebagainya.

Dari analisis spasial dapat terlihat kecenderungan arah aliran lahar dan material
letusan sehingga dapat ditentukan daerah rawan bencana. Hasil overlay antara daerah rawan
bencana dengan posisi unsur-unsur geografis tersebut dapat diketahui berapa jumlah desa
kampung, desa dan kecamatan yang potensial untuk terkena bencana. Beberapa contoh
toponomi di wilayah gunung yaitu antara lain di sekitar Gunung Soputan (1783 m) adalah
salah satu gunung berapi di daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Secara administratif Gunung
Soputan terbagi di tiga wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Tombatu dan Tombasian,
Kabupaten Minahasa Selatan dan Kecamatan Langowan di Kabupaten Minahasa. Pada
kenyataannya Minahasa adalah daerah yang seluruhnya terdiri dari pegunungan. Selain
Gunung Soputan juga terdapat Gunung Lokon (1579 m), Gunung Mahawu (1331 m), Gunung
Tangkoko (1149 m). Gunung Soputan merupakan gunung berapi yang cukup aktif, ini
dibuktikan dari catatan letusannya dari tahun 1785 sampai 2000 sebanyak 25 kali. Analisis
peta menunjukkan bahwa daerah rawan bencana berada di daerah sebelah barat Gunung
Soputan. Dari basis data toponim diperoleh nama-nama kampung yang berada di sekitar
daerah rawan bencana, misalnya Kotamenara, Ranoketangtua, Pinaling, Woran, Lobu dan
Silian Dua. Kampung-kampung tersebut berada di sebelah barat dan berada dalam radius 16
km dari Gunung Soputan. Gambar di bawah ini menunjukkan nama-nama pemukiman yang
berada di lereng sebelah barat Gunung Soputan.

Nama-nama tersebut dan posisinya merupakan informasi spasial penting dalam


penanggulangan bencana gunung berapi. Berdasarkan informasi nama-nama unsur geografis
tersebut, pemerintah dapat merencanakan langkah-langkah penting selanjutnya, misalnya
evakuasi terhadap penduduk kampung dan desa-desa yang berada di daerah rawan bencana,
mengumumkan nama sungai-sungai yang mungkin teraliri lahar, serta informasi penting
lanilla yang terkait nama tempat dan posisinya.

SUMBER :

- Sukojo, Bangun Mulyo. 2012. Toponimi (Arti dan Peran). Surabaya : Institut
Teknologi

Sepuluh Nopember.

- https://kumparan.com/rezapermadi/toponimi-sebagai-upaya-mitigasi-bencana-1t36L5gGZpf

- https://news.detik.com/kolom/d-4934487/manajemen-bencana-pada-wabah-corona

Anda mungkin juga menyukai