Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Peradaban Islam

KEMUNCULAN ILMU KIMIA MODERN

Peralihan dari alkimia ke kimia sebagai ilmu pengetahuan alam modern terjadi pada abad
XVI-XVII setelah para ilmuwan Eropa mengembangkan teknik-teknik penelitian di laboratorium
dan mempublikasikannya. Setelah era peralihan itu, metoda eksperimen menjadi landasan
bagi perkembangan ilmu kimia. Serangkaian penemuan ilmiah yang berhubungan dengan
pembakaran dianggap sebagai titik awal lahirnya kimia modern, sebab temuan-temuannya
dilandasi dengan prinsip dan teori yang dikembangkan oleh pakar alkimia dan dikaji melalui
kajian eksperimen menggunakan metoda ilmiah. Beberapa pakar kimia yang dipandang
mengawali perkembangan kimia modern diantaranya Joseph Priestley (1733-1804), Antoine
Lavoisier (1743-1794), dan John Dalton (1766-1844).

Ilmu pengetahuan yang berkembang setelah masa Renaissance Eropa menjadikan alkimia
sebagai ilmu yang menggabungkan sifat sifat fisik dan spiritual atas materi alam, mulai
ditinggalkan. Menurut Heilbron dkk, sampai abad ke-16, kimia masih diidentikkan dengan
alkimia. Hampir dua ratus tahun kemudian, tepatnya setelah ditekankan penggunaan eksperimen
pada setiap penemuan, kimia dipisahkan dari alkimia. Masa ini juga ditandai munculnya ilmu
metalurgi, yaitu dikembangkan pengekstrakan logam dari sumbernya. Memasuki abad ke-17,
kimia mulai dikenalkan di beberapa universitas di Eropa sebagai cabang dari ilmu pengetahuan
alam seperti halnya fisika, anatomi dan botani. Secara bertahap konsep-konsep baru
bermunculan seiring dengan semangat renaissance para kaum intelektual Eropa. Hingga abad ke-
18 ilmuwan kimia masih menaruh perhatian kepada unsur-unsur dan komposisinya dalam
berbagai materi alam, melalui analisis dan sintesis zat seperti asam, basa dan berbagai logam.
Berbagai zat yang populer di Eropa merupakan warisan dari temuan ilmuwan alkimia Islam
beberapa abad sebelumnya.

Menjelang akhir abad ke-19, ilmu kimia dibagi beberapa cabang sesuai dengan objek
kajiannya. Kimia organik yang mengkaji tentang materi atau unsur-unsur dari bahan yang hidup
(hayati, mengandung unsur karbon) mulai dipisahkan dari kimia anorganik yang secara spesifik
mempelajari dari komposisi dan unsur-unsur alam selain karbon. Masih dalam abad yang sama,
disiplin kimia fisika dibentuk setelah muncul fenomena dikembangkannya efek struktur kimia
pada sifat fisis. Kimia fisik meliputi termodinamika dan elektrokimia. Pada abad ke-20 hingga
abad ke-21, kimia telah berkembang dengan pesat dan maju hingga melahirkan banyak cabang
dalam lintas disiplin ilmu kimia. Penggunaan bahan-bahan kimiawi dan terapan ilmu kimia telah
meluas dalam berbagai bidang, antara lain pertanian, kesehatan, pengobatan dan industri

A.Ilmu Kimia Modern dalam Masyarakat Muslim


Pasca masa gemilang lahirnya sains-sains dari para ilmuwan dan filosof muslim abad ke-
8–14 M., perkembangan sains di dunia muslim seakan larut terbawa arus globalisasi dan
sekularisasi yang ditiupkan Barat baik Amerika maupun Eropa. Isu sains dan Islam akhir-akhir
ini banyak mendapat perhatian dari banyak kalangan muslim utamanya yang mulai gelisah dan
khawatir melihat pesatnya kemajuan sains dan teknologi yang berpusat di Barat. Produk sains
dan teknologi tersebut patut untuk diwaspadai dan diperiksa, karena konsep bebas nilai dalam
sains sesungguhnya penuh muatan sekularisme dan kapitalisme yang mengancam nilai-nilai
moral dan ketuhanan.
Pesatnya kemajuan sains dan teknologi di Barat telah menghasilkan sebuah kimia baru,
dimana teori-teori telah diupayakan utilitasnya secara penuh untuk kemudahan kehidupan umat
manusia. Banyak pula muncul teori dan tema-tema baru dalam kimia modern yang semakin
mengukuhkan peran ilmu kimia dalam memajukan peradaban. Namun, sedikit banyak hasil
kemajuan kimia modern juga turut memperparah sisi negatif akibat perkembangan sains modern
pada umumnya. Banyak kalangan menilai dan mengkritik, tidak hanya ilmu kimia, kemajuan
sains modern secara umum justru sebagai ancaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan, termasuk
kualitas hidup manusia, bahkan kelangsungan hidup planet bumi beserta isinya.

B. Sumbangan Ilmuwan Muslim terhadap Kimia Modern


Kemajuan sains di Barat menyebabkan kegelisahan di kalangan masyarakat muslim,
keadaan ini dimotivasi oleh romantisme kejayaan peradaban Islam dalam bidang sains beberapa
abad yang lampau. Sebuah kondisi yang ironis telah terjadi di dunia Islam pada umumnya,
bahwa kemajuan sains yang gemilang pada abad lampau seakan terhenti sekian lama tanpa
diketahui kapan akan berjaya kembali. Semangat memajukan kembali sains-sains inilah telah
membuka pekerjaan baru bagi beberapa kalangan muslim untuk terus menerus melakukan riset-
riset termasuk dalam bidang ilmu kimia.
Beberapa tren dan konsentrasi pengembangan kimia kontemporer dibedakan atas
teknologi informasi dalam ilmu kimia (Computational Chemistry), kimia material (Material
Chemistry and Nanotechnology), kimia lingkungan (Enviromental and Green Chemistry), serta
biokimia (Chemistry in Life Sciences). Sumbangan ilmuwan kimia muslim kontemporer terhadap
kemajuan kimia tidak bisa dilepaskan dari kesuksesan Ahmad Zewail dari Mesir yang berhasil
memperoleh nobel bidang kimia tahun 1999. Zewail berhasil meraih nobel karena jasanya
menemukan metode femtokimia (femto-chemistry) yaitu mempelajari reaksi kimia pada skala
waktu yang luar biasa pendek, sekitar 10–15 sekon. Zewail berhasil menciptakan sebuah laser
Femtosecond transition-state spectroscopy (FTS), bagaikan sebuah kamera yang mampu meng-
capture gerakan molekul dalam skala 5 triliun perdetik. FTS memadukan 2 sinar yang dihasilkan
molekul- molekul dalam sebuah ruang vakum. Laser tersebut kemudian menginjeksikan 2 sinyal.
Pertama, sinyal pompa, mengeksitasi molekul ke tingkat energi yamg lebih tinggi. Kedua, sinyal
sampel,mendeteksi molekul berdasarkan panjang gelombangnya. Atas keberhasilan fenomenal
ini, banyak hal yang menjadi mudah untuk dilakukan.
Bidang fotografi sangat terbantu dengan temuan ini, dimungkinkan mengembangkan
kamera shutter yang dapat meng-capture gerakan yang amat cepat serta meng-slow down
kembali gerakan tersebut seperti halnya peristiwa terciptanya gol sepakbola oleh seorang striker.
Setiap kimiawan Muslim itu telah memberi sumbangan yang berbeda-beda bagi
pengembangan ilmu kimia.
 Jabir (721 M-815 M), misalnya, telah memperkenalkan eksperimen atau percobaan
kimia. Ia bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian
eksperimen. Salah satu ciri khas eksperimen yang dilakukannya bersifat kuantitatif.
Ilmuwan Muslim berjuluk 'Bapak Kimia Modern' itu juga tercatat sebagai penemu sederet
proses kimia, seperti penyulingan/distilasi, kristalisasi, kalnasi, dan sublimasi. Sang
ilmuwan yang dikenal di Barat dengan sebutan 'Geber' itu pun tercatat berhasil
menciptakan instrumen pemotong, pelebur, dan pengkristal. Selain itu, dia pun mampu
menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan
kapur, penyulingan, pencelupan, dan pemurnian. Berkat jasanya pula, teori oksidasi-
reduksi yang begitu terkenal dalam ilmu kimia terungkap. Senyawa atau zat penting
seperti asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, dan asam asetat lahir dari hasil penelitian
dan pemikiran Jabir. Ia pun sukses melakukan distilasi alkohol. Salah satu pencapaian
penting lainnya dalam merevolusi kimia adalah mendirikan industri parfum.
 Ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa melakukan revolusi dalam ilmu kimia adalah Al-
Razi (lahir 866 M). Dalam karyanya berjudul, Secret of Secret, Al-Razi mampu membuat
klasifikasi zat alam yang sangat bermanfaat. Ia membagi zat yang ada di alam menjadi
tiga, yakni zat keduniawian, tumbuhan, dan zat binatang. Soda serta oksida timah
merupakan hasil kreasinya. Al-Razi pun tercatat mampu membangun dan
mengembangkan laboratorium kimia bernuansa modern. Ia menggunakan lebih dari 20
peralatan laboratorium pada saat itu. Dia juga menjelaskan eksperimen-eksperimen yang
dilakukannya. "Al-Razi merupakan ilmuwan pelopor yang menciptakan laboratorium
modern," ungkap Anawati dan Hill. Bahkan, peralatan laboratorium yang digunakannya
pada zaman itu masih tetap dipakai hingga sekarang. "Kontribusi yang diberikan Al-Razi
dalam ilmu kimia sungguh luar biasa penting," cetus Erick John Holmyard (1990) dalam
bukunya, Alchemy. Berkat Al-Razi pula industri farmakologi muncul di dunia.
 Sosok kimiawan Muslim lainnya yang tak kalah populer adalah Al-Majriti (950 M-1007
M). Ilmuwan Muslim asal Madrid, Spanyol, ini berhasil menulis buku kimia bertajuk,
Rutbat Al-Hakim. Dalam kitab itu, dia memaparkan rumus dan tata cara pemurnian
logam mulia. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang membuktikan prinsip-
prinsip kekekalan masa --yang delapan abad berikutnya dikembangkan kimiawan Barat
bernama Lavoisier.
 Sejarah peradaban Islam pun merekam kontribusi Al-Biruni (wafat 1051 M) dalam
bidang kimia dan farmakologi. Dalam Kitab Al-Saydalah (Kitab Obat-obatan), dia
menjelaskan secara detail pengetahuan tentang obat-obatan. Selain itu, ia juga
menegaskan pentingnya peran farmasi dan fungsinya. Begitulah, para kimiawan Muslim
di era kekhalifahan berperan melakukan revolusi dalam ilmu kimia.

C.Hambatan Ilmuwan Muslim


Secara umum, kegagalan umat Islam mempertahankan kontinyuitasnya atas kemajuan
sains, termasuk ilmu kimia yang pernah berjaya seperti beberapa abad lampau disebabkan oleh:
 Pertama, tradisi intelektual masyarakat muslim dalam bidang sains tidak disertai proses
rekonsiliasi dengan unsur agama, sehingga muncul ketimpangan posisi antara
pengetahuan agama dan pengetahuan duniawi, di mana posisi pengetahuan agama
dianggap menempati posisi sosial politik yang lebih baik dibandingkan posisi
pengetahuan duniawi yang hanya sebagai pelengkap.
 Kedua, terpisahnya tradisi filsafat dengan tradisi pemikiran keagamaan karena sains dan
filsafat berada dalam kelompok pengetahuan yang sama yakni pengetahuan duniawi,
maka pemisahan ini membatasi filsafat dan sains mempertanyakan hal-hal di luar
otoritasnya.
Menurut Nurkholish Madjid, tradisi intelektual Islam khususnya di Indonesia masih
terbatas dan terkesan eksklusif. Salah satu syarat tumbuhnya tradisi intelektual adalah adanya
sikap keterbukaan atau inklusivitas karena suatu sistem pengetahuan baru dapat terbentuk
dengan baik jika berada dalam sistem sosial yang menghargai perbedaan dan keberagaman
pemikiran. Hal ini menjadi isu penting mengingat masih kuatnya eksklusivitas di berbagai
masyarakat Islam di Indonesia.
Kemajuan riset dan teknologi mutlak ditopang oleh finansial yang kuat dan dukungan
penuh dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, agama dan masyarakat. Hal inilah yang masih
menjadi penyebab terbesar ketertinggalan sains di dunia muslim dalam dekade terakhir.
Alkimia memberikan banyak sumbangan terhadap perkembangan ilmu kimia modern,
terutama dalam penerapan landasan praktis dan teoritis dalam pekerjaannya, walaupun konsep
yang dihasilkan oleh pakar alkimia belum berdasarkan pendekatan ilmiah. Salah satu sumbangan
alkimia terhadap perkembangan ilmu kimia adalah pemberian lambang zat-zat kimia yang
ditemukan waktu itu, tetapi sekarang tidak pernah digunakan lagi. Perkembangan alkimia ke
benua Eropa dan Asia sejalan dengan penyebaran agama Islam. Banyak ilmuwan Islam yang
melahirkan teori-teori kimia, tetapi sayang teori tersebut kurang bahkan tidak pernah
dipublikasikan mengingat berbagai aspek, khususnya kemanfaatannya bagi umat manusia dan
dampaknya terhadap lingkungan hidup seandainya teori itu dikembangkan lebih lanjut. Beberapa
ilmuwan Islam diantaranya Ibnu Sina dan Ibnu Hayan. Pada saat era alkimia berkembang, di
Eropa terkenal dengan sebutan masa kegelapan (renaisance).

Anda mungkin juga menyukai