Anda di halaman 1dari 33

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAT


Field Epidemiology Training Program (FETP) Indonesia

PROPOSAL
EVALUASI SISTEM SURVEILANS PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN
KESEHATAN MASYARAKAT (KKM) CORONA VIRUS DISEASE 19 (COVID-19)
PADA KAPAL LAUT DI PELABUHAN SOEKARNO HATTA MAKASSAR
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN (KKP) KELAS 1 MAKASSAR

OLEH :

ANDI CENDRA PERTIWI


K012211049

Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat


Jurusan Epidemiologi Lapangan
(Field Epidemiology Training Program FETP)
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Era globalisasi seperti ini terjadi kemajuan yang sangat pesat terutama di
bidang transportasi, yang membuat seseorang dapat melakukan perjalanan lintas
benua dari satu negara ke negara lainnya hanya dengan beberapa jam sehingga
menyebabkan terjadinya pergeseran epidemiologi penyakit. Hal ini ditandai dengan
penularan penyakit dari satu benua ke benua yang lainnya. Globalisasi akan
melancarkan perjalanan penyakit antar negara yang dimungkinkan oleh jumlah
perpindahan populasi dari suatu negara ke negara lainnya (Jamaluddin, 2016)
Permasalahan kesehatan dalam jangka panjang di Indonesia dari waktu ke
waktu akan semakin kompleks. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan
17.504 pulau yang terdiri dari pulau besar/ kecil serta memiliki posisi yang sangat
strategis karena diapit oleh dua benua dan dua samudera serta berada pada jalur lalu
lintas perdangan internasional dengan banyaknya pintu masuk ke wilayah Indonesia.
Hal ini merupakan suatu peluang, tetapi juga merupakan faktor risiko untuk
terjadinya penyebaran penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini memperbesar risiko
masuk dan keluarnya penyakit menular (new infectious diseases, emerging infectious
diseases, dan re-emerging infectious diseases), dimana ketika pelaku perjalanan
memasuki pintu masuk negara gejala klinis penyakit belum tampak. Disamping
kemajuan teknologi di berbagai bidang lainnya yang menyebabkan pergeseran
epidemiologi penyakit, ditandai dengan peregerakan kejadian penyakit dari satu
benua ke benua lainnya, baik pergerakan secara alamiah maupun pergerakan melalui
komiditas barang di era perdagangan bebas dunia yang dapat menyebabkan
peningkatan faktor risiko (UUD No 6 Tahun 2018).
Dalam 30 tahun terakhir ini telah muncul lebih dari 30 Penyakit Infeksi
Emerging (PIE) yang disebabkan munculnya organisme baru. Riset ilmiah terhadap
335 penyakit baru yang ditemukan antara tahun 1940 dan 2004 mengindikasikan
bahwa negara-negara yang berhubungan dengan Dataran Indo-Gangga dan DAS
Mekong menjadi hotspot global kemunculan PIE. Virus Nipah, demam berdarah
Crimean-Congo, dan avian influenza A (H5N1) merupakan contoh penyakit yang
telah muncul baru-baru ini dan menyerang Kawasan Asia Tenggara. Dampak yang
ditimbulkan dari sebuah penyakit baru sulit diprediksi namun diketahui bisa sangat
bermakna, karena pada saat penyakit baru itu menyerang manusia, mungkin hanya
sedikit kekebalan yang dimiliki manusia atau bahkan tidak ada sama sekali.
Kawasan Asia Tenggara menurut WHO memiliki kondisi yang mengundang
munculnya Penyakit Infeksi Emerging (PIE). Sebagai contoh, bersirkulasinya
berbagai tipe virus influenza di daerah yang memiliki peternakan unggas besar
sekaligus peternakan babi yang tidak dikelola sesuai standar kesehatan sehingga
memungkinkan terjadinya percampuran/kontaminasi produk hewan, menjadi media
(incubator) yang cocok untuk terjadinya percampuran beberapa virus influenza dan
berpotensi memunculkan strain virus baru atau bahkan virus baru. Terdapat faktor
yang mempercepat kemunculan penyakit baru, yaitu yang memungkinkan agen
infeksi berkembang menjadi bentuk ekologis baru agar dapat menjangkau dan
beradaptasi dengan inang yang baru, serta agar dapat menyebar lebih mudah di antara
inang-inang baru. Faktor-faktor itu antara lain urbanisasi dan penghancuran habitat
asli (memungkinkan manusia dan hewan hidup lebih dekat); perubahan iklim dan
ekosistem; perubahan dalam populasi inang reservoir atau vektor serangga perantara;
dan mutasi genetik mikroba (Bulletin PIE Kemenkes, 2017)
Penyakit Infeksi Emerging adalah penyakit yang muncul dan menyerang
suatu populasi untuk pertama kalinya atau telah ada sebelumnya namun meningkat
dengan sangat cepat, baik dalam jumlah kasus baru di dalam satu populasi, ataupun
penyebarannya ke daerah geografis yang baru (re-emerging infectious disease).
Termasuk kelompok PIE adalah penyakit yang pernah terjadi di suatu daerah di masa
lalu, kemudian menurun atau telah dikendalikan, namun kemudian dilaporkan lagi
dalam jumlah yang meningkat. Bentuk lainnya lagi adalah penyakit lama yang
muncul dalam bentuk klinis yang baru, yang bisa jadi lebih parah atau fatal. Penyakit
Infeksi Emerging mendapat perhatian khusus dan menjadi masalah kesehatan
masyarakat serius. Kekhawatiran akan PIE tidak hanya karena dapat menimbulkan
kematian, tetapi juga karena dapat membawa dampak sosial dan ekonomi yang besar
dalam era globalisasi, saat seluruh dunia saling terhubung. Sebagai contoh, perkiraan
biaya langsung yang ditimbulkan saat SARS menjadi pandemi di Kanada dan negara-
negara Asia adalah sekitar 50 miliar dolar AS. Dampak PIE semakin besar bila
terjadi di negara berkembang yang relatif memiliki sumber daya lebih terbatas
dengan ketahanan sistem kesehatan masyarakat yang tidak sekuat negara maju.
Penyakit Infeksi Emerging sangat tinggi berpotensi menyebar atau biasa
disebut dengan epidemi, pandemi dan bisa berstatus sebagai PHEIC/KKMMD.
Untuk lebih jelasnya kita perlu mengetaui apa yang dimaksud dengan epidemi,
pandemi dan PHEIC/KKMMD. Epidemi adalah kenaikan kejadian suatu penyakit
yang berlangsung cepat dan dalam jumlah insidens yang di
perkirakan. Pandemi adalah penyebaran luas (mendunia) penyakit baru karena agen
biologis. Sedangkan PHEIC/KKMMD merupakan kependekan dari Public Health
Emergency of International Concern (PHEIC)/Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
yang Meresahkan Dunia (KKMMD), artinya masalah kesehatan masyarakat global
yang memerlukan kerjasama internasional sesuai ketetapan dalam IHR 2005
(International Health Regulation / Peraturan Kesehatan Internasional) (Bulletin PIE
Kemenkes, 2017).
PHEIC/KKMMD adalah kejadian luar biasa yang mengancam kesehatan
masyarakat negara lainnya melalui penyebaran global dan penanggulangannya
memerlukan respons internasional yang terkoordinir dimana Negara perlu
melaporkan setiap kejadian yang berpotensi menjadi PHEIC yang ditetapkan oleh
Dirjen WHO (Kemenkes, 2013)
Perbedaan ketiga kondisi di atas yakni epidemi, pandemi dan KKMMD ini
dapat diikuti jika kegiatan surveilans benar-benar dilakukan secara
berkesinambungan dan terpadu. Surveilans epidemiologi adalah kegiatan
pengamatan secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-
masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi risiko terjadinya penyakit atau
masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien (Bulletin PIE Kemenkes, 2017)
Kasus wabah yang masuk Indonesia bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya lemahnya pengawasan terhadap pintu masuk wilayah negara maupun
kegiatan surveilans epidemiologi yang belum maksimal, sehingga wabah tersebut
bisa menyebar di Indonesia. Guna mengantisipasi ancaman penyakit global dan
kesehatan masyarakat menjadi perhatian dunia internasional, maka dalam
International Health Regulations 2005 disebutkan bahwa surveilans epidemiologi
merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap unsur di
suatu negara (Kemenkes RI 2007) untuk menghadapi kondisi di atas diperlukan
kesiapsiagaan pemerintah agar tidak terjadi kasus kesehatan bersifat importasi yakni
sumber kedaruratan berasal dari luar wilayah dan episenter dari wilayah kerja.
Karakteristik PHEIC/KKMMD yakni mengakibatkan kejadian serius terhadap
kesehatan masyarakat, kejadian yang tidak biasa/tidak diperkirakan, berisiko
menyebar secara internasional, dan berisiko terhadap pembatasan
perjalanan/perdagangan internasional sehingga kemampuan pemerintah dalam
mencegah (to prevent), mendeteksi dini (to detect), dan menangani kasus sedini
mungkin (to response) akan mempengaruhi sejauh mana besaran beban penyakit
terhadap kejadian PHEIC/KKMMD (Bulletin PIE Kemenkes, 2017)
Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan Indonesia, yang berperan
sebagai ujung tombak sistem surveilans pelayanan kesehatan dan diberikan otoritas
kewenangan penuh oleh Kementerian Kesehatan sebagai unit pelaksana teknis di
seluruh pintu keluar masuk wilayah Indonesia meliputi pelabuhan laut, pelabuhan
udara dan pos lintas batas darat negara adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
dengan salah satunya yakni unit wilayah KKP Kelas 1 Makassar. Sebagai sarana
pelayanan kesehatan terdepan, KKP memiliki tugas cegah tangkal penyakit dari dan
ke Indonesia dengan melakukan pengawasan terhadap orang, barang, alat angkut dan
lingkungan, khususnya pengawasan penyakit menular potensial wabah yang dapat
menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian dunia
khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat serta wilayah Indonesia
secara luas (Kemenkes RI, 2007)
Pelabuhan Makassar dan wilayah kerja KKP Kelas 1 Makassar merupakan
tempat berlabuhnya berbagai jenis kapal baik dari jenis kontainer maupun jenis kapal
penumpang dalam rangka meningkatkan kewaspadaan atas berbagai hal KKP Kelas
1 Makassar melakukan pengawasan kedatangan maupung keberangkatan kapal (alat
angkut dan barang) dan penumpang (orang) dari negara/wilayah terjangkit maupun
daerah tidak terjangkit melalui kegiatan pemeriksaan dokumen kesehatan dan faktor
risiko kesehatan. Pelabuhan Makassar sebagai salah satu pintu gerbang negara
Kesatuan Republik Indonesia diharapkan memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi
berbagai masalah kesehatan untuk meminimalisir segala dampak yang mungkin
dapat terjadi dan menghadapi kejadian masalah-masalah kesehatan terutama masalah
kesehatan masyarakat yang kita sebut sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
(KKM) yakni penyakit akibat penyebaran virus yakni Polio, Ebola, MersCov, dan
lainnya sedangkan melalui reservoir vektor/binatang dan lingkungan yakni Zika, Flu
Burung (H5N1), SARS, Demam Kuning (Yellow Fever) dan lainnya serta yang
terbaru tahun 2019 adalah Corona Virus Disease (Covid-19) merupakan beberapa
contoh penyakit yang pernah menyebar ke berbagai negara dan menjadi perhatian
dunia internasional dan dunia telah mencatat sejarah adanya kejadian penyakit yang
menyebabkan peningkatan signifikan terhadap angka kesakitan dan angka kematian
(KKP, 2018)
Berdasarkan Data Profil KKP Kelas 1 Makassar, sejak Tahun 2016-2020
jumlah kedatangan dan keberangkatan kapal mengalami fluktuasi dan tahun 2020
jumlah kedatangan kapal yang dilakukan pengawasan karantina karena berasal dari
wilayah terjangkit baik dalam dan luar negeri sebanyak 4.200 kapal sedangkan dari
wilayah tidak terjangkit sebanyak 10.130 kapal. Pengawasan jumlah keberangkatan
kapal dalam negeri pada tahun 2020 sebanyak 14.008 kapal dengan jumlah tertinggi
kedatangan terjadi di bulan September sedangkan pengawasan kapal dalam karantina
ke luar negeri sebanyak 318 kapal dengan jumlah tertinggi keberangkatan pada bulan
Oktober. Pengawasan terhadap pelaku perjalanan/penumpang dan awak kapal
dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan suhu tubuh baik menggunakan thermall
scanner/thermometer infrared maupun thermogun serta pemeriksaan deteksi dini
faktor risiko khususnya pada awakkapal. Tahun 2020 intensitas kedatangan
penumpang dengan jumlah tertinggi terjadi pada bulan Januari sebanyak 96.895
orang dari total jumlah kedatangan sebanyak 714.511 orang dan intensitas
keberangkatan penumpang dengan jumlah tertinggi terjadi di bulan Januari sebanyak
137.321 orang dari total jumlah keberangkatan sebanyak 769.081 orang. Pelaksanaan
pengawasan terhadap awak kapal khususnya yang berasal dari luar negara terjangkit
jumlah kedatangan selama tahun 2020 sebanyak 4.710 orang sedangkan dalam negeri
wilayah terjangkit sebanyak 76.744 orang sedangkan keberangkatan awak kapal
selama tahun 2020 sebanyak 4.949 orang yang berangkat ke negara terjangkit
sedangkan dalam negeri jumlah awak kapal yang berangkat ke wilayah terjangkit
sebanyak 74.266 orang. Dapat disimpulkan bahwa dari seluruh kegiatan pengawasan
yang dilakukan baik kedatangan maupun keberangkatan dapat menimbulkan
penyakit-penyakit potensial wabah/KLB dari dalam/luar negeri wilayah terjangkit
maupun tidak terjangkit (KKP 2021)
Pada tahun 2003 kasus Flu burung (H5N1) ditemukan pertama kalinya di
China, wabah tersebut meluas ke beberapa negara dan pada tahun 2005 kasus flu
burung terjadu di Indonesia. Mulai tahun 2005 hingga Juni 2014 jumlah kejadian
kasus di Indonesia sebanyak 197 kasus dengan 165 kasus diantaranya meninggal
dunia (Case Fatality Rate/CFR sebesar 83,7%) (Kemenkes, 2014).
Demam kuning adalah penyakit demam berdarah (hemoragik) virus akut
yang ditularkan oleh nyamuk yang terinfeksi virus penyebab demam
kuning. Penyebab penyakit demam kuning adalah virus yang tergolong dalam genus
Flavivirus, kelompok besar virus RNA. Di kawasan hutan, secara alamiah virus
demam kuning hidup dan memperbanyak diri pada tubuh primata selain manusia,
biasanya monyet dan simpanse. Virus ini dapat ditularkan ke manusia melalui
perantara (vektor) nyamuk. Nyamuk perantara (vektor) penyakit demam kuning di
kawasan hutan Afrika adalah Aedes africanus (terutama) dan spesies Aedes lainnya.
Di Amerika Selatan, vektor utamanya adalah spesies Haemagogus dan Sabethes. Di
daerah perkotaan dari Afrika dan Amerika Selatan, vektornya adalah Aedes aegypti.
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya. Tingkat
kematian penyakit ini berkisar 20-50%, namun pada kasus berat dapat melebihi 50%.
Belum ditemukan pengobatan spesifik untuk penyakit ini (Bulletin PIE Kemenkes,
2017)
Penyebaran penyakit lainnya yakni penyakit Mers-Cov yang merupakan suatu
strain virus corona yang sebelumnya belum pernah ditemukan menginfeksi manusia.
Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada
manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran
pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS). Virus ini diketahui pertama kali menyerang manusia
di Jordan pada April 2012, namun kasus yang pertama kali dilaporkan adalah kasus
yang muncul di Arab Saudi pada September 2012. Sampai saat ini, semua kasus
MERS berhubungan dengan riwayat perjalanan menuju, atau menetap, di negara-
negara sekitar Semenanjung Arab. Kejadian Luar Biasa (KLB) MERS terbesar yang
terjadi di luar Semenanjung Arab, terjadi di Republik Korea Selatan pada 2015. KLB
tersebut berhubungan dengan pelaku perjalanan yang kembali dari Semenanjung
Arab. Berdasarkan informasi laporan WHO sejak september 2012 sampai dengan 30
Juni 2018 ditemukan kasus konfirmasi sebanyak 2.229 dengan 85% diantaranya
dilaporkan dari Negara Arab Saudi dan angka CFR sebesar 35,5%, sedangkan di
Indonesia meskipun status “Zero Case” Mers-Cov namun dengan analisa demografi
penduduk yang bergama muslim dan melaksanakan ibadah haji ke negara Arab Saudi
sehingga ancaman Mers-Cov perlu diwaspadai, dan pengawasan atas penyakit
tersebut tetap perlu diperketat melalui pengawasan faktor risiko dan juga pencegahan
spesifik melalui imunisasi meningitis. Hingga saat ini jumlah kasus konfirmasi
Mers-Cov di beberapa negara terjangkit selain Arab Saudi yakni Yordania, Qatar,
Inggris, Jerman, Prancis , Italia dan Tunisia (Kemenkes, 2013).
Pada Desember 2019, coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia
sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina kemudian diberi nama Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan
penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). COVID-19 disebabkan oleh
SARS-COV2 yang termasuk dalam keluarga besar coronavirus yang sama dengan
penyebab SARS pada tahun 2003, hanya berbeda jenis virusnya. Gejalanya mirip
dengan SARS, namun angka kematian SARS (9,6%) lebih tinggi dibanding COVID-
19 (kurang dari 5%), walaupun jumlah kasus COVID-19 jauh lebih banyak
dibanding SARS. COVID-19 juga memiliki penyebaran yang lebih luas dan cepat ke
beberapa negara dibanding SARS. Berdasarkan informasi laporan WHO dan
Kemenkes melalui situs Data Penyakit Infeksi Emerging pada Maret 2022 tercatata
situasi global jumlah kasus konfirmasi Covid-19 sebanyak 434.154.729 kasus
dengan tingkat angka kematian sebesar 1,4% (5.944.342 kasus) dari total 228 negara
terjangkit di dunia, sedangkan di Indonesia jumlah kasus terkonfirmasi sebesar
5.564.448 kasus dengan angka kematian sebesar 2,7%(148.335 kasus) dan tingkat
kesembuhan sebesar 87.4% yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia baik status
transmisi lokal maupun komunitas (PIE Kemenkes, 2022)
Untuk melaksanakan tanggap darurat kesehatan yang adekuat, maka perlu
disusun suatu Rencana Kontijensi secara terintegrasi baik di wilayah kabupaten/ kota
dan juga di pintu masuk (bandara, pelabuhan dan pos lintas batas negara). Hal ini
penting karena upaya penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat harus
dilakukan secara terintegrasi. Pada kondisi situasi kedaruratan benar-benar terjadi,
rencana kontinjensi yang sudah disusun dapat diaktivasi menjadi rencana operasi
penanggulangan dengan penyesuaian-penyesuaian situasi di lapangan. Dalam
menyusun rencana kontinjensi kedaruratan kesehatan masyarakat, perlu juga
memperhitungkan dampak ikutan (collateral impact) atau kedaruratan kedua yang
mungkin terjadi, seperti kemungkinan adanya isolasi wilayah yang memberikan
dampak ekonomi, kerusuhan sosial dan lain-lain yang mungkin memerlukan skenario
tersendiri dan penanganan kedaruratan yang memerlukan keahlian, keterampilan dan
kompetensi khusus serta sumber daya yang bersifat spesifik melalui penyusunan
rencana kontijensi.
Rencana Kontijensi berisi instrumen kesiapsiagaan, deteksi dini dan respon
cepat dalam hal menghadapi kemungkinan terjadinya Kedaruran Kesehatan
Masyarakat (KKMMD) sebagai bentuk upaya terintegrasi dalam kesiapsiagaan dan
penanggulangan (cegah tangkal) keluar masuknya penyakit berpotensial di Indonesia
melalui kapal yang masuk ke wilayah Pelabuhan Makassar.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kelemahan sistem surveilans pelaksanaan pengawasan
pencegahan dan penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat penyakit
Covid-19 pada Kapal Laut di Pelabuhan Makassar wilayah kerja Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas 1 Makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran sistem surveilans pelaksanaan pengawasan pencegahan
dan penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat penyakit Covid-19
pada Kapal Laut di Pelabuhan Makassar wilayah kerja Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) Kelas 1 Makassar
b. Mengetahui faktor penyebab kelemahan sistem surveilans pencegahan dan
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat penyakit Covid-19 di
Pelabuhan Makassar wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas
1 Makassar.
BAB II
ANALISIS KELEMAHAN/KEBUTUHAN SISTEM SURVEILANS

A. Deskripsi Pentingnya Masalah Kesehatan


1. Angka Kesakitan dan Kematian Penyakit Covid-19
Kasus konfirmasi Covid-19 di dunia dari 255.503.776 kasus terdapat angka
kematian CFR 2,0% tersebar di sepuluh negara terbanyak dan Indonesia merupakan kasus
konfirmasi terbanyak ke 14 di dunia, khususnya di Indonesia sampai tanggal 20 November
2021 sebanyak 4.252.705 kasus dengan 143.714 kematian tersebar di 510 kabupaten/kota
dengan sepuluh Provinsi terbanyak dilaporkan oleh Sulawesi Selatan (Data PIE
Kemenkes, 2022)
Berdasarkan laporan Profil KKP Kelas 1 Makassar Tahun 2020, yakni pada tanggal
8 April 2020 PT.PELNI melaporkan ke KKP Kelas 1 Makassar agar dilakukan
pengawasan terhadap KM. Lambelu dikarenakan terdapat 3 crew telah terkonfirmasi
positif Covid-19 melalui pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) oleh petugas medis
dari RSUD dr. TC Hillers di Maumere pada saat kapal berlabuh di wilayah Pelabuhan
Maumere untuk selanjutnya agar dilakukan tes PCR di Makassar setibanya di Pelabuhan
Makassar. Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan yang telah
dilakukan dari jumlah awak dan mitra kapal sebanyak 149 orang telah dilakukan
pengambilan swab untuk pemeriksaan PCR seluruhnya dengan hasil pemeriksaan, positif
COVID-l9 sebanyak 93 orang dan negatif 56 orang. Pada tanggal 10 Mei 2020 telah
dilakukan desinfeksi kapal oleh pihak ke 3 yang diawasi oleh petugas KKP.
Berdasarkan Profil KKP Kelas 1 Makassar Tahun 2021 yakni pengawasan faktor
risiko pada pintu keluar/masuk di wilayah kerja KKP Kelas 1 Makassar menunjukkan
bahwa yang terdeteksi suhu ≥ 38° C selama tahun 2021 sebanyak 9 orang, hasil
pemeriksaan RDT Reaktif sebanyak 276 orang. Suhu ≥ 38° C terdeteksi di Bandara Sultan
Hasanuddin Makassar pada bulan Januari, Pebruari dan Juli. Penumpang yang reaktif
ditemukan di Wilker Awerange, Pelabuhan Laut Makassar, Pelabuhan Parepare dan
Bandara Sultan Hasanuddin.
Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar melaporkan kedatangan KM. Bali Ayu dari
Samarinda yang memiliki 17 awak kapal, dilakukan pemeriksaan PCR dan hasilnya
terdapat 15 orang positif Covid-19 dan 2 orang negatif. Dari 15 orang yang positif, 2 orang
diantaranya dirujuk ke RS Dadi Makassar.
2. Disparitas/Inekuitas
Isu kesetaraan (equity) masih menjadi masalah dalam pelaksanaan kesehatan.
Prinsip kesetaraan secara umum menyatakan bahwa layanan kesehatan harus memenuhi
kebutuhan kesehatan individu, sehingga individu yang memiliki kebutuhan lebih besar
harus mengakses lebih banyak layanan (ekuitas vertikal), tetapi harus ada akses yang sama
untuk kebutuhan yang sama (ekuitas horizontal). Dengan kata lain, kebutuhan merupakan
faktor penentu keadilan dalam distribusi layanan kesehatan (Goddard & Smith, 2001).
Kesetaraan juga berarti keadilan atau keadilan sosial, yaitu konsep etis yang
didasarkan pada prinsip keadilan distributive yang juga dihubungkan dengan hak asasi
manusia. Kesetaraan dalam kesehatan secara luas didefinisikan sebagai ketiadaan
kesenjangan sosial. Untuk keperluan operasionalisasi dan pengukuran, kesetaraan dalam
kesehatan dapat didefinisikan sebagai ketiadaan disparitas sistematis dalam kesehatan
(atau dalam determinan sosial kesehatan) antara kelompok sosial yang memiliki tingkat
keuntungan atau kerugian sosial mendasar yang berbeda yaitu, berbeda posisi dalam
hierarki sosial. Ketidaksetaraan dalam kesehatan secara sistematis menempatkan
kelompok-kelompok orang yang secara sosial kurang beruntung (misalnya, karena
menjadi miskin, perempuan, dan/ atau anggota kelompok ras, etnis, atau agama yang
tercabut haknya) pada kerugian lebih lanjut berkenaan dengan kesehatan mereka;
kesehatan sangat penting untuk kesejahteraan dan untuk mengatasi efek lain dari kerugian
sosial (Braveman & Gruskin, 2003).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 33 Tahun 2021 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan menyebutkan bahwa upaya
kekrantinaan kesehatan meliputi upaya mencegah dan menangkal keluar masuknya
penyakit dan atau faktor risiko kesehatan orang, barang, alat angkut dan lingkungan yang
berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat namun dari segi pelayanan
kesehatan bagian dari upaya pelayanan kesehatan promotif, preventif dan kuratif bersifat
terbatas di lingkungan pelabuhan, bandara dan pos lintas batas darat negara khususnya
pelaku perjalanan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan pada kegawatdaruratan dan situasi
khusus (Kesehatan Haji).
3. Biaya Yang berhubungan dengan Penyakit/Masalah Kesehatan Yang Diamati
Penyelenggaraan kegiatan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Makassar yang
tertuang dalam realisasi anggaran belanja DIPA/RKAKL (daftar isian pelaksanaan
anggaran), bersumber dari Rupiah Murni dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Kementerian Kesehatan.
4. Kemampuan Pencegahan
Dalam rencana kontinjensi dirancang skenario yang mengasumsikan terjadinya
kasus Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di wilayah Pelabuhan Makassar pencegahan dan
penanggulangan Covid-19 masih mengikuti petunjuk teknis Kementerian Kesehatan
secara nasional dan standar operasional prosedur (SOP) kekarantinaan, jumlah kasus,
“population at risk” dan upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam upaya untuk
penanggulangan dan lain-lain. Petugas KKP akan melakukan tugasnya secara rutin dengan
kewaspadaan yang tinggi terhadap pelaku perjalanan melalu kedatangan/keberangkatan
kapal-kapal yang datang/berangkat dari negara-negara terjangkit Covid-19 KKP Kelas I
Makassar Wilayah Kerja Pelabuhan Makassar juga sudah memberikan pengetahuan
kepada masyarakat melalui media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) seperti
memberikan leaflet, banner dan media lainnya tentang kewaspadaan terhadap penyakit
Covid-19.
5. Analisis Potensi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di wilayah Pelabuhan Makassar
Covid-19 WHO (World Health Organization atau Badan Kesehatan Dunia) secara
resmi mendeklarasikan virus corona (COVID-19) sebagai pandemi pada tanggal 9 Maret
2020. Artinya, virus corona telah menyebar secara luas di dunia. Kedua berdampak besar
tidak hanya terhadap pelayanan kesehatan tetapi juga terhadap sosial ekonomi masyarakat.
Semakin meningkatnya jumlah pelaku perjalanan menunjukkan adanya ancaman dan
potensi penularan di wilayah Pelabuhan Makassar yang tentunya menimbulkan
kekhawatiran tidak hanya bagi masyarakat namun juga pemerintah Makassar secara
khusus sebagai kawasan industri dan Sulawesi Selatan secara umum.

B. Deskripsi Tujuan dan Proses Pelaksaan Sistem Surveilans


1. Tujuan dan Manfaat Sistem Surveilans Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dalam Rencana Kontijensi
Surveilans Kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan
dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan
tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien (Kemenkes RI,
2014b).
Surveilans Kesehatan diselenggarakan agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan
data, analisis data, dan diseminasi kepada pihak-pihak terkait yang membutuhkan.
Surveilans kesehatan mengedepankan kegiatan analisis atau kajian epidemiologi serta
pemanfaatan informasi epidemiologi. Penyelenggaraan surveilans kesehatan harus
mampu memberikan gambaran epidemiologi berdasarkan dimensi waktu, tempat dan
orang.
Kontinjensi merupakan suatu kondisi yang bisa terjadi, tetapi belum tentu
benarbenar terjadi. Perencanaan kontinjensi merupakan suatu upaya merencanakan
kegiatan untuk menghadapi sesuatu peristiwa yang mungkin terjadi, tetapi tidak menutup
kemungkinan peristiwa itu tidak akan terjadi, karena ada unsur ketidakpastian, maka
diperlukan suatu perencanaan untuk mengurangi akibat yang mungkin terjadi.
Berdasarkan hal tersebut, perencanaan kontinjensi didefinisikan sebagai “Proses
perencanaan ke depan, dalam keadaan tidak menentu dimana skenario dan tujuan
disetujui, tindakan manajerial dan teknis ditentukan, sistem untuk menanggapi kejadian
disusun agar dapat mencegah, atau mengatasi secara lebih baik keadaan atau situasi
darurat yang dihadapi”.
Dengan mempertimbangkan dari segi ancaman, kerentanan masyarakat dan potensi
penyebaran penyakit maka disusun Rencana Kontijensi terhadap Penyakit Mers-Cov.

2. Rencana Pemanfaatan Data Dari Sistem Yang Berjalan


Upaya pencegahan dan penanggulangan membutuhkan pendekatan multisektoral
guna melaksanakan penanggulangan secara terukur dan efektif. Kesepakatan bersama
antar unit kerja yang terlibat dalam kegiatan penyusunan dokumen rencana kontijensi,
dapat ditarik kesimpulan bahwa kejadian penyakit MERS-CoV merupakan masalah serius
di Pelabuhan Makassar yang dapat masuk ke situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
dan memerlukan tindakan yang tepat agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih
luas, seperti misalnya mengancam derajat kesehatan masyarakat di Kota Makassar
khususnya dan di Provinsi Sulawesi Selatan umumnya, sedangkan dengan perencanaan
intervensi penyusunan dokumen rencana kontijensi Covid-19 merupakan kebutuhan
mendesak dalam menghadapi perubahan status situasi Pandemi Covid-19 menuju Endemi
(angka kesakitan menurun, angka kematian zero dan tidak lagi berdampak pada sosial
ekonomi masyarakat khususnya di Makassar dan Sulawesi Selatan secara umum).
3. Definisi Kasus
COVID-19 disebabkan oleh SARS-COV2 yang termasuk dalam keluarga besar
coronavirus yang sama dengan penyebab SARS pada tahun 2003, hanya berbeda jenis
virusnya. Gejala umum berupa demam ≥380C, batuk kering, dan sesak napas. Jika ada
orang yang dalam 14 hari sebelum muncul gejala tersebut pernah melakukan perjalanan
ke negara atau wilayah terjangkit, atau pernah merawat/kontak erat dengan penderita
COVID-19, maka terhadap orang tersebut akan dilakukan pemeriksaan laboratorium lebih
lanjut untuk memastikan diagnosisnya. Penyakit ini dapat menyebar dari orang-orang
melalui tetesan kecil (droplet) dari hidung atau mulut pada saat batuk, bersin, atau
berbicara. Bisa juga seseorang terinfeksi COVID-19 ketika tanpa sengaja menghirup
droplet dari penderita. Inilah sebabnya mengapa kita penting untuk menjaga jarak hingga
kurang lebih satu meter dari orang lain. Sampai saat ini, para ahli masih terus melakukan
penyelidikan untuk menentukan sumber virus, jenis paparan, dan cara penularannya.
Orang yang dicurigai terinfeksi MERS-Cov dan Covid-19 harus masuk ke dalam ruang
perawatan isolasi dan kontak erat dilakukan karantina untuk dilakukan pengambilan dan
pengujian spesimen di laboratorium (PIE Kemenkes, 2022).

4. Letak Sistem Surveilans Dalam Organisasi


Pelaksanaan pengawasan pelaku perjalanan di wilayah Pelabuhan Makassar ini
berkedudukan sebagai alert (sinyal) kewaspadaan dan cegah tangkal untuk dilakukan
respon segera sebelum masuk ke wilayah tujuan selain itu sebagai diseminasi informasi
untuk dapat disampaikan dalam bentuk buletin, surat edaran, laporan berkala, forum
pertemuan, termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi informasi dilakukan dengan
memanfaatkan sarana teknologi informasi yang mudah diakses. Diseminasi informasi
dapat juga dilakukan apabila petugas surveilans secara aktif terlibat dalam perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan laporan
hasil pengawasan dan hasil analisis untuk selanjutnya jejaring mitra KKP Kelas 1
Makassar memahami kedudukan dan tugasnya sebagai tim dalam pencegahan dan
penanggulangan penyakit KKMMD dengan KKP sebagai penanggung jawab teknis di
pintu keluar/masuk serta menjalankan upaya pencegahan dan penanggulangan kesehatan
multisektoral (Kemenkes RI, 2014).
Setelah rencana operasional pencegahan dan penanggulangan disusun, maka
Posko KLB/Wabah/KKM di Pelabuhan Makassar mulai diaktifkan. Tugas posko di
Pelabuhan Makassar adalah sebagai pengendali operasional sedangkan fungsinya adalah
menjabarkan kebijakan pusat (pemerintah) menjadi langkah-langkah kegiatan
operasional yaitu perintah untuk melaksanakan kegiatan serta penjelasan cara
melaksanakan kegiatan tersebut. Pembentukan posko dilakukan dengan Surat Keputusan
Kepala Kantor Kesyahbandaran utama Makassar.

5. Level Integrasi
Koordinasi dalam penyelenggaraan Surveilans Kesehatan diarahkan untuk
menyelaraskan, mengintegrasikan, mensinergikan dan memaksimalkan pengelolaan data
dan/atau informasi agar proses pengambilan keputusan dalam rangka intervensi lebih
berhasil dan berdaya guna(Kemenkes RI, 2014b). Koordinasi dalam penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan dilakukan oleh seluruh unit surveilans kesehatan, maupun antar
unit di instansi pemerintah serta pihak pihak tertentu yang memiliki peran yang relevan
dengan kegiatan surveilans.
Kemitraan merupakan hubungan kerjasama antar berbagai pihak yang strategis,
bersifat sukarela, dan berdasar prinsip saling membutuhkan, saling mendukung, dan
saling menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembangan secara timbal
balik. Dalam hal kesehatan, kemitraan diperlukan untuk melaksanakan program
kesehatan hingga mencapai tujuan yang diharapkan (Kemenkes RI, 2014)
Adapun peran dari masing-masing instansi dijabarkan dalam rencana kontijensi
pencegahan dan penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat sebagai berikut :
a) Kantor Kesyahbandaran utama Makassar sebagai koordinator di Pelabuhan
b) Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Makassar sebagai penanggung jawab teknis
kesehatan (Pejabat Kekarantinaan) di Pelabuhan
c) Kantor Imigrasi sebagai penanggung jawab urusan keimigrasian
d) Kantor Bea dan Cukai sebagai penanggung jawab pemeriksaan barang di lokasi
khusus
e) POLRI dan TNI melakukan pengamanan di Ring II, Ring I dan kapal yang di
Karantina serta di Asrama Karantina
f) KSOP sebagai penanggung jawab di pelabuhan, menyiapkan logistik berupa posko
dan peralatan lain yang dibutuhkan di daerah pelabuhan
g) Rumah Sakit, menerima dan menangani rujukan penumpang, Nahkoda/ABK yang
sakit
h) Dinas Kesehatan Kota Makassar sebagai penanggung jawab kesehatan wilayah,
melakukan koordinasi dengan seluruh stake holder terkait. Memberikan perintah dan
penyediaan sarana dan prasarana di RS Rujukan dan apabila memungkinkan
membantu pelaksanaan penanggulangan di Pelabuhan Makassar serta menyiapkan
posko informasi akibat KLB/Wabah/KKMMD
i) Badan Penanggulangan Bencana Daerah, melakukan evakuasi dan penyiapan logistik
yg berkaitan dengan bencana
j) Badan Karantina Pertanian, Melakukan pemeriksaan barang komoditi pertanian dan
turunannya dilokasi khusus
k) Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, melakukan pemberian informasi
kepada masyarakat dan pengamanan jalur evakuasi
l) Agen Pelayaran, melakukan komunikasi antara kapal yg suspect dengan petugas di
Posko.
6. Bagan Alur Dari Sistem Surveilans
Adapun kegiatan dan alur sisten surveilans dalam rencana kontijensi diuraikan
sebagai berikut :
a) Mensinkronkan kegiatan operasional lapangan diantara pemangku kepentingan antara
lain, lintas sektor terkait, masyarakat, LSM dll.
b) Melaksanakan pemantauan kegiatan melalui supervisi, laporan harian dan laporan
insidentil (setiap ada masalah yang perlu segera diselesaikan)
c) Melaporkan setiap saat bila mendapat masalah kedaruratan yang membutuhkan
keputusan segera kepada para penentu kebijakan dan posko KLB sesuai hirarki
kewenangan dan tanggungjawab
d) Melakukan komunikasi dengan berbagai pihak terkait sesuai kewenangan dan
tanggungjawab
e) Menerima informasi dan pertanyaan serta memberi jawaban atas pertanyaan dari
berbagai pihak termasuk masyarakat dan memberikan jawaban sesuai dengan
kewenangannya.
f) Melakukan diseminasi informasi ke media massa sesuai dengan perkembangan situasi
g) Melakukan evaluasi kegiatan penanggulangan.
Surveilans epidemiologi secara umum bisa digambarkan dengan diagram alur sebagai
berikut (Depkes, 2004):

Pelaporan data Feed back

Pengumpulan data Pengolahan data Analisis/


interpretasi data
Gambar 2.1 Alur Surveilans Epidemiologi

7. Komponen Kegiatan Surveilans


a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis data surveilans
kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor risiko. Pengumpulan data
dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain individu, fasilitas pelayanan
kesehatan, unit statistik dan demografi, dan sebagainya. Metode pengumpulan data
dapat dilakukan melalui wawancara, pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan
terhadap sasaran (Kemenkes RI, 2014)
Jenis data surveilans meliputi data kesakitan, data kematian, dan data pelayanan
kesehatan terhadap pelaku perjalanan, serta upaya koordinasi yang telah dilakukan
antar jejaring mitra KKP Kelas 1 Makassar. Berdasarkan frekuensi pengumpulannya
data diambil dalam Aplikasi Terintegrasi Sistem Informasi Kesehatan Pelabuhan
(Simkespel) dan wawancara berdasarkan instrumen khusus yang dibuat.
Syarat yang dibutuhkan agar data surveilans yang dikumpulkan berkualitas
yaitu:
1) Memuat informasi epidemiologi yang lengkap (angka kesakitan dan angka
kematian menurut umur, jenis kelamin dan tempat tinggal, angka cakupan
program, laporan faktor risiko penyakit)
2) Pengumpulan data dilakukan secara terus menerus dan sistematis
3) Data kejadian penyakit yang dikumpulkan selalu tepat waktu, lengkap dan benar;
4) Mengetahui dengan baik sumber data yang dibutuhkan, misalnya dari laporan
pengawasan pelaku perjalananan, , pelayanan poliklinik pelabuhan, laporan
kegiatan lapangan, dan sebagainya.
5) Menerapkan prioritas dalam pengumpulan data yang diutamakan pada masalah
yang signifikan.
Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen sebagai
alat bantu. Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan surveilans yang akan dilakukan dan
memuat semua variabel data yang diperlukan.
b. Pengolahan data
Pengolahan data merupakan kegiatan penyusunan data yang sudah dikumpulkan
ke dalam format-format tertentu, menggunakan teknik-teknik pengolahan data yang
sesuai. Data yang telah terkumpul, baik dari institusi sendiri maupun dari luar
selanjutnya dilakukan pengolahan baik oleh puskesmas, Kabupaten/kota maupun
Propinsi. Dalam pengolahan data, dua aspek perlu dipertimbangkan yaitu ketepatan
waktu dan sensitifitas data. Pengolahan data yang baik memenuhi kriteria antara lain:
1) Selama proses pengolahan data tidak terjadi kesalahan sistemik.
2) Kecenderungan perbedaan antara distribusi frekeuensi dengan distribusi kasus
dapat diidentifikasi dengan baik.
3) Tidak ada perbedaan atau tidak ada kesalahan dalam menyajikan
pengertian/definisi.
4) Menerapkan metode pembuatan tabel, grafik, peta yang benar.
c. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dan diolah kemudian dilakukan analisis untuk
membantu dalam penyusunan perencanaan program, monitoring, evaluasi, dan dalam
upaya perbaikan pencegahan serta penanggulangan penyakit KKMD. Teknik yang
digunakan dalam analisis data surveilans adalah analisis deskriptif, analisis bivariat,
dan multivariat.
8. Atribut Surveilans
Atribut surveilans adalah karakteristik-karakteristik yang melekat pada kegiatan
surveilans, yang digunakan sebagai parameter keberhasilan dan kualitas surveilans.
Atribut-atribut tersebut yaitu (Amiruddin, 2013) :
a. Simplicity (kesederhanaan).
Surveilans yang sederhana adalah kegiatan surveilans yang memiliki struktur
dan sistem pengoperasian yang sederhana tanpa mengurangi tujuan yang
ditetapkan. Sebaiknya sistem surveilans disusun dengan sifat demikian.
b. Flexibility (fleksibel atau tidak kaku)
Surveilans yang fleksibel adalah kegiatan surveilans yang dapat
menyesuaikan dengan perubahan informasi dan/atau situasi tanpa menyebabkan
penambahan yang berati pada sumberdaya antara lain biaya, tenaga, dan waktu.
Perubahan tersebut misalnya perubahan definisi kasus, variasi sumber laporan, dan
sebagainya.
c. Acceptability (akseptabilitas)
Surveilans yang akseptabel adalah kegiatan surveilans yang para pelaksana
atau organisasinya mau secara aktif berpartisipasi untuk mencapai tujuan surveilans
yaitu menghasilkan data/informasi yang akurat, konsisten, lengkap, dan tepat
waktu.
d. Sensitivity (sensitifitas)
Surveilans yang sensitif adalah kegiatan surveilans yang mampu mendeteksi
Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan cepat. Sensitifitas suatu surveilans dapat dinilai
pada dua tingkatan, yaitu pada tingkat pengumpulan data, dan pada tingkat
pendeteksian proporsi suatu kasus penyakit.
e. Predictive value positif (memiliki nilai prediksi positif)
Surveilans yang memiliki nilai prediktif positif adalah kegiatan surveilans yang
mampu mengidentifikasi suatu populasi (sebagai kasus) yang kenyataannya memang
kasus. Kesalahan dalam mengidentifikasi KLB disebabkan oleh kegiatan surveilans yang
memiliki predictive value positif (PVP) rendah.
f. Representativeness (Keterwakilan)
Surveilans yang representatif adalah kegiatan surveilans yang mampu
menggambarkan secara akurat kejadian kesehatan dalam periode waktu tertentu dan
distribusinya menurut tempat dan orang. Studi kasus merupakan sarana yang dapat
digunakan untuk menilai representativeness suatu surveilans. Untuk mendapatkan
surveilans yang representatif dibutuhkan data yang berkualitas, yang diperoleh dari
formulir surveilans yang jelas dan penatalaksanaan data yang teliti.
g. Timeliness (Ketepatan waktu)
Surveilans yang tepat waktu adalah kegiatan surveilans yang mampu
menghasilkan informasi yang sesuai dengan waktu yang tepat (tidak terlalu lambat
dan cepat). Informasi penanggulangan/pencegahan penyakit, baik dalam jangka
pendek (segera) maupun jangka panjang.
h. Konsep evaluasi sistem surveilans
Evaluasi terhadap sistem sureilans dilakukan dengan melihat 4 komponen
utama, yakni dari segi struktur, fungsi, kualitas dan dukungan dari sistem surveilans itu
sendiri. Adapun rincian dari masing-masing komponen tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut:
Struktur Sistem Surveilans Fungsi Sistem Surveilans

• Legal aspek • Definisi kasus/masalah


• Strategi dan Kebijakan Nasional • Pencatatan dan pelaporan
• Analisis dan Interpretasi
• Stake Holder
• Kesiapsiagaan respon
• Jejaring SE (Lab, UPT/D, LS Reg, Global) • Umpan balik

Masalah Kesehatan/ Penyakit Prioritas

Kualitas Sistem Sureilans Dukungan Sistem Sureilans


• Kelengkapan • Standart & Guideline
• Ketepatan • Training
• Sensitivitas • Supervisi
• Spesivisitas • Dukungan sarana dan tenaga
• Comprehensiveness • Monitoring & evaluasi
• Koordinasi

Sumber :WHO, 2006


BAB III
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Evaluasi Sistem Surveilans
DESAIN EVALUASI

A. Rancangan Evaluasi
Evaluasi ini menggunakan rancangan deskriptif untuk mengetahui gambaran sistem
surveilans dan faktor penyebab kelemahan sistem surveilans pelaksanaan pengawasan
pencegahan dan penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat penyakit Covid-19
pada Kapal Laut di Pelabuhan Makassar.

B. Waktu dan tempat pelaksanaan


Evaluasi surveilans pelaksanaan pengawasan pencegahan dan penanggulangan
kedaruratan kesehatan masyarakat penyakit Covid-19 dilakukan pada Kapal Laut di
Pelabuhan Makassar wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas 1 Makassar .
Waktu pengumpulan data yaitu mulai tanggal 30 Maret 2022 sampai dengan 10 April 2022.

C. Subjek evaluasi
Metode pengambilan sampel menggunakan exhaustive sampling. Unit analisis
evaluasi program ini adalah anggota tim gerak cepat (TGC) yang terlibat pada
pengawasan pencegahan dan penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat
penyakit Covid-19 di Pelabuhan Soekarno Hatta. Responden yang diwawancarai yaitu
tim gerak cepat (TGC) KKP Kelas 1 Makassar di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar
sebanyak …….
D. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara dan observasi
pelaksanaan surveilans kepada responden atau subjek penelitian, sedangkan data
sekunder diperoleh melalui pencatatan dan pelaporan tim gerak cepat (TGC) terkait hasil
pengawasan pelaku perjalanan/awak kapal di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.

E. Variabel yang dievaluasi dan definisi operasional variabel


Definisi operasional dan alat ukur dari masing-masing variabel yang akan diteliti dalam
penelitian ini disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.1 Deskripsi Variabel Penelitian

No. Nama Variabel Jenis Definisi Operasional Alat Ukur


Variabel
1. Jenis kelamin Nominal Identitas responden yang dibedakan Kuesioner
berdasarkan kondisi anatomis.
1. Laki-laki
2. Perempuan
2. Umur Rasio Masa hidup responden yang dihitung Kuesioner
berdasarkan ulang tahun terakhir.
3. Pendidikan Ordinal Pendidikan terakhir adalah jenjang pendidikan Kuesioner
terakhir terakhir petugas surveilans sebelum bekerja di
puskesmas dengan pilihan sebagai berikut :
1. SD
2. SMP
3. SMA
4. DIII Kesehatan
5. S1
6. S2
7. Lain-lain
4. Lama menjabat Rasio Lama waktu petugas surveilans menjadi TGC Kuesioner
KKP Kelas 1 Makassar
5. Tugas rangkap Nominal Tanggung jawab lain yang dibebankan kepada Kuesioner
petugas, yang dikategorikan menjadi:
1. Tidak ada
2. Ada
6. Struktur sistem Ordinal Adanya landasan berupa peraturan yang Kuesioner
surveilans menjadi pegangan dalam pelaksanaan sistem
surveilans serta keterlibatan dari pihak lain
(lintas sektor atau program) dalam sistem
surveilans yang dijalankan, dikategorikan
sebagai:
1. Baik, jika terdapat acuran/landasan dalam
pelaksanaan sistem surveilans, baik berupa
undang-undang, peraturan maupun
pedoman lain dan adanya keterlibatan dari
pihak luar (lintas sektor atau program)
2. Kurang baik, jika kedua unsur tersebut
tidak ada atau hanya terdapat salah 1
diantaranya (pedoman atau keterlibatan
pihak lain).
7. Definisi kasus Ordinal Kriteria yang digunakan untuk menetapkan Kuesioner
status karantina/isolasi, dikategorikan menjadi:
1. Baik, jika penentuan dilakukan berdasarkan
pedoman dari Kemenkes/WHO
2. Kurang baik, jika penentuan tidak
dilakukan berdasarkan pedoman
Kemenkes/WHO
8. Pencatatan Ordinal Tersedianya formulir pelaporan secara lengkap Kuesioner
sesuai dengan Buku Pedoman Pencegahan dan
Penanggulangan Covid-19, yang dikategorikan
menjadi:
1. Baik, jika formulir pelaporan tersedia dan
diisi secara lengkap.
2. Kurang baik, jika formulir pelaporan tidak
tersedia secara lengkap dan atau tidak diisi
secara lengkap.
9. Pelaporan Ordinal Waktu yang dibutuhkan untuk melaporkan Kuesioner
kasus yang ditemukan (suspect, probable,
konfirmasi).
1. Baik, jika laporan dikirimkan sesuai waktu
yang telah ditetapkan dalam Buku
Pedoman.
2. Kurang baik, jika laporan dikirimkan tidak
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
dalam Buku Pedoman.
10. Pengolahan dan Ordinal Bentuk tindak lanjut dari pengumpulan data, Kuesioner
penyajian data berupa pembuatan tabel, grafik dan peta sesuai
dengan Buku Pedoman, yang dikategorikan
menjadi:
1. Baik, jika data diolah dan disajikan dalam
bentuk tabel, grafik dan peta sesuai dengan
Buku Pedoman.
2. Kurang baik, jika data hanya disajikan
dalam 1 atau 2 dari bentuk dari penyajian
data sesuai dengan Buku Pedoman.
11. Analisis dan Ordinal Pemaknaan terhadap hasil pengolahan data Kuesioner
interpretasi yang dilakukan berdasarkan karakteristik
orang, waktu dan tempat, dikategorikan
menjadi:
1. Baik, jika analisis dan interpretasi data
dilakukan
2. Kurang baik, jika analisis dan interpretasi
data tidak dilakukan
12. Respon segera Ordinal Tindakan yang dilakukan sesaat setelah Kuesioner
menerima laporan adanya
suspect/probable/konfirmasi Covid-19,
dikategorikan menjadi:
1. Baik, jika ada tindakan yang dilakukan baik
berupa PE, koordinasi lintas sektoral,
edukasi, dan tindakan desinfeksi setelah
menerima laporan kasus.
2. Kurang baik, jika tidak ada tindakan
apapun yang dilakukan setelah menerima
laporan kasus.
13. Umpan balik Ordinal Kegiatan berupak pengiriman informasi Kuesioner
kembali kepada sumber-sumber data
(pelapor) mengenai arti data yang telah
diberikan dan kegunaannya, dikategorikan
menjadi:
1. Baik, jika ada umpan balik yang
dilakukan setelah menyampaikan laporan
2. Kurang baik, jika umpan balik tidak
dilakukan atau hanya dilakukan 1 kali
dalam setahun
14. Diseminasi Ordinal Penyebarluasan informasi yang didapatkan Kuesioner
melalui sistem surveilans yang telah
dilaksanakan kepada pihak lain (lintas sektor
atau program), dikategorikan menjadi:
1. Baik, jika diseminasi dilakukan
2. Kurang baik, jika diseminasi tidak
dilakukan
15. Kelengkapan Ordinal Proporsi antara jumlah laporan yang Kuesioner
laporan diterima selama periode 2020-2021 dengan
jumlah laporan yang seharunya diterima,
diaktegorikan menjadi:
1. Baik, jika persentasi kelengkapan ≥80%
2. Kurang baik, jika persentasi kelengkapan
<80%
16. Ketepatan waktu Ordinal Proporsi jumlah laporan yang dikumpulkan Kuesioner
sesuai jadwal yang telah ditentukan dengan
jumlah seluruh laporan yang dikumpulkan,
dikategorikan menjadi:
1. Baik, jika persentasi ketepatan waktu
≥80%
2. Kurang baik, jika persentasi ketepatan
waktu <80%
17. Kegunaan Ordinal Pemanfaatan data surveilans untuk deteksi Kuesioner
(usefulness) dini adanya KLB, dikategorikan menjadi:
untuk deteksi 1. Baik, jika data surveilans bisa digunakan
dini KLB untuk deteksi dini adanya KLB,
perencanaan program selanjutnya dan
pembuatan kebijakan terkait.
2. Kurang baik, jika data surveilans tidak
bisa digunakan untuk deteksi dini adanya
KLB, perencanaan program selanjutnya
dan pembuatan kebijakan terkait
18 Kegunaan Ordinal Pemanfaatan data surveilans untuk Kuesioner
(usefulness) perencanaan program selanjutnya dan/atau
untuk pembuatan pembuatan kebijakan terkait Covid-19,
program dan dikategorikan menjadi:
kebijakan 1. Baik, jika data surveilans bisa
digunakan untuk perencanaan program
selanjutnya dan/ atau pembuatan
kebijakan terkait.
2. Kurang baik, jika data surveilans tidak
bisa digunakan untuk perencanaan
program selanjutnya dan/ atau
pembuatan kebijakan terkait.
19. Kesederhanaan Ordinal Kemudahan petugas dalam hal Kuesioner
pengumpulan, pengolahan dan penyajian,
analisis, alur pelaporan dan penggunaan
format pelaporan dalam sistem surveilans
yang ada, dikategorikan menjadi:
1. Sederhana, jika memenuhi 3 atau lebih
dari kriteria yang disebutkan di atas.
2. Tidak sederhana, jika kurang dari 3
kriteria yang terpenuhi
20. Ketersediaan Nominal Terdapatnya buku pedoman pencegahan dan Kuesioner
buku pedoman penanggulan Covid-19 yang diterbitkan oleh
surveilans Kementerian Kesehatan ataupun buku
Covid-19 pedoman lain yang digunakan sebagai petunjuk
dalam pelaksanaan kekarantinaan,
dikategorikan menjadi:
1. Ada
2. Tidak ada
21. Pelatihan Ordinal Serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk Kuesioner
meningkatkan skill dan pengetahuan petugas
dalam melaksanakan tugasnya sebagai
penanggungjawab pencegahan, dikategorikan
menjadi:
1. Baik, jika petugas surveilans pernah
mengikuti pelatihan terkait Covid-19
minimal 1 kali selama masa jabatannya
2. Kurang baik, jika petugas surveilans tidak
pernah mengikuti pelatihan terkait
surveilans Covid-19 selama masa
jabatannya.
22. Ketersediaan Ordinal Terdapatnya sarana yang menunjang petugas Kuesioner
sarana dalam melaksanakan tugasnya sebagai petugas
surveilans Covid-19, meliputi alat transportasi,
komunikasi dan sarana pengolahan data
(komputer), dikategorikan menjadi:
1. Baik, jika terdapat minimal 2 sarana di
KKP Kelas 1 Makassar
2. Kurang baik, jika hanya terdapat 1 atau
tidak ada sarana di KKP Kelas 1 Makassar
23. Ketersediaan Nominal Adanya dana khusus yang dialokasikan untuk Kuesioner
dana pelaksanaan surveilans Covid-19 di KKP Kelas
1 Makassar, dikategorikan menjadi:
1. Ada
2. Tidak ada
24. Supervisi Nominal Kegiatan monitoring yang dilakukan oleh pihak Kuesioner
KKP Kelas 1 Makassar ke Wilker Pelabuhan
Makassar untuk memantau pelaksanaan
pengawasan pencegahan dan penanggulangan
Covid-19 di Kapal Laur, dikategorikan
menjadi:
1. Pernah
2. Tidak pernah
25. Evaluasi Nominal Kegiatan berupa penilaian yang dilakukan oleh Kuesioner
KKP Kelas 1 Makassar untuk mengukur
efektivitas dari pelaksanaan sistem surveilans
Covid-19 pada Kapal Laut di Pelabuhan
Makassar, dikategorikan menjadi:
1. Pernah
2. Tidak pernah

F. Alat Ukur/Instrumen evaluasi


Alat ukur dalam penelitian ini adalah kuesioner terstruktur yang berisi pertanyaaan
wawancara dan check list yang digunakan sebagai lembar observasi melalui aplikasi Mobile
Data Collection (Kobo)
G. Cara Pengolahan/Analisis Data
Data diolah dan dianalisis menggunakan program Stata dengan melakukan analisis
univariat deskriptif. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi.

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAT
Field Epidemiology Training Program (FETP) Indonesia

EVALUASI SISTEM SURVEILANS PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN


KESEHATAN MASYARAKAT (KKM) CORONA VIRUS DISEASE 19 (COVID-19)
PADA KAPAL LAUT DI PELABUHAN SOEKARNO HATTA MAKASSAR
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN (KKP) KELAS 1 MAKASSAR
TAHUN 2022

A. Identitas Responden
A.1 Nama Puskesmas : ………………………
A.2 Kecamatan : ………………………
A.3 Nama Responden : ……………………....
A.4 Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan
A.5 Umur : ………………………
A.6 Pendidikan Terakhir 1. SD
2. SMP
3. SMA
4. DIII Kesehatan
5. S1
6. S2
7. Lain-lain, sebutkan …………………..
A.7 Jabatan Tim Gerak Cepat Covid-19
A.8 Lama Menjabat : …….. tahun
A.9 Tugas Rangkap 1. Tidak Ada
2. Ada, yaitu:
a. …………………
b. …………………
c. …………………
d. …………………

B. Struktur Sistem Surveilans


B.1 Apakah yang menjadi acuan/dasar dalam pelaksanaan sistem surveilans pencegahan dan
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat (kkm) corona virus disease 19 (covid-
19) pada kapal laut di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar
(UU, Kepmenkes, Perda dan lain-lain)? Sebutkan!
a. ………………………………….
b. ………………………………….
c. ………………………………….
d. …………………………………
B.2 Apakah sistem surveilans Covid-19 yang dilaksanakan juga melibatkan pihak lain (lintas
program atau lintas sektor) ?
1. Ya
2. Tidak (Lanjut ke C1)
B.3 Sebutkan pihak-pihak yang turut terlibat dalam sistem surveilans Covid-19 beserta perannya
masing-masing!
a. Pihak: ……………………………..
Peran: ……………………………..
b. Pihak: ……………………………..
Peran: ……………………………..
c. Pihak: ……………………………..
Peran: ……………………………..
d. Pihak: ……………………………..
Peran: ……………………………..
e. Pihak: ……………………………..
Peran: ……………………………..
C. Fungsi Sistem Surveilans
C.1 Apakah definisi kasus yang digunakan menggunakan pedoman Kemenkes/WHO?
1. Ya
2. Tidak
C.2 Apakah di Pelabuhan Soekarno Hatta tersedia formulir pencatatan data pengawasan Covid-
10 ? (Periksa dokumen)
a. Formulir ………… 1. Ada 2. Tidak ada

b. Formulir ………… 1. Ada 2. Tidak ada

c. Formulir ………… 1. Ada 2. Tidak ada

d. Formulir ………… 1. Ada 2. Tidak ada

e. Formulir ………… 1. Ada 2. Tidak ada

C.3 Apakah formulir tersebut diisi secara lengkap?


a. Formulir ………… 1. Ya 2. Tidak
b. Formulir ………… 1. Ya 2. Tidak
c. Formulir ………… 1. Ya 2. Tidak
d. Formulir ………… 1. Ya 2. Tidak
e. Formulir ………… 1. Ya 2. Tidak
C.4 Apakah pelaporan data selalu dilakukan tepat waktu?
a. Formulir ………… 2. Ya 2. Tidak

b. Formulir ………… 2. Ya 2. Tidak

c. Formulir ………… 2. Ya 2. Tidak

d. Formulir ………… 2. Ya 2. Tidak


e. Formulir ………… 2. Ya 2. Tidak
C.5 Selama tahun 2020-2021, apakah pelaporan data sering mengalami keterlambatan?
1. Ya, karena ……………………………………………………………….
2. Tidak
C.6 Jenis laporan apa yang sering terlambat dilaporkan?
1. 4.
2. 5.
3.
C.7 Apakah data yang dikumpulkan selanjutnya diolah dan disajikan dalam bentuk:
(Periksa dokumen)
a. Tabel Mingguan 1. Ya 2. Tidak
b. Tabel Bulanan 1. Ya 2. Tidak
c. Tabel Tahunan 1. Ya 2. Tidak
d. Grafik Pengawasan Pelaku Perjalanan 1. Ya 2. Tidak
e. Grafik Pengawasan Awak Kapal 1. Ya 2. Tidak
f. Grafik Kecenderungan 1. Ya 2. Tidak
C.8 Apakah data yang telah diolah selanjutnya dianalisis dan diinterpretasi?
1. Ya 2. Tidak
C.9 Apakah analisis dan interpretasi dilakukan berdasarkan:
a. Karakteristik orang 1. Ya 2. Tidak
b. Karakteristik tempat 1. Ya 2. Tidak
c. Karakteristik waktu 1. Ya 2. Tidak
C.10 Apakah hasil analisis dan interpretasi data yang telah dilakukan disajikan dalam bentuk
laporan (tertulis maupun tidak tertulis)?
1. Ya 2. Tidak, karena ………………………………………………………………
C.11 Tindakan apa yang dilakukan oleh KKP Kelas 1 Makassar saat menerima laporan kasus
(suspect, probable,konfirmasi Covid-19)? Misalnya melakukan PE, disenfeksi dan lain-lain.
Jelaskan!
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
C.12 Apakah dinas kesehatan/puskesmas/RS menerima umpan balik dari KKP Kelas 1 Makassar
terkait laporan yang sudah dikirimkan?
1. Ya 2. Tidak
C.13 Dalam bentuk apa umpan balik yang diberikan? …………………………………………......
C.14 Apakah umpan balik diberikan secara teratur?
1. Ya 2. Tidak
C.15 Apakah laporan/data hasil analisis dan interpretasi juga disebarluaskan pada pihak lain (lintas
program atau lintas sektor)?
1. Ya 2. Tidak
C.16 Sebutkan pihak-pihak yang menjadi sasaran diseminasi laporan dan waktu pengiriman laporan!
a. Pihak : ……………………………..
Waktu Diseminasi : ……………………………..
Bentuk Diseminasi : …………………………….
b. Pihak : ……………………………..
Waktu Diseminasi : ……………………………..
Bentuk Diseminasi : …………………………….
c. Pihak : ……………………………..
Waktu Diseminasi : ……………………………..
Bentuk Diseminasi : …………………………….
d. Pihak : ……………………………..
Waktu Diseminasi : ……………………………..
Bentuk Diseminasi : …………………………….
e. Pihak : ……………………………..
Waktu Diseminasi : ……………………………..
Bentuk Diseminasi : …………………………….
D. Kualitas Sistem Surveilans
D.1 Kelengkapan laporan tahun 2020-2021:
∑ laporan yang ∑ laporan yang
Jenis Laporan % kelengkapan
seharusnya masuk diterima
a.
b.
c.
d.
e.
D.2 Ketepatan waktu laporan tahun 2013:
Jenis Laporan ∑ laporan yang ∑ laporan yang % ketepatan
masuk masuk tepat watu waktu
a.
b.
c.
d.
e.
D.3 Apakah data yang ada sistem surveilans Covid-19 bisa digunakan untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya KLB?
1. Ya 2. Tidak
D.4 Pada tahun 2020, apakah sudah diduga sebelumnya jika akan terjadi KLB Covid-19 ?
1. Ya 2. Tidak
D.5 Saat mengetahui adanya peningkatan jumlah kasus, tindakan apa yang dilakukan oleh KKP
Kelas 1 Makassar ?
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
D.6 Apakah data yang diperoleh dari sistem surveilans digunakan untuk:
a. Perencanaan program selanjutnya 1. Ya 2. Tidak
b. Pembuatan kebijakan 1. Ya 2. Tidak
D.7 Dalam hal pelaksanaan sistem surveilans:
a. Apakah jumlah dan jenis informasi yang harus dikumpulkan 1. Ya 2. Tidak
terlalu banyak?
b. Apakah pengolahan dan penyajian data cukup rumit? 1. Ya 2. Tidak
c. Apakah analisis data sulit dilakukan? 1. Ya 2. Tidak
d. Apakah alur pelaporan yang ada cukup sederhana? 1. Ya 2. Tidak
e. Apakah format pelaporan yang ada mudah digunakan? 1. Ya 2. Tidak
E. Dukungan Sistem Surveilans
E.1 Apakah di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar tersedia buku pedoman untuk melaksanakan
sistem surveilans Covid-19? (Telaah dokumen)
1. Ya, sebutkan, a. ………………………. 2. Tidak Ada
b. ………………………
c. ……………………….
E.2 Apakah petugas TGC pernah mengikuti pelatihan terkait surveilans Covid-19 ?
1. Ya 2. Tidak
E.3 Sebutkan rincian pelatihan yang pernah diikuti:
a. Nama pelatihan: ……………………….
Tahun : ………
Pelaksana : ……………………….
b. Nama pelatihan: ……………………….
Tahun : ………
Pelaksana : ……………………….
c. Nama pelatihan: ……………………….
Tahun : ………
Pelaksana : ……………………….
E.4 Apakah tersedia sarana yang mendukung dalam pelaksanaan kegiatan surveilans Covid-19 di
Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar?
a. Alat transportasi 1. Ada 2. Tidak ada
b. Alat komunikasi 1. Ada 2. Tidak ada
c. Komputer 1. Ada 2. Tidak ada
E.5 Apakah tersedia dana khusus untuk pelaksanaan surveilans Covid-19 di Pelabuhan Soekarno
Hatta Makaasar ?
1. Ya 2. Tidak ada (lanjut ke E.7)
E.6 Darimana Pelabuhan Soekarno Hatta Makkassar memperoleh dana untuk pelaksanaan
surveilans Covid-19 ?
………………………..
E.7 Apakah pihak KKP Kelas 1 Makassar pernah melakukan supervisi terkait pelaksanaan
surveilans Covid-19 selama tahun 2020-2021 ?
1. Pernah, ….. kali
2. Tidak pernah
E.8 Apakah pihak KKP Kelas 1 Makassar pernah melakukan evaluasi terkait pelaksanaan
surveilans Covid-19 selama tahun 2020-2021 ?
1. Pernah, ….. kali
2. Tidak pernah

= = TERIMA KASIH = =
5
6

Anda mungkin juga menyukai