1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.508
pulau dan hanya sekitar 6000 pulau yang berpenghuni. Wilayah Indonesia terdiri
atas daratan dan lautan dengan perbandingan luas wilayah daratan dengan lautan
adalah 3:1. Hampir 70% wilayah Indonesia terdiri atas lautan, yaitu mencapai 5,8
juta km2. Laut Indonesia banyak menyimpan kekayaan alam, selain itu posisi
Indonesia termasuk dalam wilayah triangle coral reef. Sebesar 14% dari terumbu
karang dunia ada di Indonesia, bahkan berdasarkan The World Atlas of Coral
Reefs yang dikeluarkan oleh United Nations Environment Programme World
Conservation Monitoring Centre (UNEP-WCMC) Indonesia merupakan Negara
dengan terumbu karang yang terbesar di dunia dengan persentase 17,95% dari
seluruh dunia. Diperkirakan lebih dari 2.500 jenis ikan dan 500 jenis karang hidup
didalamnya. Selain merupakan kekayaan alam Indonesia, terumbu karang dan
binatang yang hidup di air dapat menimbulkan masalah bagi manusia yaitu
melalui gigitan atau sengatan. Gigitan atau sengatan oleh binatang yang hidup di
air adalah gigitan atau sengatan yang beracun, disebabkan oleh segala bentuk
kehidupan yang berasal dari air. Kebanyakkan dari tipe sengatan ini terjadi di laut.
Beberapa tipe gigitan atau sengatan dapat menyebabkan kematian.
Penyebab dari gigitan atau sengatan ini berasal dari berbagai tipe
kehidupan yang ada di laut seperti ubur - ubur, Portuguese Man-of-War, anemon
laut, karang, cacing laut, kerang, dan beberapa jenis ikan seperti ikan pari, ikan
lele, scorpionfish, stonefish dan weeverfish, ikan hiu, Barracuda, dan belut
Morray.
Gejala yang ditimbulkan dari gigitan atau sengatan ini dapat berupa nyeri,
rasa terbakar, bengkak, kemerahan, atau perdarahan pada area di dekat tempat
gigitan atau sengatan. Gejala lainnya dapat mengenai seluruh tubuh, seperti kram,
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 191
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
diare, sesak napas, nyeri pada daerah inguinal atau aksila, demam, nausea atau
vomitus, paralisis, berkeringat, lemas, pusing, dan pingsan.
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada pasien yang terkena
gigitan atau sengatan ialah menyingkirkan penyebab gigitan atau sengatan
tersebut dengan handuk, sebaiknya penolong menggunakan sarung tangan, cuci
area yang digigit atau disengat dengan air asin, rendam luka di air panas selama
30 - 90 menit.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 192
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
Pada kebanyakan kasus, sengatan ubur-ubur mengeluarkan reaksi toksik
yang dapat lokalisata atau sistemik. Meskipun jarang terjadi reaksi
hipersensitivitas tipe cepat seperti urtikaria, angioedema, dan anafilaksis, tetapi
tetap membutuhkan penanganan medis yang tepat, karena syok dan kematian
dapat terjadi pada individu yang lebih sensitif. Dermatitis kontak alergi, reaksi
hipersensitivitas tipe lambat dan menetap, granuloma anulare, dan eritema
nodosum adalah reaksi-reaksi kulit yang dapat terjadi pada sengatan ubur-ubur.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 193
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
berat lebih dari 6 kg. Jika manusia tersentuh dengan box jellyfish beberapa
tentakel akan putus dan melekat pada kulit. Penolong korban sengatan C. fleckeri
harus berhati-hati, karena juga berisiko keracunan sehingga tentakel harus segera
dinetralisir dan dipindahkan.
Awalnya sengatan terlihat bengkak linear dengan gambaran seperti bekas
cambuk. Sengatan C. fleckeri yang masih baru mudah dikenali karena memiliki
gambaran seperti tangga atau menyilang dan tampak membeku. Diagnosis
mikroskopik mungkin dapat dilakukan dari kerokan kulit atau dengan
menempelkan selotip pada tempat sengatan. Nyeri yang hebat dapat menetap
selama beberapa jam. Area yang paling berat tersengat memberikan gambaran
sianotik yang samar dan dapat terbentuk bula dan nekrosis. Proses penyembuhan
berjalan lambat dan dapat disertai komplikasi superinfeksi bakteri dan skar.
Kematian dapat terjadi dalam beberapa menit disebabkan karena agen -
agen kardiotoksik dan neurotoksik dalam racun yang dapat menyebabkan aritmia
ventrikular dan gagal jantung, serta gagal pernapasan. Hemolisis intravaskular
yang disebabkan oleh toksin dapat mempresipitasi gagal ginjal akut. Pertolongan
pertama yang paling sering dilakukan pada korban adalah resusitasi
kardiopulmonal. Verapamil intravena telah digunakan untuk pengobatan dan
profilaksis aritmia ventrikular. Telah tersedia antiracun untuk sengatan C. fleckeri,
dan jika digunakan dari awal pada keracunan berat dapat menyelamatkan nyawa
serta mengurangi nyeri dan inflamasi pada tempat sengatan.
Sindrom Irukandji adalah respons yang berat dan terlambat (umumnya 30
menit tapi di antara 5 dan 40 menit) terhadap sengatan dari small box jellyfish,
yang dinamakan Irukandji jellyfish, yang mengakibatkan kematian pada 2 turis di
Cairns-Port Douglas, Australia. Sindrom klasik terdiri dari tanda lokal inflamasi
bersamaan dengan nyeri punggung berat, kram otot, piloereksi, berkeringat,
nausea, vomitus, sakit kepala, dan palpitasi. Pada kasus yang paling berat dapat
progresi menjadi hipertensi yang ekstrim dan gagal jantung. Hanya satu spesies,
Carukia Barnesi, yang berhubungan dengan sindrom ini, tapi setidaknya ada 6
spesies berbeda dari small jellyfish yang mungkin menjadi penyebab. Hampir
semua sengatan terjadi di perairan yang dalam. Penanganan termasuk pemberian
cuka untuk melepaskan nematosit dan membawa korban untuk mendapatkan
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 194
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
penanganan medis termasuk antinyeri dan blokade α, karena racun diketahui
berperan sebagai agonis presinaptik neuron sodium dan menstimulasi pelepasan
norepinefrin.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 195
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
otot, sakit punggung, iritabilitas, dispnoe, dan sesak. Hemolisis intravaskular dan
gagal ginjal akut telah dilaporkan terjadi pada anak perempuan umur 4 tahun
setelah disengat oleh P. Physalis. Kebanyakkan laporan kematian yang
disebabkan P. Physalis tidak didokumentasikan dengan baik, tetapi terdapat
beberapa laporan kasus yang fatal pada manusia.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 196
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
A. 3. Karang Api (Fire Coral) dan Sayatan Karang (Coral Cut)
Karang adalah organisme berkoloni dari filum Cnidaria. Luka akibat
karang mungkin disebabkan oleh sengatan nematosit atau laserasi. Keduanya
dapat terjadi pada waktu yang sama dan dapat dipersulit oleh reaksi karena benda
asing, infeksi bakteri, dan reaksi eksematosa lokal. Untuk beberapa karang sejati,
racun nematosit relatif tidak berbahaya, menyebabkan eritema, pruritik ringan
yang butuh sedikit penanganan. Calamin losion atau losion antipruritik dapat
membantu meringankan gejala.
Berbeda dengan sengatan karang sejati, sengatan karang api, Millepora
alcicornis, sangat menyakitkan, dibuktikan oleh beberapa penyelam dari Florida
Keys sampai Caribbean. Selaput lendir atau lendir yang mengelilingi organisme
mengandung banyak nematosit yang siap dilepaskan bila terjadi kontak dengan
kulit, menyebabkan rasa terbakar dan rasa sakit yang menyengat. Dalam satu
sampai beberapa jam timbul erupsi papul eritem pruritik, yang pada kasus berat
dapat menjadi pustular dan pada kasus yang jarang dapat berkembang menjadi
nekrosis dan skar. Lesi sembuh dalam 1 -2 minggu dan sering disertai
hiperpigmentasi pasca-inflamasi. Dermatitis kontak alergi lambat dan persisten
juga dilaporkan terjadi akibat sengatan karang api di Laut Merah.
Sengatan karang api harus dibilas dengan air laut untuk mengeluarkan
nematosit yang melekat. Area sengatan dikompres dengan asam asetat 5% (cuka)
atau isopropil alkohol 40% - 70% selama 15 - 30 menit atau hingga rasa sakit
berkurang. Kompres air laut, dipanaskan sampai batas toleransi, juga dilaporkan
dapat menonaktifkan racun. Steroid topikal krim atau salep dapat mengurangi
gatal dan mempercepat penyembuhan.
Luka akibat potongan karang dan laserasi disebabkan oleh eksoskeleton
dari karang yang tajam, penyembuhannya lambat dan cenderung terjadi infeksi
sekunder.
Penanganan karena luka akibat potongan karang dimulai dengan
pembersihan luka menggunakan sabun dan air dengan menggunakan sikat lembut
atau handuk kasar, diikuti dengan irigasi menggunakan garam untuk
menghilangkan benda asing. Jika luka sangat luas, anestesi lokal mungkin
diperlukan agar dapat dilakukan pembersihan, eksplorasi, dan debridemen yang
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 197
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
adekuat dan untuk mendapatkan hemostasis yang baik. Disarankan mencuci luka
dengan hidrogen peroksida sebelum dibalut.
Keputusan untuk menutup luka atau membiarkannya terbuka tergantung
pada lokasi luka, derajat trauma jaringan pada pinggiran luka, dan infeksi. Perban
lebih baik untuk menutup luka pada kaki, karena luka di kaki yang dijahit
berpotensi tinggi untuk menjadi abses.
B. Molluska (Mollusks)
Kerang Kerucut
Kerang kerucut adalah gastropoda univalvular yang digunakan sebagai
ornamen berbentuk kerucut dan bernilai tinggi bagi kolektor kerang dan
penyelam. Beberapa spesies memiliki bagian yang sangat beracun dengan
sengatan yang mematikan. Spesies kerang kerucut yang paling berbahaya
ditemukan di perairan dangkal Indo-Pasifik. Kerang kerucut bersifat karnivora,
hidup di dasar lautan dan memburu cacing, kerang - kerang lainnya, atau ikan,
tergantung dari spesiesnya. Racun kerang kerucut terdiri dari beberapa macam
neurotoksin yang berbeda dan kematian diakibatkan oleh paralisis sistem
pernapasan. Hingga kini belum ada antiracun untuk toksin kerang kerucut, dan
angka kematian setelah terkena racun spesies yang berbahaya (Conus
geographicus dan C. magus) sebesar 15 - 20 %.
Cedera akibat kerang kerucut memberikan luka tusuk yang bervariasi.
Tingkat nyeri bervariasi, berkisar dari sensasi tersengat yang ringan, yang
menyerupai gigitan serangga, sampai nyeri hebat. Gejala awal berupa edema,
iskemia, mati rasa, dan parestesia di sekitar luka. Parestesia dapat menjalar sampai
ke daerah bibir dan mulut. Paralisis muskular lokalisata dapat berkembang
menjadi kelemahan atau paralisis generalisata dan berakhir dengan gagal napas
dan kardiopulmonar. Gejala neurotoksik mengindikasikan adanya keracunan yang
berat berupa diplopia, pandangan kabur, afonia, disfagia, dan koma. Kasus jarang
berupa koagulasi intravaskular diseminata akibat racun kerang kerucut pernah
dilaporkan.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 198
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
Untuk menangani kerang kerucut harus dengan pelatihan yang baik.
Sarung tangan pelindung yang tebal sebaiknya digunakan, dan menghindari
bagian bawah yg lunak dari kerang kerucut. Kerang kerucut sebaiknya tidak
diletakkan dalam kantong pakaian atau baju renang, karena sengatannya dapat
menembus pakaian.
Penanganan pada racun kerang kerucut bersifat suportif. Korban
sebaiknya beristirahat dan area sengatan disandarkan dan tidak boleh digerakkan.
Kompres luka dapat diaplikasikan untuk mendapatkan efek oklusi pada aliran
vena-limfatik, tapi tidak pada arteri. Hisapan lokal dapat membantu jika hal
tersebut segera dilakukan pada lokasi luka dengan menggunakan alat pengisap,
seperti pompa vakum ekstraktor.
Gigitan Gurita
Gurita adalah kelompok kerang - kerangan yang lebih tinggi, termasuk
dalam kelas Cephalopoda. Kebanyakan gigitan gurita tidak mengancam nyawa
manusia. Area gigitan dapat menjadi nyeri sekali, dan ini ditandai dengan adanya
dua luka tusuk kecil, yang banyak mengeluarkan darah. Gejala dari gigitan gurita
biasanya ringan dan tampak merah, bengkak, dan gatal yang bersifat sementara.
Spesies gurita yang paling berbahaya, Hapalochlaena maculosa, telah
ditemukan di perairan pantai Australia. Angka kematian setelah digigit H.
maculosa sebesar 25%. H. maculosa memproduksi toksin di dalam kelenjar
salivanya yang dimasukkan ke tempat gigitan dan mengandung partikel yang
identik dengan tetrodotoksin; toksin ini memblok aliran saraf perifer dan
menyebabkan paralisis kemudian gagal napas. Gigitan dari gurita ini bisa nyeri
sekali ataupun tidak nyeri, karena itu korbannya tidak menyadari bahwa mereka
telah digigit sampai timbul gejala neurotoksik.
Belum ada antiracun untuk gigitan H. maculosa. Terapinya adalah
suportif dan sama seperti yang dianjurkan pada keracunan berat akibat kerang
kerucut.
C. Artropoda (Arthropod)
Krustasea (lobster, kepiting (crab), udang (shrimp), teritip (barnacles)) termasuk
kelas Arthropoda. Krustasea biasanya tidak memproduksi bisa dan trauma yang
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 199
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
ditimbulkan oleh krustasea umumnya traumatik, tidak seperti krustasea di daratan
(kalajengking, laba-laba, & serangga). Gigitan kepiting dan lobster diterapi seperti
luka umumnya. Teritip dapat menyebabkan luka sayatan karena cangkang luarnya
yang keras. Infeksi sekunder merupakan perhatian utama. Pemberian antibiotik
profilaksis tergantung beratnya trauma dan keadaan umum penderita. Dermatitis
kontak juga dapat terjadi setelah kontak dengan krustasea.
Gigitan Lintah
Lintah termasuk kelas dari cacing segmental yang mungkin ditemukan di
air tawar atau air asin maupun di darat. Walaupun gigitan lintah air tawar tidak
menyebabkan rasa sakit pada manusia namun gigitan lintah air asin menghasilkan
nyeri yang mirip dengan sengatan lebah. Lintah mengeluarkan antikoagulan kuat,
hirudin pada luka, serta substansi antigen lainnya yang dapat memicu rekasi alergi
(termasuk reaksi anafilaksis) pada individu yang sensitif. Gejala lokal akibat
gigitan lintah berupa perdarahan dari bekas tusukan, nyeri, bengkak, merah, dan
gatal hebat; reaksi urtikaria, bula, atau nekrotik dapat terjadi pada orang yang
sensitif.
Ulserasi berat dapat terjadi jika lintah dilepaskan secara paksa dan bagian
mulutnya tertinggal pada tempat gigitan. Lintah harus dilepaskan secara perlahan
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 200
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
dengan menggunakan bahan (seperti alkohol, cuka, air garam, dan nyala api) pada
tempat lintah melekat agar terjatuh.
Ikan lele air tawar dan air asin dipersenjatai dengan duri yang tajam
berlokasi tepat di depan pada sirip dorsal dan pektoral. Orang yang sedang
berenang dapat terkena sengatan pada tangan atau kaki jika mereka menginjak
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 201
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
ikan lele, tapi hampir semua sengatan ikan lele pada nelayan atau pengolah
makanan laut terjadi pada tangan atau ekstremitas atas. Untuk mencegah cedera
ini, disarankan agar duri dikeluarkan dengan penjepit sebelum mulai
membersihkan ikan.
Perenang dan orang yang mandi di sungai Amazon berisiko untuk
mendapatkan cedera urologik jika bertemu dengan spesies ikan lele yang sangat
kecil yang disebut candiru, yang dapat memasuki uretra manusia. Duri di kepala
ikan menghalangi untuk keluar dari orifisium, dan intervensi pembedahan
diperlukan untuk mengeluarkan ikan tersebut.
Duri Scorpionfish
Scorpionfish, famili Scorpaenidae, dibagi dalam 3 kelompok besar
berdasarkan alat sengatannya.
Scorpionfish, genus Scorpaena, memiliki sengatan yang tingkat
keparahannya intermediat. Hidup di dasar dengan keahlian menyamar menyerupai
sekitarnya. Durinya panjang dan berat dan memiliki kelenjar racun ukuran sedang.
Stonefish, genus Synanceja, adalah golongan yang paling berbahaya dari
famili Scorpionfish. Hidup di perairan dangkal, kadang tertimbun dengan pasir
atau lumpur, atau dalam lubang batu-batuan, daerah karang. Cedera terjadi pada
waktu terinjak duri beracun pada daerah dorsal pada saat stonefish membela diri.
Duri stonefish pendek dan tebal serta sangat besar dengan kelenjar racun yang
terbentuk dengan baik. Luka yang disebabkan stonefish dapat berakibat fatal.
Antiracun stonefish telah tersedia.
Duri Weeverfish
Di perairan pantai Eropa, weeverfish merupakan ikan beracun yang
paling sering menyebabkan cedera yang serius. Ikan ini memiliki 5 - 8 duri dorsal
beracun dan dua duri operkular beracun (satu pada masing - masing sisi kepala
dekat insangnya). Orang yang berenang dan berjalan di pantai berisiko untuk
terinjak pada saat weeverfish yang terbaring tertimbun lumpur dan pasir pada
perairan dangkal.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 202
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
Toksisitas akibat sengatan ikan beracun tergantung pada beberapa faktor,
termasuk spesies dari ikan tersebut, lokasi dan beratnya luka, banyaknya racun
yang dilepaskan, dan pertolongan pertolongan pertama serta pertolongan medis
yang diberikan. Pada umumnya, luka - luka ini menyebabkan nyeri tergantung
dari beratnya cedera. Nyerinya langsung dan terus - menerus. Pada kasus
sengatan scorpionfish, nyeri bisa sangat hebat yang mengakibatkan korban
mengamuk dan berteriak dan akhirnya kehilangan kesadaran.
Awalnya tempat sengatan akan tampak pucat dan sianotik. Daerah
sekitar luka dapat menjadi anestetik atau hiperestetik, kemudian terjadi eritema
dan edema, dan memberikan gambaran selulitis. Dapat terbentuk vesikel -
vesikel. Pada sengatan hebat, apalagi yang disebabkan stonefish, daerah yang
cedera dapat menjadi indurasi dan membentuk area nekrosis iskemik kemudian
terjadi pengelupasan dan pembentukan ulkus.
Efek sistemik dari duri ikan beracun bervariasi dari ringan sampai berat,
tergantung pada spesiesnya dan jumlah racun yang masuk pada luka. Berupa sakit
kepala, nausea, muntah, diare, nyeri dan kram perut, demam, limfangitis lokal dan
limfadenitis, nyeri sendi, kelemahan otot, diaforesis, neuropati perifer, paralisis
anggota gerak, kelemahan, delirium, kejang, aritmia jantung, iskemik miokardial,
perikarditis, hipotensi, dan gagal napas, dan dapat berakhir pada kematian.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 203
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
sekitar 43°C - 46°C selama 30 - 90 menit sampai didapatkan perbaikan rasa nyeri
yang maksimal. Membasahi dengan air panas dapat diulangi jika nyeri kembali
terasa. Karena luka atau ekstremitas sebagian teranestesi maka orang yang
melakukan pertolongan pertama pada korban harus menguji suhu air.
Infiltrasi lokal pada luka dengan lidokain 1 - 2% tanpa epinefrin dapat
mengurangi nyeri yang signifikan dan memungkinkan untuk eksplorasi luka
setelah radiografi dilakukan untuk menemukan bagian duri yang tertinggal.
Anestesi yang masa kerjanya lebih lama seperti prokain dan bupivakain dapat
dipilih untuk mengurangi nyeri dalam waktu yang lama. Luka sebaiknya
dibersihkan secara keseluruhan untuk menghilangkan sisa pembungkus.
Direkomendasikan untuk membersihkan dengan menggunakan sikat gigi dan
heksaklorofen dalam alkohol 70%. Luka pada abdominal dan toraks dan luka
yang dalam pada tangan dan kaki, atau permukaan tungkai bawah harus
dieksplorasi di ruangan operasi. Debridemen jaringan nekrotik diperlukan saat
eksplorasi dan dilakukan secara bertahap. Pada umumnya luka sebaiknya
dibiarkan terbuka atau ditutup dengan plester atau jahitan untuk mendapatkan
drainase yang adekuat dan mencegah pembentukan abses.
Profilaksis tetanus sebaiknya diberikan jika ada indikasi, dan antibiotik
direkomendasikan jika luka sudah lebih dari 6 jam, jika luka lebar, atau luka
dalam pada tangan atau kaki. Pilihan antibiotik harus berdasarkan bakteriologi
dari lingkungan laut di mana luka terjadi dan kemudian berdasarkan hasil kultur
luka atau jaringan. Terapi antibiotika empirik untuk infeksi pada luka yang terjadi
di air laut harus termasuk antibiotik yang memiliki efek terhadap spesies Vibrio.
Sebelum hasil kultur luka diketahui, pilihan pertama adalah antibiotika parenteral
termasuk siprofloksasin intravena, imipenem-cilastatin, sefotaksim, seftazidim,
gentamisin, tobramisin, atau trimetoprim-sulfametoksazol.
Komplikasi sengatan stonefish dengan reaksi berat dapat diobati dengan
antiracun secara intravena yang dimasukkan secara perlahan. Antiracun tidak
selalu dibutuhkan untuk sengatan dari lionfish dan spesies lain dari scorpionfish,
hanya pada stonefish.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 204
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
3. ERUPSI SEA BATHER’S & SWIMMER ITCH
Erupsi Sea Bather’s
Sea Bather’s, dikenal juga sebagai marine dermatitis dan sering
disalahartikan sebagai sea lice infestation, adalah dermatitis akut yang terjadi
sesaat setelah mandi di laut. Sea Bather’s sering salah didiagnosis dengan
swimmer’s itch (dermatitis cercarial). Linuche unguiculata tampaknya merupakan
ubur - ubur yang bertanggung jawab menyebabkan terjadinya erupsi sea Bather’s
di Florida, Teluk Meksiko, dan Karibia. Antibodi IgG spesifik terhadap antigen
L.unguiculata telah didapatkan pada pasien dengan erupsi sea Bather’s dengan
menggunakan pemeriksaan ELISA, selain itu juga ditemukan bentuk larva
anemon laut Edwarsiella lineata yang menyebabkan erupsi di pantai Long Island,
New York.
Sea Bather’s dapat dibedakan dengan dermatitis cercarial oleh beberapa
karakteristik: SE primer melibatkan daerah tubuh yang ditutupi oleh baju renang
dengan evaporasi air yang lambat, sebaliknya tanda khas dari swimmer’s itch
melibatkan area yang tidak tertutup. Sebagian besar gejala tdk disadari sampai
perenang meninggalkan air (walaupun beberapa pengaruh telah dikeluhkan berupa
rasa tertusuk ketika masih di dalam air).
Erupsi disebabkan oleh sengatan nematosit larva coelenterate, yang
terjebak di bawah pakaian renang atau dapat melekat pada daerah yang berambut.
Lesi mulai muncul dalam 4 - 24 jam setelah kontak berupa makula eritematosa,
papul, atau urtika yang terasa gatal atau terbakar. Lesi dapat berkembang menjadi
vesikulopapul, kemudian krusta dan sembuh dalam 7 - 10 hari. Gejala sistemik
yang memiliki asosiasi berupa menggigil, nausea, vomitus, diare, sakit kepala,
lemas, spasme otot, dan malaise. Febris dan gejala sistemik lebih sering terjadi
pada anak-anak dan remaja. Timbulnya gejala konstitusi seperti itu menyebabkan
pemeriksa tidak mengenali pola erupsi atau tidak menanyakan mengenai riwayat
kontak dengan air laut sehingga keliru membuat diagnosis dengan sindrom virus.
Musim SE terjadi antara bulan Maret sampai Agustus dengan puncak
pada bulan Mei di perairan sepanjang pantai Selatan Florida. Insidensi pada
perenang selama bulan Mei dan Juni 1993 di daerah Palm Beach dilaporkan
menjadi 16%. Faktor risiko terbesar untuk timbulnya SE adalah riwayat keadaan
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 205
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
pasien sebelumnya, yang sesuai dengan teori bahwa SE disebabkan karena
respons hipersensitivitas terhadap sengatan nematosit. Faktor risiko lain adalah
umur kurang dari 16 tahun dan peselancar. Mandi dengan melepas pakaian renang
ternyata mencegah terjadinya SE.
Penanganan SE bersifat simptomatik yaitu penggunaan losion
antipruritus, mandi koloidal dengan tepung atau gandum, antihistamin, dan
glukokortikoid topikal. Kasus berat dan berulang dapat diterapi dengan
glukokortikoid sistemik. Infeksi bakteri sekunder dapat menjadi penyulit dan
harus didiagnosis dan diterapi secepatnya.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 206
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
Pencegahan dermatitis cercarial merupakan masalah yang sulit. Aplikasi
petrolatum dan bermacam-macam bahan kimia pada kulit telah dicoba, tetapi cara
ini tidak efektif. Pakaian pelindung mungkin lebih membantu.
Penanganan dermatitis cercarial sebagian besar bersifat simptomatik. Pada
kasus ringan, antipruritus atau losion, mandi air tajin atau bubur gandum, dan
antihistamin dapat meringankan gatal. Aspirin dapat membantu untuk mengurangi
nyeri dan bengkak, dan sedatif mungkin diperlukan agar pasien dapat istirahat.
Mandi dan menjaga higiene dapat mencegah superinfeksi bakteri. Pada kasus
berat, diperlukan glukokortikoid topikal poten dan kadang glukokortikoid
sistemik.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 207
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011