Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan mental adalah masalah yang terabaikan di tempat kerja.


Dampaknya, Para pekerja yang depresi tidak mau bekerja lagi secara optimal.
Berbagai situasi di tempat kerja memungkinkan seseorang terkena depresi. Harus
benar-benar bisa menjaga keseimbangan mental dan jangan mengabaikan aspek
kesehatan mental di tempat kerja.
Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (Perdoki), mengatakan kondisi
di Indonesia, sebesar 60,6% pekerja industri kecil menengah mengalami depresi,
57,6% insomnia.
Bisa mengalami gangguan menstruasi, pada wanita yang bekerja. Gangguan itu
berhubungan dengan gangguan mental emosional dan stressor pengembangan karir.
Penyebab stres di tempat kerja, di antaranya disebabkan beban pekerjaan, seperti
target atau deadline, hubungan interpersonal antara antasan dan bawahan atau rekan
kerja lain. Selain itu, pola kerja dan sisi organisai seperti ketidak jelasan tugas setiap
karyawan dapat menyebabkan stres.
Dari banyaknya tekanan tersebut, upaya menghindari stres ditentukan oleh setiap
individu sendiri. Mereka dapat menyelesaikannya dengan cara lari dari masalah
tersebut atau menghadapinya.
Apabila individu tersebut tidak memiliki mekanisme penyelesaian masalah yang baik
maka akan timbul depresi atau timbul masalah kesehatan pada tubuh seperti
hipertensi, bila sampai tahap tersebut tidak dapat intervensi yang baik seperti
konsultasi, ini akan mengarah pada gangguan perilaku. Dampaknya bekerja tidak
optimal.
Perlu peningkatan dan memperkuat aspek promosi kesehatan di tempat kerja. Inisiasi
upaya preventif di tempat kerja dengn skrining kesehatan secara berkala terkait aspek
kesehatan mental.

1
Perlu juga memperhatikan aspek kuratif dan rehabilitasi, seperti akses pelayanan
kesehatan dan pembiayaan pekerja dengan gangguan mental. Selain itu menjadikan
tempat kerja sebagai sarana rehabilitasi pekerja dengan gangguan mental.
''Kita sama pahami bahwa kesehatan mental adalah masalah penting di tempat kerja
karena berakibat pada kualitas kerja dan perlu ada kerjasama antar elemen untuk
menguatkan upaya promotif.(1)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana individu terbebas dari segala
bentuk gejala-gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara mental dapat
berfungsi secara normal dalam menjalankan hidupnya khususnya saat menyesuaikan
diri untuk menghadapi masalah-masalah yang akan ditemui sepanjang hidup
seseorang dengan menggunakan kemampuan pengolahan stres.(1,2)
Kesehatan mental merupakan hal penting yang harus diperhatikan selayaknya
kesehatan fisik. Diketahui bahwa kondisi kestabilan kesehatan mental dan fisik saling
mempengaruhi. Gangguan kesehatan mental bukanlah sebuah keluhan yang hanya
diperoleh dari garis keturunan. Tuntutan hidup yang berdampak pada stress berlebih
akan berdampak pada gangguan kesehatan mental yang lebih buruk.(2)
Gangguan kesehatan mental di tempat kerja didefinisikan sebagai gangguan mental
yang terjadi ketika kebutuhan pekerjaan kurang selaras dengan kemampuan
karyawan, sumber daya yang tersedia, dan harapan dari atasan, dan gangguan mental
ini dianggap menyebabkan respons fisik dan emosional yang berbahaya.(3)

SHIFT WORK SLEEP DISORDER


Gangguan tidur umumnya dialami oleh pekerja shift yang bekerja pada jam dimana
sebagian besar orang tidur. Gangguan tidur adalah masalah dengan tidur, termasuk
kesulitan jatuh atau tetap tertidur, tertidur pada saat yang salah, terlalu banyak tidur,
atau perilaku abnormal selama tidur. Kemampuan untuk beradaptasi pada pekerja
shift bervariasi secara individual, dengan beberapa pekerja shift yang lebih rentan
terhadap efek negatif dari jadwal tidur-bangun yang tidak menentu daripada yang
lain.(4)

3
Pasien dengan SWSD sering hadir dengan insomnia dan kantuk yang
berlebihan meskipun kondisi tidur yang optimal dan tidak adanya gangguan
tidur lainnya. Insomnia yaitu, meningkatkan kesulitan memulai dan
mempertahankan tidur terjadi selama periode tidur utama, sedangkan kantuk
yang berlebihan cenderung bertahan selama jam kerja.(5)

Sedangkan menurut DSM-IV TR kriteria diagnostik untuk gangguan tidur


akibat ritme sirkadian antara lain: (6)
(1) Pola persisten atau berulang dari gangguan tidur yang mengarah ke
kantuk yang berlebihan atau insomnia yang disebabkan oleh
ketidaksesuaian antara jadwal tidur-bangun yang dibutuhkan oleh
lingkungan seseorang dan pola sirkadian tidur-bangun nya.
(2) Gangguan tidur menyebabkan tekanan klinis signifikan atau gangguan
dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting.
(3) Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama gangguan tidur lain atau
gangguan mental lainnya
(4) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya penyalahgunaan obat) atau kondisi medis umum.

Gangguan tidur irama sirkadian tipe kerja shift dengan kriteria khusus yaitu
susah tidur selama periode tidur utama atau kantuk yang berlebihan selama
periode terjaga utama yang terkait dengan kerja shift malam atau shift kerja
yang sering berubah.(4)

Pengobatan
o Kronoterapi yang melibatkan perubahan harian sistematik dari
rangsangan sosial hingga siklus tidur terjaga disesuaikan untuk memenuhi
kebutuhan pribadi dan lingkungan.

4
o Sedatif-hipnotik, seringkali diresepkan pada gangguan ini, tetapi hanya
membantu seddikit saja.

FATIGUE
World Health Organization (WHO) meramalkan bahwa yang menjadi penyakit
pembunuh nomor 2 setelah penyakit jantung adalah perasaan lelah yang berat.(7)
Faktor penyebab kelelahan di industri sangat bervariasi. Lingkungan kerja dapat
mempengaruhi kinerja pekerja, misalnya kebisingan, iklim kerja panas, pencahayaan
yang buruk dan vibrasi dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dalam bekerja.
Apabila bekerja dengan kondisi tidak nyaman lama kelaamaan akan menimbulkan
kelelahan. Selain dari faktor fisik lingkungan kerja, ada beberapa faktor utama yang
signifikan terhadap kelelahan yang meliputi jenis kelamin, usia, status gizi, beban
kerja, ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan serta waktu yang digunakan
dalam bekerja.(4,7)
Faktor utama penyebab kelelahan adalah kerja bergilir Secara alamiah, alam telah
mengatur periodisasi waktu kerja dan istirahat. Pada siang hari dengan adanya
matahari yang menyebabkan keadaan lingkungan menjadi terang membuat manusia
mempunyai naluri untuk bekerja dan sebaliknya karena pengaruh gelap malam
menimbulkan naluri manusia untuk beristirahat. Masa selama siang hari disebut fase
ergotropik, yaitu kinerja manusia berada pada puncaknya, sementara masa malam
hari disebut fase trophotropik, yaitu terjadinya proses istirahat dan pemulihan tenaga.
Tenaga kerja yang bekerja menggunakan sistem kerja begilir dan melakukannya
dalam satu kali saja, maka circadian rhythms dapat kembali normal. Tetapi bila
pekerja bekerja menggunakan sistem kerja bergilir secara terus menerus maka
circadian rhythms tidak akan kembali normal.(4)
Pihak perusahaan disarankan :

5
• Sebaiknya memperhatikan gizi pekerja, seperti memberikan asupan gizi yang
sesuai dengan beban kerja karyawan terutama karyawan yang bekerja pada
malam hari.
• Karyawan diharapkan dapat mengenali gejala timbulnya kelelahan dan pihak
perusahaan disarankan sebaiknya memberikan izin kepada karyawan untuk
beristirahat setiap 1-2 jam kerja selama 5- 15 menit untuk menghindari kejadian
yang tidak diinginkan.

KONDISI PSIKOLOGI
Stres akibat kerja
Stres kerja adalah kekhawatiran yang besar dan terus berkembang bagi pekerja,
pendukung mereka, pengusaha, regulator kesehatan dan keselamatan kerja, dan
program kompensasi pekerja.8 Lembaga Nasional AS untuk Keselamatan dan
Kesehatan Kerja mendefinisikan stres kerja sebagai "respons fisik dan emosi yang
berbahaya yang terjadi ketika persyaratan pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuan,
sumber daya, atau kebutuhan pekerja". Stres kerja telah dikaitkan dengan berbagai
hasil kesehatan fisik dan mental yang merugikan, termasuk penyakit kardiovaskular,
insomnia, depresi, dan kecemasan. Kondisi kerja yang sulit juga dapat mempengaruhi
kesejahteraan karyawan dengan berkontribusi langsung terhadap perilaku kesehatan
negatif atau dengan secara tidak langsung membatasi kemampuan individu untuk
membuat perubahan positif terhadap perilaku gaya hidup, seperti merokok dan
perilaku menetap.(8)
Stres kerja dapat diakibatkan oleh pekerjaan itu sendiri (misalnya, beban kerja yang
berat, input rendah dalam pengambilan keputusan) atau konteks sosial dan organisasi
tempat pekerjaan dilakukan (mis., Komunikasi yang buruk, konflik interpersonal).
Ada banyak variasi dalam cara pekerja merasakan dan menanggapi lingkungan
tempat mereka bekerja. Pribadi (misalnya, keterampilan koping) dan variabel
situasional (misalnya, dukungan dari pengawas) memengaruhi onset dan durasi stres

6
kerja, dan keadaan yang dituntut oleh satu orang menuntut dan membuat stres dapat
dianggap oleh orang lain sebagai tantangan dan simulasi.(1)
Stresor di tempat kerja dapat diatasi melalui kesehatan dan keselamatan kerja: stres
dapat muncul melalui kombinasi kondisi kerja dan non-kerja yang terkait dan dapat
diatasi dengan mengintegrasikan kesehatan dan keselamatan kerja, promosi
kesehatan, dan pendekatan lainnya, termasuk pengobatan psikosomatis. Respons
jangka pendek dan sementara dapat bersifat fisiologis (misalnya, Tekanan darah
tinggi), psikologis (misalnya, depresi), atau perilaku (misalnya, minum alkohol
berlebihan). Selama jangka panjang, respons semacam itu dapat mengarah pada
kondisi penyakit fisik (misalnya, hipertensi), psikologis (misalnya, gangguan
depresi), atau sifat perilaku (misalnya, alkoholisme).
Stres berkaitan erat dengan sistem serotonin dan sitokin-sistem kekebalan tubuh.
Stres psikologis menginduksi defisiensi tryptophan, prekursor serotonin,
menyebabkan perubahan suasana hati. Pada saat yang sama, tubuh berusaha
mempertahankan keseimbangan dengan mengubah sintesis serotonin dan ekspresi
berbagai reseptor serotonin. Namun, jika tekanan psikologis kronis berlanjut, sitokin
pro-inflamasi meningkat dan keseimbangan sitokin anti-inflamasi terganggu karena
mekanisme kompensasi, sehingga menghasilkan gejala depresi. Ini dianggap sama
dengan efek stres kerja pada depresi.(10)
Hubungan antara stres kerja dan depresi juga telah dilaporkan sebelumnya.
Mengingat bahwa depresi sangat erat kaitannya dengan bunuh diri, hubungan antara
stres kerja dan bunuh diri perlu dipertimbangkan. Memang, beberapa penelitian telah
melaporkan bahwa stres kerja, seperti beban kerja yang berlebihan atau waktu kerja,
terkait erat dengan bunuh diri. Selain itu stres akibat kerja juga terdapat hubungan
yang erat dengan cemas serta gangguan tidur.(11) Pada suatu penelitian menegaskan
hubungan antara stres kerja dan gejala depresi. Selain itu, ditemukan bahwa
peningkatan stres kerja meramalkan adanya gejala depresi, dan gejala depresi dapat
dikontrol melalui pengurangan stres.(10)

7
Diagnosis stres terkait kerja
Sebuah kuesioner standar, seperti Job Content Questionnaire (JCQ), sering digunakan
sebagai alat penilaian untuk model dukungan-kontrol-tugas pekerjaan. Keandalan dan
validitas versi Jepang dari JCQ telah dibuktikan.(9)

Sebuah kuesioner Employee Reliability Inventary (ERI) standar telah dikembangkan


dan mencakup tiga skala utama: usaha ekstrinsik, penghargaan, dan komitmen yang
berlebihan. Skor untuk rasio usaha-imbalan diperoleh dengan menghitung rasio log-
transformasi dari usaha ekstrinsik untuk memberi penghargaan sebagai ukuran
berkelanjutan. Komitmen yang berlebihan menunjukkan kondisi koping yang
mendalam yang mencerminkan upaya berkelanjutan, frustrasi dan perasaan negatif.
Secara khusus, peningkatan kelelahan psikologis yang disertai peningkatan skor ERI
lebih besar pada pekerja dengan komitmen berlebihan yang lebih tinggi daripada pada
mereka dengan komitmen berlebihan yang lebih rendah. Hasil ini menunjukkan

8
perlunya intervensi untuk mengurangi ERI pekerja, komitmen berlebihan, dan
kelelahan, untuk meningkatkan produktivitas, dan untuk membatasi kecelakaan kerja.

Tabel 2. Kuesioner ERI

• Depresi
Ø Gejala Utama
o Afek depresif
o Kehilangan minat dan kegembiraan
o Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

9
Ø Gejala Lainnya
o Konsentrasi dan perhatian berkurang
o Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
o Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
o Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
o Tidur terganggu
o Nafsu makan berkurang
• Untuk Untuk episode depresif masa sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya
dan berlangsung cepat.

10
• Ringan Sedang Berat Berat dengan gejala
psikotik

2 dari 3 gejala 2 dari 3 gejala 3 gejala utama harus ada Disertai waham,
utama utama halusinasi atau stupor
depresif

2 dari gejala 3 dari gejala 4 dari gejala lainnya


lainnya lainnya

Tidak boleh ada


gejala yang berat
diantaranya

Sekurang- Sekurang- Sekurang-kurangnya 2


kurangnya 2 kurangnya 2 minggu
minggu minggu

Sedikit kesulitan Kesulitan nyata Sangat tidak mungkin


dalam pekerjaan dalam pasien akan mampu
dan kegiatan sosial pekerjaan dan meneruskan kegiatan
kegiatan sosial sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga

Penatalaksanaan

Pemerintah Jepang telah mendesak semua pengusaha untuk menerapkan empat


pendekatan untuk perawatan kesehatan pikiran / tubuh yang komprehensif: berfokus
pada individu, memanfaatkan garis pengawasan, mendaftar staf perawatan kesehatan
perusahaan, dan mengacu pada sumber daya medis di luar perusahaan. Mengenai
pendekatan keempat, sumber daya medis tidak terbatas pada praktisi psikosomatis
atau klinik / rumah sakit lain; misalnya, program bantuan karyawan/ Employee
Assitant Program (EAPs) telah menarik banyak perhatian di Jepang sejak tahun 2000
sebagai sumber daya medis yang menjanjikan di luar tempat kerja. Awalnya, EAP

11
adalah sistem yang disponsori perusahaan yang dikembangkan untuk mengembalikan
atau meningkatkan fungsi pekerja yang masalah pribadinya mempengaruhi kinerja
pekerjaan . EAP yang lebih baru dan lebih komprehensif terlibat dalam identifikasi,
penilaian, pemantauan, rujukan, konseling jangka pendek, dan kegiatan tindak lanjut
yang berkaitan dengan masalah emosional, keuangan, hukum, keluarga, dan
penyalahgunaan substansi karyawan. Dalam pengertian ini, EAP komprehensif baru
di Jepang dan terutama menargetkan perawatan kesehatan mental karyawan.(12)
Untuk penatalaksanaan depresi dapat sesuai dengan diagnosis depresi itu sendiri
apakah gangguan depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik, ataupun berat
dengan gejala psikotik. Pasien dapat diberikan Selective Serotoninr Reuptake
Inhibitor (SSRI). Psikoterapi untuk membantu pasien mengembangkan strategi
coping yang lebih baik dalam mengatasi stersor kehidupan sehari-hari terutama dalam
hal ini menghadapi stres akibat kerja.(10)
Untuk psikosomatik sendiri diberikan terapi kombinasi yaitu pada umumnya
diberikan anti ansietas dan anti depresan. Dan terapi lainnya lebih kearah suportif.
Terapi lainnya adalah psikoterapi walaupun pada pasien psikosomatik lebih sulit
dibanding lainnya. Terapis mendorong atau memberikan kesempatan pasien
mengekspresikan secara bebas dan sesuai akan sikap holisitas yang timbul. Peran
utama dokter adalah mengubah perilaku sehingga terjadi proses penyembuhan yang
optimal.(10)

KESEHATAN MENTAL WANITA YANG BEKERJA


Wanita yang menjadi istri dan ibu sekaligus pekerja, cenderung membawa mereka
pada situasi work family conflict, meskipun pada laki-lakipun bisa terjadi, bahwa ibu
yang bekerja lebih sering mengalami sehingga akan mempengaruhi pekerjaan dan
dapat berkembang menjadi sebuah gannguan bagi mereka.
work family conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk yaitu tekanan atau
ketidakseimbangan peran antara peran di pekerjaan dengan peran di dalam keluarga.
Hal ini biasanya terjadi pada saat individu berusaha untuk memenuhi tuntutan peran

12
dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan individu untuk
memenuhi tuntutan keluarganya atau sebaliknya. Pemenuhan tuntutan peran dalam
keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan
dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu seperti
pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline, sedangkan tuntutan
keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas
rumah tangga. Tuntutan keluarga ditentukan oleh sebagian besar keluarga, komposisi
keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap
anggota yang lain. (13)
work family conflict terjadi ketika kehidupan rumah individu berbenturan dengan
tanggung jawabnya di tempat kerja, seperti masuk kerja tepat waktu, menyelesaikan
tugas harian, atau kerja lembur. Demikian juga tuntutan kehidupan rumah yang
menghalangi seseorang untuk meluangkan waktu untuk pekerjaannya atau kegiatan
yang berkenaan dengan kariernya. mempunyai dua komponen, yaitu urusan keluarga
mencampuri pekerjaan dan urusan pekerjaan mencampuri urusan keluarga. Seperti
banyaknya waktu yang dicurahkan untuk menjalankan pekerjaan menghalangi
seseorang untuk menjalankan kewajibannya di rumah atau urusan keluarga.(13)
Perempuan dipengaruhi secara langsung oleh lingkungan di mana ia bekerja, oleh tipe
dan banyaknya pekerjaan, dan tuntutan yang berkaitan dalam pekerjaan yang akan
berbanding lurus dengan kesehatan mental. Secara pembelajaran sosial, perempuan
dianggap sebagai makhluk yang rentan secara psikologis untuk mengalami konflik.
Individu yang mampu menghadapi konflik dan mengatasinya dengan cara-cara yang
sehat akan meningkatkan kualitas kesehatan mentalnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda yaitu :
a. Time Pressure, semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja, maka
semakin sedikit waktu untuk keluarga
b. Family size dan support, semakin banyak anggota keluarga, maka semakin
banyak konflik, dan semakin banyak dukungan keluarga, maka semakin
sedikit konflik.

13
c. Kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan kerja, maka konflik dirasakan
semakin sedikit
d. Marital and life satisfaction, ada asumsi bahwa wanita bekerja memiliki
konsekuensi yang negatif terhadap pernikahannya.
e. Size of firm, banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin saja
mempengaruhi konflik peran ganda seseorang
Kelelahan bekerja dan komitmen untuk tetap mementingkan kepentingan keluarga
dapat menyebabkan timbulnya tekanan bagi ibu bekerja, hal ini tentu saja akan
mempengaruhi kesejahteraan psikologis ibu bekerja. Seperti yang dikatakan para ibu
bekerja, bahwa mereka sering mengabaikan kelelahan fifik, stres kerja yang mereka
rasaka ketika berada dirumah. Individu yang memiliki komitmen tinggi akan
melibatkan diri secara penuh untuk mencapai tujuan dan mampu mengambil risiko
psikologis, ekonomis dan fisik.(13,14)
Untuk mengatasi dilema tersebut, ada beberapa faktor yang sangat signifikan
membantu ibu bekerja menghindari stress dan mengatasi konflik antara pekerjaan dan
keluarga adalah: (14)

1. Coping (pengatasan masalah)

a. Managemen waktu
coping merupakan usaha individu untuk mengatasi tuntutan dari
dalam dan tuntutan dari luar. Ketika ibu bekerja mengalami
situasi konflik, yang mengharuskan mereka memilih antara
pekerjaan dan keluarga, mereka cenderung akan menerima
konsekuensi dari situasi konflik yang terjadi dengan
meminimalkan tekanan. Konflik terjadi jika ibu tidak mampu
mengatur waktu antara pekerjaan dan keluarga. Perilaku
pengatasan masalah berfungsi sebagai stabilizing factor yang
membantu ibu bekerja menyesuaikan diri dengan situasi

14
menekan. Untuk menghindari suatu konflik, ibu bekerja berusaha
semaksimal mungkin untuk memenejemen tugas dan waktu
antara pekerjaan dan keluarga secara profesional.
b. Mencari dukungan sosial
Setiap manusia memerlukan dukungan sosial dari orang-orang
terdekat, untuk mengatasi konflik dan situasi stress.
Wanita bekerja akan mencari dukungan sosial berupa nasihat,
informasi, bantuan praktis dan dukungan emosional dari orang-orang
terdekat mereka. Wanita bekerja ebih banyak mengandalkan keluarga
besar atau orang-orang yang menurut mereka dapat dipercaya untuk
membantu mereka dalam hal pengasuhan anak, terutama ketika
mereka harus bekerja dan meninggalkan anak-anak mereka di rumah.
Orangtua merupakan orang yang mereka percayai sebagai tempat
mereka menitipkan anak-anak ketika mereka bekerja. Ibu bekerja
sangat mengharapkan pengertian dan dukungan keluarga atas
keputusannya untuk bekerja di luar rumah. Berdasarkan analisis
gender, fakta yang ditemukan bahwa perempuan lebih sensitif dan
tergantung secara konsisten ke (orang) yang lain akan mencari dan
mendapatkan dukungan dibandingkan laki-laki. Dukungan sosial dari
keluarga besar akan meningkatkan kesejahteran emosional ibu bekerja.

2. Mencari dukungan rekan kerja


Ketika ibu bekerja dihadapkan pada situasi yang membuatnya harus
memutuskan antara keluarga atau pekerjaan, misalnya ketika anak atau suami
sakit sedangkan ibu harus bekerja, maka para ibu bekerja melakukan
pengatasan masalah dengan mencari dukungan sosial dari atasan maupun
teman sejawat. Seperti yang dituturkan oleh sebagian besar ibu bekerja bahwa
mereka memilih untuk meminta izin kepada atasan ataupun mendelegasikan
tugas kepada teman sejawatnya ketika tidak masuk kerja karena anak sakit.

15
Dukungan sosial dari pekerjaan (atasan, rekan sejawat, bawahan) pada
perempuan bekerja dapat mempengaruhi perfomance dan well-beingnya.
Dukungan sosial yang diberikan dapat mengurangi stres yang disebabkan
work family conflict.

3. Spritualitas
Sebagian ibu bekerja percaya dan meyakini bahwa bekerja adalah ibadah,
dengan begitu mereka dapat membantu suami dalam memenuhi kebutuhan
rumah tangganya. Sebagai muslimah, membantu suami merupakan bagian
dari ibadah sehingga mereka tetap berpegang teguh pada ketetapan itu. Selain
itu, dalam Islam istri harus meminta ijin terhadap suami. Tanpa mengurangi
rasa hormat kepada suami, ibu bekerja tetap memerlukan izin dari suami
untuk bekerja di luar rumah. Sabar dan ikhlas menjalani apa yang telah
mereka putuskan, merupakan kekuatan spiritual yang dimiliki ibu bekerja
untuk dapat menjalankan peran gandanya secara profisional.(17)

16
BURNOUT
a. Pengertian Burnout
burnout sebagai suatu proses yang dialami seorang anggota organisasi yang
sebelumnya sangat committed terhadap organisasi tersisih dari pekerjaannya
sebagai respon atas stres yang dialami di dalam pekerjaan. (15)
Di sini terlihat bahwa seseorang yang tadinya sangat percaya pada tujuan
organisasi, dan bekerja sepenuh kemampuannya untuk tetap bertahan bekerja
bagi organisasi, kemudian tersisih dari pekerjaan yang digelutinya karena
stres yang dialami. (15)
Burnout adalah suatu sindrom kelelahan emosional, fisik, dan mental
ditunjang oleh perasaan rendahnya self esteem, dan self efficacy, disebabkan
penderitaan stres yang intens dan berkepanjangan. Dalam definisi ini tampak
bahwa burnout dapat muncul akibat kondisi internal seseorang yang ditunjang
oleh faktor lingkungan berupa stres yang berlarut-larut. Burnout
mencerminkan suatu reaksi emosional pada orang-orang yang bekerja pada
pelayanan kernanusiaan dan bekerja erat dengan masyarakat. Dari sini terlihat
bahwa burnout lebih banyak dialami oleh orang-orang yang pekerjaannya
melayani orang lain dan bekerja dengan orang banyak.(16)

b. Dimensi Burnout
Orang-orang yang mengalami stres berulang kali dan berkepanjangan, kadang
digambarkan sebagai mengalami atau menderita burnout. Karakteristik yang
dapat diobserbasi antara lain : (16)
1. penderita burnout mengalami kelelahan fisik. Mereka kekurangan energi dan
merasa lelah sepanjang waktu. Ditambah lagi mereka melaporkan adanya
keluhan-keluhan fisik seperti: serangan sakit kepala, mual, susah tidur, dan
mengalami perubahan kebiasaan makan (kehilangan nafsu makan).
2. mengalami kelelahan emosional. Depresi, perasaan tidak berdaya, merasa
terperangkap di dalam pekerjaannya.

17
3. orang-orang yang menderita burnout sering menunjukkan kelelahan sikap
atau mental (mental or attitudinal exhaustion). Mereka mulai bersikap sinis
terhadap orang lain, bersikap negatif terhadap orang lain, dan cendenmg
merugikan diri sendiri, pekerjaan, organisasi, dan kehidupan pada umumnya.
Secara sederhana orang yang menderita burnout melihat dunia sekitarnya
seperti berwarna kelabu-gelap, bukannya cerah, berbinar-binar. dan hangat.
4. kadang penderita burnout melaporkan adanya penghargaan diri rendah
(feeling of low personal accomplishment). Orang yang menderita burnout
menyimpulkan bahwa dirinya tidak mampu menunaikan tugas dengan baik di
masa lalu, dan mereka juga beranggapan bahwa di masa depannya sama saja,
tidak berarti.

18
Komponen burnout itu ada 3 yaitu:

1. kelelahan emosional (emotional exhaustion)


Kelelahan emosional yang dialami penderita disebabkan adanya tuntutan
psikologis dan emosional dari perkerjaan yang berlebihan, terjadi pada waktu
orang menolong alau memberi bantuan pada orang lain. Orang yang
mengalami ini menunjukkan tanda-tanda perasaan berkepentingan, kehilangan
kepercayaan pada orang lain, dan kehilangan semangat
2. depersonalisasi
merupakan munculnya tindakan-tindakan atau perilaku untuk memperlakukan
orang seperti barang, dan kadang-kadang diwujudkan dengan penggunaan
lebel barang. Misalnya, menyebutkan ginjal dikamar 609, bukannya
mengatakan nama pribadi ketika menunjuk pasien atau klien
3. perasaan rendahnya harga diri (feeling of low personal accomplishment)
rendahnya penghargaan diri perasaan tidak puas diri sendiri pekerjaan dan
kehidupan, Orang merasa belum pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat.

c. Faktor yang menyebabkan burnout


Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya burnout
dikalangan karyawan, diantaranya :

a. Faktor individu
Seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di dalam
lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola
tingkah laku yang spesifik dari dirinya. Faktor individu berhubungan dengan
beberapa komponen diantaranya :
1. Jenis kelamin
Burnout cenderung mengalami depersonalisasi sedangkan wanita yang
burnout cenderung mengalami kelelahan emosional.

19
2. Usia
Pekerja yang berusia muda lebih tinggi mengalami burnout daripada pekerja
yang berusia tua. Namun tidak ada batasan umur dalam kriteria pekerja yang
berusia muda maupun pekerja yang berusia tua.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan juga turut berperan dalam sindrom burnout. Hal ini
didasari oleh kenyataan bahwa stres yang terkait dengan masalah pekerjaan
seringkali dialami oleh pekerja dengan pendidikan yang rendah.
4. Status Perkawinan
individu yang belum menikah (khususnya laki-laki) lebih rentan terhadap
sindrom burnout dibandingkan individu yang sudah menikah. Namun perlu
penjelasan lebih lanjut untuk status perkawinan. Mereka yang sudah menikah
bisa saja memiliki resiko untuk mengalami burnout jika perkawinannya
kurang harmonis atau mempunyai pasangan yang tidak dapat memberikan
dorongan sosial. (15)
b. Faktor kepribadian
Kepribadian atau personality pada dasarnya merupakan sebuah karakteristik
psikologi dan perilaku yang dimiliki individu yang bersifat permanent yang
dapat membedakan antara individu yang satu dengan induvidu yang lainnya.
Adapun faktor kepribadian di bagi menjadi beberapa bagian diantaranya :
1. Konsep diri rendah
Individu yang memiliki konsep diri rendah rentan terhadap burnout. Individu
dengan konsep diri rendah mempunyai karakteristik tidak percaya diri dan
memiliki penghargaan diri yang rendah.
2. Perilaku tipe A
menyebutkan bahwa individu yang memiliki perilaku tipe A cenderung
menunjukkan kerja keras, kompetitif dan gaya hidup yang penuh dengan
tekanan waktu. Individu dengan perilaku tipe A lebih memungkinkan untuk
mengalami burnout daripada individu yang lainnya.

20
3. Individu yang introvert
Individu yang introvert akan mengalami ketegangan emosional yang lebih
besar saat menghadapi konflik, mereka cenderung menarik diri dari kerja dan
hal ini akan menghambat efektivitas penyelesaian konflik.
4. Locus of control eksternal
Individu dengan locus of control eksternal meyakini bahwa keberhasilan dan
kegagalan yang dialami disebabkan oleh kekuatan dari luar diri. Mereka
meyakini bahwa dirinya tidak berdaya terhadap situasi menekan sehingga
mudah menyerah dan bila berlanjut mereka bersikap apatis terhadap
pekerjaan.
5. Individu yang fleksibel
Individu yang fleksibel rentan terhadap konflik peran karena mereka kesulitan
untuk mengatakan tidak terhadap peran yang datang dengan tuntutan ekstra
yang dapat mempengaruhi munculnya burnout.
c. Faktor pekerjaan
Konflik peran dan ambiguitas peran merupakan dua faktor dalam lingkup
pekerjaan yang memberi kontribusi terhadap stres, ketegangan dan sikap
emosional yang dihubungkan dengan burnout.
konflik peran merupakan faktor yang potensial terhadap timbulnya burnout.
Konflik peran ini muncul karena adanya tuntutan yang tidak sejalan atau
bertentangan. (15)
d. Faktor organisasi
Faktor-faktor seperti gaya kepemimpinan, iklim organisasi, kekuatan struktur
dapat mempengaruhi tingkat burnout pada karyawan. menjelaskan bahwa
kedua dukungan dari supervisor dan teman sebaya memberi kontribusi
bertambahnya kelelahan emosi.

21
d. Gejala pada penderita burnout
Terdapat suatu kenyataan yang mengejutkan, bahwa penderita
burn out adalah orang-orang yang bersemangat, energik, ambisius, dan memiliki
prinsip yang kuat untuk tidak menjadi gagal dan merupakan figur pekerja keras.
Ada 11 gejala yang terlihat pada penderita burn out , yaitu : (16)
1. Kelelahan yang merupakan proses kehilangan energi disertai
keletihan.
2. Lari dari kenyataan, merupakan alat untuk menyangkal penderitaan
yang dialami.
3. Kebosanan dan sinisme. Penderita merasa tidak tertarik lagi akan
kegiatan yang dikerjakannya, bahkan timbul rasa bosan dan pesimis
akan bidang pekerjaan tersebut .
4. Emosional. hal ini dikarenakan karena selama ini individu mampu
mengerjakan pekerjaannya dengan cepat. dengan menurunnya kemampuan
mengerjakan pekerjaan secara cepat, akan menimbulkan gelombang
emosional pada diri individu.
5. Merasa yakin akan kemampuan dirinya, selalu menganggap dirinya sebagai
yang terbaik.
6. Merasa tidak dihargai.
7. Disorientasi.
8. Masalah psikosomatis.
9. Curiga tanpa alasan yang jelas.
10. Depresi
11. Penyangkalan kenyataan akan keadaan dirinya sendiri.

22
e. Perbedaan Burnout dan Stres
Pengertian stress berbeda dengan burnout. Burnout adalah jenis depresi dalam
pekerjaan dan disebabkan oleh perasaan ketidak berdayaan, hal itu tidak
disebabkan oleh stress meskipun orang yang mengalami burnout juga
merasakan stress. Burnout merupakan bagian dari masalah motivasi. Seseorang
yang mengalami burnout akan kehilangan motivasi, putus asa dan depresi. Lain
hal nya dengan stress, seseorang dengan stress tingkat tinggi cenderung
bertindak emosional secara berlebihan.
perbedaan antara stress dan burnout yaitu :

Table perbedaan antara stress dengan burnout

Stress Burnout
1. Emosi sangat berlebihan 1. Emosi tumpul
2. Menghasilkan kondisi 2. Menghasilkan ketidakberdayaan
yang mendesak dan dan keputusasaan
tindakan yang berlebihan 3. Kehilangan motivasi, cita-cita,
3. Kehilangan Energy dan harapan
4. Menyebabkan gangguan 4. Mengarah pada paranoid, sikap
kecemasan acuh tak acuh, dan depresi
5. Kerusakan utama pada 5. Kerusakan utama berupa ketidak
fisik stabilan secara emosional

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi burnout berbeda dengan
stress. Pekerja yang mengalami burnout akan cenderung diam dan terlihat tanpa daya,
hal ini terjadi karena hilangnya motivasi dan semangat yang berakibat pada ketidak
berdayaan. Pada kondisi stress, pekerja cenderung menjadi lebih aktif dan agresif
secara

23
emosional. Penderita burnout maupun stress sama-sama mengalami masalah terutama
dalam pekerjaan, namun responnya berbeda. Stress yang berkepanjangan dapat
berpotensi menjadi burnout, sedangkan kondisi burnout yang dialami oleh pekerja
belum tentu disebabkan oleh stress.

Cara menghindari burnout


a Pengendalian Emosi
Banyak tugas dan permasalahan di tempat kerja memacu terbentuknya emosi yang
secara terus menerus menumpuk sehingga terbentuk sebuah bom waktu yang
sewaktu-waktu dapat meledak. Berbagai masalah termasuk konflik di tempat kerja
membuat individu lebih agresif atau bersikap kekanak-kanakan (infancy) hal ini
diakibatkan oleh penumpukan muatan emosi negatif.
b Berpikir Positif
Salah satu tindakan dengan penerimaan diri dan orang lain akan membentuk
kesadaran terhadap dunia kerja yang digelutinya. Berpikir positif dan membentuk
stabilitas dan ketahanan diri terhadap hal-hal yang dapat merusak citra dan
kematangan emosi.
c Identifikasi Emosi
Artinya mengetahui hal-hal sebagai pemicu terbentuknya emosi negatif.
Selanjutnya adalah dengan mengespresikan secara tepat dan wajar yang dapat
diterima secara social. Amarah pada dasarnya tidak bertujuan positif, melainkan
dapat merusak muatan positif dari dalam individu. Ekspresi kemarahan tepat
sasaran dan dalam waktu yang tepat pula akan membuat diri menjadi lebih tegar
dalam menghadapi permasalahan secara terpisah. Banyak orang tidak dapat
memisahkan satu permasalahan sebelumnya yang memacu pergolakan emosi
dengan masalah yang timbul sesudahnya, akibat masalah kecil dapat mnjadi besar
ketika masalah lainnya muncul.

24
d Minat dan Gairah
Minat menandakan sikap realistis terhadap harapan dan aspirasi. Pekerjaharuslah
mempunyai minat dari dalam diri individu terhadap pekerjaan yang ditekuninya.
Harapan berhubungan erat dengan minat, motivasi untuk menyelsaikan tugas
dengan sebaiknya. Gairah merupakan energi yang harus dimiliki pekerja untuk
menumbuhkan semangat dalam mengerjakan tugas. Lakukanlah semua pekerjaan
dengan merasa tanpa beban.
e Cinta
Cintailah pekerjaan, dengan demikian beban dan dampak depresi dari pekerjaan
yang menumpuk tidak akan mempengaruhi psikis. Mencintai pekerjaan juga
menumbuhkan rasa percaya diri bahkan memotivasi pekerja melakukan dengan
baik.

25
BAB III
KESIMPULAN

Masalah kesehatan mental adalah masalah yang terabaikan di tempat kerja.


Dampaknya, Para pekerja yang depresi tidak mau bekerja lagi secara optimal.
Berbagai situasi di tempat kerja memungkinkan seseorang terkena depresi. Harus
benar-benar bisa menjaga keseimbangan mental dan jangan mengabaikan aspek
kesehatan mental di tempat kerja.
Stres terkait pekerjaan biasanya terlihat di klinik pengobatan psikosomatis. Model
permintaan-kontrol-dukungan pekerjaan dan model ERI diakui dapat diandalkan dan
berguna untuk menilai stres kerja. Baik pengangguran dan ketidakamanan pekerjaan
dianggap sebagai faktor risiko yang terkait dengan peningkatan mortalitas dan
morbiditas dalam berbagai kondisi penyakit fisik dan psikologis. Sebuah badan
penelitian yang signifikan mengungkapkan bahwa pekerja sementara telah
melaporkan stres yang berhubungan dengan pekerjaan kronis selama bertahun-tahun.
Untuk mengelola stres di tempat kerja, kombinasi pendekatan yang berfokus pada
individu dan berfokus pada organisasi adalah yang paling menjanjikan [45], dan
empat pendekatan berikut direkomendasikan untuk perawatan kesehatan pikiran /
tubuh yang komprehensif di tempat kerja: berfokus pada individu, memanfaatkan
pengawasan garis, mendaftarkan staf perawatan kesehatan perusahaan, dan mengacu
pada sumber daya medis di luar perusahaan.
Di bidang kesehatan kerja, tenaga medis memiliki banyak peran, termasuk
pemeriksaan kesehatan karyawan secara teratur, konsultasi kesehatan dengan
karyawan yang simptomatis, dan pemantauan rutin terhadap lingkungan kerja untuk
melindungi semua pekerja. Selain itu, pemeriksaan kesehatan sindrom metabolik dan
pemeriksaan khusus untuk karyawan dengan jadwal kerja yang berlebihan adalah
kekhawatiran saat ini di tempat kerja Jepang. Karena dokter yang mengkhususkan
diri dalam pengobatan psikosomatis dapat menilai penyakit fisik dan psikologis,
mereka sering diminta untuk melakukan penilaian tersebut di tempat kerja. Obat tidak

26
boleh dibatasi untuk pengobatan penyakit di rumah sakit; itu juga penting untuk
mencegah penyakit. Untuk mempraktekkan obat psikosomatis di rumah sakit
membutuhkan hubungan saling percaya antara pasien dan dokter, dan keduanya harus
sadar akan kekuatan koneksi pikiran-tubuh. Komunikasi adalah faktor kunci untuk
mengembangkan hubungan ini. Ini juga berlaku untuk hubungan antara karyawan dan
dokter kesehatan kerja dan antara dokter kesehatan kerja dan dokter yang
bertanggung jawab di rumah sakit, yang melihat pasien yang sama dalam pengaturan
yang berbeda. Misalnya, komunikasi yang baik membantu karyawan dengan
gangguan psikosomatis untuk pulih dan kembali bekerja. Untuk alasan ini, sangat
penting bagi praktisi dan peneliti psikosomatis untuk memahami ide dasar stres
terkait pekerjaan dari sudut pandang kesehatan kerja.
Burnout adalah suatu sindrom kelelahan emosional , fisik, dan mental ditunjang oleh
perasaan rendahnya self esteem, dan self efficacy, disebabkan penderitaan stres yang
intens dan berkepanjangan. Dalam definisi ini tampak bahwa burnout dapat muncul
akibat kondisi internal seseorang yang ditunjang oleh faktor lingkungan berupa stres
yang berlarut-larut. Burnout mencerminkan suatu reaksi emosional pada orang-orang
yang bekerja pada pelayanan kemanusiaan dan bekerja erat dengan masyarakat. Dari
sini terlihat bahwa burnout lebih banyak dialami oleh orang-orang yang pekerjaannya
melayani orang lain dan bekerja dengan orang banyak
Pengertian stress berbeda dengan burnout. Burnout adalah jenis depresi dalam
pekerjaan dan disebabkan oleh perasaan ketidak berdayaan, hal itu tidak disebabkan
oleh stress meskipun orang yang mengalami burnout juga merasakan stress. Burnout
merupakan bagian dari masalah motivasi. Seseorang yang mengalami burnout akan
kehilangan motivasi, putus asa dan depresi. Lain hal nya dengan stress, seseorang
dengan stress tingkat tinggi cenderung bertindak emosional secara berlebihan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 2017 Tempat Kerja Rawan bikin stress. Dari


http://www.depkes.go.id diakses tahum 2018
2. International 2013. Labour Organization. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di Tempat Kerja. Jakarta: ILO.
3. Lee KH, Ho Chae C, Ouk Kim Y, et al. Anxiety symptoms and occupational
stress among young Korean female manufacturing workers. Annals of
Occupational and Environmental Medicine. 2015;27:24. doi:10.1186/s40557-
015-0075-y.
4. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Tangerang (Indonesia) : BINARUPA AKSARA;
2010
5. Akerstedts T, Fredlund P, Gillberg M, Jansson B. 2002. Work load and work
in relation to disturbed sleep and fatigue in a large representative sample.
Psychosom. Res. 53: 585-8.
6. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic And Statistical Manual
of Mental Disorder Edition “DSM-4”. Washinton DC: American Psychiatric
Publishing. Washinton DC.
7. World Health Organization (WHO). Globals Goals for Oral Health 2020.
2018. Online: http://www.who.int/oralhealth/publicatio ns/goals2020/en/.
8. Kawakami N, Tsutsumi A J. Job stress and mental health among workers in
Asia and the world. Occup Health. 2010; 52(1):1-3
9. Karasek R, Gorden G, Pietrovsky C, Frese M, Pieper C. Job content
instrument: questionnaire and user's guide. Los Angeles: University of South
California; 1985.
10. Jung J, Jeong I, Lee K-J, Won G, Park JB. Effects of changes in occupational
stress on the depressive symptoms of Korean workers in a large company: a
longitudinal survey. Annals of Occupational and Environmental Medicine.
2018;30:39. doi:10.1186/s40557-018-0249-5.
11. Song K-W, Choi W-S, Jee H-J, et al. Correlation of occupational stress with
depression, anxiety, and sleep in Korean dentists: cross-sectional study. BMC
Psychiatry. 2017;17:398. doi:10.1186/s12888-017-1568-8.
12. Nakao M. Work-related stress and psychosomatic medicine. Biopsychosocial
Medicine. 2010;4:4. doi:10.1186/1751-0759-4-4.

28
13. Greenglass, ER (2002). Work, Stress, Coping, and Social Support:
Implication for Women’s Occupational Well Being. (Chapter 6). American
Psychological Association.
14. Rotondo, D.M, Kicaid, J.F (2008). Conflict, Facillitation, and
individualcoping styles across the work and family domains. Jurnal of
Managerial Psycholog. Vol. 23 No.5, pp. 484-506
15. Lee, R.T. & Ashforth, B.E. 1993. A Further Examination of Managerial
Burnout: Toward integrated Model. Journal of Organizational Behaviour,
14,3-20..
16. Baron, R.A. & Greenberg, 1. 1990. Behaviour in Organization:
Understanding and Manag- ing The Human Side a/Work. 3ed. Allyn &
Bacon. New York.
17. Sinang R. Koriatun, Hendayani, dkk (2011). Profil perempuan Indonesia.
Kementrian perberdayaan dan perlindungan anak Jakarta. Penerbit : c.v biru
laut
18.

29

Anda mungkin juga menyukai