Anda di halaman 1dari 8

Riset Akuntansi Berbasis Pasar (MBAR)

EARNING QUALITY

DISUSUN OLEH:

YUN ERMALA DEWI


A062181030

PASCASARJANA PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
DEFINISI EARNING QUALITY
Laba merupakan hasil akhir dari proses pencatatan terhadap semua kejadian yang
terjadi dalam perusahaan dengan mempertimbangkan adanya kebijakan manajerial pada
setiap prosesnya. Sebuah informasi laba merupakan informasi yang penting yang ada dalam
laporan keuangan (Lev,1989). Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of
Financial Accounting (SFAC) nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan
sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif
(FASB, 1980). Bagi investor, laporan laba dianggap mempunyai informasi untuk
menganalisis saham yang diterbitkan oleh emitmen dimana laba menjadi pusat perhatian
pihak pemakai. Laba yang dipulikasikan dapat memberi respon yang bervariasi, yang
menunjukkan adanya reaksi pasar terhadap informasi laba. Reaksi yang diberikan tergantung
dari kualitas laba yang dihasilkan oleh perusahaan (Gideon, 2005). Informasi laba tersebut
biasa digunakan oleh para analisis dengan menggunakan berbagai rasio analisis untuk
menentukan kemampuan perusahaan sebelumnya, saat ini dan masa depan dalam
meningkatkan kekayaan shareholders dan digunakan oleh investor untuk mengambil
keputusan dalam menginvestasikan dananya.
Kualitas laba memiliki beragam definisi dalam literaturnya, dan tidak ada consensus
diatasnya (Khajavi dan Nazemi, 2005). Definisi kualitas laba dalam akuntansi dapat dilihat
dari dua perspektif yaitu decision usefulness dan economic based perspective. Dilihat dari
economic based perspective, Shipper dan Vincent (2003) menunjukkan tingkat kedekatan
laba yang dilaporkan dengan Hicksian income (laba ekonomi) yaitu jumlah yang dapat
dikonsumsi dalam satu periode dengan menjaga agar kemampuan perusahaan pada awal dan
akhir periode tetap sama. Arti atau maksud dari definisi tersebut adalah bahwa kualitas laba
akuntansi ditunjukkan oleh “kedekatan atau korelasi antara laba akuntansi dan laba
ekonomi”. Dalam perspektif decision usefulness, kualitas laba dikatakan tinggi apabila angka
pendapatan dapat berguna untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan sudut pandang ini,
kualitas laba didefinisikan secara berbeda oleh pengguna yang berbeda dari laporan
keuangan. Misalnya, Dechow dan Schrand (2004) analisia cenderung melihat dari kinerja
yang merupakan indikator yang baik dari kinerja operasi masa depan dan summary measure
yang baik untuk menilai nilai perusahaan. Kualitas laba yang dinyatakan berkualitas tinggi
adalah “pendapatan berkelanjutan” seperti yang sering disebut dalam analisis keuangan
(Penman dan Zhang, 2002). Ketika terdapat tindakan akuntansi yang menghasilkan laba tidak
berkelanjutan, maka hal tersebut menunjukkan bahwa angka laba berkualitas rendah atau
buruk. Untuk mendukung penelitian ini, earnings quality akan dilihat berdasarkan decision
usefulness.
Bellovary et,al (2005) mendefinisikan kualitas laba sebagai kemampuan laba dalam
merefleksikan kebenaran laba perusahaan dan membantu memprediksi laba mendatang
dengan mempertimbangkan stabilitas dan persistensi laba. Kemampuan prediksi
menunjukkan kapasitas laba dalam memprediksi butir informasi tertentu, misalnya laba di
masa datang. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kondisi
ekonomis perusahaan dapat diragukan kualitasnya sehingga dapat menyesatkan pihak
pengguna laporan.
Bernard dan Stober (1998) beranggapan bahwa laba yang berkualitas tinggi adalah
laba yang memiliki kemampuan tinggi dalam memprediksi laba di masa yang akan datang.
Sehingga earnings atau laba yang berkualitas tinggi dapat digunakan oleh para pengguna
untuk membuat keputusan yang terbaik, dan dapat digunakan untuk menjelaskan atau
memprediksi harga dan return saham.

PENGUKURAN EARNING QUALITY


Pengukuran earnings quality dapat digunakan dengan beberapa metode yaitu, time
series properties of earnings (persistence), variability (smoothness dan conservativeness), dan
earnings cash flow and accruals (Katsuo,2008). Dalam penelitian ini untuk mengukur
earnings quality atau kualitas laba akan menggunakan pengukuran variability yaitu
pengukuran smoothness. Smoothness didefinisikan sebagai pengurangan kandungan
informasi laba yang konten dan persembunyian kinerja perusahaan yang sesungguhnya
(Ewert dan Wagenhofer,2009). Penelitian ini menggunakan pengukuran smoothness
dikarenakan suatu laba yang berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai variabilitas
relative rendah atau laba yang smooth agar laba yang dilaporkan dapat mengurangi resiko
pasar atas saham perusahaan, yang akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan
(Ewert dan Wagenhofer,2009). Schipper dan Vincent (2003) berpendapat bahwa perataan
laba memiliki kegigihan dan kemampuan prediksi yang tinggi, sehingga smoothness dapat
meningkatkan kualitas laba. Smoothness memiliki hasil yang lebih konsisten dalam beberapa
studi yang dilakukan diberbagai negara, dimana hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa smoothness mewakili tindakan manajemen laba (Dechow, Ge, dan Schrand, 2009).
Karena manajemen laba dianggap tidak diinginkan, maka hasil dari smoothness akan
cenderung lebih rendah. Namun ada juga pandangan bahwa manajer telah merapikan laba
karena manajer percaya bahwa pendapatan variabel yang lebih rendah lebih disukai oleh
investor (Levitt, 1998).
Pengukuran smoothness akan menggunakan rasio standar deviasi laba dan standar
deviasi dari arus kas operasi yang dirumuskan sebagai berikut.

Hasil rasio smoothness yang lebih rendah menunjukkan bahwa laba tersebut lebih smoothing
dari aliran laba yang relative terhadap arus kas (Jika hasil smoothness menunjukkan korelasi
yang negative antara perubahan akrual akuntansi dan perubahan arus kas operasi maka
smoothness sebuah laba semakin kuat. (Ewert dan Wagenhofer, 2009). Hasil penelitian dari
Leuz, Nanda dan Wysocki juga mengatakan bahwa semakin lebar jarak angka yang
dihasilkan dari perhitungan tersebut dari angka 1, maka laba yang diinformasikan semakin
tidak berkualitas.
Givoly, et,al. (2010) mengukur kualitas laba menggunakan:
1. Persistensi akrual
Kualitas laba didasarkan pada per- bedaan relatif persistensi akrual terha- dap arus
kas. Persistensi diukur dengan menggunakan regresi sebagai berikut:

Dimana:

 OI adalah pendapatan operasi (Operating Income) setelah dikurangi depresiasi,


 CF adalah arus kas operasi (cash flow) yang dihitung dari OI diku-rangi ACCR.
 ACCR (accrual component of earnings) dihitung dari perubahan NOA (net operating
asset) tahun t-1 terhadap t.
 Nama perusahaan ditunjukkan oleh I dan t menunjukkan tahun.
 Seluruh variabel distandarisasi oleh NOAt-1
 Kontribusi tambahan akrual ditentukan oleh besarnya signifikansi β2.
2. Estimasi Kesalahan dalam Proses Akrual
Akrual memberikan informasi tentang arus kas masa yang akan datang. Untuk
meningkatkan bahwa proses akrual bebas dari kesalahan estimasi, akrual dan laba akan di
representasi dengan arus kas masa yang akan datang. Givoly et al. (2010) menggunakan
ukuran akrual sebagaimana yang digunakan oleh Dechow dan Dichey (2002) dan telah
dimodifikasi oleh McNichols (2002) dan Francis et al. (2005) yang didasarkan pada
model varian residual berikut ini:

Dimana:
 TCA adalah Total current accruals,
 CFO adalah Cash flows from operations (pendapatan dari operasi utama dikurangi
total akrual. Total akrual sama dengan total current accruals dikurangi biaya
depresisasi dan amortisasi).
 ∆Rev adalah perubahan pendapatan dari tahun t-1 terhadap t.
 PPE adalah keseimbangan antara property, plant dan equipment (atas dasar PPE
bruto).
Seluruh variabel diregress dan diskala dengan rata-rata total assets dalam tahun t.
Diregres juga secara cross sectional untuk tiap industry dengan sedikitnya 20 peru-
sahaan tiap tahunnya. Ukuran kualitas kedua adalah variabilitas (dinilai dengan standar
deviasi) residual dari regresi. Semakin tinggi variabilitas hubungan antara laba dan arus
kas, maka semakin rendah kualitas akrual dan semakin rendah pula kualitas labanya.
Kualitas akrual didefinisikan juga sebagai rasio standar deviasi residual dari regresi
terhadap standard deviation total current accruals.
3. Ketiadaan Manajemen Laba
Sulit untuk menentukan apakah perusahaan melakukan manajemen laba atau
tidak, karena sulit untuk diteliti. Namun begitu pola tertentu terhadap laba dapat
mengindikasikan keberadaan atau ketiadaan manajemen laba. Givoly et al. (2010)
mengidentifikasi manajemen laba dengan menggunakan akrual yang diharapkan atau non
discretionary accruals modifikasi model Jones sebagai berikut:
Dimana:
 TACC adalah total akrual yang didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan
dari operasi dan arus kas bersih dari aktivitas operasi, tidak termasuk pos-pos luar
biasa dan operasi yang dihentikan.
 TA adalah total asset awal tahun,
 ∆Rev adalah Perubahan penjualan.
 PPE adalah tingkat property, plant dan equipment kotor.
 ∆TR adalah Perubahan dalam piutang dagang (trade receivable)
4. Konservatisme
Givoly et al. (2010) menggunakan ukuran konservatisme sebagaimana yang
digunakan oleh Ball and shivakumar, yaitu mendeskripsikan perbedaan ketepatan waktu
dalam mengakui keuntungan dan kerugian berdasarkan pada hubungan antara akrual dan
arus kas sebagai berikut:

Dimana:

 ACC adalah total akrual dalam tahun t,


 CFO adalah arus kas operasi dalam tahun t,
 DCFO adalah dummy variabel, 1 jika CFO negatif dan 0 jika CFO positif.
 Jika α2 < 0 berarti tidak konservatif dan jika α3 > 0 berarti konservatif.

PENENTUAN EARNING QUALITY


Schipper dan Vincent (2003) mengelompokkan konstruk kualitas laba dan
pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas laba, yaitu berdasarkan: sifat runtun-
waktu dari laba, karakteristik kualitatif dalam rerangka konseptual, hubungan laba-kas-
akrual, dan keputusan implementasi. Empat kelompok penentuan kualitas laba ini dapat
diikhtisarkan sebagai berikut.
Pertama, berdasarkan sifat runtun-waktu laba, kualitas laba meliputi: persistensi,
prediktabilitas (kemampuan prediksi), dan variabilitas. Atas dasar persistensi, laba yang
berkualitas adalah laba yang persisten yaitu laba yang berkelanjutan, lebih bersifat permanen
dan tidak bersifat transitori. Persistensi sebagai kualitas laba ini ditentukan berdasarkan
perspektif kemanfaatannya dalam pengambilan keputusan khususnya dalam penilaian
ekuitas. Kemampuan prediksi menunjukkan kapasitas laba dalam memprediksi butir
informasi tertentu, misalnya laba di masa datang. Dalam hal ini, laba yang berkualitas tinggi
adalah laba yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memprediksi laba di masa datang.
Berdasarkan konstruk variabilitas, laba berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai
variabilitas relatif rendah atau laba yang smooth.
Kedua, kualitas laba didasarkan pada hubungan laba-kas-akrual yang dapat diukur
dengan berbagai ukuran, yaitu: rasio kas operasi dengan laba, perubahan akrual total, estimasi
abnormal/discretionary accruals (akrual abnormal/ kebijakan), dan estimasi hubungan akrual-
kas. Dengan menggunakan ukuran rasio kas operasi dengan laba, kualitas laba ditunjukkan
oleh kedekatan laba dengan aliran kas operasi. Laba yang semakin dekat dengan aliran kas
operasi mengindikasi laba yang semakin berkualitas. Dengan menggunakan ukuran
perubahan akrual total, laba berkualitas adalah laba yang mempunyai perubahan akrual total
kecil. Pengukuran ini mengasumsikan bahwa perubahan total akrual disebabkan oleh
perubahan discretionary accruals. Estimasi discretionary accruals dapat diukur secara
langsung untuk menentukan kualitas laba. Semakin kecil discretionary accruals semakin
tinggi kualitas laba dan sebaliknya. Selanjutnya, keeratan hubungan antara akrual dan aliran
kas juga dapat digunakan untuk mengukur kualitas laba. Semakin erat hubungan antara
akrual dan aliran kas, semakin tinggi kualitas laba.
Ketiga, kualitas laba dapat didasarkan pada Konsep Kualitatif Rerangka Konseptual
(Financial Accounting Standards Board, FASB, 1978). Laba yang berkualitas adalah laba
yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan yaitu yang memiliki karakteristik relevansi,
reliabilitas, dan komparabilitas/konsistensi. Pengukuran masing-masing kriteria kualitas
tersebut secara terpisah sulit atau tidak dapat dilakukan. Oleh sebab itu, dalam penelitian
empiris koefisien regresi harga dan return saham pada laba (dan ukuran-ukuran terkait yang
lain misalnya aliran kas) diinterpretasi sebagai ukuran kualitas laba berdasarkan karakteristik
relevansi dan reliabilitas.
Keempat, kualitas laba berdasarkan keputusan implementasi meliputi dua pendekatan.
Dalam pendekatan pertama, kualitas laba berhubungan negatif dengan banyaknya
pertimbangan, estimasi, dan prediksi yang diperlukan oleh penyusun laporan keuangan.
Semakin banyak estimasi yang diperlukan oleh penyusun laporan keuangan dalam
mengimplementasi standar pelaporan, semakin rendah kualitas laba, dan sebaliknya. Dalam
pendekatan kedua, kualitas berhubungan negatif dengan besarnya keuntungan yang diambil
oleh manajemen dalam menggunakan pertimbangan agar menyimpang dari tujuan standar
(manajemen laba). Manajemen laba yang semakin besar mengindikasi kualitas laba yang
semakin rendah, dan sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai