Anda di halaman 1dari 8

Stres Okupasi

Rosy Remalya Tambunan


102011109
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
Email: rosyremalya@gmail.com

Pendahuluan
Gangguan kejiwaan yang berkaitan dengan emosional dan perilaku terjadi paling
sering pada usia produktif atau usia kerja. Gangguan kejiwaan tersebut termasuk stres,
depresi dan ansietas yang merupakan gejala yang sering terjadi di tempat-tempat kerja. Stres
yang diakibatkan oleh pekerjaan, baik karena lingkungan kerja, beban kerja baru,
ketidakpuasan pada pekerjaan ataupun pada rekan kerja dan beban pekerjaan yang terlalu
berat termasuk dalam stres okupasi. Efek stres okupasi pada produktivitas dan kualitas
pekerja serta terhadap pekerjaannya telah banyak diteliti. Diketahui berbagai gangguan
kesehatan fisik dan mental dapat terjadi sehingga menurunkan kualitas dan produktivitas
pekerja tersebut. Hal ini akan merugikan perusahaan secara material, baik jangka pendek saat
produktivitas pekerja menurun maupun jangka panjang bilamana stres okupasi diabaikan dan
dibiarkan terus tanpa diatasi. Kepedulian dan pengetahuan mengenai bahaya potensial
psikososial termasuk stres okupasi pada pekerja masih sangat kurang di negara-negara
berkembang, salah satunya Indonesia. Walaupun tidak terlihat, stres ataupun keadaan
psikologi seorang pekerja juga sangat penting dan turut mempengaruhi kualitas kerja pekerja
tersebut. Kesehatan kerja sendiri didefinisikan sebagai peningkatan dan pemeliharaan kaum
pekerja baik secara fisik, mental dan sosial pada derajat tertinggi.1,2

Diagnosis Klinis
Anamnesis
Dari anamnesis dan pemeriksaan pasien dapat ditegakkan diagnosis klinis untuk stres
akut apabila didapatkan keluhan baik somatik atau fisik maupun psikologik dan kognitif serta
tanda-tanda obyektif. Pertama menanyakan identitas pasien seperti nama, tempat tinggal,
pekerjaan, status perkawinan dan anak, serta suku bangsa dan lain sebagainya. Setelah itu

ditanyakan keluhan utama dan keluhan penyerta juga lamanya keluhan tersebut berlangsung
dan apakah keluhan seperti yang dinyatakan pernah dialami sebelumnya. Riwayat penyakit
sekarang dan riwayat penyakit dahulu serta riwayat pengobatan. Setelah itu tanyakan riwayat
psikiatrik dan pribadi seperti trauma psikis, permasalahan berat dalam pekerjaan ataupun
dalam keluarga. Riwayat penyakit keluarga juga perlu ditanyakan. Dalam skenario pasien
merupakan seorang perempuan berusia 40 tahun dengan keluhan mual dan pusing sejak
beberapa minggu lalu. Keluhan pasien tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut, apakah saat mual
merasakan cairan naik ke tenggorokan, apakah disertai nyeri, apakah saat pusing kepala
terasa ringan, apakah ada rasa berputar dan lain sebagainya. Tanyakan apakah ada keluhan
lain dan apakah pasien sudah mencoba berobat. Pada kasus ini pasien belum berobat ke
dokter tapi sudah mengkonsumsi obat yang dibeli sendiri tapi tidak ada perkembangan yang
berarti. Untuk menyingkirkan diagnosis banding perlu ditanyakan apakah pasien ataupun
keluarga pasien ada yang pernah didiagnosis menderita penyakit seperti anemia, hipertensi,
diabetes melitus dan kelainan darah. Selain itu juga trauma fisik ataupun mental perlu
ditanyakan. Diketahui bahwa gejala timbul pagi hari saat akan mengajar dan membaik saat
pulang dari kerja.3,4
Setelah itu anamnesis dapat dilanjutkan pada riwayat sosial ekonomi dan kebiasaan
serta aktivitas sehari-hari pasien. Dari sosial ekonomi dapat ditanyakan apakah ada
permasalahan baik di rumah tangga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial pasien,
apakah ada perubahan besar saat ini ataupun adanya konflik. Kebiasaan seperti merokok,
minum minuman beralkohol, ketergantungan pada obat-obatan tertentu juga perlu ditanyakan.
Aktivitas sehari-hari pasien seperti kegiatan rutin pasien sehari-hari, hobi dan pekerjaan
pasien juga perlu ditanyakan. Riwayat pekerjaan pasien perlu ditanyakan, sudah berapa lama
pasien bekerja dan pekerjaan sebelumnya, waktu bekerja sehari, proses dan lingkungan serta
alat dan bahan yang digunakan dalam bekerja. Pada kasus ini pasien mengajar di sekolah
favorit dan baru diangkat mejadi wali kelas sejak tiga bulan lalu tetapi sebenarnya pasien
tidak menginginkan jabatan tersebut.2-4

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sudah dimulai dari saat pasien masuk ruangan, diketahui bahwa
keadaan umum pasien tampak sakit ringan dan kesadarannya compose mentis (dilihat dari
cara pasien menjawab pertanyaan dan perilaku selama anamnesis). Perlu juga diperhatikan
keadaan emosi pasien dan ekspresi wajahnya serta perilaku dan aktivitas psikomotor seperti
tenang, gelisah, cemas, hiperaktivitas, kompulsi atau menarik diri pada saat anamnesa
berlangsung. Selanjutnya melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik
menyeluruh seperti pemeriksaan abdominal, thoraks paru, neurologi, terutama yang
berhubungan dengan keluhan pasien. Pemeriksaan tanda-tanda vital pasien dalam batas
normal.3

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang disarankan merupakan pemeriksaan darah rutin untuk
mendeteksi apabila ada kelainan atau tanda-tanda dari penyakit tertentu. Apabila pasien
menerima maka dapat dilakukan pemeriksaan psikologi dan tes kepribadian dimana selain
membantu mendiagnosis serta mencari penyebab gangguan yang dialami juga dapat
membantu pengarahan terapi pada pasien.3

Pemeriksaan Tempat Kerja


Evaluasi tempat kerja untuk melihat kemungkinan penyebab penyakit dari tempat
atau situasi tempat kerja. Evaluasi tempat kerja diperlukan apabila terdapat kekhawatiran
yang dikemukakan pasien atau pihak manajemen adanya pengaruh terhadap kesehatan
sehubungan dengan lingkungan kerja tersebut. Evaluasi tempat kerja dapat dilakukan oleh
seorang dokter kesehatan kerja yang dipekerjakan di tempat tersebut. Evaluasi tempat kerja
dapat dilakukan dari bentuk fisik tempat kerja seperti bentuk ruangannya apakah nyaman
untuk bekerja di ruangan tersebut, secara spesifik seperti tinggi atap dan besar ruangan,
ruangan berventilasi, ber-ac, tempat duduk dan lain sebagainya. Selain keadaan fisik tempat
kerja, situasi atau keadaan sosial seperti hubungan antar pekerja dan komunitas juga perlu
diperhatikan. Lingkungan tempat kerja sangat berpengaruh pada kesehatan, kepuasan dalam
bekerja dan perilaku pekerja.2,5,6

Pajanan
Penyakit akibat kerja sesuai definisi terbatas pada populasi pekerja dan disebabkan
pajanan berlebihan terhadap agen kimia, fisik, biologi, atau psikososial di tempat kerja.
Dalam kasus ini, dari hasil anamnesis dan latar belakng pekerjaan pasien tidak ditemukan
adanya kemungkinan pajanan terhadap agen kimia, fisik ataupun biologi secara berlebihan.
Tetapi terdapat pajanan psikososial dimana diketahui pasien mendapatkan tekanan dari
jabatan pasien sebagai wali kelas yang sebenarnya tidak diinginkan pasien yang
menyebabkan adanya gangguan pada emosi pasien terutama saat bekerja. Pajanan psikososial
tersebut cukup besar sehingga mengakibatkan penderitaan, yaitu pusing dan mual yang
dirasakan pasien saat bekerja, hal tersebut menyebabkan pasien terganggu saat bekerja dan
menjadi tidak produktif.2
Hubungan Pajanan
Pajanan psikososial berupa tekanan menyebabkan penyakit psikologis, dalam kasus
ini merupakan gangguan stres akut yang juga merupakan bagian dari ansietas. Penyakit
psikologis menyebabkan gejala-gejala yang menyerupai gejala pada penyakit organik.
Gangguan ansietas mnyebabkan gejala-gejala psikologis seperti cemas, takut akan ada
bahaya, mudah tersinggung dan gejala fisik seperti berkeringat, tremor, palpitasi, pusing tidak
bisa tidur dan konsentrasi yang buruk. Gejala timbul pada saat tertentu, saat pasien
berhubungan dengan stressor. Stressor dapat terlihat seperti fobia pada binatang dan bisa juga
tidak terlihat seperti pada kasus ini. Pajanan psikososial berupa tekanan atau stressor pada
pasien dilihat dari timbulnya gejala yaitu setelah pasien diangkat menjadi wali kelas, gejala
muncul pada saat pasien mulai bekerja dan membaik saat selesai bekerja. Pasien tidak puas
atau tidak menginginkan jabatannya saat ini ditambah dengan tekanan beban tanggung jawab
yang dirasakan pasien sebagai wali kelas di sekolah favorit. Perlu juga ditanyakan pada
pasien apakah tekanan tersebut berpengaruh besar dalam keadaan emosi pasien ataukah ada
hal lain yang mempengaruhi.4

Jumlah Pajanan
US National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dan International
Labor Organization (ILO) mendefinisikan stres okupasi sebagai respon fisik dan emosi yang
muncul saat kebutuhan pekerjaan tidak sesuai dengan kapabilitas, daya, atau kebutuhan
pekerja. Definisi yang lebih sederhana dikemukakan HSE Inggris, stres okupasi atau stres
terkait kerja adalah reaksi pada tekanan berlebihan atau beban terjadi di tempat kerja, baik
reaksi fisik maupun psikologis.1
Stres merupakan hal normal yang dialami sehari hari ada 2 jenis stres dibagi
berdasarkan kemampuan atau cara seseorang menghadapi stres tersebut, yaitu eustress dan
distress. Eustress merupakan stres yang positif, dapat diterima dan dihadapi tanpa
menimbulkan gangguan emosi yang besar ataupun penderitaan. Eustress bersifat membangun
orang menjadi lebih dewasa dan memberikan kemampuan beradaptasi terhadap tekanan
lingkungan. Distress merupakan stres yang negatif dan bersifat menghancurkan. Distress
menimbulkan gangguan emosi yang besar dan memberikan penderitaan. Berdasarkan
Japanese National Survey of Health di tahun 2004, stres yang berkaitan dengan pekerjaan
merupakan penyebab stress paling sering.1,7
Pada kasus ini pajanan psikososial yang dialami pasien cukup besar sehingga
mengakibatkan penderitaan, yaitu pusing dan mual yang dirasakan pasien saat bekerja, hal
tersebut menyebabkan pasien terganggu saat bekerja dan menjadi tidak produktif.7
Faktor Individual
Faktor indiviual perlu diperhatikan sebelum menentukan diagnosis penyakit akibat
kerja. Faktor individual seperti status kesehatan pasien dan kebiasaan pasien ada
kemungkinan berpengaruh. Perlu diketahui apakah sebelumnya pasien atau keluarga pasien
memiliki riwayat psikiatri. Apabila pasien memiliki riwayat psikiatri maka harus ditelusuri
apakah tekanan dalam pekerjaan berkontribusi dalam memperberat penyakit atau tidak.2,5

Faktor Diluar Pekerjaan


Selain faktor individual, faktor lain diluar pekerjaan juga perlu dipertimbangkan.
Faktor diluar pekerjaan seperti keadaan di rumah dan di perjalanan sebelum berangkat kerja,
hobi dan pekerjaan sambilan. Pada kasus ini faktor di perjalanan dibantah karena tempat
tinggal pasien dekat dengan tempat kerja jadi kemungkinan adanya pajanan hampir tidak ada.
Faktor lain seperti keadaan rumah, hobi dan pekerjaan sambilan tidak diketahui.2,5
Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Dari hasil anamnesis pasien didiagnosis menderita gangguan stres akut akibat
pekerjaan, dimana adanya tekanan dari pekerjaan pasien yang menyebabkan adanya
gangguan emosi yang menimbulkan gejala pusing dan mual. Hal tersebut diperkuat oleh
waktu gejala muncul yaitu setelah adanya tekanan pada pekerjaan, gejala timbul pada saat
bekerja dan membaik pada saat selesai bekerja.
Penatalaksanaan
Dalam kasus ini konseling dapat dilakukan untuk mengatasi stres yang dialami pasien.
Memotivasi pasien dapat membantu pasien meningkatkan kepercayaan diri sehingga pasien
dapat mengatasi stres dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi melalui mekanisme
pertahanan terhadap tekanan dalam pekerjaan. Pelatihan keterampilan juga dapat dilakukan
apabila dapat dilakukan intervensi dalam perusahaan, pelatihan keterampilan yang dilakukan
bersama dengan semua wali kelas bisa menciptakan hubungan antar guru wali kelas yang
baik sehingga dapat meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri pasien.1
Pencegahan
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan stres okupasi ialah
sosialisasi penilaian risiko stres okupasi oleh pekerja sendiri. Berdasarkan Health and Safety
Executive, pekerja mesti menilai enam hal berikut dan menjawab apakah hal tersebut tidak
berlangsung sesuai yang mereka harapkan sehingga menjadi stresor. Adapun enam hal yang
perlu diperhatikan itu ialah beban kerja (demand), kontrol (control) untuk dapat melakukan
pekerjaan dengan caranya, dukungan (support), termasuk motivasi dan fasilitas yang
disediakan perusahaan, manajemen, dan hubungan antar teman kerja di dalam pekerjaan
(relationship), termasuk penerapan kerja positif untuk menghindari konflik dan mengatasi
perilaku yang tidak sesuai, peran (role) di dalam lingkungan kerja mengerti peran masing-

masing dan apakah perusahaan atau organisasi telah mencegah agar tidak ada konflik peran,
dan perubahan (change), yaitu bagaimana segala perubahan dikomunikasikan dan
diinformasikan kepada setiap pekerjaan. Upaya pencegahan lainnya ialah dengan
meningkatkan keterampilan dan peran pekerja. Mereka akan memiliki kepercayaan diri yang
lebih dalam mengerjakan tugasnya. Bila ditambahkan keterampilan komunikasi maka saat di
lapangan pekerja akan lebih baik dan percaya diri menyampaikan asiprasinya, baik kepada
sesama pekerja maupun atasannya. Strategi yang dapat dilakukan ialah melakukan pelatihan
peningkatan keterampilan, menggunaan tangga karir untuk memberikan penghargaan
pengembangan keterampilan, dan melakukan rotasi kerja untuk mengembangkan
keterampilan. Perusahaan juga perlu meningkatkan perasaan kepemilikan (control) dan
partisipasi pekerja dengan pekerjaannya, memberikan beban kerja yang sehat, memberikan
rasa aman akan pekerjaan yang dimiliki dan pengembangan karir, memberikan jadwal kerja
yang sehat, dan meningkatkan mekanisme pertahanan personal di diri pekerja.1
Kesimpulan
Dari hasil anamnesis pasien dengan mual dan pusing didiagnosis menderita stres akut
akibat pekerjaan atau stres okupasi. Pasien tidak dapat beradaptasi terhadap tekanan dalam
pekerjaan sehingga pasien mengalami gangguan emosi atau psikologi dan penderitaan akibat
tekanan tersebut. Diagnosis stres okupasi diperkuat oleh anamnesis dan waktu gejala muncul.
Stres okupasi dapat diatasi dengan memberikan motivasi pada pasien sehingga ia dapat
meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap tekanan dalam
pekerjaannya. Stres okupasi dapat dicegah oleh organisasi atau perusahaan dengan
meningkatkan rasa kepemilikan, partisipasi pekerja dengan pekerjaannya, memberikan rasa
aman akan pekerjaan yang dimiliki dan pengembangan karir, memberikan jadwal yang sehat,
dan meningkatkan mekanisme pertahann sosial di diri pekerja.1,2,7

Daftar Pustaka
1. Nasution K, Adi NP. Stres okupasi masalah kesehatan pekerja yang terabaikan. J
Indon Med Assoc 2011 Dec 61:12:471-3
2. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC. 2010.h.1-10
3. Maslim R. Gangguan neurotic, gangguan somatoform dan gangguan terkait stress
dalam Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: FK Unika Atma Jaya. 2003.h.846
4. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga. 2005.h.4-9;418
5. Leka S, Houdmont J. Occupational health psychology. Chichester: Blackwell.
2010.h.104;236
6. Zibarras L, Lewis R. Work and occupational psychology. London: SAGE. 2013.h.127
7. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: EGC. 2013.h.310-21

Anda mungkin juga menyukai