Anda di halaman 1dari 7

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN

PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Gedung H lt 4 Kampus, Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
FORMULIR
SOAL UJIAN
Review Kajur/Kaprodi
No. Dokumen Tanggal Terbit Tgl Tanda Tangan
No. Revisi 02 Hal 1 dari 1
FM-02-AKD-19 1 September 2012

PANITIA UJIAN TENGAH SEMESTER


GENAP
TAHUN AJARAN 2018/2019
FAKULTAS TEKNIK

Nama Mata Kuliah : Keselamatan Industri dan Pengolahan Limbah Industri


SKS :2
Semester/Tahun : III/2018-2019
Prodi/Jurusan : Teknik Kimia
Pengampu : Dewi Artanti P, M.T., Dr. Widi Astusti
Hari/Tanggal : Jumat, 14 Juni 2019
Waktu : 24 jam

Petunjuk pengerjaan :
1. Jawablah dengan singkat dan jelas dengan format word atau pdf!
2. Jawaban dikirim melalui email ke ujianbutanti@gmail.com paling lambat hari Sabtu, 15
Juni 2019 jam 13.00.
3. Kerjakan perorangan

Soal Ujian

1. Dalam suatu aliran badan air, ditemukan cemaran dengan karakteristik mempunyai BOD
tinggi, berwarna-warni (berganti tiap harinya), dan menyebabkan iritasi apabila air tersebut
digunakan langsung. Analisislah industri apa saja yang mungkin membuang limbah dengan
karakteristik tersebut! Jelaskan!
2. Bandingkan metode pengolahan limbah cair secara biologis antara anaerob dan aerob,
analisalah kekurangan dan kelebihannya!
3. Jelaskan cara kerja reactor UASB dalam mengolah limbah secara biologis!
4. Bagaimana prinsip kerja elektrokoagulasi dalam pengolahan limbah cair? Dan jelaskan
aplikasinya!

-----Selamat Mengerjakan----
Nama : Habib Faisal Yahya
NIM : 5213416058
Mata Pelajaran : Keselamatan Industri dan Pengolahan Limbah Industri
Dosen Pengampu : Dewi Artanti P, M.T., Dr. Widi Astusti

JAWABAN
1.)
- Industri batik
Industri batik merupakan salah satu penghasil limbah cair yang berasal dari proses
pewarnaan atau pencelupan. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses
pewarnaan antara lain zat warna asam, zat warna basa, zat warna direk, zat warna reaktif,
zat warna naftol dan zat warna bejana (Kurniawan dkk., 2013). Penggunaan bahan kimia
tersebut menyebabkan limbah batik memiliki kandungan warna, Biochemical Oxygen
Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), yang tinggi (Rashidi et al., 2012).
Proses pewarnaan pada limbah batik di wilayah Jetis, Sidoarjo menghasilkan
limbah cair dengan kandungan BOD mencapai 261,25 mg/L, kandungan COD mencapai
1066 mg/L, dan kandungan warna mencapai 3050 Pt-Co.
Peningkatan kandungan BOD, COD, dan warna ini berperan dalam menurunkan
indeks kualitas air (Mohan et al., 2005). Dampak yang dirasakan oleh masyarakat
setempat yaitu terkait dengan kesehatan. Penggunaan bahan kimia yang berlebihan dapat
menyebabkan risiko terkena kanker kulit (Satrya, 2015). Selain itu dampak yang dapat
ditimbulkan akibat zat warna ini seperti iritasi kulit, mata, hingga dapat menyebabkan
terjadinya mutasi (Mathur et al., 2005). Logam berat juga menyebabkan ulkus pada
hidung dan kulit, hiperpigmentasi pada kulit, dan mengindikasi nekrosis tubulus ginjal
(Purwaningsih, 2008).
- Industri Tahu
Industri tahu menghasilkan limbah cair yang dapat mengakibatkan pencemaran
terhadap lingkungan. Pencemaran akibat limbah cair tahu dapat berupa: oksigen
terlarut rendah, air menjadi kotor, dan bau yang menyengat (Ratnani, R.D, 2011).
Limbah cair tahu berwarna kuning muda dan disertai adanya suspense berwarna
putih (Purnama, 2007; Yulianti, 2001). Bau busuk pada air buangan industri tahu
disebabkan adanya proses pemecahan protein yang mengandung sulfur atau sulfat
tinggi oleh mikroba alam. Padatan yang terlarut dan tersuspensi dalam air limbah
pabrik tahu menyebabkan air keruh. Zat yang menyebabkan air keruh adalah zat
organik atau zat- zat tersuspensi dari tahu atau kedelai yang tercecer sehingga air
limbah berubah menjadi seperti emulsi keruh.
Kandungan BOD pada limbah tahu berkisar di antara 5000–10000 mg/L.
sedangkan Kadar COD adalah pada kisaran 7000–12000 mg/L.
Kadar DO antara 5–7 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut dalam keadaan
baik, sedangkan DO lebih kecil dari 4 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut
kelebihan bahan–bahan organik, artinya perairan tersebut mengalami pencemara yang
cukup berat. Kadar DO pada limbah cair industri tahu adalah di bawah 4 ppm bahkan
bisa mencapai 0 ppm. Limbah cair industri tahu mempunyai nilai pH sebesar 4,5–5.
Kisaran pH yang dapat ditoleransi tanaman air dan mikroorganisme adalah antara 5–
9, jadi jika tidak diolah terlebih dahulu akan mencemari lingkungan (Algadrie, 2002).
- Industri Tekstil
Limbah cair yang dihasilkan oleh industri tekstil mempunyai kadar pencemar
yang cukup tinggi sehingga harus diolah secara baik dan benar agar tidak
menimbulkan gangguan / pencemaran lingkungan.
Secara umum limbah industri tekstil mengandung zat pencemar berupa bahan
organik dan logam berat beracun. Logam berat dalam limbah tersebut dapat masuk
kedalam jaringan tanaman melalui akar dan mencemari perairan sehingga berakibat
buruk bagi manusia yang mengkonsumsi dan pada akhirnya dapat terjadi akumulasi
dalam tubuh manusia yang menyebabkan berbagai penyakit. Kandungan logam berat
sangat berbahaya bagi lingkungan. Jika keadaan tersebut berlangsung terus menerus
maka dapat menyebabkan terputusnya siklus pendukung lingkungan hidup.
Air limbah tekstil terlihat keruh berwarna, kadang-kadang panas dan berbusa.
Limbah cair tekstil berwarna karena pada proses pembuatan tekstil menggunakan zat
warna. Zat warna tekstil merupakan suatu senyawa organic yang akan memberikan
nilai COD dan BOD.
Limbah cair tekstil mengandung berbagai jenis bahan organik dan anorganik
dengan nilai pH, padatan tersuspensi, COD dan BOD yang tinggi, serta bahan
beracun berupa senyawa fenol dan logam berat. Kandungan bahan organik dan
anorganik dalam air limbah tersebut akan memberikan beban pencemaran tinggi pada
badan air penerima yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air atau
siklus ekologi yang berdampak luas bagi kehidupan.
(http://www.dprin.go.id/data/industry/abstech/abs_1003.htm4 Maret 2006)
2.)
- Anaerob
bahan organik (COD) dikonversi menghasilkan 90% gas CH4 dan CO2, 10% nya
menjadi lumpur. Gas-gas yang dihasilkan dapat dimurnikan dengan proses absorbsi gas
CO2, sehingga dihasilkan gas CH4 murni yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Kelebihan:
1. menghasilkan lumpur yang secara biologi sangat stabil
2. memerlukan sedikit unsur hara karena menghasilkan sedikit jaringan sel
3. tidak memerlukan energi untuk aerasi
4. menghasilkan gas metan sebagai produk akhir yang mempunyai nilai
5. lumpur anaerob dapat disimpan tanpa pemberian zat makanan
Kelemahan:
1. agak peka terhadap kehadiran senyawa tertentu, seperti CHCl3, CCl4,
dan CN
2. diperlukan waktu start up yang relatif lama sebagai akibat
pertumbuhan anaerob yang sangat lambat
3. pada dasarnya merupakan proses pengolahan awal sehingga
memerlukan pengolahan lanjutan untuk bisa dibuang
- Aerob
bahan organik (COD) dikonversi menghasilkan 50% panas (gas CO2) dan 50%
nya lumpur
Kelebihan:
1. Tidak membutuhkan lahan yang luas dibandingkan dengan anaerob untuk
debit limbah yang sama karena waktu tinggal yang dibutuhkan untuk
mengolah relative lebih cepat (6 – 24 jam)
2. Pemecahan masalah dalam pengoprasiannya lebih mudah dibandingkan
dengan sistem anaerob
3. Tingkat efisiensi pengolahan cukup tinggi untuk limbah organic dengan
konsentrasi kecil sampai medium
4. Tidak menimbulkan bau jika dalam prosesnya berjalan dengan besar
Kekurangan:
1. Membutuhkan energi relative besar karena adanya penambahan oksigen
dengan proses aerasi
2. Pada pengolahan aerobic konvensional menghasilkan lumpur yang cukup
besar dari proses pengolahannya, karena fase pertumbuhan biomassa cukup
besar
3. Pada jenis pngolahan limbah aerobic konvensional membutuhkan pengolahan
lumpur, Karena lumpur yang dihasilkan relative tidak stabil
4. Membutuhkan bangunan tambahan untuk memisahkan lumpur dengan air
hasil olahan sebelum dibuang
5. Lebih tidak tahan terhadap shock loading yang terlalu besar

3.) UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanked) adalah salah satu proses anaerobik
yang mempunyai efisiensi tinggi dan dapat mengolah air limbah dengan beban organik
relatif tinggi. Pada kondisi mesofilik dengan beban volumetrik ≥ 25 kg COD/m3.hari dan
waktu tinggal ≤ 5 jam, sistem pengolahan dengan UASB ini dapat mereduksi COD ≥
85% (Lettinga,et al., 1983).
Prinsip kerja UASB adalah air limbah masuk dari bagian bawah reaktor lalu
dialirkan secara vertikal ke atas. Air limbah pertama-tama akan melewati suatu lapisan
yang dinamakan sludge bed. Pada lapisan ini air limbah yang masuk akan mengalami
kontak dengan mikroba anaerob yang berbentuk granula (pellet) yang menyusun sludge
bed tersebut. Biogas yang terbentuk dari metabolisme anaerob akan bergerak ke atas dan
mengakibatkan terjadinya proses vertical mixing di dalam reaktor. Dengan demikian,
tidak diperlukan alat mekanik untuk pengadukan di dalam reaktor. Kecepatan aliran
keatas (up flow) harus dipertahankan sedemikian rupa sehingga dapat menciptakan
pembentukan sluge blanket yang dapat memberikan area yang luas untuk kontak antara
sludge dan air limbah. Kecepatan tipikal aliran ke atas yang disarankan oleh Lettinga dan
Hulshoff Pol (1991) adalah 1 - 1,25 m/jam meskipun sebaiknya kurang dari 1 m/jam.
Pada bagian atas reaktor terdapat dua jenis saluran, yaitu saluran untuk mengeluarkan
limbah hasil olahan (efluen) serta saluran untuk mengeluarkan biogas. Karena gas dan
efluen bergerak ke atas, maka diperlukan suatu struktur untuk menahan granula agar
tidak ikut terbawa ke aliran efluen dan struktur inilah yang dinamakan Gas-Liquid-Solid
separator (GLSS).

4.) Proses elektrokoagulasi pada prinsipnya berdasarkan pada proses sel elektrolisis.
Sel elek-trolisis merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi listrik DC (direct
current) untuk menghasilkan reaksi elektrodik.
Prinsip dasar dari elektrokoagulasi adalah reaksi reduksi dan oksidasi (redoks).
Dalam suatu sel elektrokoagulasi peristiwa oksidasi terjadi di anoda, sedangkan reduksi
terjadi di katoda. Dalam reaksi elektrokoagulasi selain elektroda juga melibatkan air yang
diolah yang berfungsi sebagai larutan elektrolit. Apabila dlam suatu elektrolit
ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah maka akan terjadi peristiwa
elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana ion positif (kation) bergerak ke
katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda
dan menyerahkan elektron yang dioksidasi. Untuk proses elektrokoagulasi digunakan
elektroda yang terbuat dari aluminium (Al) karena logam ini mempunyai sifat sebagai
koagulan yang baik.
Sel elektrokoagulasi dioperasikan dengan menggunakan penyearah arus, power
supply dengan rentang arus listrik 0-60 ampere dan tegangan listrik 0-15 volt, ampere
meter digital dengan rentang arus listrik 0-20 ampere dan voltmeter digital dengan
rentang tegangan listrik 0-300 volt DC.
Aplikasi penggunaan elektrokoagulasi dalam pengolahan limbah cair:
- PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
Persentasi penurunan tertinggi yang dihasilkan untuk COD adalah 81,32 % dan
turbiditas 95,08 %.
Limbah hasil olahan elektrokoagulasi sudah memenuhi baku mutu limbah cair
PKS yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51/Kep-
MenLH/10/1995, tentang baku mutu limbah cair untuk industri minyak sawit.

- PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT


metode elektrokoagulasi mampu menurunkan konsentrasi logam Cr dalam air
limbah dan parameter pencemar lainnya (BOD5 dan COD) yang terdapat dalam
limbah penyamakan kulit PT X hingga memenuhi baku mutu SK Gubernur TK 1
Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri
Penyamakan Kulit.
Efisiensi penyisihan parameter pencemar yang dapat dicapai dengan metode ini
untuk Cr total sebesar 99,19% dari konsentrasi awal 86,08 mg/L menjadi 0,7 mg/L,
efisiensi penyisihan COD sebesar 96,06% atau mampu menyisihkan dari 811,19
mg/L menjadi 32 mg/L, efisiensi penyisihan BOD5 sebesar 88,20% atau mampu
menyisihkan dari 475 mg/L menjadi 56,07 mg/L dan TSS 17,37% dari 6.528 mg/L
menjadi 5.394 mg/L.

Anda mungkin juga menyukai