Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

OLEH :

LILIS ASRIANI ULANDARI (J1A119043)

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
1. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

a. definisi

infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran
pernasan bagian atas dan saluran pernafsan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus,
jamur dan bakteri. ISPA adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal
(mikroplasma), atau aspirasi substansi asing yang melibatkan suatu atau semua bagian
saluran pernafasan. Saluran pernafasan atas (jalan nafas atas) terdiri dari hidung, faring dan
laring. Saluran pernafasan bawah terdiri dari bronkus, bronkiolus dan alveoli.

b. tingkat pencegahan

 Pencegahan pertama (primary prevention)


Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Adapun
tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu penyuluhan
kesehatan (health promotion), dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang
dapat meningkatkan faktro resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat
berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI eksklusif, penyuluhan imunisasi,
penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan
rumah, daan penyuluhan bahaya rokok.
1) imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia
merupakan strategi pencegahan spesifik.
2) mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik.
3) menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
4) menghindari bayi dan anak dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat
keramaian yang berpotensi penularan.
5) menghindari bayi dan anak dari kontak dengan penderita ISPA
6) membiasakan pemberian ASI
 Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
Dalam pencegahan tahap sekunder ini, upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
1) diagnosis dini
Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan kesukaran
bernafas disertai peningkatan frekuensi pernafasan sesuai umur. Penentuan
peningkatan frekuensi pernafasan dilakukan dengan cara menghitung frekuensi
pernafasan dengan menggunakan sound timer, dengan ketetntuan sebagai berikut.
a) pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau
lebih
b) pada anak usia 2 bulan -< 1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit
atau lebih
c) pada anak usia 1 tahun -< 5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40 kali permenit
atau lebih
diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya peningkata frekuensi pernafasan,
atau adanya penarikan yang kuat pada dinding sebelah bawah ke dalam. Rujukan
penderita pneumonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas
yang disertai adanya gejala. Tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi
bukan pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold),
pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-pneuomnia lainnya.
 Pencegahan tingkat ketiga (secondary prevention)
Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan tersier yaitu :
1) pneumonia sangat berat
2) jika anak semakin memburuk setelah pemberian kloramfenikol selama 48 jam,
periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloklasilin ditambah gentamisin jika
diduga suatu pneumonia stafilokokus.
3) pneumonia berat
Jika anak tidak membaik setelah pemberian benzilpenisilin dalam 48 jam atau
kondisinya memburuk setelah pemberian benzilpenisilin kemudian adanya komplikasi
dan ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda pneumonia
setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab pneumonia persistensi.
4)pneumonia
Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa adanya tanda-tanda
perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang. Nafsu makan membaik). Nilai
kembali dan kemudian putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding
dada atau tanda penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati
sebagai pneumonia berat atau sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali
tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau tanda lain penyakit snagat berat,
maka ganti antibiotik dan pantau secara ketat.

2. Tuberculosis (TB)

Pencegahan :

a) pencegahan tingkat pertama (primary prevention)

sasaran pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajad kesehatan dan
pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu.

b) pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)

sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit melalui diagnosis dini dan
pengobatan tepat.

c) pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)

sasaran terhadap penderita penyakit tertentu jangan sampai bertambah berat


penyakitnya atau cacat dan meliputi rehabilitasi.
3. Demam Berdarah Dengue (DBD)

a) pencegahan tingkat pertama (primary prevention)

pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat
agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar ada cara
pengendalian vektor antara lain : 1) pengendalian cara kimiawi pada pengendalian kimiawi
digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yangb
dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organopospor, karbamat, dan pyrethoid.
2) pengendalian hayati atau biologik, menggunakan kelompok hidup, baik dari golongsn
mikroorganisme hewan invertebrata atau vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat
berperan sebagai patogen, parasit, dan pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah
(panchaxpanchax), ikan gabus (gambusia affinix) adalah pemangsa yang cocok utuk larva
nyamuk. 3)pengendalian lingkungan, pencegahan yang palilng tepat dan efektif dan aman
untuk jangka panjang adalah dilakukan dengan program pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) dan 3M yaitu : menguras bak mandi, bak penampugan air, tempat minum hewan
peliharaan. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian sehingga tidak dapat
diterobos oleh nyamuk dewasa. Mengubur barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang
kesemuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk aedes
aegpty.

b) pencegahan tingkat sekunder (secondary prevention)

dilakukan upaya diagnosis dan dapat diartikan sebagai tibdakan yang berupaya untuk
mengehentikan proses penyakit pada tingkat permulaan. Sehingga tidak dapat menjadi lebih
parah. 1) melakukan daignosis sedini mungkin dan memberikan pengobatan yang tepat bagi
penderita demam berdarah dengue. 2) unit pelayanan kesehatan (UPK) menemukan penderita
atau tersangka penderita demam berdarah dengue segara melaporkab ke puskemas dan dinas
kesehatan dalam waktu jam. 3) penyelidikan epidemiologi dilakukan petugas puskesmas
untuk pencarian penderita panas tanpa sebab yang jelas sebanyak orang atau lebih,
pemeriksaan jentik, dan juga dimaksudan untuk mengehathui adanya kemungkina terjadi
penularan lebih lanjut sehingga perlu dilakukan fogging fokus dengan radius meter dari
rumah penderita. Disertai penyuluhan.

c) pecegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)

pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat penyait demam berdarah
dengue dan melakukan rehabilitasia. Upaya pencegahan ini dapat dilakukansebagai berikut:
membuat ruangan gawat darurat untuk penderita, DBD disetiap unit pelayanan kesehatan
terutama di puekesmas agar penderita dapat penanganan yang lebih baik, transfusi darah
penderita yang menunjukkan gejala perdarahan, mencegah terjadinya KejadianLuar Biasa
(KLB).
4. Kusta

a) pencegahan tingkat pertama (primary prevention)

pencegahan primer tujuaannya adlah untuk mengurangi insiden penyakit dengan cara
mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya, pencegahan ini
terdiri dari :

- Promosi kesehatan
- Pemberian imunisasi

b) pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)

pencegahan ini meliputi diagnosis dini dan pemberian pengobatan :

- Diagnosis dini yaitu diagnosis dini pada kusta dapat dilakukan pemeriksaan kulit, dan
pemeriksaan syaraf tepi dan
- Pemberian pengobatan untuk mematikan kuman kusta. Pada tipe MB lama pegobatan
12-18 bulan dan tipe PB lama pengobatan 6-9 bulan, antara lain :
1) tipe PB
2) rifampisin 600mg/bulan diminum di depan petugas
3) DSS tablet 100mg/hari diminum di eumah
4) tipe MB
5) rifampisin 600mg/bulan diminum di depan petugas
6) klofazimin 300mg/bulan diminum depan petugas dan dilanjutkan yang 50mg/hari
di rumah
7) DSS 100mg/hari diminum di rumah

c) pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)

pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi kemajuan atau komplikasi penyakit yang
sudah terjadi. Pencegahan primer merupakan usaha pencegahan terakhir yang terdiri dari :

- Rehabilitasi medik
Diperlukan pencegahan cact sejak dini dengan disertai pengolaan yang baik dan
benar. Untuk itulah diperlukan pengetahuan rehabilitasi medik secara terpadu, mulai
dari pengobatan, psikoterapi, fisioterapi, perawatan luka, bedah rekonstruksi dan
bedah septik, pemberian alas kaki, protase atau alat bantu lainnya, serta terapi
okupasi.
- Rehabilitasi non medik
Meskipun penyakit kusta tidak banyak menyebabkan kematian, namun penyakit ini
termasuk penyakit yang paling ditakuti di seluruh dunia. Penyakit ini sering kali
menyebabkan permaslahan yang sangat kompleks bagi penderita kusta itu sendiri,
keluarga, dana masyarakat.
1. TBC (Tuberculosis)

a. pengertian

tuberkulosis atau yang biasa disebut dengan TBC atau TB paru disebabkan oleh bakteri
Myobacterium Tuberculosis. Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru. Namun, ada
organ tubuh lain yang juga dapat terserang penyakit TBC, yaitu tulang belakang, kelenjar
getah bening, kulit, ginjal dan selaput otak.

b. mekanisme penularan

Anda mungkin juga menyukai