Dosen Pengampu :
Dr. M. Joharis Lubis, M.Pd.
Disusun Oleh :
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmatNya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas membuat essay dari beberapa jurnal
mengenai Literasi.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Dr. M. Joharis Lubis,
M.Pd. sebagai dosen pengampu yang sudah memberikan arahan dan bimbingan
sehingga tugas ini dapat di selesaikan untuk memenuhi salah satu tugas yang
harus diselesaikan selama proses pembelajaran.
Di lain sisi, saya mendapatkan pengalaman dan ilmu yang berharga
dalam penyusunan penulisan tugas ini. Saya menyadari ini masih belum sempurna
dan saya akan terus belajar untuk memperbaiki, oleh sebab itu saya mengharapkan
kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan selanjutnya.
Semoga tugas ini bermanfaat bagi pembaca, dan bagi saya khususnya
dalam memahami materi literasi.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
IDENTITAS JURNAL
A. Jurnal Pertama
1 Judul Strategi Literasi dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia Berbasis Kearifan Lokal.
2 Jurnal -
3 Volume / ISSN / -
Halaman
4 Tahun 2017
5 Penulis Endang Siwi Ekowati
6 Reviewer Dinda Fachlupi Balkis/2203311002
7 Tanggal 24 Maret 2021
B. Jurnal Kedua
1 Judul Urgensi Literasi Informasi dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi
2 Jurnal Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan
Informasi
3 Volume / ISSN / Vol. 4 No. 2 / - / Hal. 34-44
Halaman
4 Tahun 2008
5 Penulis Jonner Hasugian
6 Reviewer Dinda Fachlupi Balkis/2203311002
7 Tanggal 24 Maret 2021
C. Jurnal Ketiga
1 Judul Budaya Lisan vs Budaya Literasi Mahasiswa
Melayu: Implikasinya pada Model Pembelajaran
Mahasiswa
2 Jurnal WACANA ETNIK, Jurnal Ilmu Sosial dan
1
Humaniora
3 Volume / ISSN / Vol. 4 No. 2 / ISSN 2098-8746 / Hal. 153-175
Halaman
4 Tahun 2013
5 Penulis Agus Syahrani
6 Reviewer Dinda Fachlupi Balkis/2203311002
7 Tanggal 24 Maret 2021
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
berdasarkan informasi yang tersirat dalam teks. Info-info rinci dapat didukung
dengan ciri bukti fitur khusus yang ada dalam teks; (3) Keterkaitan antar teks atau
intertekstualitas merujuk pada keterkaitan teks dengan teks yang pernah dibaca
sebelumnya; (4) Ringkasan, kegiatan ini dapat membantu siswa membentuk
karakter dan berpikir tingkat tinggi; (5) Evaluasi; (6) Moda merujuk pada
bagaimana atau dengan cara apa pesan disampaikan; (7) Pengatur grafis, berbagai
bentuk tabel atau grafik untuk membantu pemahaman dengan cara
mengorganisasikan ide/pikiran/gagasan; (8) pemahaman makna kata-kata sulit
dalam teks dapat menggunakan petunjuk dalam teks (konteks).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui strategi dalam
pembelajaran bahasa Indonesia berbasis kearifan lokal, siswa diharapkan dapat
memahami isi teks dan mengaitkan isi teks dalam kehidupan nyata. Siswa juga
dibiasakan berpikir tingkat tinggi karena selalu memprediksi di awal pembelajaran
dan melakukan evaluasi di akhir pembelajaran dengan membuat simpulan. Jika
pihak sekolah dapat melakukan upaya penguatan pendidikan karakter melalui
strategi literasi berbasis kearifan lokal, maka hal itu dapat membangun
kepribadian, mentalitas, moralitas yang adiluhung, yang berarti bahwa dapat
membekali siswa untuk menjadi pribadi yang bernilai tinggi karena kebaikan budi
pekerti yang dimilikinya. Dengan mengenalkan kearifan lokal kepada siswa,
diharapkan dapat menjadi kekuatan budaya siswa, sehingga tidak mudah
terpengaruh oleh budaya asing yang saat ini sangat mudah sekali diaskes.
4
tersedia serta cara untuk mengakses dan mendapatkannya. Perkembangan
teknologi informasi yang digunakan untuk menghendel pengelolaan informasi
telah menunjukkan dan menandai realita bahwa semakin pentingnya penguasaan
literasi informasi. Literasi informasimenjadi sangat penting di era informasi
sekarang ini karena para individu dihadapkan dengan beragam pilihan informasi
yang tersedia.
Pada dasarnya, literasi informasi pada dunia perguruan tinggi dianggap
sebagai serangkaian keterampilan yang bersifat generik dan dapat diterapkan di
segala bidang ilmu. Program-program literasi informasi di perguruan tinggi pada
umumnya berdasarkan pandangan untuk keterampilan mencari, menemukan, dan
menggunakan informasi. Boyer (1997) menyatakan bahwa memberdayakan peran
informasi merupakan tujuan penting dari pendidikan. Ia menyatakan, informasi
merupakan sumber yang sangat berharga. Pendidikan harus dapat memberdayakan
semua orang untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya.
Adapun manfaat yang dijelaskan mengenai kompetensi literasi informasi
dalam dunia perguruan tinggi, yaitu: 1) Menyediakan metode yang telah teruji
untuk dapat memandu mahasiswa kepada berbagai sumber informasi yang terus
berkembang; 2) Mendukung usaha nasional untuk meningkatkan kualitas
pendidikan; 3) Menyediakan perangkat tambahan untuk memperkuat isi
perkuliahan; 4) Meningkatkan pembelajaran seumur hidup.
Urgensi dari literasi informasi pada perguruan tinggi adalah, mahasiswa
diharapkan dapat melakukan pembelajaran mandiri, oleh karena itu mereka harus
memiliki kemampuan yang baik dalam mencari, mengevaluasi, dan menggunakan
informasi yang dibutuhkan. Pada dasarnya ada banyak model literasi informasi.
Dalam setiap model literasi disusun langkah-langkah atau prosedur untuk
melaksankannya. Langkah-langkah tersebut disusun sebagai suatu model yang
disebut model literasi informasi.
Dengan adanya literasi informasi dapat mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta pada gilirannya menambah
motivasi untuk belajar pada mahasiswa. Penguasaan kompetensi literasi informasi
tidak hanya bermanfaat bagi mahasiswa yang masih mengikuti perkuliahan tetapi
juga bermanfaat di dunia kerja mereka nantinya. Penguasaan literasi informasi
5
tidak hanya bertujuan untuk menjadikan mahasiswa sebagai individu yang
information literate, yang mampu menyelesaikan tugas-tugas akademisnya dengan
baik, tetapi juga untuk membekali mereka dengan pemahaman yang mendalam
tentang literasi informasi karena merekalah nantinya yang akan menularkan dan
mengajarkan kompetensi ini ke lingkungan kerjanya.
6
Pada umumnya, perguruan tinggi merupakan sebuah institusi pendidikan.
Institusi ini berfungsi untuk menginternalisasikan moral dan nilai-nilai serta
mengatur apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak seharusnya
dilakukan oleh para civitas akademika yang ada. Berkaitan dengan ini, staf
pengajar adalah salah satu elemen yang berperan sebagai agen atau pihak yang
bertanggungjawab membentuk kebiasaan-kebiasaan atau perilaku baik atau ideal
pada mahasiswa sebagaimana yang diharapkan. Berkaitan dengan dilema
mahasiswa dalam dua budaya yang bertentangan sudah sepatutnya ada tindakan
berupa mediasi oleh pihak pengajar untuk mengakomodasi kedua budaya tersebut
sehingga keduanya bukan menjadi tantangan melainkan peluang untuk
tumbuhkembang demi membangun kepribadian ilmuwan mahasiswa sebagaimana
yang diharapkan.
Untuk memediasi kedua budaya yang saling bertentangan tersebut
sehingga menjadi peluang pembentukan budaya keilmuan yang positif bagi
mahasiswa diperlukan strategi atau model pembelajaran yang relevan. Salah satu
pendekatan yang dapat direkomendasikan adalah Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning), yang disingkat CTL. CTL dikenal sebagai
proses pendidikan yang bertujuan membantu pebelajar untuk dapat menemukan
makna dalam materi pembelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan materi tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari, termasuk
konteks kepribadian mereka dan konteks lingkungan sosial budaya mereka.
Setelah dilakukannya penelitian, penulis menjelaskan bahwa dibanding
kegiatan membaca dan menulis, para mahasiswa cenderung memilih aktivitas
kelisanan daripada literasi. Pilihan ini dilakukan dengan alasan bahwa aktivitas
kelisanan lebih efektif untuk mempererat hubungan sosial
kekeluargaan/pertemanan (86%), untuk menyampaikan dan memperoleh
informasi (78%), untuk menambah pengetahuan (68%) dan lebih menyenangkan
untuk mengisi waktu luang (60%).
Adapun alasan mengapa aktivitas kelisanan lebih disukai dibanding
aktivitas literasi adalah karena aktivitas ini dianggap lebih mengasyikkan atau
menyenangkan. Dengan itu mereka dapat bergaul, memiliki banyak teman,
menjaga hubungan baik, dapat berbagi berbagai persoalan. Mereka menganggap
7
bahwa aktivitas berbincang-bincang atau bercakap-cakap secara tatap muka dapat
menciptakan keasyikan atau kesenangan atau kenikmatan bersama-sama
sedangkan menulis hanya dapat dinikmati sendiri. Bahkan apabila mereka
mendapatkan teman atau anggota keluarga yang tidak banyak bicara, mereka
dianggap orang-orang yang kurang asyik atau kurang menyenangkan untuk
dijadikan teman baik.
Aktivitas literasi oleh mahasiswa belum menjadi bagian kegiatan rutin
sebagai kebutuhan dalam kehidupan di luar kegiatan kampus. Aktivitas literasi ini
hanya mereka lakukan apabila diwajibkan atas mereka berkaitan dengan tugas-
tugas perkuliahan. Dengan demikian, aktivitas literasi ini belum menjadi budaya
bagi mahasiswa. Padahal budaya literasi dapat membangun karakter pribadi
seseorang dengansifat-sifat atau ciri ciri pribadi yang terpelajar, cerdas, mandiri,
selaluberfikir logis dan kritis serta kreatif dan inovatif, sebagaimana layaknya
pribadi seorang ilmuwan.