Sifilis
Sifilis
Disusun Oleh :
Meilisa M Kusdianto
NIM. 202084048
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini guna
penyelesaian tugas kepaniteraan klinik pada bagian kulit dan kelamin dengan
judul referat “Diagnosis Banding Sifilis Sekender”. Dalam penulisan referat ini,
banyak pihak yang turut terlibat untuk penyelesaiannya. Untuk itu penulis ingin
ini.
2. Orang tua dan semua pihak yang telah membantu serta memberi motivasi
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan referat
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga referat ini dapat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................iv
II.1 Definisi..........................................................................................................1
II.2 Etiologi..........................................................................................................1
II.3 Etiopatogenesis..............................................................................................3
II.5 Diagnosis.......................................................................................................6
II.7 Tatalaksana..................................................................................................15
II.8 Prognosis......................................................................................................19
III.1 Kesimpulan.................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
bagian tubuh dan dapat menimbulkan kondisi cukup parah misalnya infeksi otak
sehingga sering disebut sebagai “the great imitator” atau “the great impostor”.
Dalam perjalanannya, sifilis kadang dapat dikenali karena pada sebagain besar
infeksi berlangsung silent, dapat diselingi dengan periode laten tanpa gejala, dan
mengancam jiwa.(3)
memiliki panjang sekitar 6-15 µm, lebar 0,15 µm dan tubuh yang berlekuk –
sekunder.(4,5) Sifillis sekunder adalah tahap lanjutan dari sifillis primer yang terjadi
iv
limfadenopati dan malaise. Lesi pada penderita sifillis sekunder berbentuk
12 juta kasus baru. Angka kejadian sifillis di negeri cina lebih besar pada daerah
yang tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan komplikasi yang buruk
bagi penderitanya seperti kelainan kardiovaskuler, lesi nodul di area kulit dan
v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Treponema pallidum, suatu spesies bakteri gram negatif, berbentuk spiral yang
dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh. Organisme ini sangat tipis,
lembut, dan sulit ditumbuhkan secara in vitro. Penularan sifilis terutama melalui
hubungan seksual, tetapi penyakit ini dapat pula ditularkan secara vertikal dari ibu
ke janin melalui jalur transplasenta, melalui transfusi darah, atau perlukaan dari
II.2 Etiologi
1
T.pallidum subspesies pallidum berbentuk spiral tipis, mempunyai sel
peptidoglikan serta lipid rich outer membrane yang hanya memiliki sedikit
beberapa gen yang bertanggung jawab pada transport asam amino, karbohidrat
dan elektrolit. Organisme ini memiliki single circular genome yang stabil tanpa
elemen yang mudah berpindah-pindah seperti bakteri lain. Hal ini menyebabkan
organisme ini sulit bermutasi dan mungkin dapat menjelaskan rendahnya kejadian
2
II.3 Penularan Dan Perjalanan Penyakit
selaput lendir yang utuh, atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe,
klinis dan serologis belum jelas. Kisaran satu minggu setelah terinfeksi
Treponema palidum, ditempat masuk timbul lesi primer berupa ulkus. Ulkus akan
Uji serologis masih akan negatif ketika ulkus pertama kali muncul dan
baru akan reaktif setelah satu sampai empat minggu berikutnya. Enam minggu
kemudian, timbul erupsi seluruh tubuh pada sebagian kasus sifilis sekunder. Ruam
ini akan hilang kisaran dua sampai enam minggu, karena terjadi penyembuhan
tanda-tanda klinis, kecuali hasil pemeriksaan serologis yang reaktif. Masa laten
II.4 Klasifikasi
Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisita (didapat). Sifilis
kongenital dibagi menjadi: dini (sebelum 2 tahun), lanjut (sesudah 2 tahun), dan
stigmata. Sifilis akuisita dapat dibagi menurut 2 cara, yaitu secara klinis dan
stadium 1 (S1), stadium 2 (S2) dan stadium 3 (S3). Secara epidemiologic menurut
3
1. Stadium dini menular (dalam 1 tahun sejak infeksi), terdiri atas S I, S II,
2. Stadium lanjut tak menular (setelah 1 tahun sejak infeksi). Terdiri atas
sifilis primer dengan gejala khas berupa ulkus pada daerah inokulasi, sifilis
sekunder dengan manifestasi pada kulit berupa ruam kulit, mukokutaneus, dan
limfadenopati, sifilis laten yang terbagi menjadi sifilis laten dini dan laten lanjut,
sifilis tersier yang biasanya ditandai dengan gumma, sifilis kardiovaskuler atau
neurosifilis.(15)
dan hematogen dari lesi primer yang kemudian terdeposisi di berbagai jaringan.
Lesi pada sifilis sekunder umumnya muncul dalam waktu 3 hingga 12 minggu
setelah munculnya chancre namun pada 15% kasus dapat muncul beberapa bulan
sifilitika yaitu lesi erupsi makular yang diskret, bentuk bulat-oval, berukuran Ø
0,5-2 cm, terdistribusi pada badan, fleksor ekstremitas atas, dan telapak tangan
dan kaki. Pada 75% kasus ruam ditemukan pada telapak tangan dan kaki. (15) Lesi
4
biasanya berwarna merah tembaga dan memiliki distribusi simetris bilateral. Lesi
umumnya tidak gatal, meskipun pada suatu penelitian dapat ditemukan rasa gatal
pada 40% pasien. kondilomata lata berupa kemerahan, papula atau plak, halus,
basah. Sering pada daerah genital dan anal, psoriasis syphilitica dan frambosia
Pada sifilis sekunder yang mengalami relaps lesi sering unilateral dan
berbentuk asinar. Pada kulit kepala dijumpai alopesia yang disebut moth-eaten
alopecia yang dimulai pada daerah oksipital. Lesi sifilis sekunder dapat muncul
pada waklu lesi sifilis primer masih ada. Pada umumnya dijumpai pembesaran
kclenjar limfe multipel superfisial pada tubuh dan sering terjadi pembesaran limpa
(splenomegali).(18)
5
Gambar 4. Lesi pada sifilis sekunder: multiple, papula bersisik yang mengalami
hiperpigmentasi di telapak tangan(8)
Gambar 5. Erupsi sifilis papulosquamous dengan eritema, berbatas tegas, plak putih yang
ditutupi dengan sisik(8)
Gambar 6. Lesi sifilis sekunder pada telapak tangan dan gambaran moth eaten alopecia
pada sifilis sekunder(8)
6
Gambar 7. Papul pada penis sifilis sekunder(8)
7
Gambar 10. Lesi psoriaform pada sifilis sekunder(8)
II.5 Diagnosis
tidak langsung. Untuk diagnosis sifilis langsung dari spesimen klinis dapat
fleksi, dan gerakan seperti membuka tutup botol.20 Identifikasi T. pallidum dengan
DFM atau DFA merupakan diagnosis pasti untuk sifilis, namun pemeriksaan ini
memerlukan tenaga laboratorium yang terlatih dan tidak tersedia secara luas.
lembab dan spesimen juga harus segera diperiksa. Kegagalan dalam menemukan
karena pemeriksaan DFM memiliki sensitivitas yang rendah, terutama untuk lesi
semua stadium. Pemeriksaan serologis dibagi menjadi dua yaitu tes treponemal
dan tes non treponemal. Tes non treponemal memiliki harga yang terjangkau
8
sehingga digunakan secara luas sebagai skrining. Salah satu tes non treponemal
yang sering dilakukan yaitu venereal disease research laboratory (VDRL) atau
rapid plasma reagen (RPR) dengan menggunakan antigen atau reagen kombinasi
kardiolipin, kolesterol dan lesitin. Tes ini mendeteksi keberadaan antibodi anti
oleh Treponema pallidum. Tes akan reaktif pada 4-5 minggu setelah infeksi.
VDRL memiliki sensitivitas sebesar 70-80% pada sifilis primer dan 99-100%
pada sifilis sekunder namun spesifisitas terbatas. Titer VDRL yang tinggi (≥32)
hasil pengobatan.(19,20) Pada koinfeksi sifilis dan HIV dapat terjadi beberapa hal
seperti, titer yang terlalu tinggi, hasil negatif palsu dan seropositivitas yang
terlambat.(14)
diketahui masa inkubasi, gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala
setempat yaitu tidak ada rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat
9
Pallidum positif. Kelainan dapat nyeri bila disertai infeksi sekunder. Kelenjar
tanpa supurasi. Tes serologic setelah beberapa minggu bereaksi positif lemah.
Dasar diagnosis sifilis sekunder sebagai berikut, sifilis sekunder timbul 6-8
minggu setelah sifilis primer. Sifilis sekunder dapat menyerupai berbagai penyakit
Klinis yang penting umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada sifilis
positif kuat pada sifilis sekunder dini dan lebih kuat lagi pada sifilis sekunder
lanjut. Sifilis dapat menyerupai berbagai penyakit sehingga erupsi obat alergik,
hanya melibatkan kulit atau merupakan bagian dari reaksi sistemik seperti
10
sindrom hipersensitivitas obat (disebut juga drug-induced hypersensitivity
symptoms/DRESS).(21)
yang eritema, muncul dalam 1-6 minggu setelah konsumsi obat. Hampir selalu
disertai gatal. Tidak disertai pustul atau bula. Predileksi pada tubuh dan
ekstremitas, tidak mengenai telapak tangan dan kaki, seringkali generalisata dan
cenderung simetris. Resolusi terjadi dalam 7-14 hari, ditandai perubahan warna
Erupsi bisa disertai gejala konstitusi pada 20% kasus berupa demam, nyeri kepala,
nyeri otot atau sendi. Erupsi dapat timbul sendiri atau disertai keterlibatan organ
internal (hati, paru, ginjal, jantung, susunan saraf pusat) yang menandakan
Alergi pada kulit atau mukokutan karena penggunaan obat terutama secara
sistemik. Pada anamesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat
sehingga mirip rosella pada sifilis sekunder. Keluhanya gatal sedankan pada sifilis
kulit untuk reaksi hipersensitivitas cepat (lgE), tes tempel, tes provokasi atau tes
dosing, tes RAST, pengukuran lgG atau lgM yang spesifik untuk obat,
11
histamin, prostaglandin, leukotrin, triptase, transformasi limfosit, esai toksisitas
bercak koplik.(23)
oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput
makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.(23)
stadium erupsi dan stadium konvalensi. Pada stadium prodromal ditandai dengan
12
panas tinggi, biasanya > 38oC selama 3 hari atau lebih, disertai gejala 3C
pada saat suhu tubuh sedang tinggi, namun bercak tak langsung muncul diseluruh
tubuh melainkan bertahap dan merambat. Mulai pada daerah kepala, belakang
leher, kemudian ke badan dan anggota badan atas, selanjutnya ke anggota badan
bawah. Warnanya khas merah dengan ukuran yang tidak terlalu besar, bercak
memenuhi seluruh tubuh dalam waktu satu minggu. Pada stadium konvalensi,
disertai kulit bersisik. Kelainan kulit berupa eritema seperti pada sifilis sekunder.
Perbedaanya, pada morbilli disertai gejala konstitusi (tampak sakit dan demam),
Antibodi bisa terdeteksi bila sudah keluar ruam dan terdapat 4 kali kenaikan titer
yaitu saat rekonvalesen dibandingkan dengan titer pada saat prodormal. Virus
13
Gambar 14. Ruam pada morbilli(8)
Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan
rosea yang berarti berwarna merah muda. Pitiriasis Rosea adalah erupsi kulit yang
dapat sembuh sendiri, berupa plak berbentuk oval, soliter dan berskuama pada
trunkus ( herald patch ) dan umumnya asimptomatik. Dominan terjadi pada anak-
Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea dimulai dengan lesi pertama berupa
makula eritematosa yang berbentuk oval atau anular dengan ukuran yang
bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah ditutupi oleh skuama halus dan
bagian tepi mempunyai batas tegas yang ditutupi oleh skuama tipis yang berasal
dari keratin yang terlepas yang juga melekat pada kulit normal ( skuama
14
Gambar 15. herald patch(8)
Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa
malaise, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan pembengkakan
kelenjar limfe.4 Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu kemudian akan timbul lesi
sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri
dari lesi dengan bentuk yang sama dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil
( diameter 0,5 – 1,5 cm ) dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan
sejajar dengan kosta sehingga memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain
berupa paul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan
garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan tersebar
15
Gambar 17. Gambaran Christmas tree pada pitriasis rosea(25)
papul dan pecah sehingga mengalami ulserasi di tengah ) berupa tidak ada herald
patch, limfadenopati, lesi melibatkan telapak tangan dan telapak kaki, dari tes
II.6.2.4 Psoriasis
16
Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit yang bersifat kronik residif
kering, tebal dengan ukuran yang beragam serta dilapisi oleh skuama tebal
berlapis-lapis dan berwarna putih seperti mika. Plak eritematous yang tebal
darah dan inflamasi. Tempat predileksi lesi psoriasis yaitu pada scalp, ekstensor
lengan, kaki, lutut, siku, dorsum manus dan dorsum pedis. Keluhan yang
dirasakan adalah gatal dan kadang rasa panas yang membuat pasien merasa tidak
nyaman. Bentuk kelainan bervariasi mulai lentikuler, numular atau plakat dapat
berkonfluensi.(8,14)
merata, tetapi pada stadium lanjut sering eritema yang ditengah menghilang dan
hanya terdapat dipingir, (2) skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih
seperti mika dan transparan, (3) pada kulit terdapat eritema mengkilap yang
homogen dan terdapat perdarahan kecil jika skuama dikerok (Auspitz sign) (4)
17
Gambar 18. Tampak plak eritematous psoriasis dengan skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih
seperti mika(8)
Pada psoriasis terdapat fenomena yang khas yaitu fenomena tetesan lilin
dimana bila lesi yang berbentuk skuama dikerok maka skuama akan berubah
warna menjadi putih yang disebabkan oleh karena perubahan indeks bias. Auspitz
sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan timbul bintik-bintik
tetapi bila kerokan tersebut diteruskan maka akan tampak pendarahan yang
merata. Fenomena kobner ialah bila kulit penderita psoriasis terkena trauma
misalnya garukan maka akan muncul kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis.(8,14)
18
Gambar 20. Fenomena Auspitz(8)
dan sering disertai demam pada malam hari (dolores nocturnal), STS positif (tes
serologik untuk sifilis), terdapat senggama tersangka (coitus suspectus), dan pada
psoriasis tidak didapati limfadenitis generalisata, serta terdapat tanda tetesan lilin
dan Auspiz. Faktor pemicu psoriasis antara lain karena penggunaan obat, emosi
yang tidak stabil, infeksi saluran nafas atas, garukan, gesekan, alkoholisme dan
Kelainan ini dapat mengenai bayi dan dewasa, dan berhubungan dengan
peningkatan produksi sebum pada skalp dan area yang memiliki banyak kelenjar
sebasea di wajah dan badan. Tempat predileksi biasanya dimulai pada kulit
kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan. Istilah
dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari
19
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan batasnya agak kurang tegas. Kelainan kulit dapat disertai rasa gatal
walupun jarang. D.S. yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-
skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh
kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut
pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal.
(14,27)
Pada daerah pipi, hidung, dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul.
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,
telinga posaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering
cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-
krusta yang kotor dan berbau tidak sedap.(14) Pada daerah supraorbital, skuama-
skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit dibawahnya eritematosa dan gatal,
20
Gambar 21. Dermatitis Seboroik pada lipatan nasolabial, pipi, alis, dan hidung(8)
yang terdiri dari eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan
batasnya agak kurang tegas (skuama dapat halus atau kasar).1 Predileksi dermatitis
seboroik terdapat pada bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea
(kelenjar minyak) yaitu daerah kepala (kulit kepala, telinga bagian luar, saluran
telinga, kulit di belakang telinga), wajah (alis mata, kelopak mata, glabellla,
generalisata.(14)
kelamin adalah suatu penyakit infeksi berbentuk makula maupun papul pada
21
daerah mukosa anal dan genital serta sekitarnya yang sangat mudah menular dan
diakibatkan oleh Human papilloma virus (HPV). Bentuk umum dari kondiloma
berbetuk filiformis atau menyatu. Lesi pada umumnya lebih dari satu, terdapat
pada daerah kulit yang lembab, dan pertumbuhannya dapat diinduksi oleh
Pada pria, lesi ini paling umum ditemukan di penis, skrotum, meatus
uretra, dan area perianal. Sedangkan pada wanita, ditemukan di introitus, vulva,
perineum, perianal dan mungkin juga pada serviks dan dinding vagina.
Kondiloma akuminata juga dapat ditemukan pada area pubis, paha atas, dan
22
kembali setelah tiga bulan, bahkan setelah mendapatkan pengobatan yang tepat.
(30,31)
Gambar 23. Lesi dengan pigmen yang dikomfirmasi secara histologist merupakan kondiloma akuminata (30)
Lesi dapat muncul soliter berupa papul atau plak keratotik. Lesi awal KA
dapat berupa papul atau nodul berukuran 1-2 mm dengan warna cerah dan
kemudian dapat membesar hingga beberapa inci, mengakibatkan nyeri pada saat
berhubungan dan juga pada saat melahirkan. Umumnya kelainan kulit yang
timbul terjadi pada area yang lembab. Kutil ini dapat pula bervariasi baik warna
dan bentuk, antara warna pink, ungu, kemerahan atau kecoklatan dan permukaan
antara datar hingga verrucous (kasar). Kutil ini dapat pula menyebar kedalam
lesi pada area sekitar menunjukkan penyebaran lokal dari HPV. Mungkin juga
terdapat riwayat sekret yang keluar dari alat vital, serta rasa nyeri pada saat
berhubungan seksual.(31,32)
23
Pemeriksaan Penunjang menggunaan asam asetat 3-7 % (Acetowhite test)
Hasil tes tampak gambaran lesi putih. Biopsi kurang dipakai untuk menegakkan
diagnosis, namun direkomendasikan untuk lesi yang dicurigai bersifat ganas atau
memiliki potensi menjadi ganas, dengan ciri lesi mengalami ulserasi, perubahan
bentuk secara tiba-tiba, terfiksir dengan jaringan dibawahnya, dan tidak berespon
keratinosit yang tidak normal, dikenal sebagai koilosit. Sel ini berbentuk besar,
hyperkeratosis, dan parakeratosis. Lapisan granular tidak tampak dan rete ridge
24
Gambar 25. Gambaran histopatologis dari kondiloma akuminata. (A) Akantosis yang tersebar merata dan
struktur bunga kol (pewarnaan HE, 40x). (B) Koilositosis pada lapisan sel granular. (C) Keratinosit tersususn
secara fasikuler (pewarnaan HE, 200x). (D) Susunan fasikuler dan koilositosis yang tampak bersamaan.(33)
Gambar 26. kondiloma lata tampak plak yang lembab dengan permukaan datar(8)
Gambar 27. Kondiloma akuminata pada korona glandis (A) dan pada skrotum (B)(34)
terminal, yang ditandai oleh timbulnya satu atau lebih bercak kerontokan rambut
pada scalp dan atau kulit yang berambut terminal lainnya. Lesi pada umumnya
berbentuk bulat atau lonjong dengan batas tegas, permukaan licin tanpa adanya
25
Lesi alopecia areata stadium awal, paling sering ditandai oleh bercak
kebotakan yang bulat atau lonjong, berbatas tegas. Permukaan lesi tampak halus,
licin, tanpa tanda-tanda sikatriks, atrofi maupun skuamasi. Pada tepi lesi kadang-
kemudian menjadi bercak berbentuk bulat atau lonjong yang terbentuk karena
rontoknya rambut, kulit kepala tampak berwarna merah muda mengkilat, licin dan
disertai dengan eritem ringan dan edema. Bila lesi telah mengenai seluruh atau
hampir seluruh kulit kepala disebut alopecia totatis. Apabila alopecia totalis
ditambah pula dengan alopecia dibagian badan lain yang dalam keadaan normal
adalah bentuk ophiasis yang biasanya terjadi pada anak, berupa kerontokan
rambut pada daerah occipital yang dapat meluas ke anterior dan bilateral 1 – 2 inci
mengeluh gatal, nyeri, rasa terbakar atau parastesi seiring timbulnya lesi.(36,37)
daerah yang akan berkembang menjadi lesi, atau terjadi pertumbuhan rambut baru
pada lesi atau pada rambut terminal di sekitar lesi. Hal ini disebabkan oleh
26
fase anagen lll/IV dengan akibat kerusakan mekanisme pigmentasi pada bulbus
rambut.(8,35)
alopecia atau alopecia yang secara klinis berkembang secara progresif, didukung
adanya trikodistrofi, efluvium anagen, atau telogen yang luas, dan perubahan pada
yang disertai rambut tanda seru (exclamation mark hair) pada bagian proksimal,
miniaturisasi, pigmentasi yang tidak teratur. Tes menarik rambut pada bagian tepi
eosinofil atau sel mast.(8,36,37) Penyakit ini mirip dengan moth eaten alopecia pada
sifilis sekunder. Perbedaanya pada alopesia areata lebih besar (numular) dan
hanya beberapa, sedankan moth eaten alopecia lebih kecil (lenticular) dan banyak
27
II.7 Tatalaksana
Hingga saat ini obat pilihan utama untuk sifilis ialah penisilin, bila
direkomendasikan oleh Center for disease control and prevention (CDC) untuk
sifilis dini (sifilis primer, sekunder dan laten dini) adalah benzatin penisilin
dengan dosis 2,4 juta unit secara intramuskular dosis tunggal atau penisilin G
prokain 0,6 juta unit intramuskular setiap 24 jam selama 10 hari. Bila pasien
mg per oral setiap 6 jam selama 14 hari, atau doksisiklin 100 mg per oral setiap 12
jam selama 14 hari, atau eritromisin stearat 500 mg per oral setiap 6 jam selama
14 hari.(16)
oleh pelepasan endotoksin Treponema pallidum dalam jumlah besar. Reaksi dapat
terjadi dalam beberapa jam setelah pengobatan dan akan menghilang dalam waktu
24-36 jam. Gejalanya dapat berupa demam, mengigil, nyeri kepala, athralgia,
malese, lesi bertambah jelas (misalnya lesi sifilis menjadi lebih merah).(8)
II.8 Prognosis
Pengobatan pada sifilis primer dan sekunder memberikan hasil yang
sangat baik. Kegagalan terapi hanya masih ditemukan pada penderita HIV.
Penderita tabes dorsalis tidak akan membaik tetapi progresivitas penyakit akan
respon yang baik dengan pengobatan sifilis walaupun infark iskemik masih dapat
ditemukan.(9)
28
29
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Treponema pallidum, suatu spesies bakteri gram negatif, berbentuk spiral yang
dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh. Organisme ini sangat tipis,
lembut, dan sulit ditumbuhkan secara in vitro. Sifilis menular melalui kontak
seksual baik melalui vaginal, anal, atau oral. Sifilis terbagi dalam beberapa
stadium yaitu, sifilis primer, sifilis sekunder dan sifilis tersier. Diagnosis sifilis
sel skuamosa, penyakit behcet dan ulkus mole. erupsi oobat alergik, morbilli,
prevention (CDC) untuk sifilis dini (sifilis primer, sekunder dan laten dini) adalah
benzatin penisilin. Pengobatan pada sifilis primer dan sekunder memberikan hasil
yang sangat baik. Kegagalan terapi hanya masih ditemukan pada penderita HIV.
Penderita tabes dorsalis tidak akan membaik tetapi progresivitas penyakit akan
respon yang baik dengan pengobatan sifilis walaupun infark iskemik masih dapat
ditemukan.
30
DAFTAR PUSTAKA
2008;19(3):145–51.
2010;3(2):179–80.
Professional; 2012.
31
10. LaFond RE, Lukehart SA. Biological basis for syphilis. Clin Microbiol
Rev. 2006;19(1):29–49.
11. Antal GM, Lukehart SA, Meheus AZ. The endemic treponematoses.
14. Linuwih S, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit kulit dan kelamin 7th
Virus (HIV)-Infected Men Who Have Sex with Men (MSM): A Case
2015;26(Supplement A):18A-22A.
32
20. Lukehart SA. Biology of treponemes. Sex Transm Dis 4th ed New York
allergy. 2016;3.
23. Marcdante KJ, Kliegman R, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu
24. James WD, Berger TG, Elston DM. Familial benign chronic pemphigus
2009;2(1):1–3.
14.
33
31. Partridge JM, Koutsky LA. Genital human papillomavirus infection in men.
33. Odom RB, James WD, Berger TG. Andrew, s diseases of the skin: clinical
dermatology. 2000;
35. Van Der Velden EM, Drost BHIM, Ijsselmuiden OE, Baruchin AM,
37. Eckert J, Church RE, Ebling FJ. The pathogenesis of alopecia areata. Br J
Dermatol. 1968;80(4):203–10.
The genetic risk for alopecia areata in first degree relatives of severely
34