Anda di halaman 1dari 17

DISTILASI UAP

Nama Achelia Nafisa Putri Sandani


NIM 4311419069
Rombel Kimia 19B
Modifikasi Deanstark Upaya Efisiensi Proses Distilasi Uap
Judul Artikel
Minyak Biji Pala dalam Praktikum Kimia Organik
1. Siti Asfiyah
Penulis
2. Supaya
Generator uap labu leher tiga, pendingin Liebig, deanstark,
Erlenmeyer, gelas ukur, gelas beaker, pengaduk kaca, pemanas,
Alat dan Bahan lampu UV, bubuk biji pala, etil asetat, batu didih, dan akuades

Isolasi Minyak Pala dengan generator uap:


Akuades 3L dipanaskan di dalam generator uap. Bubuk biji pala
yang dihaluskan dimasukkan kedalam labu leher tiga sebanyak 50g
dan ditambahkan akuades 400mL. Labu leher tiga yang berisi
bubuk biji pala dipasangkan ke alat distilasi dan dipanaskan. Uap
dari generator uap dialirkan kedalam sistem distilasi dan distilasi
dilakukan kurang lebih 1 jam. Setelah diperoleh distilat dua lapisan
maka lapisan minyak dipisahkan dengan corong pisah dan diukur
berat serta volumenya.

Prosedur Kerja Isolasi Minyak Pala dengan stem distilasi yang dikombinasi
dengan modifikasi deanstark
50g bubuk biji pala yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam
labu stem distilasi dan ditambah akuades 600mL. stem distilasi
dipasangkan pada deanstark yang sudah dimodifikasi dan
selanjutnya dipanaskan. Uap hasil stem distilasi dialirkan kedalam
sistem distilasi melalui deanstark dan distilasi kurang lebih 1 jam.
Distilat ditampung di bagian bawah deanstark. Lapisan minyak
atsiri tertampung di atas dan lapisan bawah atau air akan masuk
lagi menuju labu stem distilasi. Diambil lapisan atas dan diukur
berat serta volumenya.
Hasil dan Analisis Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan waktu destilasi uap
1, 2, dan 3 jam dengan sistem generator menghasilan minyak
dengan volume 0,13;0,24;0,30 mL dengan berat masing-masing
0,12;0,10;0,05 g. Sedangkan pada waktu yang sama dengan stem
destilasi yang dikombinasikan dengan deanstark diperoleh minyak
0,7;0,3;0,1 mL dengan berat masing-masing 0,632;0,903;0,993 g.
Pada percobaan ini isolasi minyak pala dengan alat destilasi uap
modifikasi deanstark diperoleh hasil yang lebih banyak
dibandingkan dengan alat yang lebih lama. Prinsip destilasi
deanstark adalah pemisahan komponen campuran berdasarkan
perbedaan tekanan uap atau perbedaan titik didih komponen
senyawa tersebut. Pada percobaan ini, campuran yang terdiri dari
uap air dengan uap minyak akan mengalir menuju kondensor untuk
dicairkan kembali dengan sistem pendingin dari luar. Kondensat
akan memisahkan uap air dengan uap minyak berdasarkan berat
jenis.

Gambar
DISTILASI FRAKSINASI

Nama Achelia Nafisa Putri Sandani


NIM 4311419069
Rombel Kimia 19B
Pengaruh Rentang Suhu Distilasi Fraksinasi Terhadap Kadar
Judul Artikel
Patchouli Alcohol (PA) Pada Minyak Nilam
1. Safirah Nurjanah
Penulis
2. Efri Mardawati
B/R Instrument Spinnin System Model 36-100, labu didih, mantel
pemanas, kondensor, pompa vakum, kolom fraksinasi, minyak
Alat dan Bahan nilam, air

1. 200 mL minyak dimasukkan ke dalam labu didih yang


terhubung dengan kolom fraksinasi 90 cm. Sampel dipanaskan
dengan mantel pemanas
2. Kondensor dinyalakan dan dilakukan proses distilasi dalam
keadaan vakum.
Prosedur Kerja
3. Diatur kondisi proses sesuai dengan cara distilasi dan proses
distilasi fraksinasi dinyalakan.
4. Proses dilakukan pada rentang suhu 230-283oC; 283-290oC;
290;300oC. Ditentukan sebagai variabel cut 1, cut 2 dan cut 3.
5. Dilakukan analisis kadar patchouli alcohol.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar
patchouli alcohol pada minyak nilam sebelum dan setelah proses
distilasi fraksinasi. Kadar awal sebesar 25,16% dan fraksi yang
Hasil dan Analisis
memiliki kada tertinggi terdapat pada cut 3 yaitu sebesar 90,38%
dan diikuti oleh cut 2 sebesar 60,71%. Hal ini terjadi karena
rentang suhu yang digunakan yaitu 283-290oC.

Gambar
DISTILASI VAKUM

Nama Achelia Nafisa Putri Sandani


NIM 4311419069
Rombel Kimia 19B
Separation and Recycling of Chloride Salts From Electrolytic
Judul Artikel
Titanium Powders by Vacuum Distillation
Liang Li, Fuxing Zhu, Pan Deng, Yaoqiang Jia, Lingxin Kong, Bin
Penulis
Deng, Kaihua Li, Dachun Liu
Bubuk titanium yang telah didistilasi dari produk elektrofining.
Elektrorefining dilakukan pada low grade titanium sponge dalam
Alat dan Bahan campuran garam NaCl-KCl-TiClx leleh pada suhu 750oC-800oC,
small-sized vertical vacuum distillation furnace by Kunming
Diboo.
1. Disiapkan alat destilasi vakum, diatur temperatur hingga
maksimal 1200oC dengan heating rate 5oC/min. Tekanan absolut
vakum sebesar 0,5 Pa sebelum dilakukan operasi pemanasan.
2. Molybdenum crucible coil pada pembakar diposisikan ditengah
vacuum chamber.
3. Sampel dimasukkan ke dalam molybdenum crucible, sampel
Prosedur Kerja dipanaskan dalam keadaan vakum pada temperatur tertentu.
4. Garam NaCl-KCl terevaporasi dari bagian bawah zona
pemanasan dan terkondensasi pada zona kondensasi. Temperatur
diturunkan hingga 50oC.
5. Residu bubuk Ti dengan kemurnian tinggi diambil dari
molybdenum crucible untuk dikarakterisasi.
.
Dari hasil percobaan, pengotor klorin dalam bubuk titanium
berkurang dari 2.1 wt.% menjadi 0.05 wt.% ketika temperatur
dinaikkan dari 760oC menjadi 850oC. Padatan garam NaCl-KCl
dalam destilasi vakum akan meleleh ketika bubuk titanium berada
pada keadaan solid setelah peningkatan suhu temperatur dari 760-
850oC dibawah kondisi vakum. Kemudian, sebagian lelehan garam
liquid terevaporasi menjadi fasa uap ketika temperatur secara terus
-menerus naik mencapai temperatur yang telah ditentukan dan
Hasil dan Analisis tekanan dalam sistem akan berkurang karena pompa vakum. Uap
garam akan menguap dan bergerak ke tempat kondensasi saat
tekanan sistem mencapai saturasi uap dari NaCl-KCl hal ini terjadi
secara berturut-turut. Setelah itu, laju uap akan meningkat dengan
eksistensi dari holding time dan penurunan tekanan sekitar ketika
fasa lelehan garam liquid dan fasa uap garam meningkat. Lalu,
hampir semua uap NaCl dan KCl terkondensasi disekeliling NaCl
dan KCl nukleus sebagai kondensat garam terbarui, ketika bubuk
titanium murni diambil sebagai residu destilat.
Gambar
EKSTRAKSI PELARUT

Nama Achelia Nafisa Putri Sandani


NIM 4311419069
Rombel Kimia 19B
Solvent extraction of lithium from simulated shale gas produced
Judul Artikel
water with a bifunctional ionic liquid
Penulis Guillaume Zante, Dominique Trebouet, Maria Boltoeva
Ionic liquid methyl tri(octyl)ammonium chloride (Aliquat-336,
purity> 97%), di-(2-ethylhexyl)phosphoric acid (DEHPA, 95%), n-
Alat dan Bahan dodecane (99%), HCl, garam logam, Biosan TS-100
Thermoshaker, sentrifuge, ICP-OES

Preparasi Larutan Ionik Bifungsional


Campuran equimolar dari Aliquat-336 dan molekul terekstraksi
direaksikan dengan n-dodecane dan dikocok kuat hingga
membentuk larutan ionik.. Campuran organik ini kemudian
ditambahkan beberapa kali dengan larutan NaHCO3 0,5 M, hingga
terbentuk NaCl selama proses reaksi. Kedua step dapat
dipresentasikan dengan persamaan:

NR4Cl+HDEHPA↔NR4ClHDEHPA (1)

NR4ClHDEHPA+NaHCO3↔NR4DEHPA+NaCl+CO2+H2O (2)

NR4Cl mengacu pada larutan ionik Aliquat-336, HDEHPA


terprotonasi dari molekul DEHPA.
Prosedur Kerja
Diulangi langkah kedua hingga semua klorida berlebih bebas dari
fasa organik, dilakukan pengujian dengan AgNO3. Fasa organik
kemudian dicuci tiga kali dengan air.

Ekstraksi Pelarut
Logam ditimbang dan dilarutkan dengan aquadm untuk membuat
fasa aquos. Asiditas larutan diadjust dengan penambahan aliquots
HCl. Fasa organik dibuat dari ekstraksi larutan ionik yang terlarut
dalam dodecane. Dua fasa yang tidak bercampur ini kemudian
dikocok dengan kecepatan 1400 rpm pada suhu 25oC
menggunakan shaker untuk mempercepat proses pencampuran.
Kemudian dilakukan sentrifuge 9500 rpm selama 2 menit untuk
mempercepat fasa terpisah. Konsentrasi ion logam pada fasa aquos
sebelum dan sesudah ekstraksi diukur dengan ICP-OES.
Efek dari waktu pencampuran dalam distribusi nilai rasio pada
target logam merupakan fitur penting ketika melakukan ekstraksi
pelarut. Hasil kinetik dari ekstraksi litium dengan larutan ionik
Hasil dan Analisis
yang terlarut pada n-dodecane menunjukkan bahwa distribusi rasio
litium meningkat pada menit pertama hingga mencapai puncak
waktu pencampuran pada 10 menit dan lebih lama. Dengan
demikian, kesetimbangan dicapai pada 10 menit waktu
pencampuran. Asiditas rendah dan high IL extractant content
cukup merupakan sesuatu yang penting untuk membuktikan
efisiensi ekstraksi litium. Mekanisme dasar dari ekstraksi akan
terurai dan membuktikan bahwa ekstraksi terjadi melalui
koordinasi dari DEHPA ke ion litium. Keberadaan logam divalen
seoersi natrium, telah mengurangi efisiensi ekstraksi litium.
Meskipun begitu, ekstraksi litium dari larutan encer dan
pemisahannya dari natrium sangat memungkinkan. Strategi dua
tahap digunakan untuk memperoleh kembali litium dari sintetik
shale gas yang memproduksi air. Pada tahap awal, logam divalen
dihilangkan dengan DEHPA. 5 kali pengulangan diperlukan untuk
menghilangkan 80% logam divalen. Pada tahap kedua, litium
diekstraksi dengan Aliquat-DEHPA IL. Ketika DEHPA sendiri
dapat mengekstraksi 40% litium setelah 10 kali ekstraksi, 83%
litium juga dapat diperoleh kembali dalam satu step dengan IL.
Larutan garam telah terlarutkan namun tidak ada modifikasi dari
pH yang diperlukan, dan mekanisme ekstraksi tidak mempengaruhi
kontaminasi dari fasa aquos, yang berarti dapat mengurangi biaya
treatment limbah setelah ekstraksi pelarut.

Gambar Thermoshaker

Sentrifuge
EKSTRAKSI SOXHLET

Nama Achelia Nafisa Putri Sandani


NIM 4311419069
Rombel Kimia 19B
Soxhlet extraction of phenolic compunds from Vernonia cinerea
Judul Artikel
leaves and its antioxidant activity
Penulis Oluwaseun R. Alara, Nour H. Abdurahman, Chinonso I. Ukaegbu
Sampel daun V. cinerea yang telah dikeringkan dan diuji melalui
sieve test hingga didapat ukuran partikelnya 105 μm, Etanol
Alat dan Bahan 99.5%, asam galat, kuersetin, Folin-Ciocalteu reagent, natrium
karbonat anhydrous, metanol, garam alumunium klorida, aquadest.

Sampel daun V. cinerea ditimbang sebanyak 10 g dan dimasukkan


kedalam soxhlet extractor thimble dan disimpan pada alat
ekstraksi. Etanol divariasikan konsentrasinya pada 20, 40, 60, dan
80% v/v yang telah diukur kedalam labu konikal berdasarkan rasio
feed-to-solvent (1:10, 1:15, 1:20, dan 1:25 g/mL). Refluks
menggunakan heating mantle dengan variasi waktu ekstraksi antara
Prosedur Kerja
1- 4 jam. Setelah waktu ekstraksi selesai, ekstrak yang didapat
disimpan pada suhu ruang. Lalu saring dengan kertas saring
Whatman no.1 menggunakan corong dan hilangkan pelarut dengan
rotary evaporator. Kemudian dihitung ekstrak, TPC dan TFC yang
diperoleh

Dari hasil percobaan didapat bahwa ekstrak yang paling banyak


diperoleh ketika menggunakan waktu ekstraksi selama 2 jam
(7.28%), feed/solvent 1:20 g/mL (9.22%) dan konsentrasi etanol
60% (10.01%). Waktu ekstraksi merupakan faktor yang sangat
berpangaruh dalam perolehan kembali kandungan fenolik dari
matriks tumbuhan. Hal ini berdasarkan pada fakta bahwa over-
exposure sampel ketika pemanasan terlokalisasi akan menurunkan
Hasil dan Analisis
kandungan fenolik. Volume dari pelarut ekstraksi adalah faktor
penting lain, Volume yang besar akan memerlukan energi lebih
dan waktu ekstraksi larutan kondens yang lebih juga dalam proses
purifikasi. Konsentrasi etanol dalam perolehan kembali ekstrak
sangat penting, hal ini dapat dijelaskan berdasarkan kelarutan
komponen fenolik yang ditentukan pada komposisi kimia alam
dalam sampel tumbuhan dan polaritas pelarut yang digunakan.
Gambar
KROMATOGRAFI KERTAS

Nama Achelia Nafisa Putri Sandani


NIM 4311419069
Rombel Kimia 19B
Analisis Zat Pewarna Rhodamin B Pada Jajanan yang Dipasarkan
Judul Artikel
di Lingkungan Sekolah
Restu Tjiptaningdyah, M. Bambang Sigit Sucahyo, Safrina
Penulis
Faradiba
Rhodamin B 20 ppm lalu diencerkan menjadi 0.5; 1; 1.5; 2; 3; 5; 6;
7.5 ppm, HCl 0,1 N, larutan ammonia 2% dan 10%, etanol 70%,
Alat dan Bahan aquadest, asam asetat 10%, benang wol, pewarna, larutan elusi,
kertas saring, mortar alu, hot plate, bejana, gelas beker.

1. Sampel digerus hingga halus dan ditimbang 10 g lalu


dimasukkan kedalam gelas beker 100 mL dan direndam dalam 20
mL larutan ammonia 2% (dilarutkan dalam etanol 70%) simpan
semalam.
2. Disaring filtratnya dan dipindahkan ke dalam gelas beker untuk
dipanaskan pada hot plate.
3. Residu dilarutkan dalam 10 mL air yang mengandung asam (10
mL aquades+5 mL asam asetat 10%).
4. Benang wol 15 cm dimasukkan kedalam larutan asam dan
dididihkan 10 menit, pewarna akan mewarnai benang wol lalu
diangkat dan dicuci hingga bersih.
Prosedur Kerja
5. Benang wol dimasukkan ke dalam larutan basa 10 mL ammonia
10% dan dididihkan. Benang wol akan melepaskan warna dan
pewarna akan masuk ke dalam larutan basa.
6. Larutan basa digunakan sebagai cuplikan sampel pada analisis
kromatografi san Spektrofotometri UV-Vis.
7. Sampel ditotolkan pada kertas saring (2 cm dari tepi bawah
kertas).
8. Kertas dimasukkan ke dalam bejana yang telah diberi larutan
elusi.
9. Diukur Rf, jika Rf = 1 maka zat warna mengandung Rhodamin
B.
Dari hasil percobaan terhadap 20 sampel didapat 6 sampel yang
positif mengandung Rhodamin B. Secara visual keenam sampel
memberikan noda warna merah muda/merah. Hal ini juga
Hasil dan Analisis
ditunjukkan pada harga Rf yaitu sebesar 1.
Gambar
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Nama Achelia Nafisa Putri Sandani


NIM 4311419069
Rombel Kimia 19B
Simultaneous determination of 14 bioactive citrus flavonoids using
Judul Artikel thin-layer chromatography combined with surface enhanced
Raman spectroscopy
Yuzhi Li, Chengying Zhao, Chang Lu, Shuaishuai Zhou, Guifang
Penulis Tian, Lili He, Yuming Bao, Marie-Laure Fauconnier, Hang Xiao,
Jinkai Zheng
Vanilin, asam sulfat pekat 18.4 M, asam asetat, etanol, petroleum
ether, acetone, dichloromethane, metanol, ferri klorida, HCl 11.7
M, asetonitril, tetrahidrofuran, trifluoroacetic acid, plat KLT fasa
normal (layer 250 μm), AgNO3, Zn, Ag dendrites, tangeritin,
Alat dan Bahan
nobiletin, 5-demetiltangeritin, 3-demetilnobiletin, 4-
demetilnobiletin, 3,4-didemetilnobiletin, 5-demetilnobiletin, 5,3-
didemetilnobiletin, 5,4-didemetilnobiletin, 5,3,4-
tridemetilnobiletin, naringenin, hesperetin, naringin, hesperidin.
Pemisahan 14 Analog Flavonoid Citrus Dengan KLT
Senyawa 1-12 dilarutkan dalam metanol menjadi 5 mM, dan
diencerkan menjadi 2.5, 1.0, 0.5, 0.1, dan 0.05 mM yang akan
digunakan untuk pengukuran LOD dalam plat KLT. Sementara itu,
senyawa 13 dan 14 dipreparasi dalam konsentrasi berseri pada 1,
0.5, 0.1, 0.05, dan 0.01 mM. Dua metode visualisasi rapid in-situ
akan diaplikasikan disini. Penggunaan pertama UV fluorescence
pada gelombang eksitasi 254 nm dan 365 nm. Penggunaan kedua
pada dua reagen visualisasi KLT yang berbeda. Reagen visualisasi
umum mengandung 1% vanilin dalam etanol dengan beberapa
tetes asam sulfat pekat. Reagen visualisasi utama untuk senyawa
dengan gugus hidroksil fenolik dipreparasi dengan 3% FeCl3
dilarutkan dalam HCl 0.5 M. Dilakukan sistem variasi elusi (DCM:
Prosedur Kerja
MT= 10: 1, 15: 1, 20: 1, 30: 1, dan 50: 1; PE: AT = 8: 2, 7: 3, 6: 4,
5: 5, dan 4: 6). Sistem elusi DCM: MT = 20:1 dan PE: AT = 6:4
akan menghasilkan efisiensi yang tinggi dalam pemisahan 14
senyawa pada pemisahan 1D KLT. Dalam rangka mendapat proses
pemisahan yang efisien, analisis 2D KLT akan melalui dua sistem
elusi yang dilakukan. 1% Asam asetat dalam larutan yang dibuat di
dalam sistem DCM: MT bertujuan untuk meningkatkan
pembentukan zona difusi. 2 μL campuran senyawa ditotolkan pada
plat KLT dan mengalami eluse dengan DCM:MT = 20:1 yang
mengandung 1% asama asetat, kemudian plat diputar ke kanan
untuk dilakukan elusi menggunakan PE:AT = 6:4. Waktu untuk
pemisahan 2D KLT selama 5 menit. Harga Rf dihitung.
Selanjutnya dilakukan deteksi SERS setelah pemisahan KLT
Hasil pemisahan senyawa flavonoid citrus dalam fasa normal KLT
menunjukkan bahwa sistem DCM:MT (20:1) dan PE:AT (6:4)
Hasil dan Analisis dipilih sebagai kondisi yang optimal dengan efisiensi pemisahan
yang tinggi. Hal ini karena 1% asam asetat yang diproduksi di
dalam sistem DCM/MT dapat megurangi efek talling. Dalam
kondisi ini, nilai Rf pada flavonoid citrus didapat mulai dari 0-0.97
secara keseluruhan dijabarkan sebagai berikut:
2 (0.97) ≈ 7 (0.95) > 1 (0.77) ≈ 9
(0.77) > 8 (0.74) ≈ 3 (0.73) > 12 (0.70) ≈ 4 (0.69) ≈ 5
(0.68) > 11 (0.48) > 10 (0.45) > 6 (0.38) > 13 (0) ≈ 14 (0). Nilai Rf
merefleksikan polaritas suatu senyawa dalam eksistensi yang
besar, sehingga dapat dispekulasikan bahwa gugus fungsi hidroksil
pada senyawa tersebut lebih banyak keberadaannya pada cincin B,
kepolaran sangat relatif (6 vs 4 vs 3, 10 vs 8 vs 7, 5 vs 3, dan 9 vs
7).

Gambar
KROMATOGRAFI KOLOM

Nama Achelia Nafisa Putri Sandani


NIM 4311419069
Rombel Kimia 19B
Pengembangan Teknik Pemisahan Radioisotop 113MIn Dengan
Judul Artikel
Sistem Kromatografi Kolom Zirkonium Oksida
Penulis Duyeh Setiawan, M. Basit Febrian, Yanuar Setiadi
Metal timah (Sn), asam klorida, zirkonium oksida (100-200 mesh),
hidrogen peroksida 30%, akuades, ammonium molibdat 1%, buffer
fosfat (Na2HPO4), kertas indikator pH universal, etanol 90%,
Alat dan Bahan aseton kering, kertas kromatografi Whatman 3MM, inner/outer
capsule aluminium. Pemotong kuarsa, necara analitik, pemanas,
pencacah γ saluran tunggal, pencacah spektrometer-γ saluran
ganda, oven, reaktor nuklir, hot cell, glove box
Prosedur Kerja Iradiasi Bahan Target Timah Metal (112Sn)
Radionuklida 113Sn diperoleh dari hasil iradiasi 112Sn melalui reaksi
inti (n,Ɣ) di reaktor penelitian. 1 gram target timah metal
dimasukkan ke dalam gelas kuarsa, ditutup dengan cara
pengelasan. Gelas kuarsa ditempatkan dalam inner capsule.
Selanjutnya dilakukan iradiasi selama kuranglebih 72 jam di dalam
reaktor pada posisi iradiasi CT (Centre Timble) dengan fluks
neutron > 1013n.cm-2.s-1.

Perlakuan Target Paska Iradiasi (Larutan Stok 113Sn-113mIn)


Target hasil iradiasi dikeluarkan dari gelas kuarsa, dimasukkan ke
dalam gelas kimia 250 mL lalu dilarutkan dalam 100mL HCl 6 N.
Proses pelarutan dilakukan di atas alat pemanas dengan suhu
kurang lebih 80oC sambil diaduk perlahan dengan magnetic stirrer
hingga larut sempurna ditambah 3 tetes hidrogen peroksida 30%.
Larutan dikisatkan sampai 50 mL. Dilakukan uji kualitatif Sn2+
terhadap larutan stok 113Sn-113mIn dengan dipipet 20 μL kemudian
diencerkan hingga 1 mL diteteskan 1 tetes ammonium molibdat
perubahan warna biru menandakan adanya kation Sn2+. Larutan
stok dipindah ke dalam vial gelas dan ditutup menggunakan tutup
karet lalu diberi identitas.

Proses Pemisahan 113mIn dari 113Sn Menggunakan Matriks


Kolom ZrO2 Dengan Eluen HCl 0,05 N
Zirkonium dioksida dengan ukuran 100-200 mesh seberat ± 1,5
gram dimasukkan ke dalam kolom gelas (diameter 0,5 cm, panjang
7,5 cm). Kemudian kolom dan isinya dikondisikan dengan HCl
0,05 N selanjutnya dialirkan larutan 113mSn-113mIn. Kolom dielusi
dengan HCl 0,05 N sebanyak 15 mL. Eluat kemudian ditampung
sebanyak 1 mL dalam vial berukuran 10 mL (n fraksi=15). Eluat
hasil pemisahan disimpan sebagai sediaan larutan 113mInCl3

Karakterisasi Radioisotop 113mIn


Kemurnian radionuklida ditentukan dari analisis spektrum sinar
gamma 113mIn dengan HPGe-MCA. Sebanyak 10 μL sediaan
radionuklida 113mInCl3 dimasukkan ke dalam vial 1 mL,
selanjutnya dicacah selama 300 detik. Karakteristik spektrum
sinar-γ dari 113mInCl3 pada puncak energi 391 keV. Sedangkan
kemurnian radiokimia ditentukan dengan kromatografi kertas
menggunakan fasa gerak aseton kering dan fase diam Whatman
3MM, diamati pada Rf 0,7 dari 113mIn(III). Dilakukan dengan
menotolkan larutan 113mInCl3 pada jarak 2 cm di bagian bawah
kertas kromatografi Whatman 3MM, kemudian kertas dimasukkan
ke dalam chamber kromatografi yang telah jenuh oleh eluen. Elusi
dilakukan sampai jarak migrasi fasa gerak mencapai 16 cm. Kertas
kromatogram dikeringkan, dipotong – potong setiap 1 cm dan
dicacah dengan alat pencacah-γ saluran tunggal (SCA).
Dari hasil percobaan pemisahan 113mIn dari 113Sn menggunakan
kolom matriks ZrO2 dengan eluen HCl 0,05 N diperoleh persen
yield 113mIn di atas 90% sedangkan persen yield 117mSn kurang dari
1% dan persen yield 113Sn adalah 0%. Penggunaan kromatografi
berbasis zirkonium oksida karena sebelumnya jika menggunakan
Hasil dan Analisis
silika gel dalam suasana asam dapat menyebabkan perubahan sifat
bentuk dari padat menjadi larutan gel sehingga sulit untuk
mendapat radionuklida murni. Sedangkan kromatografi berbasis
zirkonioum oksida memiliki sifat kestabilan dalam asam dan tidak
mengalami perubahan sifat bentuk (padat).

Gambar
KROMATOGRAFI PENUKAR ION

Nama Achelia Nafisa Putri Sandani


NIM 4311419069
Rombel Kimia 19B
Pemurnian Enzim Sefalosporin-C Asilase dan Optimasi Proses
Judul Artikel
Kromatografi Penukar Ion
Uli Julia Nasution, Silvia Melinda Wijaya, Ahmad Wibisana, Anna
Penulis Safarrida, Indra Rachmawati, Dian Japany Puspitasari, Sidrotun
Naim, Anis Herliyanti Mahsunah, Sasmito Wulyoadi, Suyanto
Luria Broth cair, agar media (Tripton 1%, NaCl 1% ), yeast extract
0,5%, agar 2%; NaOH 1 N; Isopropyl β-D-1-
thiogalactopyranoside (IPTG), ampisilin; phenylmethane sulfonyl
fluoride (PMSF); Tris; HCl; amonium sulfat; NaCl; Etanol 96%;
Alat dan Bahan Coomasie brilliant blue R250, metanol, asam asetat;
mercaptoethanol; gliserol, bromophenol blue; Cephalosporin-C; 7-
Amino Cephalosporanic Acid; para-Dimethylaminobenzaldehyde
(PDMAB); Pierce™ Coomasie Plus (Bradford) Assay Kit;
Diethylaminoethanol Sepharose Fast Flow (DEAE Sepharose FF).
Sebanyak 10 mL larutan hasil dialisis dicampur dengan resin
DEAE Sepharose FF yang telah diekuilibrasi dengan buffer Tris-
HCl 20 mM, pH 8,0 dalam tabung falcon dan diinkubasi dalam
shaker dengan kecepatan 100 rpm selama satu malam (16 jam).
Campuran resin dan sampel yang telah diinkubasi dimasukkan de
dalam kolom dan dibiarkan kurang lebih 30 menit. Selanjutnya,
dilakukan pencucian resin dengan Tris-HCl 20 mM, pH 8,0 yang
mengandung 50 mM NaCl sebanyak 5 CV (column volume).
Setelah dilakukan pencucian resin, enzim CCA yang terikat pada
resin dielusi menggunakan dua metode, yaitu metode elusi secara
bertahap (batch step wise) dan cara isokratik. Elusi secara bertahap
Prosedur Kerja
dilakukan dengan menggunakan eluen buffer Tris-HCl 20 mM, pH
8,0 yang mengandung NaCl dengan konsentrasi 100, 150, 200, dan
300 mM. Setiap elusi dilakukan menggunakan volume eluen
sebanyak 3 CV. Elusi secara isokratik dilakukan menggunakan
buffer Tris-HCl 20 mM, pH 8,0 dan mengandung NaCl 200 mM
sebanyak 3 CV. Fraksi hasil elusi ditampung setiap 3 hingga 4 mL.
Fraksi yang mengandung enzim CCA digabung untuk proses
pemurnian selanjutnya. Pencucian resin selanjutnya dilakukan
menggunakan NaCl 2 M sebanyak 5 CV untuk menghilangkan sisa
protein yang masih terikat sehingga resin dapat digunakan untuk
proses pemurnian berikutnya.
Hasil dan Analisis Pemisahan enzim dengan kromatografi penukar ion menggunakan
resin DEAE Sepharose FF dilakukan berdasarkan muatan ionik
permukaannya. Pada pH di atas nilai pI (point of isoelectric) maka
protein akan bermuatan negatif sehingga protein akan berikatan
dengan resin yang bermuatan positif. Sebaliknya pada pH di bawah
nilai pI, protein akan mengikat senyawa-senyawa dalam medium
yang bermuatan negatif. Protein yang lemah berikatan dengan
resin akan terelusi dengan buffer yang mengandung garam
berkonsentrasi rendah, sedangkan protein yang berikatan kuat
dengan resin akan membutuhkan konsentrasi garam yang lebih
tinggi untuk elusinya. Pada percobaan ini proses elusi enzim CCA
secara isokratik menggunakan buffer Tris-HCl 20 mM, pH 8 yang
mengandung NaCl sebesar 20 mM menunjukkan hasil yang lebih
baik jika dibandingkan dengan elusi metode gradien secara
bertahap. Pada elusi isokratik kemurnian enzim secara keseluruhan
meningkat 14,11 kali dengan perolehan keseluruhan sebesar
23,87%. Sementara pada elusi stepwise kemurnian enzim secara
proses individual meningkat sebesar 11,45 kali dengan perolehan
individual sebesar 36,51%. Secara individual, proses pemurnian
enzim menggunakan kromatografi penukar ion menghasilkan
peningkatan kemurnian sebesar 11,41 kali dan perolehan sebesar
36,51%.

Gambar

Anda mungkin juga menyukai