Anda di halaman 1dari 9

Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Materi PAI SMA\SMK Bpk.Miftah farid,M.Pd

IMAN
Disusun Oleh :
Anisa bahar 18.12.4437
M. Dimas Nugroho 18.12.4523
M. Ridho Abdilah 18.12.4497
F. Ramadhani Saputra 18.12.4458

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
MARTAPURA
2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan panjatkan kehadirat Allah SWT,
atas segala karunia-Nya sehingga dapat terselesaikan penulisan makalah yang
berjudul “MASA KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan.
Kami mengucapkan terimakasih terutama kepada “Dosen Pembimbing
Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam yaitu Bpk.Miftah farid,M.Pd dan
kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga makalah ini
dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Dalam penulisan makalah ini penulis mendapat dorongan bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu yang pertama penulis mengucapkan terima
kasih kepada Allah SWT karena berkat rahmat serta hidayah-Nya kami selaku
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu serta orang tua kami yang
selalu memberikan doa serta dorongan kepada kami, tak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga dorongan, bimbingan, dan bantuan yang
telah diberikan tercatat oleh Allah SWT.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kesalahan,
dan jauh dari kesempurnaan, namun kami berharap kritik dan sarannya semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua.

Martapura, Rabu 09 Oktober 2019

Kelompok II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena dewasa ini, akibat terlena arus globalisasi sebagian


manusia memang telah jauh menyimpang dari garis dan ridlo-NYA.
Manusia lebih cenderung menonjolkan nafsu hewaniyahnya, dari pada
sebagai insan yang penuh lemah penuh kekurangan, yaitu dengan
melanggar norma-norma kesusilaan dan norma ilahiyah. Hal itu sering
dijumpai dalam kehidupan sehari– hari. Mengesampingkan akidah
ukhuwah begitu mudahnya, hanya karena mengejar kesenangan yang
semu.
Dalam konteks kekinian orang-orang beriman sedang menghadapi
ujian musuh-musuh iman yang maha berat. Free seks dan pergaulan bebas
sudah mewabah di bumi indonesia dan dimanapun. Pornografi, pornoaksi,
liberalisme, dan lainnya yang menjamur disekeliling kita bak cendawan di
musim hujan. Televisi dan bioskop kita memasarkan produk syaithani
„‟pornografi‟‟ dan „‟pornoaksi‟‟ secara terang terangan. Jika kita tidak
hati – hati, niscaya iman kita bisa melayang kapan saja. Masalah iman
adalah masalah penting dan urgen dalam wujud ini, yang tidak boleh
disepelekan. Ia punya sangkut paut yang demikian erat dengan wujud
manusia dan penentuan nasib hidupnya yang penting. Ia bisa membawa
manusia kearah kebahagiaan abadi dan sebaliknya., bila tidak ada
iman,manusia menuju kearah kecelakaan abadi, terutama di era globalisasi
ini. Dimana setiap orang yang memiliki akal pikiran sehat menghadapi 7
ketentraman yang hakiki dalam hidupnya. Jadi urgennya masalah iman
untuk dibicarakan demikian penting. Karena iman adalah asas kepribadian,
rahasia kekuatan spiritual rahasia kemuliaan hidup, daya bangkit gerak
dinamis hidup dan tumpuan harapan untuk terwujudnya hidup tentram
tenang secara abadi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana berbagai pendapat mengenai Iman?
2. Bagaimana hubungan antara Iman dan Taqwa?
3. Bagaimana iman dalam membangun karakter Indonesia?

C. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan makalah ini, yaitu
1. Memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan .
2. Untuk mengetahui berbagai pendapat mengenai Iman
3. Untuk hubungan antara Iman dan Taqwa.
4. Untuk iman dalam membangun karakter Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Berbagai Pendapat Mengenai Iman

Keimanan secara bahasa merupakan pengakuan hati. Sedangkan


secara syara‟ yang tertuang dalam sabda Rasulullah SAW, yang artinya ‟
iman itu bukanlah dengan angan – angan tetapi apa yang telah mantap di
dalam hati dan dibuktikan kebenarannya. Dengan amalan. Yang juga
tertuang dalam pada iman adalah pengakuan hati, mengucapkan dengan
lidah, pengucapan dengan lidah dan pengamalan dengan anggota ‟ Kedua
hadist tersebut mengemukakan bahwa beriman itu bermula dari pengakuan
hati, baru di iringi dengan pengucapan secara lisan yang kemudian
diamalkan dengan seluruh anggota badan dalam bentuk perbuatan.1

Ahlu Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa iman adalah meyakini


dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan
anggota badan.

Imam Ahmad berkata, “Iman adalah perkataan dan perbuatan,


bertambah, dan berkurang.”

Imam Abu Utsman Ismail ash-Shabuni berkata, “Dan di antara mazhab


Ahlul hadist bahwa iman adalah perkataan, perbuatan, dan pengetahuan.
Bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan melakukan
maksiat.”

Imam Al-Ajjuri mengatakan “Sesungguhnya pendapat ulama kaum


Muslimin ialah bahwa iman wajib atas seluruh makhluk; yaitu
membenarkan dengan hati, memetapkan dengan lisan, dan mengamalkan
dengan anggota badam.”

Dari beberapa pendapat diatas, bisa disimpulkan bahwa iman terdiri


atas tiga pokok, diantaranya keyakinan hati, perkataan lisan, dan perbuatan
anggota badan. Dan dari ketiga pokok inilah iman kemudian terbagi
kepada beberapa cabang.

B. Hubungan antara Iman dan Takwa

1
Musa Sueb, Urgensi Keimanan dalam Abad Globalisasi, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) hlm.
4
Takwa adalah nilai akumulasi dari nilai-nilai islam pakar tafsir abu
Hayyan Al-Andalusi menyebut, takwa sebagai kumpulan ketaatan yang
membentuk kualitas pribadi orang yang beriman dan melindunginya dari
siksa dan bencana. Sebagai akumulasi dari nilai-nilai agama, taqwa
terkadang menunjuk pada iman, Tauhid, kepatuhan ,taat, taubat dan sikap
menjauhkan diri dari dosa-dosa dan maksiat.2

Dilihat dari segi bahasa takwa berasal dari waqa, yaqi al waqiyah
yang artinya memelihara sesuatu dari apa yang membahayakan. Dari
sinilah, taqwa kemudian diartikan sebagai sikap hati-hati dalam berbagai
kemungkinan buruk yang dapat menimpa seseorang. Selain itu, taqwa juga
diartikan sebagai takut, yaitu takut kepada Allah SWT atau kepada
ancaman dan siksa nya.Kedua makna ini tentu sangat berdekatan dan
memilikiketerkaitan orang yang bersikap hati-hati biasanya karena ia takut
akibat–akibat buruk tanpa rasa takut, sulit dibayangkan seseorang bisa
bersikap hati – hati dan waspada.3

Pada prinsipnya, iman adalah syarat sedangkan taqwa adalah


tujuan. Kedudukan iman sebagai syarat menunjukkan bahwa kewajiban
melaksanakan ibadah puasa hanya dapat disahuti melalui wadah keimanan
ini. Mengingat bahwa nilai-nilai iman berfluktuasi maka sudah pasti nilai-
nilai puasa juga demikian. Oleh karena itu, melalui wadah iman ini pulalah
maka tujuan dari ouasa yaitu menuju jenjang taqwa merupakan dua sisi
mata uang yang sangat sulit untuk dipisahkan dan bahkan kedua-duanya
saling membutuhkan. Dengan kata lain, jenjang taqwa tidak akan pernah
terwujud bila tidak diawali dengan keimanan dan keimanan itu sendiri
tidak akan memiliki nilai apa-apa bila tidak sampai ke derajat ketaqwaan.

2
A. Ilyas Ismail, Pilar-Pilar Taqwa; Doktrin, Pemikiran Nikmat, dan Pencerahan Spiritual.(Jakarta:
PT. Raya Grafindo Persada, 2009,)hlm 5
3
A. Ilyas Ismail, Pilar-Pilar Taqwa; Doktrin, Pemikiran Nikmat, dan Pencerahan Spiritual.(Jakarta:
PT. Raya Grafindo Persada, 2009,)hlm 6
Perpaduan antara iman dan dan taqwa ini adalah kemuliaan
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Q uran. Oleh karena itu,
Al-Quran dengan tegas menyebutkan bahwa manusia yang paling mulia di
sisi Allah adalah orang-orang yang taqwa. Predikat kemuliaan ini sangat
ditentukan oleh kualitas taqwa, semakin tinggi tingkat ketaqwaan
seseorang maka semakin tinggi pula kedudukannya pada pandangan Allah.
Perpaduan antara iman dan taqwa ini tidak akan terjadi secara otomatis
karena iman memilki persyaratan untuk menuju nilai kesempurnaannya.
Persyaratan ini dapat dilihat melalui aturan-aturan yang diberlakukan
kepada iman yaitu memadukan keyakinan dengan perbuatan. Tanpa
melakukanperpaduan ini maka iman akan selalu bersifat statis karena
berada pada tataran ikrar, tidak pada tataran aplikasi. Oleh karenaitu, maka
kata “iman” selalu digandeng dalam Al-Quran dengan amal shaleh supaya
keberadaan iman terkesan lebih energik.

Penggandengan kata “iman” dengan perbuatan baik ini


menunjukkan adanya upaya-upaya khusus yang harus dilakukan untuk
menjaga keeksisan iman itu sendiri. Perlunya upaya khusus ini karenaa
posisi manusia masih sangat labil jika masih berada pada level iman.
Untuk menguatkan posisi ini maka orang-orang yang beriman
diperintahkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk menuju
kestabilan. Adapun yang dimaksud dengan taqwa ialah kemampuan diri
menjaga perpaduan ini secara kontinu sesuai makna dasar dari kata taqwa
itu sendiri yaitu “menjaga”. Dengan demikian, maka sifat taqwa
merupakan banteng untuk menjaga aturan-aturan Allah supaya posisi iman
tidak lagi berada dalam kelabilan. Kunci sukses yang ditawarkan Al-Quran
untuk menghindari kelabilan ini ialah dengan melakukan perbuatan-
perbuatan baik.

Dalam Al-AQuran dijumpai beberapa perintah kepada orang-orang


yang beriman agar bertaqwa kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam
Q.S. Al-Baqarah 278, Ali Imran 102, Al-Maidah 35, At-Taubah 119, Al
Ahzab 70, Al- Hadid 28, dan Al-Hasyr 18. Perintah-perintah ini
mengindikasikan bahwa iman belum mencapai kesempurnaannya tanpa
mendapatkan nilai taqwa. Nerdasarkan hal ini maka orang-orang yang
beriman harus cerdas mencari mediator yang cock untuk dijadikan
jembatan menuju taqwa. Al-Quran telah memberikan bimbingan kepada
orang-orang mukmin bahwa mediator yang paling efektif untuk
memfalisitasi hubungan imandengan taqwa adalah ibadah.
C. Iman dalam Membangun Karakter Indonesia

Pendidikan iman diikat dengan dasar-dasar keimanan, rukun Islam,


dan dasar-dasar syariat semenjak anaksudah mengerti dan memahami.
Maksudnya adalah segala sesuatu yang ditetapkan memalui pemberitaan
yang benar akan hakikat keimanan. Dasar-dsar syariat adalah setiap
perkara yang bisa mengantarkan kepada manhaj rabbani (jalan Allah),
ajaran-ajaran islam baik akidah, akhlak, hukum, aturan-aturan dan
ketetapan-ketetapan.

Dari pendidikan iman terlihat ada tiga persoalan yang ditekankan


dalam proses mendidik dan menanamkan nilai-nilai iman pada jiwa
manusia, yaitu memberikan pemahaman mengenai dasar-dasar iman,
tentang rukun islam, dan terakhir mengenai dasar-dasar syariat islam.
Syariat islam tidak akan akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya
diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan. Nabi telah
mengajak orang untuk beriman dan beramal serta berakhlak baik sesuai
ajaran islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu segi kita
melihat, bahwa pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada
perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik
bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain.

Abdullah Nashih Ulwan memandang mengenai masalah


pendidikan keimanan sebagai sesuatu yang universal. Bukan sekedar
percaya pada pola rukun iman dan rukun islam saja, akan tetapi mencakup
masalah keagamaan lainnya seperti menanamkan nilai akhlak, ibadah,
perundang-undangan dan hukum islam lainnya. Dengan harapan agar
kelak anak didik hanya mengenal islam sebagai agamanya dan menjadikan
Al-Quran dan Al-Hadist sebagai pegangannya di dalam kehidupan.

Pendidikan iman merupakan bagian dari pendidikan agama islam,


tentunya bertolak dari keuniversalan ajaran islam itu sendiri Al-Quran dan
Al-Sunnah. Dengan demikian pendidikan iman tentunya akan selaras
dengan dasar dan tujuan pendidikan Islam. Al-Quran adalah sumber
hukum Islam yang pertama dan Al-Quran diturunkan untuk kebaikan alam
semesta. Ia menjadi way of life umat manusia, khususnya umat islam. Al-
Quran dan umat Islam bagikan Dwi Tunggal, dalam persfektif kebutuhan.
Kapanpun waktunya dan dimanapun umat islam berada, selalu
menghajatkan Al-Quran sebagai petunjuk.
BAB II
PENUTUP

A. Simpulan

Keimanan secara bahasa merupakan pengakuan hati. Sedangkan


secara syara‟ yang tertuang dalam sabda Rasulullah SAW, yang artinya ‟
iman itu bukanlah dengan angan – angan tetapi apa yang telah mantap di
dalam hati dan dibuktikan kebenarannya. Dengan amalan. Yang juga
tertuang dalam pada iman adalah pengakuan hati, mengucapkan dengan
lidah, pengucapan dengan lidah dan pengamalan dengan anggota ‟ Kedua
hadist tersebut mengemukakan bahwa beriman itu bermula dari pengakuan
hati, baru di iringi dengan pengucapan secara lisan yang kemudian
diamalkan dengan seluruh anggota badan dalam bentuk perbuatan.

Dilihat dari segi bahasa takwa berasal dari waqa, yaqi al waqiyah
yang artinya memelihara sesuatu dari apa yang membahayakan. Dari
sinilah, taqwa kemudian diartikan sebagai sikap hati-hati dalam berbagai
kemungkinan buruk yang dapat menimpa seseorang. Selain itu, taqwa juga
diartikan sebagai takut, yaitu takut kepada Allah SWT atau kepada
ancaman dan siksa nya.Kedua makna ini tentu sangat berdekatan dan
memilikiketerkaitan orang yang bersikap hati-hati biasanya karena ia takut
akibat–akibat buruk tanpa rasa takut, sulit dibayangkan seseorang bisa
bersikap hati – hati dan waspada.

DAFTAR PUSTAKA

- Ismail, A. Ilyas, Pilar-Pilar Taqwa; Doktrin, Pemikiran Nikmat, dan Pencerahan


Spiritual. Jakarta: PT. Raya Grafindo Persada, 2009. 5
- Sueb, Musa, Urgensi Keimanan dalam Abad Globalisasi, Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1996.

Anda mungkin juga menyukai