Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KMB II

MEMAHAMI PENGELOLAAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


AKTIVITAS AKIBAT PATOLOGIS SYSTEM MUSKULOSKELETAL

TINGKAT 2 REGULER B
KELOMPOK 5

NAMA KELOMPOK :
1. MARIA DIYANTI KONO PO530320119173
2. MARIA LOVITA MBORU DA WULLY PO530320119174

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KUPANG


PRODI DIII KEPERAWATAN
2021

1
KATA PENGANTAR
Puji Dan Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena atas berkat-Nnya yang telah
mempermudah dalam pembuatan makalah ini hingga akhirnya terselesaikan tepat waktu.
Banyak hal yang akan disampaikan kepada pembaca mengenai Masalah Keperawatan.Kami
mohon maaf jika dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan.

Senin, 23 Februari
2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………….........………………...………1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...………… 2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang…………………………...…………………………..….…………………3
1.2 Rumusan masalah………………………………………………………..……………..…3
1.3 Tujuan………………………………………………………….………..…………………3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Trauma Medula Spinalis………………………………………………………4
2.2 Etiologi……………………………………………….……………………………………4
2.3 Tanda Dan Gejala……………………………………..……………………………...……4
2.4 pathofisologi………………………………………….……………………………………6
2.5 Pathway………….………………………………..…….…………………………………6
2.6 pemeriksaan Penunjang……………………….…………..………………………………6
2.7 Penatalaksaan Medis…………………………...………….………………………………6
2.8 Pendidikan Kesehatan………………………………….………………………………….7
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan……………………….…………..………………………12
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan………………………………………………........………….………………21
3.2 saran …………………………………………………………….……….………………21

BAB I
PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Amputasi merupakan pembedahan yang menghilangkan sebagian atau seluruh anggota
tubuh bagian ekstremitas. Seringkali masyarakat merasa takut dan tidak mau untuk
diamputasi karena masyarakat atau klien menggangap hal tersebut sangat berbahaya dan
dapat menyebabkan kematian. Padahal dalam konteks pembedahan, amputasi bertujuan untuk
menyelamatkan hidup. Secara umum, amputasi merupakan pilihan pembedahan yang
terakhir, dimana sedapat mungkin dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan
ekstremitas. Namun pada beberapa kondisi, antara lain pada sarkoma jaringan lunak yang
sudah menginfiltrasi semua struktur lokal di ekstremitas, amputasi merupakan pilihan.
Sebagai ukuran medis, amputasi digunakan untuk memeriksa rasa sakit atau proses
penyebaran penyakit dalam kelenjar yang terpengaruh, misalnya pada malignancy atau
gangrene. Dalam beberapa kasus amputasi dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut
menyebar lebih jauh dalam tubuh. Jadi, amputasi dilakukan sebagai pilihan terakhir jika
segala pengobatan yang telah dilakukan tidak berhasil.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Amputasi dan Fraktur ?
2. Bagaimana Etiologinya ?
3. Bagaimana Tanda Dan Gejalanya ?
4. Bagaimana pathofisologinya ?
5. Bagaiaman Pathwaynya ?
6. Bagaimana pemeriksaan Penunjangnya ?
7. Bagiamana Penatalaksaan Medisnya ?
8. Pendidikan Kesehatannya ?
9. Bagamaiana Konsep Asuhan Keperawatannya ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami Pengertian Amputasi dan Fraktur
2. Untuk memahami Etiologinya
3. mengetahui Tanda Dan Gejala nya
4. Untuk mengetahui pathofisologinya
5. Mengetahui Pathway
6. Mengetahui pemeriksaan Penunjang
7. Mengetahui Penatalaksaan Medis
8. Memahami dan menerapkan Pendidikan Kesehatan
9. Memahami dan menerapkan Asuhan Keperawatan

BAB II
TINJAUAN TEORI

4
2.1 AMPUTASI
2.1.2 Pengertian
Amputasi adalah tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau Seluruh bagian
ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan pembedahan Dengan membuang bagian
tubuh. (Suratun.dkk. 2008). Amputasi adalah tindakan pemisahan organ ekstrimitas
yangMelibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem Persyarafan, sistem
muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. (Henry. 2009) Amputasi adalah pembedahan yang
melibatkan pemotongan sebagian Atau seluruh anggota badan karena trauma, tumor,
penyakit, atau indikasi Medis lain. Agar mempermudah dan penggunaan prostesis. (T.M.
Mmarrelli.2006).
2.1.2 Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia
Iskemia karena penyakit reskulanisasi perifer, bisanya pada oang tua, Seperti klien
dengan arteriosklerosis, diabetes mellitus.
2. Trauma amputasi
Bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan kendaraan bermotor, thermal Injury
seperti (terbakar) , infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets Deases dan kelainan
congenital.
3. Gas ganggren
Keadaan nyeri akut dan dimana otot dan jaringan subkutan menjadi terisi Dengan gas
dan eksudat serosangiunosa; disebabkan infeksi luka oleh Bakteri anaerob, yang
diantaranya adalah berbagai spesies clostridium.
4. Osteomielitis
Peradangan pada tulang (bisa menyebabkan lumpuh) dan bias juga terjadi Assending
infection
5. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
6. Keganasan
7. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
(Brunner & suddart. 2001)
2.1.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala amputasi yang dapat dialami, terutama pada amputasi akibat cedera, antara
lain:
 Rasa sakit, yang tingkat rasa sakitnya tidak selalu sebanding dengan tingkat keparahan
cedera atau perdarahan
 Perdarahan, yang tingkat keparahannya tergantung pada lokasi dan jenis cedera yang
dialami
 Jaringan tubuh rusak atau remuk, tetapi sebagian jaringan masih terhubung dengan otot,
tulang, sendi, atau kulit

2.1.4 Patofisiologi

5
Terjadinya trauma pada ekstrimitas karena kecelakaan yang Mengakibatkan
kerusakan atau patahan. ( Patah tulang tertutup dan patah Tulang terbuka ), Serta penanganan
yang salah karena kurangnya Pengetahuan dan informasi, trauma akan lebih parah hingga
terjadi nekrosis Pada jaringan hingga menimbulkan gas ganggren, Dari sinilah akan
Dilakukan amputasi memutus kontinuitas tulang, otot dan saraf, kehilangan Organ yang
mempengaruhi citra diri. (Brunner & suddart.2001).Luka pasca amputasi yang
memungkinkan bisa terkena bakteri dan Dapat mengakibatkan infeksi pada luka, Proses
infeksi pada luka pasca amputasi menimbulkan ketidak nyamanan pada penderita karena luka
Mengeluarkan pus yang dapat menekan saraf dan terjadi rasa nyeri.Pasca amputasi yang
memotong tulang dan otot secara otomatis saraf juga Terputus dan ujung saraf merangsang
hipotalamus yang mengakibatkan Gangguan mobilitas fisik pada penderita. (Phillips &
Grace. 1996)
2.1.5 Pathway

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang Menurut (Daryadi, 20 12), pemeriksaan diagnostik pada klien
Seorang amputasi termasuk :
 Foto kuat Untuk Identifikasi abnormalitas tulang
 CT san Mengidentifikasi lesi neoplestik, osteomfelitis, Resep hematoma
 Angiografi dan pemeriksaanaliran darah m engevaluasiperubahan sirkulasi / perfusi
jaringan dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan
setelahamputansi
 Kultur luka Identifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab

6
 Biopsi ulangi diagnosa jinak / maligna
 LED peninggian Identifikasi respon inflamasi
 Hitung darah lengkap/ deferensial peningian dan perpindahan ke kiri di manggali sebuah
proses infeksi.
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam penangan pasien dengan amputasi yaitu
 Tingkatan amputasi
Amputasi dilakukan pada titik pagar distal yang masih dapat mencapai penyembuhan
dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan doa faktor : peredarandarah pada
bagian itu dan kegunaan fungsional misalnya (sesuai kebutuhan protesis), status
peredaran darah eksterimtas dievaluasi melalui pemerikasaan fisik dan uji tertentu.
Perfusiotot dan kulit sangat penting untuk peny embuhan.Floemetri orang bodoh
penentuhan tekanandarah segmental dan tekanan persial oksigen perkutan (pa02).
Mewakiliuji yang sangat berguna angiografi dilakukan bila refaskulrisasi kemungkin
andapat dilakukan.Tujuan pembedahan adalah memepertahankan sebanyak mungkin
tujuan ekstrmitaskonsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan
dengkul dan siku adalah pilihan yang diinginkan. H ampirpada semua tingkat amputasi
dapat dipasangi prostesis.Kebutuhan energi dan kebutuhan kardovaskuler yang
ditimbulkan akan menigktkandan mengunaka kursi roda ke prostesis maka kecepatan
kardivaskuler dan nutrisi yang kuatsangat penting sehingga batas fisiologis dan
kebutuhan dapat seimbang.
 Penatalaksanaan sisa tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi menghasilkan
sisatungkai puntung yang tidak nyeri tekan dan kuli yang sehat untuk pengunaan prostesis,
lansiamungkin meng alamiSinggah penyembuhan luka karenanutrisi yang buruk danmasalah
kesehatan lainnya.
Perawatan pasca amputasi yaitu :
 Pasang balut steril tonjolan-tonjolan hilang dibalut tekan pemasangan perban
elastisharus hati-hati jangan sampai konstraksi putung di proksimlnya sehingga
distalnyaiskemik.
 Meningikan pungtung dengan mengangkat kaki jangan ditahn dengan bantal sebabdapat
menjadikan fleksi kontraktur pada paha dan dengkul.
 Luka ditutup menguras diangkat setelah 48-72 selai sedangkan putung tetap dibalut
tekan,angkta jahitan hari ke 10 sampai 11.
 Amputasi bawah dengkul tidak boleh mengantung dipinggir tempat tidur atau
berbaringatau duduk lama dengan fleksi dengkul.
 Amputasi diatas dengkul jangan dipadang bantal diantara paha atau
memberikanabdukasi putung, mengatungnya waktu jalan dengan kruk untuk mencegah
kostruktur dengkul dan paha
2.1.8 Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan Atau usaha untuk menyampaikan pesan
kesehatan kepada masyarakat, Kelompok, atau individu. Dengan harapan bahwa dengan
7
adanya pesan Tersebut masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh Pengetahuan
tentang kesehatan yang baik. Sehingga pengetahuan tersebut Diharapkan dapat berpengaruh
terhadap perubahan prilaku kearah yang lebih Baik.Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan Suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif Mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual Keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta Keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2.2 FRAKTUR
2.2.1 Pengertian
Fraktur/Patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan/tulang rawan yang
ditentukan sesuai jenis dan luasnya yang bisa terjadi akibat trauma langsung dan trauma tidak
langsung. Adapun penyabab trauma langsung adalah benturan pada tulang mengakibatkan
fraktur ditempat tersebut. Trauma tidak langsung disebabkan tulang dapat mengalami fraktur
pada tempat yang jauh dari area benturan. Pada fraktur patologis, fraktur yang disebabkan
trauma yang minimal atau tanpa tauma. Contohnya seperti osteoporosis, penyakit metabolic,
infeksi tulang dan trauma tulang.

2.2.2 Etiologi Fraktur


Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan Suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan akan
menyebabkan perdarahan, edema, danHematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada
tulang, tanpa Memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang Tulang
dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan frakturYang terjadi pada semua
tulang yang patah dikenal sebagai fraktur Lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat Dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang Sehingga tulang patah secara
spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari Lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga Menyebabkan fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minorMengakibatkan :
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak Terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi Akut atau dapat timbul
salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
2.2.3 Tanda dan Gejala Fraktur

8
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
1. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas Pada lokasi fraktur.
Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan Tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi.
Dibandingkan sisi yang Sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan Serosa pada lokasi
fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
4. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk Mengurangi gerakan lebih
lanjut dari fragmen fraktur.

5. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi Fraktur, intensitas
dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada Masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-
menerus , meningkat jika Fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen
Fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
7. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau Karena hilangnya
fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang Terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari
cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atauGesekan antar fragmen
fraktur.
9. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau Struktur vaskular yang
terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas Atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada
daerah distal dari fraktur
10. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar Atau tersembunyi
dapat menyebabkan syok.

9
2.2.4 Patofisiologi Fraktur
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan Fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka Tulang mungkin hanya retak saja
bukan patah. Jika gayanya sangat Ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah
berkepingkeping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat.
Terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur Keluar posisi.
Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang Kuat bahkan mampu menggeser
tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada
tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme
pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut
(membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau
berpindah.Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang
yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan lunak.
Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada
saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon
peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi,
eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan
tulang.
2.2.5 Pathway

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. X-ray : untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, Mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak

10
3. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan Vaskuler.
4. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat, Menurun pada
perdarahan : peningkatan leukosit sebagai respon Terhadap peradangan.
5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens Ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, Tranfusi atau cedera
hati (Doengoes, 2000 dalam Wijaya & Putri,2013 : 241).
2.2.7 Penatalaksanaan Fraktur
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi Semula dan
mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah Tulang. Cara pertama penangan
adalah proteksi saja tanpa reposisi atau Imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya
dilakukan pada Fraktur iga dan fraktur klavikula pada anak. Cara kedua adalah imobilisasi
Luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan pada patah tulang tungkai bawah Tanpa dislokasi.
Cara ketiga adalah reposisi dengan cara manipulasi yang Diikuti dengan imobilisasi, biasanya
dilakukan pada patah tulang radius Distal. Cara keempat adalah reposisi dengan traksi secara
terus-menerus
Selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang apabila Direposisi
akan terdislokasi di dalam gips. Cara kelima berupa reposisi Yang diikuti dengan imobilisasi
dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa Reposisi secara non-operatif diikuti dengan
pemasangan fiksator tulang Secara operatif. Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif
diikuti Dengan fiksasi interna yang biasa disebut dengan ORIF (Open Reduction Internal
Fixation). Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahanTulang dengan prostesis
(Sjamsuhidayat dkk, 2010
Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
a. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan Untuk mengetahui dan
menilai keadaan fraktur. Pada awal Pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk
fraktur, Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang Mungkin terjadi
selama pengobatan.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran Garis tulang yang dapat
dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi Terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan
traksi manual atau Mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi Untuk
mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup Gagal atau kurang
memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka.Reduksi terbuka dilakukan dengan
menggunakan alat fiksasi internal Untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan
tulang menjadi Solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan Plat.
Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui Pembedahan ORIF (Open Reduction
Internal Fixation). Pembedahan Terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian
tulang yang Patah dapat tersambung kembali
c. Retensi

11
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen Dan mencegah pergerakan
yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk
mempertahankan Reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.Setelah pembedahan, pasien
memerlukan bantuan untuk melakukan Latihan. Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan
rehabilitasi dibagi Menjadi tiga kategori yaitu :
1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien
Mempertahankan rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya Pelekatan atau kontraktur
jaringan lunak serta mencegah strain Berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah.
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
Meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan Yang sehat, katrol atau tongkat
3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan
Memperkuat otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan Jaringan lunak telah pulih, 4-6
minggu setelah pembedahan atau Dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan
ekstremitas Atas.

ASUHAN KEPERAWATAN
FRAKTUR
1. Pengkajian

a. Identitas Klien
 Nama
 Umur
 kelamin
 Pekerjaan
 Hubungan klien dengan Keluarga
 Agama
 Suku bangsa
 Status perkawinan
 Alamat
 Golongan darah
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses Keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalahmasalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini Terbagi atas:
b. Data Subjektif
1) Anamnesa

12
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang Dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan Darah, no. Register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas /
Mobilisasi pada daerah fraktur tersebut
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / Kecelakaan,
degeneratif dan pathologis yang didahului dengan Perdarahan, kerusakan jaringan
sekitar yang mengakibatkan nyeri, Bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna
kulit dan kesemutan
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak Sebelumnya
dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan Dan pernah menderita
osteoporosis sebelumnya
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis Dan
tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular
2) Pola-pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan Pada dirinya dan
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk Membantu penyembuhan tulangnya. Selain
itu, pengkajian juga meliputi Kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat Mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa Mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau Tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan Sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk Membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi Klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan Mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama Kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang
merupakan.
Faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain Itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi Walaupun begitu
perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau Feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
Frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga Dikaji
ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal Ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, Pengkajian

13
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, Kebiasaan tidur, dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk Kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak Dibantu oleh orang lain.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam Masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan Kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk. Melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang Salah (gangguan body image)
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
Fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga Pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa Nyeri akibat
fraktur
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan Seksual
karena harus menjalani rawat inap danketerbatasan gerak serta Rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status Perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya

j) Pola Penanggulangan Stress


Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu Ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme Koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif.
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah Dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan Karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
c. Data obyektif
1) Keadaan Umum: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung Pada keadaan
klien.
2) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsimaupun Bentuk.
3) Pemeriksaan fisik :
1. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, Oedema, nyeri
tekan
2. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak adaPenonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
3. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek Menelan ada.
4. Muka

14
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi Maupun bentuk.
Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5. Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadiPerdarahan)
6. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau Nyeri tekan.
7. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung
8. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa Mulut tidak pucat.
9. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10. Paru
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat Penyakit klien
yang berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya Seperti stridor
dan ronchi.

11. Jantung
 Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba
 Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur
12. Abdomen
 Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
 Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
13. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien Yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Diagnosa keperawatan
yang muncul pada pasien dengan post op fraktur Meliputi

15
a) Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan Fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat Traksi/immobilisasi, stress, ansietas
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, Kelemahan/keletihan, ketidak
edekuatan oksigenasi, ansietas, dan Gangguan pola tidur
c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan Status
metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi Dibuktikan oleh terdapat
luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat Badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik.
d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak Nyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, Dan penurunan
kekuatan/tahanan.
e) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons Inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, Luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
f) Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan Pengobatan
berhubungan dengan keterb1atasan kognitif, kurang Terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi.
3. Intervensi

4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencanaKeperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk Memenuhi kebutuhan klien
secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan Pengetahuan intelektual,
kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) Dan kemampuan teknis
keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan Daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, Pemantapan hubungan klien dengan
lingkungan, implementasi pesan tim medisSerta mengupayakan rasa aman, nyaman
dan keselamatan klien
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai Kesehatan
klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara Berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan
bertujuan untuk mengatasi pemenuhan Kebutuhan klien secara optimal dan mengukur
hasil dari proses keperawatan

16
ASUHAN KEPERAWATAN
AMPUTASI

1. Pengkajian

a. Identitas klien
 Nama
 Umur
 Jenis kelamin
 Status perkawinan
 Agama
 Suku bangsa
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Alamat
 Riwayat medis
b. Integumen , Kulit secara umum, Lokasi amputasi Mengkaji Kondisi umum kulit untuk
meninjau tingkat hidrasi. Lokasi Amputasi mungkin mengalami peradangan akut atau
kondisi Semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi Jaringan lokasi
amputasi, terhadap terjadinya stasis vena atau Gangguan venus return.
c. Sistem Cardiovaskuler, Pembuluh darah. Mengkaji tingkat Aktivitas harian yang dapat
dilakukan pada klien sebelum operasi Sebagai salah satu indikator fungsi
jantung.Mengkaji Kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas
Pembuluh darah.
d. Sistem respirasi, Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan Menilai adanya sianosis,
riwayat gangguan nafas
17
e. Sistem urin Mengkaji jumlah urine 24 jam. Menkaji adanya Perubahan warna, banyak
jumlah urine.
f. Cairan dan elektrolit, Mengkaji tingkat hidrasi. Memonitor intake Dan output cairan.
g. Sistem neurologis, Mengkaji tingkat kesadaran klien.Mengkaji Sistem persyarafan,
khususnya sistem motorikdan sensorikdaerah Yang akan diamputasi
h. Sistem muskulus keletal, Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
i. Pengkajian Psikologis, Sosial, SpiritualDisamping pengkajian secara fisik perawat
melakukan pengkajian Pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya
Kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien Terhadap amputasi
yang akan dilakukan, penerimaan klien pada Amputasi dan dampak amputasi terhadap
gaya hidup. Kaji jugaTingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga
Dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap Nyeri yang mungkin
timbul Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan Memperhatikan
tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai Gambaran ideal diri klien dengan
meninjau persepsi klien terhadap Perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan
dengan Standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap Rendah diri
antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan Identitas.Adanya gangguan
konsep diri antisipasif harus diperhatikan Secara seksama dan bersama-sama dengan
klien melakukan Pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.Adanya
masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti Terjadinya gangguan fungsi jantung
dan sebagainya perlu Didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk
Menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh Pada diri klien untuk
berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan Dirinya, sehingga memungkinkan bagi
perawat untuk melakukan Tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada
saat preOperatif. ( Engram, Barbara.1999 ).
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Linda jual,( 2010), Dari pengkajian yang telah dilakukan, Maka diagnosa
keperawatan yang dapat timbul antara lain
a. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang Kegiatan
perioperatif.
b. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan
Kehilangan akibat amputasi.
c. Gangguan rasa nyaman Nyeri berhubungan dengan insisi bedah Sekunder
terhadap amputasi.
d. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh Sekunder
terhadap amputasi.
e. Resiko tinggi terhadap komplikasi Infeksi, hemorragi, kontraktur, Emboli
lemak berhubungan dengan amputasi.
3. Implentasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah Dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan Perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi Prioritas perawatan, memantau dan mencatat
respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan
pelaksanaan Perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk
Mengatasi nyeri, mengatasi, kurang pengetahuan tentang proses penyakit (Lynda Juall C,
2006,Rencana Asuhan Keperawatan).

18
4. Intervensi
1) Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang
Kriteria hasil : Evaluasi Sedikit melaporkan tentang gugup atau Cemas.Mengungkapkan
pemahaman tentang operasi.
i. Berikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan Dukungan
moral.
Rasional : Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan Meningkatkan rasa saling
percaya.
ii. Terangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.
Rasional : Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/ persepsi Klien.
iii. Atur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang Kecemasan
klien.
Rasional : Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien Melakukan komunikasi
secara lebih terbuka dan lebih akurat.
2) Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan Dengan kehilangan akibat
amputasi.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak Pembedahan pada
citra diri Kriteria hasil mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut Menyatakan
perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yangBaru
a. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang Dampak pembedahan pada
gaya hidup.
Rasional : Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, Menghindarkan depresi,
meningkatkan dukungan mental.
b. Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan Pemilihan tindakan
amputasi.
Rasional : Membantu klien dalam penerimaan terhadap Kondisinya melalui teknik
rasionalisasi.
c. Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk Memperbaiki kondisi
klien dan merupakan langkah awal untuk Menghindari ketidakmampuan atau
kondisi yang lebih parah.
Rasional : Meningkatkan dukungan mental.
d. Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang Telah berhasil dalam
penerimaan terhadap situasi amputasi.
Rasional : Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadapPerubahan citra diri.
3. Gangguan rasa nyaman Nyeri berhubungan dengan insisi bedah Sekunder terhadap
amputasi Karakteristik penentu.
Tujuan : nyeri hilang atau berkuranng.
Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang. Ekspresi wajah rileks.
a. Catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki Perubahan karakteristik
nyeri. Contoh kesemutan.
Rasional : Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan Keefektifan intervensi.
b. Evaluasi nyeri, berasal dari sensasi dari luka insisi.
Rasional : Sensasi dari luka insisi memerlukan waktu yang Lama untuk sembuh.

19
c. Berikan tindakan kenyamanan ( contoh ubah posisi sering, Pijatan punggung) dan
aktifitas terapeutik, dorong penggunaan Tehnik menejemen stres (contoh latihan
nafas dalam,visualisasi Pedom khayalan) dan sentuhan terapeutik.
Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan Relaksasi, dapat
meningkatkan kemampuan koping dan dapat Menurunkan terjadinya nyeri
d. Beri analgesik ( kolaboratif ).
Rasional : Mengurangi rasa nyeri.
4) Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh Sekunder
terhadap amputasi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang Baru.
Kriteria hasil : Menyatakan penerimaan terhadap diri, Membuat Rencana
untuk melanjutkan gaya hidup.
a. Validasi masalah yang dialami klien.
Rasional : Meninjau perkembangan klien.
b. Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung.
Rasionsl : Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada Perubahan citra
tubuh.
c. Menggunakan putung: Perawatan luka, Mandi, Menggunakan Pakaian.
Rasional : Adaptasi dengan keadaan perubahan citra tubuh.
d. Berikan dukungan moral.
Rasional : Meningkatkan status mental klien.
5. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, Kontraktur, emboli lemak
berhubungan dengan amputasi
Tujuan : Tidak terjadi komplikasi.
Kriteria hasil : Tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
a. Lakukan perawatan luka adekuat.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
b. Tutup balutan dengan plastik bila menggunakan pispot.
Rasional : Mencegah kontaminasi pada amputasi tungkai Bawah
c. Pantau Kondisi balutan tiap 4-8 jam.
Rasional : Indikator adanya perdaraham masif
d. Awasi tanda tanda vital.
e. Rasional : Peningkatan suhu atau takikardi dapat menunjukkanTerjadinya sepsis.
5. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon Pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil Yang diharapkan telah
dicapai,Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinue, karena setiap Tindakan
keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam Hubungannya dengan hasil yang
diharapkan kemudian berdasarkan respon Pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien
yang mungkin Diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan
Yaitu : nyeri berkurang / hilang (Keliat Budi Anna, 2004, Proses Keperawatan

20
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan
kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup
besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya Tindakan
amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagiklien sehingga
asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai tingkat
homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan untuk
membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis
akibat amputasi.
4.2 SARAN
Mengingat askep ini merupakan askep pelayanan kompleks diharapkan kepada tenaga
keperawatan benar-benar mempelajari dan menjalankan manajemen keperawatan yang sesuai
untuk membantu klien secara menyeluruh.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/11383669/AMPUTASI
https://www.halodoc.com/kesehatan/amputasi
https://www.alodokter.com/patah-tulang

22

Anda mungkin juga menyukai