Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KISTA ENDOMETRIOSIS
TUGAS MATA KULIAH MATERNITAS II
Dosen pembimbing : Ns. Desi Ari Madi Yanti,M.Kep.Sp.Kep.Mat

Disusun Oleh Kelompok V:

1. ISNA SEPTIANA ( 2020206203161P)


2. RENITA MAYA ( 2020206203162P)
3. METI EVA VICTORI (2020206203164P)
4. MUHAFIDZ RAHMAD GUNANZA (2020206203166P)
5. ENDANG PRIYANTI PUTRI ( 2020206203172P)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
Tahun Akademik 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena izin-Nyalah makalah
Keperawatan Maternitas yang membahas tentang Kista Endometrios ini dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan makalah ini kami mengambil refrensi dari internet dab buku panduan yang
terkait dengan materi ini , yang kemudian kami rangkum dan susun menjadi bentuk makalah.

Jika dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan kami mahon masukan
kritik dan saran yang membangun agar penyusunan makalah berikutnya bisa lebih baik lagi.

Kalianda, 17 Maret 2021

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung atau flek-flek yang
tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek ini bisa berwarna bening, putih,
coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan endometriosis dapat tumbuh di permukaan rongga
pelvis, peritoneum, dan organ-organ di rongga pelvis, yang kesemuanya dapat berkembang
membentuk nodul-nodul. Endometriosis bisa tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang
bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang disebut sebagai kista
endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat penumpukan darah
berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran kecil seukuran kacang dan bisa
tumbuh lebih besar dari buah anggur. Endometriosis dapat mengiritasi jaringan di sekitarnya dan
dapat menyebabkan perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang ditimbulkannya.
Kistaendometriosisataukistacoklatmerupakansuatulesiyangberadadiovarium(Yamashita&Toyoku
ni,2012).Kistaendometriosissebanyak510%dapatditemukanpadaperempuanusiareproduksi(Kim,
Chae,Kim&Kang,2013;Harzif,2014;Murray&McKinney,2007;Iafrate,et.al.2012).Kejadianendom
etriosisdiperkirakanterjadipada7-10%perempuanpadapopulasiumum,dan2-
50%terjadipadaperempuaninfertilserta71-
87%perempuanakanmengalaminyerikronik(Ozawa,Murakami&Terada,2006;Ozkan&
Arici,2009).Kistaendometriosistidakhanyamengakibatkannyeripadasaathaidataudiluarsiklushaid,
namunkondisiinidapatmenggangguovulasi,mengganggukondisiorganreproduksibagiandalamsehi
nggainteraksiseltelurdanspermaterganggudanmenggangguimplantasi(Harzif,2014;Ricci&Kyle,
2009)
Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-60% wanita dengan
dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan dan anak perempuan dari wanita
yang menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi
endometriosis.3 Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk
menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30-40%, dan risiko
berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah mendapat pengobatan yang
optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30%.
Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif tidak memberikan hasil
yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit tersebut belum terungkap secara tuntas.
Keberhasilan penanganan endometriosis hanya dapat dievaluasi saat ini dengan mempergunakan
laparoskopi. Laparoskopi merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan
keterampilan operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan
sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan banyak penderita endometriosis yang
tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk mengetahui apakah endometriosis sudah
berhasil diobati atau tidak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Kista Endometriosis ?

2. Apa penyebab /etiologi Kista Endometriosis ?

3. Apa saja klasifikasi Endometriosis ?

4. Bagaimana Histogenesis Kista Endometriosis ?

5. Bagaimana Patologi Kista Endometriosis

6. Apa saja gejala gejala klinis Kista Endometriosis ?

7. Bagaimana Diagnosis Kista Endometriosis ?

8. Bagaimana Penatalaksanaan Kista Endometriosis ?

9. Apa Diagnosis Banding Kista Endometriosis ?

10. Bagaimana Prognosis Kista Endometriosis ?

11. Bagaimana Asuhan Keperawatan klien dengan Kista Endometriosis ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian Kista Endometriosis ?

2. Untuk mengetahui apa penyebab /etiologi Kista Endometriosis ?

3. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi Endometriosis ?

4. Untuk mengetahui bagaimana Histogenesis Kista Endometriosis ?

5. Untuk mengetahui bagaimana Patologi Kista Endometriosis

6. Untuk mengetahui apa saja gejala gejala klinis Kista Endometriosis ?

7. Untuk mengetahui bagaimana Diagnosis Kista Endometriosis ?

8. Untuk mengetahui bagaimana Penatalaksanaan Kista Endometriosis ?

9. Untuk mengetahui apa Diagnosis Banding Kista Endometriosis ?

10. Untuk mengetahui bagaimana Prognosis Kista Endometriosis ?

11. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan klien dengan Kista Endometriosis ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi
terdapat di luar kavum uteri.Jaringan ini terdiri atas kelenjar-kelenjar dan stroma.4 Kista
endometriosis adalah suatu jenis kista yang berasal dari jaringan endometrium. Ukuran kista bisa
bervariasi antara 0.4-4 inchi. Jika kista mengalami ruptur, isi dari kista akan mengisi ovarium
dan rongga pelvis.

Gambar 1. Kista endometriosis

2.2 Etiologi
Teori tentang terjadinya endometriosis adalah sebagai berikut:

1. Teori retrograde menstruasi

Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori implantasi
jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson. Teori ini didasari atas 3 asumsi:

1. Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii


2. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam rongga peritoneum
3. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel ke peritoneum
dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi.

Teori diatas berdasarkan penemuan:


1. Penelitian terkini dengan memakai laparoskopi saat pasien sedang haid, ditemukan darah
haid berbalik dalam cairan peritoneum pada 75-90% wanita dengan tuba falopii paten.
2. Sel-sel endometrium dari darah haid berbalik tersebut diambil dari cairan peritoneum dan
dilakukan kultur sel ternyata ditemukan hidup dan dapat melekat serta menembus
permukaan mesotelial dari peritoneum.
3. Endometriosis lebih sering timbul pada wanita dengan sumbatan kelainan mulerian
daripada perempuan dengan malformasi yang tidak menyumbat saluran keluar dari darah
haid.
4. Insiden endometriosis meningkat pada wanita dengan permulaan menars, siklus haid
yang pendek atau menoragia.

2. Teori metaplasia soelomik

Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini menyatakan bahwa
endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan dalam sel-sel mesotelial yang berasal
dari epitel soelom (terletak dalam peritoneum dan pleura). Perubahan metaplasia ini dirangsang
sebelumnya oleh beberapa faktor seperti infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya.
Teori ini dapat menerangkan endometriosis yang ditemukan pada laki-laki, sebelum pubertas dan
gadis remaja, pada wanita yang tidak pernah menstruasi, serta yang terdapat di tempat yang tidak
biasanya seperti di pelvik, rongga toraks, saluran kencing dan saluran pencernaan, kanalis
inguinalis, umbilikus, dimana faktor lain juga berperan seperti transpor vaskular dan limfatik dari
sel endometrium.

3. Teori transplantasi langsung

Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang kurang hati-hati seperti
saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan episiotomi, dapat mengakibatkan
timbulnya jaringan endometriosis pada bekas parut operasi dan pada perineum bekas perbaikan
episiotomi tersebut.

4. Teori genetik dan imun


Semua teori diatas tidak dapat menjawab kenapa tidak semua wanita yang mengalami haid
menderita endometriosis, kenapa pada wanita tertentu penyakitnya berat, wanita lain tidak,
dan juga tidak dapat menerangkan beberapa tampilan dari lesi. Penelitian tentang genetik dan
fungsi imun wanita dengan endometriosis dan lingkungannya dapat menjawab pertanyaan
diatas.

Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu dan anak
dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar genetik. Matriks
metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang menghancurkan matriks ekstraseluler dan
membantu lepasnya endometrium normal dan pertumbuhan endometrium baru yang
dirangsang oleh estrogen. Tampilan MMP meningkat pada awal siklus haid dan biasanya
ditekan oleh progesteron selama fase sekresi. Tampilan abnormal dari MMP dikaitkan dengan
penyakit-penyakit invasif dan destruktif. Pada wanita yang menderita endometriosis, MMP
yang disekresi oleh endometri-um luar biasa resisten (kebal) terhadap penekanan progesteron.
Tampilan MMP yang menetap didalam sel-sel endometrium yang terkelupas dapat
mengakibatkan suatu potensi invasif terhadap endometrium yang berbalik arah sehingga
menyebabkan invasi dari permukaan peritoneum dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.

Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang menyebabkan


pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif. Makrofag merupakan bahan
kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun yang tidak antigen-spesifik dan tidak
mencakup memori imunologik. Makrofag mempertahankan tuan rumah melalui pengenalan,
fagositosis, dan penghancuran mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak sebagai
pemakan, membantu untuk membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag
mensekresi berbagai macam sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan
membantu fungsi-fungsi faktor diatas disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe
sel yang lain. Makrofag terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah serta
aktifitasnya meningkat pada wanita dengan endometriosis. Pada penderita endometriosis,
makrofag yang terdapat di peritoneum dan monosit yang beredar teraktivasi sehingga
penyakitnya berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang merangsang
proliferasi dari endometrium ektopik dan menghambat fungsi pemakannya. Natural killer juga
merupakan komponen lain yang penting dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas
sitotoksik menurun dan lebih jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang
lanjut.

5. Faktor endokrin

Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen (estrogen-dependent


disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen telah diimplikasikan daam
patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang merubah androgen, androstenedion dan
testosteron menjadi estron dan estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia
seperti sel granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit.Lihat
gambar 2.

Gambar 2. Biosintesa estrogen wanita usia reproduksi

Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium menampilkan kadar aromatase
yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang tinggi pula. Dengan kata lain, wanita dengan
endometriosis mempunyai kelainan genetik dan membantu perkembangan produksi estrogen
endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklooksigenase
tipe-2 lokal (COX-2) yang membuat prostaglandin (PG)E 2, suatu perangsang poten terhadap
aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis, sehingga produksi estrogen
berlangsung terus secara lokal. Lihat gambar 3.
Gambar 3. Sintesis estrogen pada susukan endometriosis

Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17β-hidroksisteroid dehidrogenase (17βHSD),
yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi estradiol (bentuk estrogen yang lebih
poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi estron. Dalam endometrium eutopik normal,
progesteron merangsang aktifitas tipe-2 dalam kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat banyak
ditemukan pada kelenjar endometrium fase sekresi. Dalam jaringan endometriotik, tipe-1
ditemukan secara normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan tidak ditemukan. Progesteron tidak
merangsang aktiftas tipe-2 dalam susukan endometriotik karena tampilan reseptor progesteron
juga abnormal. Reseptor progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan PR-B, keduanya ini ditemukan
pada endometrium eutopik normal, sedangkan pada jaringan endometriotik hanya PR-A saja
yang ditemukan.

2.3 Klasifikasi

Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasi dan tipe lesi,
yaitu:
1. Peritoneal endometriosis

Pada awalnya lesi di peritoneum akan banyak tumbuh vaskularisasi sehingga menimbulkan
perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan menyebabkan timbulnya perdarahan kronik
rekuren dan reaksi inflamasi sehingga tumbuh jaringan fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna
merah dapat berubah menjadi lesi hitam tipikal dan setelah itu lesi akan berubah menjadi lesi
putih yang miskin vaskularisasi dan ditemukan debris glandular.

2. Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma)

Ovarian endometrioma diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks ovarium setelah
penimbunan debris menstruasi dari perdarahan jaringan endometriosis. Kista endometrium bisa
besar (>3cm) dan multilokus, dan bisa tampak seperti kista coklat karena penimbunan darah dan
debris ke dalam rongga kista.

3. Deep Nodular Endometriosis

Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum rektovaginal atau struktur
fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan ligamentum utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk
oleh hiperplasia otot polos dan jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang menginfiltrasi. Jaringan
endometriosis akan tertutup sebagai nodul, dan tidak ada perdarahan secara klinis
yangberhubungan dengan endomeriosis nodular dalam.

Ada banyak klasifikasi stadium yang digunakan untuk mengelompokkan endometriosis dari
ringan hingga berat, dan yang paling sering digunakan adalah sistem American Fertility Society
(AFS) yang telah direvisi (Tabel 1). Klasifikasi ini menjelaskan tentang lokasi dan kedalaman
penyakit berikut jenis dan perluasan adhesi yang dibuat dalam sistem skor. Berikut adalah skor
yang digunakan untuk mengklasifikasikan stadium:

- Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal)


- Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang)
- Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat)
- Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat)

Tabel 1. Derajat endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS


Peritoneum
Endometriosis <1 cm 1-3 cm >3 cm

Permukaan 1 2 4

2 4 6
Dalam
Ovarium
Kanan Permukaan 1 2 4

4 16 20
Dalam
Kiri Permukaan 1 2 4

Dalam 4 16 20

Perlekatan kavum Douglasi


Sebagian Komplit
4 40
Ovarium

<1/3 1/3-2/3 >2/3


Perlekatan
1 2 4
Tipis
Kanan 4 8 16
Tebal
1 2 4
Tipis
Kiri Kiri 4 8 16
Tebal
Tuba

1 2 4
Kanan Tipis
4 8 16
Tebal
1 2 4
Tipis
Kir Kiri 4 8 16
Tebal

Martin pada tahun 2006 mengusulkan sistem kalsifikasi stadium untuk mengetahui tingkat
kepercayaan dari tindakan laparaskopi diagnostik terhadap endometriosis. Tingkat kepercayaan
laparaskopi terdiri atas 4 tingkatan:10
Tingkat 1: Mungkin endometriosis – Vesikel peritoneal, polip merah, polip kuning,
hipervaskularisasi, jaringan parut, adhesi
Tingkat 2: Diduga endometriosis – Kista coklat dengan aliran bebas dari cairan coklat.
Tingkat 3: Pasti endometriosis – Lesi jaringan parut gelap, lesi merah dengan latar belakang
jaringan ikat sebagai jaringan parut, kista coklat dengan area mottle merah dan gelap dengan
latar belakang putih.
Tingkat 4: Endometriosis – Lesi gelap dan jaringan parut pada pembedahan pertama.

Gambar 4. Adhesi akibat endometriosis

2.4 Histogenesis
Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak dianut adalah teori dari
Sampson.Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali
(regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis.Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid
didapati sel-sel endometrium yang masih hidup.Sel-sel endometrium yang masih hidup ini
kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis.

Teori lain dikemukakan oleh Robert Meyer bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada
sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvis.
Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasia dari sel-sel epitel itu sehingga terbentuk jaringan
endometrium.

Teori hormonal bermula dari kenyataan bahwa kehamilan dapat menyembuhkan endometriosis.
Rendahnya kadar FSH, LH dan E2 dapat menghilangkan endometriosis. Pemberian steroid seks
dapat menekan sekresi FSH, LH dan E2. Pendapat yang sudah lama dianut ini mengemukakan
bahwa pertumbuhan endometriosis sangat tergantung dari kadar estrogen dalam tubuh. Pendapat
ini mulai diragukan karena pada tahun 1989 Baziad dan Jacoeb menemukan kadar E2 yang cukup
tinggi pada kasus-kasus endometriosis. Jacoeb pada tahun 1990 pun menemukan kadar E2 serum
pada setiap kelompok derajat endometriosis hampir semuanya tinggi. Keadaan ini juga tidak
bergantung pada beratnya derajat endometriosis. Kalau memang dianggap perkembangan
endometriosis bergantung pada kadar estrogen dalam tubuh, seharusnya terdapat hubungan
bermakna antara beratnya derajat endometriosis dengan kadar E2 di lain pihak, apabila kadar E2
dalam tubuh maka senyawa ini akan diubah kembali menjadi androgen melalui proses
aromatisasi. Akibatnya, kadar testosterone pun akan meninggi. Tetapi kenyataannya pada
penelitian ini, kadar T tidak berubah secara bermakna menurut beratnya penyakit.

Sedangkan teori terakhir, endometriosis dikaitkan dengan aktivitas imun. Teori imunologis
menerangkan bahwa secara embriologis, sel epitel yang membungkus peritoneum parietal dan
permukaan ovarium memiliki asal yang sama, oleh karena itu sel-sel endometriosis akan sejenis
dengan mesotel. Telah diketahui bahwa CA-125 merupakan suatu antigen permukaan sel yang
semula diduga khas untuk ovarium. Karena endometriosis merupakan proses proliferasi sel yang
bersifat destruktif, maka lesi ini tentu akan meningkatkan kadar CA-125. Banyak yang
berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit autoimun karena memiliki kriteria yang
cenderung lebih banyak pada wanita, bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan
multiorgan dan menunjukkan aktivitas sel B-poliklonal.

2.5 Patologi

Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi yang sering terdapat ialah
pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai besar
berisi darah tua menyerupai coklat. Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada
dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus,
sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke
dalam rongga peritoneum karena robekan dinding kista dan menyebabkan akut abdomen. Tuba
pada endometriosis biasanya normal.

Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis yakni kelenjar-
kelenjar dan stroma endometrium dan perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen
hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel radang dan
jaringan ikat sebagai reaksi dari jaringan normal disekelilingnya. Jaringan endometriosis seperti
juga jaringan endometrium di dalam uterus dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron.
Sebagai akibat dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang endometriosis
berdarah secara periodik yang menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa radang dan
perlekatan.

Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis. Apabila kehamilannya
berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan regresi sarang endometriosis. Pengaruh
baik dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan endometriosis dengan hormon untuk
mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu (pseudopregnancy).

2.6 Gejala Klinis

Gejala-gejala yang sering ditemukan pada kista endometriosis adalah

 Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid
(dismenore). Sebab dari dismenore ini tidak diketahui tetapi mungkin ada hubungannya
dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum
dan semasa haid. Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan
sudah luas sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala nyeri yang hebat. Nyeri
yang hebat dapat menyebabkan mual, mntah, dan diare. Dismenore primer terjadi selama
tahun-tahun awal mestruasi, dan semakin meningkat dengan usia saat melahirkan anak,
dan biasanya hal ini tidak berhubungan dengan endometriosis. Dismenore sekunder
terjadi lebih lambat dan akan semakin meningkat dengan pertambahan usia. Hal ini bisa
menjadi tanda peringatan akan terjadinya endometriosis, walaupun beberapa wanita
dengan endometriosis tidak terlalu merasakannya.
 Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai disebabkan oleh karena adanya
endometriosis di kavum Douglasi.

 Nyeri waktu defekasi, terjadi karena adanya endometriosis pada dinding rekstosigmoid.
Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut.

 Poli dan hipermenorea, dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan pada ovarium
sangat luas sehingga fungsi ovarium terganggu.
 Infertilitas, hal ini disebabkan apabila motilitas tuba terganggu karena fibrosis dan
perlekatan jaringan disekitarnya. Sekitar 30-40% wanita dengan endometriosis menderita
infertilitas.

2.7 Diagnosis

Tidak ada pemeiksaan yang sederhana untuk mendiagnosis endometriosis. Dalam kenyataannya,
satu-satunya cara untuk mendiagnosis pasti endometriosis adalah dengan melakukan laparoskopi
dan melakukan biopsi jaringan. Pemeriksaan ini merupakan standar emas dalam mendiagnosis
endometriosis.

Endometriosis dicurigai bila ditemukan adanya gejala nyeri di daerah pelvis dan adanya
penemuan-penemuan yang bermakna selama pemeriksaan fisik. Melalui pemeriksaan
rektovaginal (satu jari di dalam vagina dan satu jari lagi di dalam rectum) akan teraba nodul
(jaringan endometrium) di belakang uterus dan di sepanjang ligamentum yang menyerang
dinding pelvis. Suatu saat bisa saja nodul tidak teraba, tetapi pemeriksaan ini sendiri dapat
menyebabkan rasa nyeri dan tidak nyaman.

2.8 Penatalaksanaan

Endometriosis bisa diterapi dengan medikamentosa dan/atau pembedahan. Pengobatan


endometriosis juga bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan/atau memperbaiki fertilitas.

 Endometriosis dan subfertilitas

 Adhesi peritubal and periovarian dapat menginterferensi dengan transportasi


ovum secara mekanik dan berperan dalam menyebabkan subfertilitas.
Endometriosis peritoneal telah terbukti berperan dalam menyebabkan subfertilitas
dengan cara berinterferensi dengan motilitas tuba, follikulogenesis, dan fungsi
korpus luteum. Aromatase dipercaya dapat meningkatkan kadar prostaglandin E
melalui peningkatan ekspresi COX-2. Endometriosis juga dapat menyebabkan
subfertilitas melalui peningkatan jumlah sperma yang terikat ke epitel ampulla
sehingga mempengaruhi interaksi sperm-endosalpingeal.
 Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau sedang tidak terbukti
meningkatkan angka kehamilan. Endometriosis sedang sampai berat harus
dioperasi.
 Pilihan lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi intrauterin,
superovulasi, dan fertilisasi invitro. Pada suatu penelitian case-contol, rata-rata
kehamilan dengan injeksi sperma intrasitoplasmik tidak dipengaruih oleh
kehadiran endometriosis. Lebih jauh, analisi lainnya menunjukkan peningkatan
kejadian kehamilan akibat fertilisasi in vitro dengan preterapi endometriosis
tingkat 3 dan 4 dengan agonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH).

 Terapi interval

 Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan dengan pemberian


profilaksis berupa kontrasepsi oral kombinasi berkesinambungan, analog GnRH,
medroksiprogesteron, atau danazol sebagai upaya untuk meregresi penyakit yang
asimtomastik dan mengatasi fertilitas subsekuen.
 Ablasi melalui pembedahan untk endometriosis simptomatik juga dapat
meningkatkan kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up.

 Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren dan tidak ada
penelitian yang menunjukkan bahwa terapi medikamentosa atau pembedahan dapat
mengurangi angka kejadian abortus.
 Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen progestational, dan analog
GnRH. Semua obat ini memiliki efek yang sama dalam mengurangi nyeri dan durasinya.

 Pil kontrasepsioral kombinasi berperan dalam supresi ovarium dan


memperpanjang efek progestin.
 Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi endometrium.

 Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi nyeri.


 Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama
 The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna dalam
mengurangi nyeri akibat endometriosis.

 Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun tidak berefek
dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan GnRH menurunkan gejala
nyeri pada 85-100% wanita dengan endometriosis.
 Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating hormone (FSH)
and luteinizing hormone (LH) dan mencegah steroidogenesis di korpus luteum.

Terapi Bedah

Terapi bedah bisa diklasifikasikan menjadi terapi bedah konservatif jika fungsi reproduksi
berusaha dipertahankan, semikonservatif jika kemampuan reproduksi dikurangi tetapi fungsi
ovarium masih ada, dan radikal jika uterus dan ovarium diangkat secara keseluruhan. Usia,
keinginan untuk memperoleh anak lagi, perubahan kualitas hidup, adalah hal-hal yang
menajdi pertimbangan ketika memutuskan suatu jenis tindakan operasi.6, 13,14

 Pembedahan konservatif

 Tujuannya adalah merusak jaringan endometriosis dan melepaskan perlengketan


perituba dan periovarian yang menjadi sebab timbulnya gejala nyeri dan mengganggu
transportasi ovum. Pendekatan laparoskopi adalah metode pilihan untuk mengobati
endometriosis secara konservatif. Ablasi bisa dilakukan dengan dengan laser atau
elektrodiatermi. Secara keseluruhan, angka rekurensi adalah 19%. Pembedahan
ablasi laparoskopi dengan diatermi bipolar atau laser efktif dalam menghilangkan
gejala nyeri pada 87%. Kista endometriosis dapat diterapi dengan drainase atau
kistektomi. Kistektomi laparoskopi mengobati keluhan nyeri lebih baik daripada
tindakan drainase. Terapi medis dengan agonis GnRH mengurangi ukuran kista tetapi
tidak berhubungan dengan hilangnya gejala nyeri.
 Flushing tuba dengan media larut minyak dapat meningkatkan angka kehamilan pada
kasus infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis.
 Untuk dismenorhea yang hebat dapat dilakukan neurektomi presakral. Bundel saraf
yang dilakukan transeksi adalah pada vertebra sakral III, dan bagian distalnya
diligasi.
 Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) berguna untuk mengurangi gejala
dispareunia dan nyeri punggung bawah.
 Untuk pasien dengan endometriosis sedang, pengobatan hormonal adjuvant
postoperative efektif untuk mengurangi nyeri tetapi tidak ada berefek pada fertilitas.
Analog GnRH, danazol, dan medroksiprogesteron berguna untuk hal ini.

 Pembedahan semikonservatif

 Indikasi pembedahan jenis ini adalah wanita yang telah melahirkan anak dengan
lengkap, dan terlalu muda untuk menjalani pembedahan radikal, dan merasa
terganggu oleh gejala-gejala endometriosis. Pembedahan yang dimaksud adalah
histerektomi dan sitoreduksi dari jaringan endometriosis pelvis. Kista endometriosis
bisa diangkat karena sepersepuluh dari jaringan ovarium yang berfungsi diperlukan
untuk memproduksi hormon. Pasien yang dilakukan histerektomi dengan tetap
mempertahankan ovarium memiliki risiko enam kali lipat lebih besar untuk
mengalami rekurensi dibandingkan dengan wanita yang dilakukan histerektomi dan
ooforektomi.
 Terapi medis pada wanita yang telah memiliki cukup anak yang juga memiliki efek
dalam mereduksi gejala.

 Pembedahan radikal

 Histerektomi total dengan ooforektomi bilateral dan sitoreduksi dari endometrium


yang terlihat. Adhesiolisis ditujukan untuk memungkinkan mobilitas dan
menormalkan kembali hubungan antara organ-organ di dalam rongga pelvis.
 Obstruksi ureter memerlukan tindakan bedah untuk mengeksisi begian yang
mengalami kerusakan. Pada endometriosis dengan obstruksi usus dilakukan reseksi
anastomosis jika obstruksi berada di rektosigmoid anterior.
Gambar 5. Algoritma Penatalaksanaan Endometriosis

2.9 Diagnosis Banding

Adenomiosis uteri, radang pelvik, dengan tumor adneksa dapat menimbulkan kesukaran dalam
diagnosis.Pada kelainan di luar endometriosis jarang terdapat perubahan-perubahan berupa
benjolan kecil di kavum Douglasi dan ligamentum sakrouterina.Kombinasi adenomiosis uteri
atau mioma uteri dengan endometriosis dapat pula ditemukan.Endometriosis ovarii dapat
menimbulkan kesukaran diagnosis dengan kista ovarium. Sedangkan endometriosis yang berasal
dari rektosigmoid perlu dibedakan dari karsinoma.

2.10 Prognosis

Endometriosis dapat mengalami rekurensi kecuali telah dilakukan dengan histerektomi dan
ooforektomi bilateral.Angka kejadian rekurensi endometriosis setelah dilakukan terapi
pembedahan adalah 20% dalam waktu 5 tahun.Ablasi komplit dari endometriosis efektif dalam
menurunkan gejala nyeri sebanyak 90% kasus.Beberapa ahli mengatakan eksisi lesi adalah
metode yang baik untuk menurunkan angka kejadian rekurensi dari gejala-gejala endometriosis.

Pada kasus infertilitas, keberhasilan tindakan bedah berhubungan dengan tingkat berat ringannya
penyakit.Pasien dengan endometriasis sedang memiliki peluang untuk hamil sebanyak 60%,
sedangkan pada kasus-kasus endometriosis yang berat keberhasilannya hanya 35%.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan Dahulu


Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daaerah pengolahan
produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah medis dan sampah perkotaan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
- Dysmenore primer ataupun sekunder
- Nyeri saat latihan fisik
- Nyeri ovulasi
- Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian
abdomen bawah selama siklus menstruasi
- Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
- Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
- Menorrhagia
- Feces berdarah
- Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi
- Konstipasi
3. Riwayat kesehatan keluarga
Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang menderita
endometriosis
4. Riwayat obstetri dan menstruasi
Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah menstruasi yang
bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit.
2. Resiko gangguan harga diri b.d infertilitas
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan pada status kesehatan (Bobak,
2005).

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri klien akan berkurang.
Kriteria evaluasi: klien mengatakan nyeri berkurang, klien tidak memegang punggung,
kepala atau daerah lainnya yang sakit, keringat berkurang.
Intervensi:
a. Pantau/catat karakteristik nyeri (respon verbal, non verbal, dan respon hemodinamik)
klien.
2. Rasional: untuk mendapatkan indicator nyeri.
b. Kaji lokasi nyeri dengan memantau lokasi yang ditunjuk oleh klien.
Rasional: untuk mendapatkan sumber nyeri.
c. Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
Rasional: nyeri merupakan pengalaman subyektif klien dan metode skala merupakan
metodeh yang mudah serta terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri.
d. Tunjukan sikap penerimaan respon nyeri klien dan akui nyeri yang klien rasakan.
Rasional: ketidakpercayaan orang lain membuat klien tidak toleransi terhadap nyeri
sehingga klien merasakan nyeri semakin meningkat.
e. Jelaskan penyebab nyeri klien.
Rasional: dengan mengetahui penyebab nyeri klien dapat bertoleransi terhadap nyeri.
f. Bantu untuk melakukan tindakan relaksasi, distraksi, massage.
Rasional: memodifikasi reaksi fisik dan psikis terhadap nyeri.
g. Berikan pujian untuk kesabaran klien.
Rasional: meningkatkan motivasi klien dalam mengatasi nyeri.
h. Kolaborasi pemberian analgetik ( ibuprofen, naproksen, ponstan) dan Midol.
Rasional: analgetik tersebut bekerja menghambat sintesa prostaglandin dan midol sebagai
relaksan uterus.

2. Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan infertile pada endometriosis


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan melakukan perilaku yang
dapat meningkatkan kepercayaan diri
Kriteria hasil:
- Pasien akan mengetahui kekuatan pribadi
- Berpartisipasi dalam pembuatan keputusan tentang perencanaan perawatan.
Intervensi:
1. Berikan motivasi kepada pasien
Rasional: meningkatkan harga diri klien dan merasa di perhatikan.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangan tentang
dirinya.
Rasional: meningkatkan kewaspadaan diri klien dan membantu perawat dalam membuat
penyelesaian.
c. Bina hubungan saling percaya
Rasional: hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan
sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
d. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki
 Rasional: mengidentifikasi hal-hal positif yang masih di miliki klien.
e. Informasikan dan diskusikan dengan jujur dan terbuka tentang pilihan penanganan
gangguan infertile pada endometriosis seperti ke klinik kewanitaan, dokter ahli
kebidanan.
Rasional: Jujur dan terbuka dapat mengontrol perasaan klien dan informasi yang
diberikan dapat membuat klien mencari penanganan terhadap masalah yang dihadapinya.
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan pada status kesehatan
      Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas berkurang
   
   Kriteria hasil:
- Pasien tampak rilek
- tidak menunjukkan perilaku yang menggambarkan ansietas
Intervensi:
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
    Rasional: dengan mengetahui tingkat kecemasan pasien perawat dapat melakukan
tindakan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien saat ini.
b. Selidiki dengan pasien tentang teknik yang telah dimiliki, dan belum dimilki
      Rasional: menentukan kemampuan pengambilan keputusan pada pasien
c. Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis
      Rasional: mengurangi takut
d. Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relasasi
     Rasional: teknik relaksasi dapat menurunkan ansietas

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Dari hasil tinjauan pustaka diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Penyebab utama kista endrometriosis belum dapat dipastikan, akan tetapi kemungkinan
dapat disebabkan oleh aliran menstruasi mundur,metaplasia, predisposisi genetik dan imun,
ketidakseimbangan hormonal, dan bisa juga karena kesalahan prosedur pembedahan.
2. Gejala dari kista endometriosis yang dapat dirasakan penderita antara lain adalah nyeri haid
(dysmeorrhea) , nyeri saat berhubungan (dyspareunia) , nyeri saat defekasi , Poli dan
hipermenorea
3. Penanganan endometriosis dapat dilakukan dengan dengan medikamentosa dan/atau
pembedahan. Pengobatan endometriosis juga bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan/atau
memperbaiki fertilitas.Terapi medik seperti pemberian progestin, danazol, analog GnRH ,
dan microguinon. Sedangkan terapi bedah dilakukan dengan laparoskopi melalui pelepasan
perlekatan , merusak jaringan endometriotik, rekontruksi anatomis sebaik mungkin,
mengangkat kista, dan melenyapkan implantasi dengan sinar laser atau elektrokuler

3.2 Saran
1. Perlu diinformasikan tentang pencegahan dan penanganan penyakit endometriosis pada
remaja dan sasaran usia subur
2. Perlu adanya edukasi tentang bahaya penyakit endometriosis kepada masyarakat luas agar
dapat diantisipasi dengan baik dan untuk mencegah terjadinya peningkatan kasus kista
endometriosis ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. 2009. Endometriosis dan Infertilitas. Jurnal Medika Nusantara, vol.25 No.2:1-
7.2004
Baraero, Mary, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Reproduksi &
Seksualitas. Jakarta: EGC

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius


Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta.
Missrani, 2009.Endometriosis. From

Anda mungkin juga menyukai