Anda di halaman 1dari 23

MODUL

XI

HUKUM ADMINISTRASI
PENGAWASAN PEMERINTAH

Prof. Dr. Abd. Razak, SH, MH Dr. Zulkifli Aspan, SH, MH


Prof. Dr. Syamsul Bachri, SH, MS Dr. Kasman Abdullah, SH, MH
Prof. Dr. M. Yunus Wahid, SH, M.Si. Ruslan Hambali, SH, MH
Prof. Dr. Hamzah Halim, SH, MH Naswar, SH, MH.
Prof. Dr. Achmad Ruslan, SH, MH Dr. Romi Librayanto, SH, MH
Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, SH, MH Ariani Arifin, SH, MH
Prof. Dr. Marwati Riza, SH, M.Si Dian Utami Mas Bakar, SH, MH
Prof. Dr. Marthen Arie, SH, MH Ahsan Yunus, SH, MH
Prof. Dr. Guntur Hamzah, SH, MH Dr. A. Bau Inggit AR, SH, MH
Dr. Anshori Ilyas, SH, MH Arini Nur Annisa, SH, MH





PROGRAM STUDI SARJANA ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2020

Modul XI Hukum Administrasi i


PRAKATA

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Modul XI ini
tentang Pengawasan Pemerintah. Penulisan modul ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu
sumber bahan ajar pada matakuliah Hukum Administrasi.
Penulisan modul ajar diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan proses
pembelajaran pada matakuliah Hukum Administrasi, sehingga modul ini dapat memberikan
manfaat bagi dosen dan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Tim Penulis
menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu.
Pada kesempatan ini pula Tim Penulis memohon maaf apabila terdapat
kekurangan/kekeliruan dalam modul ini. Semoga modul ini dapat menjadi referensi dan
berguna dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan bagi proses pembelajaran. Terima
kasih.

Makassar, November 2020

Penulis

Modul XI Hukum Administrasi ii


DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii

MODUL XIPENGAWASAN PEMERINTAH .................................................................... iv

KEGIATAN BELAJAR I
PENGERTIAN PENGAWASAN, PENGAWASAN EKSTERN DAN INTERN

A. Deskripsi Singkat ....................................................................................................... 1


B. Relevansi.................................................................................................................... 1
C. Capaian Pembelajaran ............................................................................................... 1
1. Uraian ................................................................................................................. 1
2. Rangkuman ......................................................................................................... 6
3. Pustaka ................................................................................................................ 7
D. Tes Formatif .............................................................................................................. 7
E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ............................................................................... 7

KEGIATAN BELAJAR I
PENGAWASAN PREVENTIF DAN RESPRESIF

A. Deskripsi Singkat ....................................................................................................... 1


B. Relevansi.................................................................................................................... 1
C. Capaian Pembelajaran ............................................................................................... 1
1. Uraian ................................................................................................................. 1
2. Rangkuman ......................................................................................................... 6
3. Pustaka ................................................................................................................ 7
D. Tes Formatif .............................................................................................................. 7
E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ............................................................................... 7

Modul XI Hukum Administrasi iii


MODUL XI
PENGAWASAN PEMERINTAH

Nama Matakuliah Hukum Administrasi merupakan hasil perubahan kurikulum di


Fakultas Hukum Unhas, dimana sebelumnya dinamakan dengan Hukum Administrasi Negara
atau biasa disingkat dengan HAN. Secara substansi tidak berbeda, oleh karena istilah HAN
sudah cukup melekat, maka dalam penyajian modul ini akan Anda dapati penulisan singkatan
HAN yang tentu tidak lain dimaksud sama saja dengan Hukum Administrasi (nama mata kuliah
ini).

Sasaran pembelajaran dalam pembahasan yang tertuang dalam Modul XI ini adalah
peserta mata kuliah mampu menganalisis mengenai pengawasan pemerintah. Modul XI ini
disajikan dalam duakegiatan belajar. Kegiatan belajar 1 membahas mengenai pengertian
pengawasan, pengawasan ekstern dan intern, dan kegitan belajar 2 membahas mengenai
pengawasan preventif dan represif. Agar peserta kuliah mampu mempelajari modul ini dengan
baik, peserta kuliah diharapkan membaca langkah-langkah sebagai berikut:

a. Bacalah semua uraian dari setiap kegiatan belajar. Tahapan ini diperlukan agar peserta
kuliah mendapat informasi dari setiap tahapan;
b. Buatlah catatan tersendiri mengenai poin-poin penting dalam Uraian sehingga
memudahkan Anda untuk belajar;
c. Kerjakanlah tugas sesuai instruksi yang telah disediakan;
d. Bacalah rangkuman yang disediakan untuk memberikan ringkasan tentang aspek-aspek
esensial dari setiap kegiatan belajar;
e. Kerjakan tes formatif yang disediakan untuk mengecek seberapa jauh Anda mencapai
tujuan pembelajaran setiap kegiatan belajar. Tes formatif tersebut akan dikerjakan pada
Sikola;
f. Apabila hasil tes Anda telah mencapai persentase kelulusan yang telah ditetapkan maka
anda bisa melanjutkan pada kegiatan belajar selanjutnya. Namun apabila Anda belum
mencapai nilai persentase kelulusan, maka Anda disilahkan untuk mengulangi tes formatif.

Modul XI Hukum Administrasi iv


KEGIATAN BELAJAR I
PENGERTIAN PENGAWASAN, PENGAWASAN EKSTERN DAN INTERN

A. Deskripsi Singkat

Ruang lingkup materi pembelajaran pada pertemuan ini yaitu mengenai pengawasan
yang dilakukan oleh pemerintah, baik pengawasan ekstern maupun pengawasan intern.
Sasaran pemebelajaran yaitu mahasiswa diharapkan mampu membedakan bentuk
pengawasan yang dapat dilakukan pemerintah.

B. Relevansi

Sebaiknya sebelum mahasiswa mempelajari modul pada kegiatan belajar ini maka
mahasiswa sudah memahami terlebih dahulu mengenai pengertian Hukum Administrasi
Negara, pemerintah, dan kewenangan pemerintah, tindakan pemerintah, diskresi, instrumen
pemerintahan, AUPB, dan penyalahgunaan wewenang.

C. Capaian Pembelajaran
1. Uraian

PENGAWASAN

Seiring dengan meluasnya tugas-tugas administrasi negara dalam


menyelenggarakan pemerintahan, semakin besar pula kekuasaan administrasi
negara tersebut. Dalam melakukan tindakannya administrasi negara memerlukan
keleluasaan dalam menentukan kebijakan-kebijakannya. Akan tetapi dalam suatu
negara hukum adalah merupakan syarat bahwa setiap tindakan administrasi haruslah
berdasarkan hukum, artinya sikap tindak administrasi tersebut haruslah dapat
dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun secara hukum.1

Lord Acton mengatakan bahwa setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung


untuk disalahgunakan. Oleh sebab itu dengan adanya keleluasaan bertindak dari

1
SF Marbun, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Cetakan Ketiga, UII Press,
Yogyakarta, 2004. Hlm. 261

Modul XI Hukum Administrasi 1


administrasi negara yang memasuki semua sektor kehidupan masyarakat, kadang-
kadang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri. Maka wajarlah
bila timbul suatu keinginan untuk mengadakan suatu sistem pengawasan terhadap
jalannya pemerintahan, yang merupakan jaminan agar jangan sampai keadaan
negara menjurus ke arah diktatur tanpa batas yang berarti bertentangan dengan ciri
negara hukum. Pada sisi lain berarti pula ada suatu sistem perlindungan hukum
bagiyang diperintah maupun bagi sikap tindak administrasi negara itu sendiri karena
adanya diskresi (freies ermessen).2

Perlindungan terhadap warga diberikan bilamana sikap tindak administrasi


negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Sedangkan perlindungan terhadap
administrasi negara itu sendiri dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan
benar menurut hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan
perkataan lain melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan salah
menurut hukum, atau dari optik HAN disebut sikap tindak administrasi negara yang
melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad).3

Hukum Administrasi Negara (HAN) menjadi landasan kerja bagi


administrasi negara, yang mengemban tugas servis publik. Dalam hal melaksanakan
tugas itu secara aktif, artinya dalam menyelenggarakan pemerintahan, administrasi
negara melakukan suatu perbuatan penetapan (beschikkings-handeling) yang
menghasilkan ketetapan (beschikking). Menurut Sjachran Basah, bahwa ketetapan
adalah keputusan tertulis administrasi negara yang mempunyai akibat hukum dalam
menyelenggarakan pemerintahan (dalam arti sempit). Ketetapan yang dibuat oleh
administrasi negara itu harus dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral
maupun secara hukum. Untuk inilah diperlukan pengawasan. Dari segi optik HAN
sesungguhnya pengawasan terhadap perbuatan pemerintah itu terjadi dari berbagai
sudut, yaitu oleh instansi pemerintah yang lebih atas, oleh instansi yang mengambil
keputusan itu sendiri, oleh hakim maupun oleh warga masyarakat (melalui DPR).
Dalam hal pengawasan oleh hakim ada negara yang menganut sistem duality of
jurisdiction, misalnya Perancis. Negara lain menganut unity of jurisdio tion seperti
yang terdapat pada negara-negara common law system. Selain kedua cara di atas,

2
Ibid., hlm. 261-262
3
Ibid., hlm. 262
Modul XI Hukum Administrasi 2
masih dikenal cara lain seperti dianut negara Belanda, disamping pengawasan
tradisional yang disebut ombudsman di Swedia. Dengan demikian perkembangan
serta pemecahan tentang pengawasan serta perlindungan hukum bagi warga
masyarakat dimasing-masing negara akhirnya menunjukkan perbedaan baik dalam
bentuk maupun sistemnya.4

Seperti diketahui bahwa dalam suatu negaradengan type negara liberal, suatu
staatsonthouding dipertahankan penuh, yakni suatu pemisahan antara negara
dengan masyarakat. Di dalam negara yang demikian, tugas pemerintah tidaklah luas
oleh karena pemerintah suatu negara hanya bertugas membuat dan mempertahankan
hukum atau dengan lain kata hanya menjaga keamanan dalam arti sempit, karena
itu negara semacam ini disebut negara hukum klasik (klassieke rechtstaat) atau
negara penjaga malam (nachtwakerstaat). Pemerintah dalam bertindak harus
berdasarkan undang-undang yang berlaku (wetmatig). Sebaliknya negara hukum
modern modern (rechtstaat) yang mengutamakan kepentingan seluruh rakyat yang
di Eropa Barat diperkembangkan dengan nama welfare state (negara kesejahteraan).
Oleh karena mengutamakan kepentingan seluruh rakyat, maka tugas pemerintah
sangat luas, karena bertugas menjaga keamanan dalam arti kata seluas-luasnya
yakni keamanan sosial di segala lapisan masyarakat. Staatsonthouding telah diganti
dengan staatsbemoeienis, yang berarti pemisahan antara negara dengan masyarakat
ditinggalkan. Pemerintah terpaksa (karena mengutamakan kepentingan seluruh
rakyat) turut serta secara aktif dalam pergaulan sosial, sehingga kesejahteraan sosial
bagi semua orang tetap terpelihara. Pemerintah welfare state diberi tugas
menyelenggarakan kepentingan umum atau servis publik.5

Hal ini berarti bahwa administrasi negara diserahi apa yang disebut Lemaire
sebagai bestuurszorg atau penyelenggaraan kesejahteraan umum. Tugas
bestuurszorg ini membawa konsekuensi khusus bagi administrasi negara. Agar
dapat menjalankan tugas penyelenggaraan kesejahteraan umum, maka administrasi
negara memerlukan kemerdekaan atau kebebasan bertindak yang disebut Freies
ermessen atau pourer discretionaire. Namun kebebasan ini dapat
dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun secara hukum. Untuk mencegah

4
Ibid., hlm. 262-263
5
Ibid., hlm. 263
Modul XI Hukum Administrasi 3
agar kebebasan tersebut tidak menjurus ke arah kesewenang-wenangan yang disebut
detournement de pouvoir ataupun ultra vires, maka diperlukan suatu sistem
pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan guna memberikan perlindungan
baik bagi warga masyarakat maupun bagi sikap tindak administrasi negara itu
sendiri.6

Berbagai macam cara pengawasan dilakukan agar pemerintah tetap berjalan


menurut jalur negara hukum dalam arti tetap berpegang kepada unsur-unsur pokok
dari negara hukum, yakni berpegang pada asas legalitas, bahwa setiap tindakan
pemerintah harus berdasarkan hukum yang berlaku. Hal ini berarti bahwa
pengawasan dilakukan agar kebebasan bertindak dari penyelenggara pemerintah
harus tetap dalam batas-batas patokan yang dalam garis besarnya telah ditentukan
oleh undang-undang. Dalam hal-hal tertentu dimana undang-undang tidak dapat
mengatur segala hal sampai seluas luasnya, maka kebebasan bertindak para
penyelenggara negara (administrasi) haruslah berpedoman pada kepentingan
umum.7

Apabila dengan dalih kepentingan umum, kebebasan bertindak itu dilakukan


dengan tujuan-tujuan yang sama sekali berlainan (de detournement de pouvoir)
maka bagi warga masyarakat yang merasa dirugikan harus ada kesempatan untuk
meminta perlindungan dari hakim yang tidak berpihak. Hal ini berarti harus ada
pengawasan dari segi hukum yang dilakukan oleh badan peradilan.8

Di samping itu masih terdapat cara pengawasan yang lain, misalnya dari
instansi pemerintah sendiri, terutama terhadap yang dinamakan vrij bestuur yang
merupakan beleid pemerintah, karena dalam hal ini hakim tidak berwenang untuk
melakukan pengawasan. Demikian juga masih terdapat cara pengawasan yang lain,
misalnya pengawasan intern, pengawasan dari DPR, BPK. Pengawasan oleh badan
pengawas itupun dalam kenyataannya terdapat perbedaan antara negara yang satu
dengan negara yang lain.9

a) Arti dan Fungsi Pengawasan

6
Ibid., hlm. 263-264
7
Ibid., hlm. 264
8
Ibid.
9
Ibid.

Modul XI Hukum Administrasi 4


Sebelum merinci apa yang dimaksud dengan arti pengawasan dalam
penyelenggaraan pemerintahan, atau apa perlunya pengawasan dalam
penyelenggaraan pemerintahan, terlebih dahulu akan diuraikan apa yang dimaksud
dengan penyelenggaraan pemerintahan ditinjau dari optik HAN.

Di dalam praktek sehari-hari sukar dibedakan antara pemerintahan yang


dijalankan oleh (Pejabat) Pemerintah dan Administrasi (Negara) yang dijalankan
oleh (Pejabat) Administrasi Negara oleh karena Pejabat Pemerintah selalu
merangkap sebagai Administrator Negara sebagai Pejabat Administrasi Negara.
Pemerintah menjalankan pemerintahan melalui pengambilan keputusan pemerintah
yang bersifat strategis, policy atau ketentuan ketentuan umum dan melalui tindakan-
tindakan pemerintahan yang bersifat menegakkan ketertiban umum, hukum, wibawa
negara, dankekuasaan negara.

Keputusan-keputusan pemerintah selalu bersifat umum tidak ditujukan


kepada individu tertentu, karenanya tidak dapat dilawan oleh warga masyarakat.
Keputusan pemerintah ini diselenggarakan atau direalisasikan oleh Administrasi
Negara atau Pejabat Administrasi beserta aparatnya atau disingkat administrasi
negara. Dalam hal penyelenggaraan, maka Pejabat Pemerintah mengubah posisinya
menjadi administrator yang bersikap melayani (service) dan menangani individu-
individu beserta kasus-kasusnya secara kausal. Terhadap keputusan administrasi ini
dapat dilawan atau diprotes oleh warga masyarakat yang bersangkutan bila menurut
pendapatnya mengandung kekurangan, kesalahan atau kekeliruan, yang melanggar
haknya.

Keputusan administrasi negara yang berupa penetapan ini disebut juga


tindakan administrasi negara yang dalam menjalankan tugasnya di bidang publik
service, menggunakan wewenang dan kekuasaannya berdasarkan hukum publik,
dalam hal ini Hukum Administrasi Negara (HAN). Dengan kata lain HAN menjadi
landasan kerja bagi administrasi negara yang mengemban tugas servis publik. Dalam
hal melaksanakan tugas itu secara aktif, administrasi negara melakukan suatu
perbuatan penetapan (beschikkings-handeling) yang menghasilkan ketetapan
(beschikking). Dari berbagai pendapat mengenai ketetapan, Sjachran Basah sampai
kepada suatu pendirian, bahwa ketetapan adalah suatu keputusan tertulis

Modul XI Hukum Administrasi 5


administrasi negara yang mempunyai akibat hukum dalam penyelenggaraan
pemerintahan (dalam arti sempit).10

Hukum Administrasi Negara sebagai hukum mengenai administrasi negara


adalah hukum mengenai operasi dan pengendalian kekuasaan-kekuasaan
administrasi atau pengawasan terhadap penguasa-penguasa administrasi. Sebagai
hukum hasil buatan administrasi negara maka HAN adalah hukum yang menjadi
pedoman atau jalan dalam menyelenggarakan undang-undang. Dalam hubungannya
dengan penyelenggaraan pemerintahan, maka HAN merupakan hukum yang
mengatur hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah atau hubungan antara
penguasa dengan warga negara.11

Administrasi negara, dalam melakukan tugasnya yang khusus di lapangan


penyelenggaraan pemerintahan menguntungkan aktivitasnya kepada apa yang
menjadi tujuan pemerintahan itu sendiri.12

Ketika pemerintahan hanya bertujuan untuk menjaga keamanan dan


ketertiban (nachtwakersstaat), tindakan administrasi menyelenggarakan
pemerintahan sangat terbatas. Setiap tindakan negara administrasi negara dibatasi
secara ketat oleh undang-undang yang dalam berlaku (setmatig). Hal ini sesuai
dengan prinsip negara hukum yang dikenal sebagai formele rechtsstaat. Negara tidak
boleh campur tangan dalam segi kehidupan masyarakat (staatsonthouding).
perkembangannya, sebagai dimana dimaksudkan dalam negara kesejahteraan
(welfare state), negara bukan hanya sebagai penjaga keamanan dan ketertiban, tetapi
mempunyai tujuan untuk mensejahterakan masyarakat, karena itu penyelenggaraan
pemerintahan memasuki sektor kehidupan masyarakat (staatsbemoeienis).13

Dalam hal demikian administrasi negara mempunyai beberapa keleluasaan


dalam melakukan tindakannya, tetapi karena negara merupakan negara hukum
(materiele rechtsstaat), maka dalam menjalankan tindakannya tersebut harus tetap
berpegang pada sendi sendi negara hukum, yakni:14

10
Ibid., hlm. 265-266
11
Ibid., hlm. 266
12
Ibid.
13
Ibid., hlm. 266-267
14
Ibid., hlm. 267
Modul XI Hukum Administrasi 6
1) Segala tindakan pemerintah (negara) harus berdasarkan atas hukum;

2) Tindak melanggar hak asasi warga negara.

Dalam menjalankan tugas servis publik administrasi negara tiba pada suatu
konsekuensi khusus, yaitu memerlukan power discretionaire untuk dapat bertindak
atas inisiatif sendiri. Dalam hal ini administrasi negara harus dapat
dipertanggungjawabkannya, yang berarti bahwa administrasi negara tidak
bertindak sewenang-wenang ataupun melampaui batas wewenangnya (ultravires).
Semua campur tangan administrasi negara tersebut diberi bentuk hukum agar tidak
simpang siur dan tidak menimbulkan keragu-raguan pada semua pihak yang
bersangkutan, dan bilamana timbul konflik, penyelesaiannya lebih mudah. Hal ini
disebabkan bahwa dengan kekuasaan bertindak dari administrasi negara itu,
kadang-kadang dapat merugikan masyarakat itu sendiri.15

Oleh karena sendi-sendi negara hukum tetap harus dipertahankan, maka agar
pada satu sisi tindakan administrasi negara dalam menyelenggarakan pemerintahan
tidak keluar dari jalur negara hukum dan pada sisi yang lain warga
negara/masyarakat tetap dijamin perlindungan hak-hak asasinya, perlulah
dilakukan pengawasan.16

Dapat disimpulkan bahwa arti dan fungsi pengawasan dalam


penyelenggaraan pemerintahan dari optik HAN adalah mencegah timbulnya segala
bentuk penyimpangan tugas pemerintahan dari yang telah digariskan (preventif)
dan menindak atau memperbaiki penyimpangan yang terjadi (represif).
Pengawasan dari optik HAN adalah terletak pada Hukum Administrasi Negara itu
sendiri, sebagai landasan kerja atau pedoman bagi Administrasi Negara
dalammelakukan tugasnya menyelenggarakan pemerintahan. Hal ini sesuai dengan
fungsi hukum dalam kehidupan masyarakat yang conditio sine quanon berpanca
fungsi, secara:17

15
Ibid.
16
Ibid.
17
Ibid., hlm. 267-268

Modul XI Hukum Administrasi 7


1) Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk
masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan
bernegara;

2) Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa;

3) Stabilitatif, sebagai pemelihara (termasuk kedalamnya hasil-hasil


pembangunan) dan penjaga keselarasan, keserasian dan keseimbangan
dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;

4) Perspektif, sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi


negara, maupun sikap tindak warga dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat;

5) Korektif, baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam


mendapatkan keadilan.

Pengertian pengawasan menurut Sondang adalah proses pengamatan


pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan
yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
Tujuan pengawasan adalah agar pelaksanaan tugas-tugas umum dan
pembangunan oleh Instansi yang bersangkutan dapat berjalan sesuai dengan
rencana dan kebijaksanaan pemerintahan sehingga dapat mencapai sasaran yang
ditetapkan secara tepat guna guna dan berdaya guna. Fungsi pengawasan adalah
untuk mencegah terjadinya kebocoran dan pemborosan serta memperlancar
pelaksanaan program dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Sementara itu
sistem pengendalian adalah segala sesuatu usaha atau kegiatan untuk menjamin
dan mengarahkan agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan dapat berjalan
dengan semestinya. Merupakan konsekuensi konsep sosial servis teh campur
tangan pemerintah sangat luas dalam kehidupan masyarakat seperti bidang
politik agama sosial budaya dan sebagainya dengan demikian perlu adanya
perlindungan kepentingan masyarakat yang di implementasikan dalam bentuk
pengawasan terhadap kegiatan administrasi atau pemerintah dan peradilan
administrasi yang menyelesaikan sengketa antara warga masyarakat dengan
pemerintah oleh karena nya dalam kerangka perlindungan kepentingan

Modul XI Hukum Administrasi 8


masyarakat pemerintah beserta administrasinya di setiap negara selalu
diawasi.18

b) Pengawasan Intern dan Pengawasan Ekstern

Pengawasan Intern

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan
yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan. Pengawasan
dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau
pengawasan melekat (built in control). Pengawasan jenis ini dilakukan oleh unit
pengawas intern organisasi yang diawasi di mana tugasnya adalah membantu
fungsi pengawasan pimpinan organisasi serta membantu menyusun laporan
pelaksanaan kegiatan organisasi. Pengawasan ini lazimnya dilakukan instansi
pemerintahan dengan membentuk suatu organisasi khusus yang menangani secara
menyeluruh pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran negara. Konsep
pengawasan ini dibutuhkan dengan maksud agar penyimpangan pelaksanaan
anggaran lebih cepat diatasi oleh unit intern yang dekat dengan organisasi
tersebut.19

Pengawasan Intern: adalah pengawasan yang dilakukan oleh satu badan yang
secara organisatori/structural masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan
sendiri. Biasanya pengawasan ini dilakukan oleh pejabat atasan terhadap
buwahannya secara hirarkis. Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983, Pasal 2 ayat
(1) menyebutkan bahwa pengawasan terdiri:20

a) Pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin/atasan langsung baik di tingkat


Pusat maupun di tingkat Daerah;

b) Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan.

Pengawasan pada butir a lebih lanjut diatur dalam Bab II yang berjudul
Pengawasan Atasan Langsung, sedangkan pengawasan yang dimaksud dalam butir
b diatur dalam Bab III yang berjudul Pengawasan fungsional. Mengenai

18
Safri Nugraha, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Pertama, Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005, hlm. 390-391.
19
Ibid, hlm. 392
20
SF Marbun, Op,Cit., hlm. 268
Modul XI Hukum Administrasi 9
Pengawasan Atasan Langsung (Bab II Pasal 3 Inpres No. 15 Tahun 1983) berbunyi
sebagai berikut:21

1) Pimpinan satuan organisasi pemerintahan, termasuk proyek pembangunan


di lingkungan Departemen/Lembaga instansi lainnya, menciptakan
pengawasan melekat dan meningkatkan mutunya di dalam lingkungan
tugasnya masing-masing.

2) Pengawasan melekat dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui:

a. Melalui penggarisan struktur organisasi yang jelas dengan


pembagian tugas dan fungsi serta uraiannya yang jelas pula;

b. Melalui perincian kebijaksanaan pelaksanaan yang dituangkan


secara tertulis yang dapat menjadi pegangan dalam pelaksanaannya
oleh bawahan yang menerima pelimpahan wewenang dari atasan;

c. Melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus


dilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar kegiatan tersebut, dan
hubungan antar berbagai kegiatan beserta sasarannya yang harus
dicapainya;

d. Melalui prosedur kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang


jelas dari atasan kepada bawahan e melalui pencatatan hasil kerja
serta pelaporannya yang merupakan alat bagi atasan untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan bagi pengambilan
keputusan serta penyusunan pertanggungjawaban, baik mengenai
pelaksanaan tugas maupun mengenai pengelolaan keuangan.

e. Melalui pembinaan personil yang terus menerus agar para pelaksana


menjadi unsur yang mampu melaksanakan dengan baik tugas yang
menjadi tanggung jawabnya dan tidak melakukan tindakan yang
bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugasnya.

21
Ibid., hlm. 269-270

Modul XI Hukum Administrasi 10


Sedangkan pengawasan fungsional, menurut Ps 4 ayat (4) Bab Il Inpres No.
15 Tahun 1983, dilakukan oleh:22

a. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

b. Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga


Pemerintahan non Departemen/Instansi Pemerintah lainnya.

c. Inspektorat Wilayah Propinsi.

d. Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya.

Pengawasan fungsional di atas terbatas pada segi-segi keuangan negara,


sekalipun laporan tentang penyelewengan disegi-segi teknisnya pertama-tama
menjadi sebab diadakannya pemeriksaan untuk kemudian diadakan penindakan
terhadap pelaku baik menurut jalur administratif maupun penuntutan di muka
pengadilan, namun tidak mencakup pengawasan terhadap perbuatan-perbuatan
pemerintahan di bidang freies ermessen (trij bestuur).23

Khusus terhadap perbuatan pemerintah di bidang freies ermessen terdapat


pengawasan baik oleh instansi yang berbuat sendiri atau oleh instansi atasannya.
Dalam hal ini terdapat beberapa kemungkinan:24

a. Kemungkinan pengawasan formal, misalnya prosedur keberatan, hak petisi,


banding administratif selain itu digolongkan dalam hal ini adalah
pengawasan preventif seperti keharusan adanya persetujuan instansi atasan
sebelum suatu keputusan diambil dan pengawasan represif seperti
penangguhan pelaksanaan secara spontan dan kemungkinan pembatalan;

b. Kemungkinan pengawasan informal seperti langkah-langkah evaluasi dan


penangguhan.

Pengawasan Ekstern

22
Ibid., hlm. 270
23
Ibid.
24
Ibid., hlm. 270-271
Modul XI Hukum Administrasi 11
Pengawasan ekstern : adalah pengawasan yang dilakukan oleh
organ/lembaga secara organisatoris/structural berada di luar pemerintah (dalam arti
eksekutif).25

Sebagai contoh, BPK (Badan Pengawasan Keuangan) adalah merupakan


perangkat pengawasan ekstern terhadap pemerintah karena ia berada di luar
susunan organisasi Pemerintah (dalam arti eksekutif). Ia tidak
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Pemerintahan
(Presiden) tetapi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Ps 23 UUD 1945). Bila BPK
mengadakan pengawasan di bidang keuangan negara, maka lembaga pengawasan
ekstern lainnya yang mencakup bidang perbuatan pemerintah disebut freies
Ermessen, adalah D.P.R. Pengawasan oleh D.P.R. yang juga tergolong pengawasan
informal dilakukan dalam dengar pendapat (hearing) dimana D.P.R. dapat
menanyakan apa saja tentang kebijaksanaan kebijaksanaan yang telah diambil oleh
Pemerintah. Selain forum dengar pendapat, pengawasan oleh D.P.R. juga
dilakukan oleh forum Rapat Kerja Komisi dengan Pemerintah. Selain itu
pengawasan informal yang disebut social control melalui media.26

2. Rangkuman

Pengertian pengawasan menurut Sondang adalah proses pengamatan


pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan
yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
Tujuan pengawasan adalah agar pelaksanaan tugas-tugas umum dan pembangunan
oleh Instansi yang bersangkutan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan
kebijaksanaan pemerintahan sehingga dapat mencapai sasaran yang ditetapkan
secara tepat guna guna dan berdaya guna. Fungsi pengawasan adalah untuk
mencegah terjadinya kebocoran dan pemborosan serta memperlancar pelaksanaan
program dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Pengawasan intern adalah
pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan
unit organisasi yang bersangkutan. Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan

25
Ibid., hlm. 271
26
Ibid.
Modul XI Hukum Administrasi 12
dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in
control). Pengawasan ekstern : adalah pengawasan yang dilakukan oleh
organ/lembaga secara organisatoris/structural berada di luarPemerintah (dalam arti
eksekutif).

3. Pustaka

Safri Nugraha, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Pertama, Badan Penerbit


Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

SF Marbun, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Cetakan


Ketiga, UII Press, Yogyakarta, 2004.

D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan berkaitan pengawasan


pemerintah (ekstern dan intern).

Modul XI Hukum Administrasi 13


KEGIATAN BELAJAR I
PENGERTIAN PENGAWASAN, PENGAWASAN EKSTERN DAN INTERN

A. Deskripsi Singkat

Ruang lingkup materi pembelajaran pada pertemuan ini yaitu mengenai pengawasan
preventif dan pengawasan represif. Sasaran pemebelajaran yaitu mahasiswa diharapkan
mampu membedakan bentuk pengawasan preventif dan represif yang dapat dilakukan
pemerintah.

B. Relevansi

Sebaiknya sebelum mahasiswa mempelajari modul pada kegiatan belajar ini maka
mahasiswa sudah memahami terlebih dahulu mengenai pengertian Hukum Administrasi
Negara, pemerintah, dan kewenangan pemerintah, tindakan pemerintah, diskresi, instrumen
pemerintahan, AUPB, penyalahgunaan wewenang, dan pengertian pengawasan (termasuk
penagwasan ekstern dan intern).

C. Capaian Pembelajaran
1. Uraian

PENGAWASAN

a) Pengawasan Preventif dan Pengawasan Represif

Pengawasan Preventif

Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu


kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya
penyimpangan. Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah untuk
menghindari penyimpangan yang akan membebankan dan merugikan negara lebih
besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan
kinerja dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif lebih

Modul XI Hukum Administrasi 14


bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga
penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.27

Pengawasan preventif yakni pengawasan yang dilakukan sebelum


dikeluarkannya suatu keputusan/ketetapan pemerintah, dinamakan juga
pengawasan a priori.28

Dalam undang-undang No. 5 Tahun 1974 pengawasan preventif tercantum


pada Ps 68 dan 69. Pada Penjelasan Umum Undang undang No. 5/74 butir 6 huruf
c tercantum sebagai berikut : 29

Pengawasan preventif:

1) Pengawasan preventif mengandung prinsip bahwa Peraturan Daerah dan


Keputusan Kepala Daerah mengenai pokok tertentu baru berlaku sesudah
ada pengesahan pejabat yang berwenang, yaitu :

a. Menteri Dalam Negeri bagi Peraturan Daerah dan Keputusan


Kepala Daerah Tingkat I.

b. Gubernur Kepala Daerah bagi Peraturan Daerah dan Keputusan


Kepala Daerah Tingkat II.

2) Pada pokoknya Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah yang


untuk berlakunya memerlukan pengesahan adalah yang :

a. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengikut rakyat, ketentuan-


ketentuan yang mengandung perintah, larangan, keharusan untuk
berbuat sesuatu dan lain-lain yang ditujukan langsung kepada
rakyat;

b. Mengadakan ancaman pidana berupa denda atau kurungan atas


pelanggaran ketentuan tertentu yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah;

27
Safri Nugraha, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Pertama, Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005, hlm. 393-394
28
SF Marbun, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Cetakan Ketiga, UII Press,
Yogyakarta, 2004. Hlm. 271
29
Ibid., hlm. 271-272
Modul XI Hukum Administrasi 15
c. Memberikan beban kepada rakyat, misalnya pajak atau retribusi
Daerah;

d. Menentukan segala sesuatu yang perlu diketahui oleh umum, karena


menyangkut kepentingan rakyat, misalnya: mengadakan utang
piutang, menanggung pinjaman, mengadakan Perusahaan Daerah,
menetapkan dan mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, mengatur gaji pegawai dan lain-lain.

Pengawasan Represif

Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu


kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan. Jenis pengawasan ini lazimnya dilakukan
pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian
disampaikan laporannya. Setelah itu dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.30

Pengawasan represif, yakni pengawasan yang dilakukan sesudah


dikeluarkannya keputusan/ketetapan Pemerintah, sehingga bersifat korektif dan
memulihkan suatu tindakan yang keliru disebut juga sebagai pengawasan
aposteriori. Dalam undang-undang No. 5 Tahun 1974 pengawasan represif
tercantum dalam Ps 70. Dan penjelasan otentik mengenai pengawasan represif ini
tercantum dalam Penjelasan Umum butir 6 huruf d yang berbunyi sebagai berikut:31

Pengawasan represif:

1) Pengawasan represif dilakukan terhadap semua Peraturan Daerah dan


Keputusan Kepala Daerah;

2) Pengawasan represif berwujud penangguhan atau pembatalan atas


Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya pengawasan represif berwujud penangguhan atau pembatalan
atas Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan

30
Safri Nugraha, Op.Cit., hlm. 394
31
SF Marbun, Op.Cit., hlm 272-273
Modul XI Hukum Administrasi 16
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tingkatannya

Dalam praktek, pengawasan represif menurut pengertian undang-undang No.


5/1974 ini jarang dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang karena sebagian besar
permasalahan telah dapat teratasi dengan pengawasan preventif dan pengawasan
umum.32

Selain pengawasan preventif dan pengawasan represif ternyata undang-


undang No. 5/1974 masih mencantumkan tentang pengawasan umum. Pada
Penjelasan Umum butir 6 huruf b tercantum sebagai berikut :33

“Pengawasan Umum adalah suatu jenis pengawasan yang dilakukan oleh


Pemerintah terhadap segala kegiatan Pemerintah Daerah untuk menjamin
penyelenggaraan pemerintahan Daerah dengan baik. Pengawasan Umum
terhadap Pemerintahan Daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dan
Gubernur/Bupati/WalikotamadyaKepala daerah sebagai wakil Pemerintah di
daerah yangbersangkutan.”
b) Pengawasan dari Segi Hukum

Pengawasan dari segi hukum terhadap perbuatan pemerintah merupakan


pengawasan dari segi rechtmatigheid, jadi bukan hanya dari wetmatigheid nya saja.34

Pengawasan dari segi hukum merupakan penilaian tentang sah/tidaknya


suatu perbuatan pemerintah yang menimbulkan akibat hukum. Pengawasan
demikian biasanya dilakukan oleh hukum peradilan.35

Sampai dimanakah wewenang hakim untuk mengadakan pengawasan?


Hakim hanya berwenang menilai segi hukumnya dari kepentingan-kepentingan yang
saling berbenturan. Dengan kata lain hakim mengadakan pengawasan/control
terbatas terhadap perbuatan pemerintah mengenai aspek-aspek hukumnya. Artinya
mengadakan pengawasan apakah pada penentuan tentang kepentingan umum
olehpemerintah itu tidak mengurangi hak-hak individu yang adil secara tidak
seimbang. Dapat disimpulkan bahwa hakim hanya memberikan
penilaian/pengawasan apakah tindakan administrasi negara dalam

32
Ibid., hlm. 273
33
Ibid.
34
Ibid.
35
Ibid.
Modul XI Hukum Administrasi 17
menyelenggarakan pemerintahan itu termasuk sebagai perbuatan yang disebut
onrechtmatige overheidsdaad.36

Satu hal yang diterima sebagai suatu asas umum, bahwa pengawasan atas
bijaksana tidaknya suatu tindakan pemerintah (dvomayigheidscontrole) tidak dapat
diserahkan kepada hakim, tetapi tetap di tangan administrasi negara sendiri. Dengan
kata lain dalam hal beleid pemerintah, hakim tidak dapat mengadakan penilaian,
karena hal itu akan mendudukkan hakim pada kursi eksekutif.37

Dalam memberikan penilaian terhadap sikap tindak administrasi negara,


apakah sikap tindak itu termasuk onrechtmatige overheidsdaad, badan
peradilan/hakim bertugas pula untuk memberikan perlindungan hukum bagi
rakyat.38

Sikap tindak administrasi negara dalam menyelenggarakan pemerintahan


dengan mengemban tugas publik service, tidak jarang menimbulkan perbenturan
kepentingan, yaitu antara kepentingan umum dan kepentingan warga. Dalam hal ini
adalah tugas badan peradilan/hakim untuk menyelesaikannya.39

Dalam praktek di berbagai negara, sekalipun pokoknya sesungguhnya di


semua negara itu serupa, tetapi perkembangan serta pemecahan tentang pengawasan
serta perlindungan hukum bagi warga masyarakat di masing-masing negara pada
akhirnya menunjukkan perbedaan baik dalam bentuk maupun sistemnya.

Perbedaan itu pada prinsipnya berkaitan dengan unsur utama dari negara
hukum, bahwa tindakan pemerintahan itu haruslah berdasarkan hukum yang berlaku.
Dalam praktek di berbagai negara timbul pertanyaan kaidah hukum apakah yang
harus diterapkan di dalam menilai tindakan pemerintah/administrasi negara dalam
menyelenggarakan pemerintahan. Apakah hukum perdata yang berlaku bagi setiap
orang ataukah hukum administrasi yang bersifat Otonom. Sedangkan perbedaan
dalam sistem, karena ada negara yang menganut duality of jurisdiction dan ada pula
yang menganut sistem unity of jurisdiction, di samping negara-negara yang
menganut sistem yang berbeda dari keduanya. Kesemuanya berkaitan dengan

36
Ibid., hlm 273-274
37
Ibid., hlm. 274
38
Ibid.
39
Ibid.
Modul XI Hukum Administrasi 18
pertanyaan kepada organ manakah diberi wewenang penilaian dan pemeriksaan
tersebut. Ada yang memberikan wewenangnya kepada organ peradilan umum
dengan menetapkan hukum perdata, ada negara yang memberikan wewenangnya
kepada organ peradilan khusus yang disebut peradilan administrasi negara,
disamping organ organ lainnya.40

2. Rangkuman

Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan


sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya
penyimpangan. Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap
suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan

3. Pustaka

Safri Nugraha, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Pertama, Badan Penerbit


Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
SF Marbun, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Cetakan
Ketiga, UII Press, Yogyakarta, 2004.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan berkaitan pengawasan


pemerintah (preventif dan represif).

40
Ibid., hlm. 274-275

Modul XI Hukum Administrasi 19

Anda mungkin juga menyukai