Jurnal Epid
Jurnal Epid
ABSTRAK
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab kematian di dunia. Proporsi kematian akibat PTM serta
faktor risiko PTM di Indonesia meningkat sehingga diperlukan pengendalian PTM. Surveilans faktor risiko
PTM berbasis Posbindu di Kota Surabaya masih belum optimal. Puskesmas belum membentuk ≥20 Posbindu
di wilayah kerja masing-masing sehingga faktor risiko PTM belum teridentifikasi. Hal tersebut dapat
mempengaruhi representasi informasi yang dihasilkan untuk membuat dasar kebijakan pengendalian. Tujuan
penelitian ini adalah mengevaluasi sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu berdasarkan atribut
surveilans di Kota Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif evaluatif. Subjek penelitian adalah
sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu dengan informan penelitian 16 penanggung jawab
program dan 77 kader Posbindu. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan studi dokumen. Hasil
penelitian menunjukkan sistem sederhana, akseptabel, memiliki sensitivitas serta stabilitas yang tinggi, tepat
waktu, dan data berkualitas. Sedangkan penilaian fleksibilitas dan nilai prediktif positif tidak dapat dilakukan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah atribut surveilans sudah cukup baik namun terdapat permasalahan dalam
sistem surveilans. Saran untuk mengatasi permasalahan adalah pemberdayaan masyarakat untuk pembelian
alat sendiri yang dihimpun kader Posbindu, cacatan konfirmasi ahli atau laboratorium tentang hasil
pemeriksaan, dan pemeliharaan sistem jaringan portal web PTM.
Kata Kunci: atribut surveilans, faktor risiko PTM, Posbindu, surveilans
ABSTRACT
Non-communicable diseases (NCD) became causes of death in the world. Proportion of deaths due to NCD
also NCD risk factors was increasing in Indonesia so, NCD control was required. NCD risk factors
surveillance in Posbindu based on surveillance attribute at Surabaya was not optimal. Puskesmas have not
established ≥20 Posbindu in each work area make NCD risk factors has not been identified. It may affect the
resulting information representation to make the fundamental of policy control. The purpose of this research
was to evaluate NCD risk factors surveillance system in Posbindu based on surveillance attribute in
Surabaya. This research was a descriptive evaluative. The research subjects were NCD risk factors
surveillance system with 16 program respondents and 77 Posbindu volunteers. Data collection were
conducted with questionnaires and document studies. The results show that the system was simple,
acceptable, has high sensitivity and stability, timely, and high quality data. While the assessment of flexibility
and positive predictive value could not be done. The conclusion of this research was surveillance attribute
was good but there were problems in surveillance system. The problem solving suggestion were community
empowerment to purchase their own tools by the Posbindu volunteers, expert or laboratory confirmation
record on the result of examination, and maintanace server of NCD website page.
Keywords: surveillance attribute, NCD risk factors, Posbindu, surveillance
©2017 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY – SA license doi: 10.20473/jbe.v5i3.2017. 276-285
Received 11 July 2017, received in revised form 22 August 2017, Accepted 14 September 2017, Published online: 24 December 2017
277 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 3, September 2017, hlm. 276-285
Hasil cakupan pemeriksaan dan proporsi faktor Posbindu. Waktu penelitian dilakukan pada bulan
risiko PTM tingkat Posbindu di Kota Surabaya Mei hingga bulan Juni 2017.
masih kurang dari cut off point yang ditetapkan Pengumpulan data menggunakan data primer
sebagai standar nasional (Ananingrum, 2016). Hal dan sekunder. Data primer berupa penilaian
ini mempengaruhi kurangnya representasi informan tentang pelaksanaan surveilans faktor
informasi yang dihasilkan sebagai dasar pembuat risiko PTM berbasis Posbindu berdasarkan atribut
kebijakan pengendalian. surveilans dengan menggunakan kuesioner. Data
Sistem surveilans faktor risiko PTM sekunder berupa jumlah faktor risiko yang
menghasilkan informasi yang kurang representatif, teridentifikasi, jumlah kunjungan Posbindu setiap
sehingga diperlukan adanya evaluasi. Metode yang bulan, laporan bulanan kader Posbindu ke
dapat dilakukan untuk evaluasi sistem surveilans Puskesmas serta Puskesmas ke Dinas Kesehatan
antara lain menggunakan atribut surveilans yaitu Kota Surabaya. Data tersebut dikumpulkan dengan
kesederhanaan, fleksibilitas, kualitas data, studi dokumen data surveilans faktor risiko PTM
penerimaan, sensitivitas, nilai prediksi positif, yang ada di Posbindu, Puskesmas, dan Dinas
kerepresentatifan, ketepatan waktu, dan stabilitas Kesehatan Kota Surabaya
(CDC, 2001). Tujuan penelitian ini adalah Analisis data dilakukan setelah data primer dan
mengevaluasi sistem surveilans faktor risiko PTM sekunder dikumpulkan. Analisis secara deskriptif
berbasis Posbindu berdasarkan atribut surveilans di yaitu menggambarkan keadaan sebenarnya tentang
Kota Surabaya tahun 2016 yang terbatas pada pelaksanaan surveilans faktor risiko PTM berbasis
Posbindu umum. Posbindu di Kota Surabaya kemudian
mengevaluasi berdasarkan atribut surveilans
METODE menggunakan narasi, grafik maupun tabel.
yang direncanakan dengan waktu pelaksanaan baik. Sarana penunjang kegiatan Posbindu yaitu
Posbindu, pelaporan dari kader ke Puskesmas, Posbindu kit dapat beroperasi dengan baik berupa
serta pelaporan dari Puskesmas ke Dinas alat ukur tensimeter, timbang badan, pengukur
Kesehatan Kota Surabaya. tinggi badan, dan alat ukur lingkar perut, namun
Pelaksanaan Posbindu dilakukan secara rutin belum semua Posbindu memiliki alat ukur yang
dan periodik yaitu satu bulan sekali. Setiap lengkap.
Puskesmas memiliki jadwal sendiri antara lain
minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga PEMBAHASAN
ataupun mengikuti jadwal pelaksanaan Posyandu
Karakteristik Informan
balita, namun tetap dilakukan satu bulan sekali.
Pelaporan dari kader ke Puskesmas dilakukan Kader dan penanggung jawab program
setiap satu bulan sekali. Penyerahan laporan di Posbindu sebagian besar adalah perempuan.
setiap Puskesmas berbeda, antara lain setelah Perempuan memang lebih banyak mendominasi
pelaksanaan Posbindu, sabtu minggu kedua untuk pekerjaan sebgai kader kesehatan, contoh
ataupun tanggal 10, namun selalu dilakukan sesuai lain adalah kader jumantik. Pada penelitian
dengan jadwal penyerahan laporan. Indarwati dan Prayitno (2016), tentang kader
Pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan jumantik di Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta
Kota Surabaya juga dilakukan secara rutin yaitu juga didominasi perempuan. Karena menjadi kader
setiap satu bulan sekali. Jadwal penyerahan kesehatan adalah pekerjaan sosial secara yang
laporan antara lain tanggal 5 ataupun tanggal 10 sukarela mengabdikan diri untuk masyarakat,
bulan berikutnya, dan selalu dilakukan rutin setiap maka membutuhkan waktu luang yang lebih besar.
satu bulan sekali. Oleh karena itu, dapat dimengerti jika sebagian
besar (70,1%) kader Posbindu adalah ibu rumah
Kualitas Data
tangga.
Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis Usia kader (55,8%) dan penanggung jawab
Posbindu memiliki kualitas data yang tinggi. program Posbindu (50%) sebagian besar berusia
Sistem dikatakan berkualitas dinilai dengan 31-40 tahun. Usia tersebut merupakan golongan
indikator penilaian berupa kelengkapan dan usia produktif. Pada usia produktif membuat
ketepatan data. produktivitas kader dalam menjalankan pekerjaan
Data dikatakan lengkap karena telah lebih tinggi daripada kader dengan usia tidak
melaporkan seluruh kegiatan di Posbindu yaitu produktif (Sutiani, et al., 2014).
wawancara terarah faktor risiko PTM, Pendidikan terakhir kader Posbindu sebagian
pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi besar pada tingkat SMA (76,6%), sedangkan
badan, IMT, dan analisis lemak tubuh. Sedangkan penanggung jawab program Posbindu (68,8%)
data dikatakan tepat karena laporan dari Posbindu sebagian besar pada tingkat D3. Dominasi tingkat
ke Puskesmas serta Puskesmas ke Dinas pendidikan penanggung jawab program Posbindu
Kesehatan Kota Surabaya tepat waktu. PTM dengan lulusan D3 sesuai dengan Undang-
undang no.36 tahun 2014 tentang kesehatan bahwa
Stabilitas
tenaga kesehatan di Puskesmas harus memiliki
Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis kualifikasi minimum lulusan D3. Kader Posbindu
Posbindu memiliki stabilitas yang tinggi. Indikator PTM sebagian besar tingkat pendidikan terakhir
penilaian stabilitas terdiri dari sistem penyimpanan adalah SMA dianggap cukup untuk dapat
yang baik sehingga jika terjadi hal yang tidak menerima informasi terkait pelaksanaan Posbindu.
diinginkan data masih dapat tersimpan dengan Menurut Indarwati dan Prayitno (2016) tingkat
aman dan terlacak kembali, serta ketersediaan pendidikan terakhir SMA dapat memudahkan
sarana penunjang Posbindu yang dapat beroperasi kader dalam menerima informasi dengan baik
dengan baik. sehingga penyampaian informasi kepada
Data surveilans faktor risiko PTM berbasis masyarakat dapat lebih optimal.
Posbindu tersimpan dengan baik dalam buku Lama kerja kader Posbindu (40,3%) sebagian
register Posbindu dan online dalam web portal besar adalah satu tahun, sedangkan penanggung
PTM. Informan pernah mengalami hal yang tidak jawab program Posbindu (50%) telah bekerja
diinginkan yaitu kejadian alat ukur yang error selama dua tahun dalam memegang program
serta portal web PTM mengalami server down, Posbindu. Program Posbindu masih tergolong baru
namun sistem surveilans faktor risiko PTM sejak dilakukan pertama tahun 2014, sehingga
berbasis Posbindu masih tetap berjalan dengan Posbindu yang ada juga relatif baru. Berdasarkan
Elyda Rahmayanti., Arief Hargono., Implementasi Surveilans Faktor Risiko Penyakit... 282
informasi dari informan penelitian untuk STEPS merupakan sistem yang dinilai sederhan
penanggung jawab program Posbindu, terdapat (WHO, 2017).
sistem rolling (bergantian) untuk pemegang Groseclose dan Buckerige (2017), menyatakan
program, sehingga untuk lama kerja dalam bahwa kesederhanaan juga dapat diketahui dari
program Posbindu tergolong masih baru. Menurut teknologi yang digunakan sistem surveilans.
Sutiani, et al., (2014), kader yang telah lama Penggunaan teknologi pada sistem Electonic
menjadi kader lebih terampil daripada kader yang STEPwise approach to Surveillance (eSTEPS)
baru, sehingga pelatihan dengan metode praktik terbukti meningkatkan efisiensi waktu daripada
dapat menjadi pilihan sebagai upaya untuk metode berbasis kertas sebelumnya sehingga
meningkatkan keterampilan kader yang masih sistem eSTEPS dianggap lebih sederhana (Riley, et
baru. al., 2016). Secara keseluruhan, sistem surveilans
faktor risiko PTM berbasis Posbindu sudah
Sistem Surveilans Faktor Risiko PTM Berbasis dikatakan sederhana. Namun, implementasi
Posbindu Berdasarkan Atribut Surveilans pencatatan dan pelaporan elektronik belum optimal
karena sering mengalami server down, akibatnya
Kesederhanaan
sulit melakukan pelaporan elektronik. Maka, Dinas
Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis Kesehatan Kota Surabaya diharapkan bisa
Posbindu adalah sederhana. Menurut CDC (2001), meningkatkan pemeliharaan server.
sistem surveilans dikatakan sederhana dengan
Fleksibilitas
melihat struktur dan kemudahan operasional
pelaksanaannya. Hal tersebut dapat dinilai dari Sistem surveilans faktor risiko PTM selama
pemahaman definisi faktor risiko, kemudahan periode 2014 hingga 2016 belum pernah
pengumpulan data, serta kemudahan pencatatan mengalami perubahan sistem sehingga fleksibilitas
dan pelaporan data manual maupun elektronik. tidak dapat diukur. Menurut CDC (2001) serta
Pemahaman terhadap definisi faktor risiko PTM Groseclose dan Buckerige (2017), fleksibilitas
dinilai dari data faktor risiko PTM yang diukur sistem surveilans epidemiologi dapat dinilai
saat pelaksanaan Posbindu dengan melakukan dengan indikator kemudahan adaptasi pada
wawancara terarah faktor risiko PTM, perubahan sistem untuk mengetahui tanggapan
pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi sistem atas perubahan dalam proses surveilans.
badan, IMT, dan analisis lemak tubuh. Petugas
Akseptabilitas
menyatakan bahwa merasa mudah dalam
melaporkan data yang telah dikumpulkan karena Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis
dapat dilakukan secara manual (offline) dan atau Posbindu mempunyai akseptabilitas yang tinggi
elektronik (online). Sesuai dengan petunjuk teknis karena terdapat partisipasi instansi diluar sektor
pelaksanaan Posbindu Kemenkes RI (2014), kesehatan serta pemanfaatan hasil surveilans. Hal
pelaporan dilakukan secara manual dan elektronik. ini sesuai dengan CDC (2001) yang menyatakan
Pelaporan elektronik menggunakan portal web bahwa akseptabilitas dipengaruhi oleh kesediaan
PTM. Data tersebut kemudian diolah serta individu atau organisasi untuk berpartisipasi dalam
dianalisis oleh Dinas Kota Surabaya untuk pelaksanaan surveilans epidemiologi. Instansi yang
memberikan feedback ke Puskesmas yang berpartispasi pada pelaksanaan Posbindu antara
selanjutnya didesiminasikan oleh Puskesmas ke lain kelurahan, kecamatan, Persatuan Waria Kota
masyarakat. Dengan demikian, proses Surabaya (Perwakos), sekolah, dan Rukun
pengumpulan dan pelaporan data yang telah Tetangga/Rukun Warga (RT/RW).
dilakukan sistem surveilans faktor risiko PTM Informasi hasil surveilans faktor risiko PTM
berbasis Posbindu telah sesuai dengan petunjuk berbasis Posbindu telah dimanfaatkan oleh
teknis pelaksanaan Posbindu Kemenkes RI tahun Puskesmas untuk penyuluhan yang dilakukan saat
2014. pelaksanaan Posbindu berikutnya. Menurut
Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis Groseclose dan Buckerige (2017), akseptabilitas
Posbindu dilaksanakan dengan tiga tahap kegiatan sistem surveilans dapat dipengaruhi oleh manfaat
yaitu wawancara faktor risiko PTM dengan yang diperoleh banyak pihak melalui hasil sistem
kuesioner, pengukuran fisik serta biokimia. Hal surveilans. Oleh karena itu, pengguna telah
tersebut merupakan adaptasi sistem World Health merasakan manfaat sistem surveilans.
Organization STEPwise approach to Surveillance
Sensitivitas
(WHO STEPS) yang dilakukan di berbagai negara
anggota WHO salah satunya Indonesia. WHO
283 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 3, September 2017, hlm. 276-285