Rekayasa Riparian
Rekayasa Riparian
DISUSUN OLEH :
Daerah transisi antara ekosistem sungai dan ekosistem terrestrial merupakan zona
riparian. Ekosistem ini mempunyai nilai penting yang berfungsi untuk melindungi makhluk
hidup yang berada disekitar sungai. Averit et al (1994) mendefinisikan sebagai kawasan
berbentuk pita tipis yang mengapit suatu saluran air. Didalam riparian, termasuk juga
kawasan tempat hidup makhluk hidup yang menyatu dan dipengaruhi atau mempengaruhi
badan air. Vegetasi ekosistem yang terdapat di iriparian danau memiliki bebrapa fungsi
permukaan lingkungan terutama untuk mencegah kenaikan suhu air, membantu persediaan
air tanah, sebagai tempat hidup flora dan fauna, sebagai pembangunan, sebagai batas estetika
riparian. Diriparian ini termasuk daerah konservasi khusus yang perrlu dipertahankan
vegetasi aslinya, karena vegetasi riparian ini berfungsi juga dalam masukan energi atau
sebagai sumber energi bagi ekosistem danau, misalnya daun-daun kering, kayu atau buah-
buahan. Sehingga perlu untuk dipelajari jenis-jenis vegetasi yang hidup disepanjang sekitaran
danau dan sebagaian besar berperan dalam lingkungan sekitar. Sehingga dapat menjadi
sumber informasi buat masyarakat tentang pentingnya melindungi daerah sepanjang sekitaran
danau.
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang semakin banyak dan bertambahnya laju
pembangunan yang menjadikan intensitas perubahan penggunaan lahan yang semakin tinggi.
Perubahan ini berdampak pada riparian sungai sebagaimana fungsi dari riparian ini untuk
kelestarian dan pengaman lingkungan sungai. Riparian memiliki fungsi dan manfaat yang
sangat penting namun riparian mengalami ancaman akibat kegiatan manusia yang
memanfaatkannya. Pemanfaatan tepian sungai untuk kepentingan manusia misal sebagai
riparin telah hilang maka fungsi riparian itupun hilang.Petts (1996) menyebutkan hilangnya
vegetasi riparian menjadi faktor utama penurunan dan kepunahan fauna akuatik.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui fungsi wilayah
riparian, penyebab dan kerusakan – kerusakan riparian, cara penanggulangannya serta rekaya
ekosistem yang terdapat di dalamnya. Sedangkan manfaat yang diperoleh yaitu untuk
yang relevan. Dalam pengumpulan data-data tersebut penulis lebih mengacu kepada data-data
dari internet dan buku-buku, karena keterbatasan penulis dalam mencari data-data yang
original.
II. ISI
ekosistem perairan yang mana dipengaruhi oleh pergerakan material dan air. Riparian
mempunyai komponen khusus dalam daratan. Zona yang berada pada tepian sungai atau
badan air ini mempunyai kekhususan kharakteristik yang mampu menghubungkan kedua
ekosistem tersebut. Kharakteristik khusus tersebut salah satu contohnya adalah posisi
topografi dan struktur. Posisi topografi yang berada di tepian sungai yang notabene adalah
sumber air atau makanan bagi tumbuhan dan struktur yang ada merupakan tempat habitat
berbagai macam flora dan fauna. Jumlah dari habitat riparian untuk fauna daratan telah
diteliti di berbagai benua dan hasilnya zona riparian dengan berbagai tumbuhan mempunyai
habitat yang lebih beraneka ragam dan kaya daripada zona riparian kosong.
Zona riparian juga penting untuk konservasi sumber daya air dan pelestarian habibat
ikan. Kualitas air dan habitat ikan bergantung dari kelestarian ekologi zone riparian yang ada.
Oleh karena itu perlindungan terhadap zona riparian sangat diperlukan. Untuk melindungi
dan memelihara fungsi ekologi dari zona riparian terkadang diberlakukan larangan untuk
memanen atau menebang pohon yang ada di riparian. Sistem yang diberlakukan salah satu
contohnya di Oregon adalah dengan sistem tebang pilih, dimana jika ada bagian suatu tepi
yang ditebang maka harus ada sisa dan penanaman kembali di kawasan tersebut. Hal ini
dilakukan untuk menjaga kualitas dan kuantitas dari air sungai, habitat dan vegetasi yang ada
pada zona tersebut (riparian dan sungai) Vegetasi riparian terhindar dari hitungan dan
deskripsi secara umum karena variasi densitas, keberagaman spesies, kedewasan dan
kecepatan tumbuh. Vegetasi riparian dalam morphologi sungai mempunyai pengaruh yang
sangat besar dan kompleks. Pengaruh ini tidak terbatas pada variasi vegetasi namun juga
berpengaruh pada polutan yang masuk ke badan air, pendangkalan, dan komposisi material.
Sungai dengan zona riparian yang ditumbuhi tanaman mampu berpengaruh lebih luas dalam
artian efek dari adanya sungai tersebut mempunyai zona yang lebih luas daripada zona
riparian tanpa tanaman. Hutan riparian mengandung lebih banyak nutrien di permukaan
kedua tepinya daripada riparian tanpa tanaman atau riparian yang ditumbuhi tanaman liar (ex:
rumput, ilalang dsb). Dalam hal ini riparian mampu menjaga stabilitas nutrien tanah sehingga
Vegetasi riparian mungkin terdengar seperti istilah baru. Vegetasi riparian atau
tumbuhan di tepi sungai/danau memiliki banyak peran bagi manusia, hewan dan ekosistem.
Definisi lengkapnya adalah sebagai berikut. Vegetasi riparian adalah tumbuhan yang tumbuh
di kanan kiri sungai/danau yang menyediakan habitat bagi kehidupan liar dan berperan
memelihara kesehatan daerah tangkapan air (Decamps et al. 2004; Sabo et al. 2005; Bragdon
2008). Vegetasi riparian memiliki ciri morfologi, fisiologi, dan reproduksi yang beradaptasi
dengan lingkungan basah. Banyak tumbuhan riparian yang mampu beradaptasi terhadap
banjir, pengendapan, abrasi fisik, dan patahnya batang akibat banjir (Naiman et al. 2005).
karena berperan dalam siklus karbon, oksigen, nitrogen dan siklus air (Bates 1961). Vegetasi
riparian juga dapat menjadi habitat bagi banyak hewan seperti rusa, kambing, monyet, ular,
bangau, cangak, pecuk ular, bebek, kuntul, raja udang, dan belibis, biawak, labi-labi, berang-
berang, dan buaya. Selain itu, vegetasi riparian dapat berfungsi sebagai media pendidikan
dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (MacKinnon 1986). Fungsi penting lain
keberadaan vegetasi riparian antara lain sebagai pengontrol erosi dengan sistem perakarannya
yang kuat, mengurangi endapan dan mereduksi polutan yang masuk ke perairan (Bates 1961;
Waryono 2002; WSROC 2004). Fungsi lainnya sebagai peredam stress akibat banjir,
riparian juga berperan dalam menjaga kualitas air, sumber bahan obat-obatan, pangan dan
papan (Bates 1961; Siahaan 2004), serta menjadi salah satu indikator kualitas lingkungan dan
berperan sebagai jalur hijau yang menahan keutuhan tebing sungai (Mulyadi 2001).
Vegetasi riparian di Indonesia hanya bagus di daerah hulu saja. Biasanya semain ke
arah hilir, kondisi vegetasi riparian semakin berkurang hingga habis digantikan trotoar, lahan
parkir, tempat tinggal dan gedung perkantoran. Kurangnya perhatian dan terjadinya
menahan aliran sungai, dan akibatnya terjadi banjir di hilir, serta punahnya jumlah dan jenis
keanekaragaman hayati riparian maupun perairan. Vegetasi riparian ini bisa berfungsi
mencegah banjir, karena akar pepohonan akan menyerap air dan tumbuhan sendirikan
berfungsi sebagai bank air hidup. Perkembangan kota dan meningkatnya kebutuhan ekonomi
manusia membuat peran ekologis dari vegetasi riparian semakin tersisih. Jangan heran jika
Jakarta sering banjir. Bagaimana tidak sering banjir, jika si pencegah banjir (vegetasi
sebagian orang. Padalah dampak dan kerugian banjir dirasakan oleh masyarakat luas, dan
pemerintahpun pada akhirnya harus merogoh kocek dalam untuk membantu dampak banjir.
Yang jelas dampak banjir secara ekonomis akan lebih besar dibanding dengan keuntungan
sesaat yang diperoleh saat ini karena alih fungsi riparian untuk keperluan ekonomis.
Sudah saatnya pencegah banjir, yaitu vegetasi riparian dikembalikan fungsinya seperti
semula. Sudah saatnya menegakkan peraturan pemerintah mengenai lebafr riparian minimal
yang difungsikan secara ekologis (daerah hijau, bebas pemukiman atau bangunan apapun)
dari tepi sungai. Menurut No.63 Tahun 1993, batas riparian minimal adalah 10 m. Batas
minimal ini saja masih sering dilanggar dengan banyaknya pemukiman kumuh di tepi sungai
di jakarta. Lebar riparian dapat bervariasi tergantung daerah, lebar sungai dan tujuan yang
ingin dicapai. Semakin lebar riparian maka semakin banyak layanan riparian yang dapat
diberikan. Layanan yang dapat diberikan oleh riparian berdasarkan lebarnya adalah sebagai
berikut.
Wilayah riparian bisa berbentuk alami atau terbangun untuk keperluan stabilisasi
tanah atau rehabilitasi lahan. Mintakat ini merupakan biofilter alami yang penting, yang
melindungi lingkungan akuatik dari sedimentasi yang berlebihan, limpasan air permukaan
yang terpolusi, dan erosi tanah. Zona ini juga menyediakan perlindungan dan makanan untuk
banyak jenis hewan akuatis, dan juga naungan yang penting dalam pengaturan temperatur
perairan. Banyak karakter yang menunjukkan kapasitas wilayah ini sebagai mintakat
zona ini berperan penting dalam menjaga kualitas air yang masuk ke sungai, baik dari
limpasan air permukaan (surface runoff) maupun dari aliran air bawah tanah. Terutama
penting untuk mengurangi senyawa nitrat (denitrifikasi) yang berasal dari pupuk yang
ditebarkan di lahan-lahan pertanian, yang terbawa oleh aliran air dan berpotensi merusak
ekosistem serta mengganggu kesehatan. Fungsi ini diperlihatkan dengan baik oleh mintakat
Mintakat riparian juga berfungsi meredam energi aliran air. Kelok liku aliran sungai
(meander), dikombinasikan dengan vegetasi dan perakaran tumbuhan di mintakat ini, mampu
meredam energi pukulan arus sungai, sehingga mengurangi erosi dan kerusakan badan sungai
akibat banjir. Pada peristiwa banjir besar, mintakat riparian mencegah kehancuran yang lebih
luas di bagian luar sungai, meskipun mintakat itu sendiri mungkin menjadi porak-poranda.
Sementara itu pada bagian lain mintakat, sedimen sungai diperangkap dan diendapkan,
menggantikan tanah yang hanyut, serta membentuk tepian yang baru.Wilayah kanan-kiri
sungai merupakan habitat margasatwa dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, yang
seringkali berfungsi sebagai koridor satwa; yakni daerah yang dijadikan sebagai tempat
perlintasan aneka jenis fauna akuatik maupun terestrial, yang menghubungkan satu wilayah
dengan wilayah lainnya. Fungsi ini terlihat nyata terutama di wilayah perkotaan, di mana
zona-zona riparian yang terpelihara –jika masih ada– biasa ditinggali atau disinggahi oleh
pelbagai jenis reptil, amfibia, dan burung. Situasi ini menghubungkan populasi-populasi
hewan di hilir dengan sebelah hulu sungai, sehingga kelompok-kelompok itu saling
memperlihatkan pengaruh dan interaksi dengan lingkungan perairan yang dinamis. Banyak
dari jenis tumbuhan di wilayah riparian ini yang memencar dengan mengandalkan aliran air
atau pergerakan ikan. Dari segi ekologi, fenomena ini penting sebagai salah satu mekanisme
aliran energi ke dalam ekosistemperairan, melalui jatuhan ranting, daun dan terutama buah
tetumbuhan ke air, yang akan menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan akuatik. Dari
sudut sosial, kawasan riparian banyak menyumbang bagi nilai-nilai kehidupan masyarakat di
sekitarnya. Wilayah tepian sungai yang bervegetasi baik sering dijadikan taman tempat
bersantai dan berinteraksi bagi penduduk, terutama di perkotaan. Taman dan hutan kota
semacam ini biasa dijadikan tempat rekreasi harian, bersepeda, memancing, berbiduk, dan
lain-lain. Pemandangan sungai yang indah, juga di waktu malam di daerah perkotaan,
Sepanjang kanan-kiri sungai di daerah tropis, mulai dari wilayah hulu hingga ke
muaranya di laut, tumbuh berbagai tipe vegetasi, yang pada gilirannya menyediakan habitat
bagi aneka komunitas margasatwa. Variasi-variasi dalam zona riparian ini pada dasarnya
ditentukan oleh seberapa besar aliran sungai mempengaruhi kondisi lingkungan di kanan-
kirinya; yang selanjutnya ditentukan oleh topografi lapangan dan sifat-sifat aliran sungai
yang bersangkutan.Di bagian hulu sungai di daerah pegunungan, aliran sungai berkelak-kelok
melalui jurang kecil maupun besar. Arus sungai yang deras, fluktuasi permukaan air yang
tinggi antara saat-saat hujan dengan tidak hujan, dan curamnya tebing sungai, menjadikan
zona riparian di daerah pegunungan ini tidak begitu nyata dan sempit. Wilayah riparian di
sini kebanyakan ditumbuhi semak-belukar dan perdu, dengan beberapa pohon besar yang
pohon seperti kepayang (Pangium edule), benda (Artocarpus elasticus) dan kedawung
(Parkia roxburghii).
Tiba di daerah yang lebih datar, aliran sungai mulai melambat dan melebar,
menampung lebih banyak arus dari anak-anak sungai, dan fluktuasi debit sungai menyusut.
Meskipun sungai-sungai di wilayah ini umumnya bertebing, namun kebanyakan tidak lagi
berupa jurang yang dalam seperti halnya di pegunungan. Zona riparian kebanyakan
ditumbuhi pepohonan, yang bisa jadi tajuknya bertaut satu sama lain membentuk kanopi
(atap tajuk) di atas sungai yang belum seberapa lebar. Jenis-jenis pohon dari keluarga
beringin seperti loa (Ficus racemosa), sengkuang (Pometia pinnata), dan keluarga jambu-
jambuan seperti halnya jambu mawar (Syzygium jambos) sering didapati di bagian ini.
Mendekat ketinggian laut, di daerah dataran rendah yang luas, aliran sungai bisa
menjadi amat lebar, mengalir lambat dan nyaris tidak berubah tinggi airnya sepanjang tahun.
Akan tetapi di puncak musim hujan, banjir besar selalu terjadi dan limpasannya dapat
menutupi wilayah yang luas di kanan-kiri sungai. Wilayah riparian di bagian ini tidak selalu
berupa hutan; bisa jadi bergabung atau berseling dengan rawa atau paya-paya yang luas.
Namun karena tanah endapan yang subur dan selalu diperkaya setiap tahun, zona riparian di
daerah ini biasa memiliki pohon-pohon besar dan tinggi, yang dari udara relatif mudah
dibedakan dari hutan-hutan di sekitarnya yang lebih rendah kanopinya[2]. Komunitas khas ini
biasa dikenal sebagai hutan riparian. Beberapa jenis dipterokarpa seperti Dipterocarpus
S. seminis dan S. splendida biasa dijumpai di sini. Juga kayu ulin (Eusideroxylon zwageri)
yang lebih beradaptasi dengan lingkungan perairan. Contohnya adalah bintaro (Cerbera
spp.), butun darat (Barringtonia racemosa), pidada (Sonneratia caseolaris), rengas (Gluta
Suatu bentuk lain dari vegetasi riparian di daerah kering adalah apa yang dinamai
sebagai hutan galeri. Hutan ini merupakan wilayah-wilayah sempit yang selalu hijau, yang
tumbuh di sepanjang aliran sungai di antara hamparan hutan musim, savana atau padang
rumput di wilayah beriklim kering seperti di Nusa Tenggara. Sungai-sungai itu sendiri
mungkin mengering pada sebagian besar waktu sepanjang tahun (di Jawa Timur sungai
semacam ini disebut curah), namun kelembaban yang tersimpan dalam tanahnya masih
mampu mempertahankan kehijauan vegetasi. Hutan galeri terbentuk di dataran rendah hingga
jurang-jurang di daerah yang berbukit, sampai pada ketinggian sekitar 2.000 m dpl. Di daerah
pesisir yang bersavana, hutan galeri ini sering digantikan oleh hutan rawa payau yang
wilayah riparian pun mengalami akibatnya. Banyak aktivitas manusia, baik yang berkait
langsung dengan pemanfaatan zona riparian, maupun yang tidak langsung seperti kegiatan
pemanfaatan sungai, yang bisa mengancam kelestarian mintakat ini.Di hutan-hutan lebat
yang dibalak di wilayah pedalaman, sungai sering digunakan sebagai sarana pengangkutan
kayu. Kegiatan menyarad dan mengangkut kayu ke sungai hampir selalu dilakukan dengan
merusak, berat ataupun ringan, zona riparian ini. Demikian pula pembuatan jalan-jalan
angkutan dalam hutan, mau tidak mau akan melintasi banyak sungai dan zona-zona riparian
di sekitarnya. Belum lagi apabila pohon yang akan dibalak memang tumbuh pada zona-zona
riparian ini. Diperkirakan, hutan riparian yang subur dapat memiliki potensi kayu komersial
hingga 90 m³ perhektar.
dan pertambangan, sering dibangun mendekati sungai sebagai sumber air dan sarana
perhubungan. Dan itu artinya memanfaatkan zona-zona riparian secara intensif. Pemukiman-
dan tidak pernah jauh dari– aliran-aliran sungai yang masih dapat dilayari dengan biduk
ketinting.Tidak jauh berbeda alasannya, zona-zona riparian sungai-sungai yang melintasi kota
kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Palembang, Banjarmasin, Pontianak dan lain-lain,
wilayah riparian ini biasa padat oleh rumah-rumah warga setempat. Jika tidak, kawasan
tepian sungai ini dijadikan pasar atau daerah pergudangan, terutama yang terletak tidak jauh
dari pelabuhan. Semua aktivitas itu, baik di hutan, di pedalaman, maupun di perkotaan, jelas-
untuk memelihara dan mempertahankan apa yang disebut sebagai sempadan sungai.
Peraturan ini pada dasarnya menganjurkan pengelola wilayah, umpamanya pemegang HPH,
untuk memelihara kawasan dengan lebar tertentu, sejajar dan di sepanjang tepian kanan-kiri
sungai. Lebar sempadan ini bergantung kepada ukuran sungai itu sendiri, kondisi tepiannya
(apakah masih alami atau buatan), serta letaknya (apakah di hutan, kawasan perkebunan atau
di perkotaan). Untuk skala yang lebih luas dan kepentingan pelestarian keanekaragaman
hayati yang lebih tinggi, perlindungan zona riparian yang penting biasa dicakup dalam
Tindakan yang bertujuan untuk melindungi kawasan riparian ini sebagai kawasan
resapan air sangat diperlukan. Beberapa bentuk strategi yang dapat diterapkan pada riparian
atau sempadan Sungai yaitu restorasi kawasan sempadan sungai ataupun dengan rekayasa
sempadan sungai yang bertujuan untuk mengkonservasi kawasan sempadan sungai. Dengan
mengupayakan konservasi kawasan sempadan yang sudah dipadati oleh permukiman menjadi
bentuk-bentuk riparian yang lebih berwawasan lingkungan, air limpasan penyebab banjir
diharapkan dapat direduksi. Untuk mencapai tujuan yaitu manajemen lanskap riparian yang
sesuai pada Sungai Penentuan bentuk fungsi dan pemanfaatan lanskap riparian dilakukan
dengan pendekatan kepada berbagai stakeholder dan pakar terkait perairan disekitar riparian.
terakhir yang digunakan dalam penyusunan manajemen lanskap riparian adalah konsep
restorasi sungai atau naturalisasi sungai. Konsep restorasi sungai bertujuan untuk
mengembalikan sungai dan zona riparian pada kondisi alami hingga perlindungan pasca
restorasi (Helfield et al. 2012; Stella et al. 2013; Xia et al. 2014).
dilakukan dengan menggunakan tanaman lokal yang sesuai atau sudah ada
sebelumnya pada kawasan riparian (Gambar 4). Penggunaan tanaman lokal sangat
Tumbuhan pada riparian dapat memperkuat lereng sehingga bahaya longsor dapat
dikurangi.
2. Pelebaran bantaran banjir (flood plain) Pelebaran bantaran banjir atau riparian sungai
bertujuan untuk menambah ruang retensi air air ketika debit tinggi . Daerah bantaran
banjir (flood plain) yang telah berubah menjadi lahan pertanian atau dibuat talud, 11
dapat direnaturalisasi dengan membuka kembali talud (tanggul) yang ada dan
3. Konsep pembentukan kelokan sungai atau meander ditujukan pada sungaisungai yang
telah mengalami pelurusan atau normalisasi. Teknik ini dapat dilakukan dengan
berselang-seling sehingga aliran air sungai akan mengalir secara berkelok kembali.
Dengan mengembalikan bentuk sungai yang berkelok-kelok, daya retensi terhadap air
akan meningkat sehingga kecepatan air limpasan menuju hilir dapat dikurangi.
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Daerah transisi antara ekosistem sungai dan ekosistem terrestrial merupakan zona
riparian. Ekosistem ini mempunyai nilai penting yang berfungsi untuk melindungi makhluk
hidup yang berada disekitar sungai. Fungsi dari zona riparian diantarnya adalah menjaga
stabilitas nutrien tanah sehingga kualitas tanah di sekitar riparian dapat terjaga, sebagai
tempat perlindungan dan makanan untuk banyak jenis hewan akuatis, dan juga naungan yang
penting dalam pengaturan temperatur perairan, berfungsi meredam energi aliran air dan lain
sebagainya. Wilayah riparian dewasa ini telah mengalami kerusakan dan pencemaran
diakibatkan oleh aktivitas – aktivitas yang mengancam kelestarian zona riparian. Contohnya
adalah pembuatan jalan-jalan angkutan dalam hutan dan juga pembalakan hutan – hutan atau
misalnya, memiliki peraturan untuk memelihara dan mempertahankan apa yang disebut
Entry, James A., William H. Emmingham. 1996. Nutrient content and extractability in
riparian soils supporting forest and grasslands. Department of Forest Science,
Oregon State University. 7 April 1996. http://www.sciencedirect.com
Hibbs, David E., Alison L. Bower. 2000. Riparian forest in the Oregon Coast Range. of
McBride, Maeve at al. 2009. Riparian reforestation and channel change: How long does it
take?. Civil and Environmental Engineering, University of Vermount. 12
November 2009. http://www.sciencedirect.com
https://nursarifahainy.wordpress.com/2013/01/04/vegetasi-riparian/
Nakasone, H., Kuroda, H., Kato, T. and Tabuchi, T. (2003). Nitrogen removal from water
containing high nitrate nitrogen in a paddy field (wetland). Water Science and
Technology, 48(10): 209-216.
Mengis, M., Schiff, S.L., Harris, M., English, M.C., Aravena, R., Elgood, R.J., and MacLean,
A. (1999). Multiple geochemical and isotopic approaches for assessing ground
water NO3 elimination in a riparian zone. Ground Water, 37: 448-457.
Tang, Changyuan; Azuma, Kazuaki; Iwami, Yoshifumi; Ohji, Baku; Sakura, Yasuo. (2004).
Nitrate behaviour in the groundwater of a headwater wetland, Chiba, Japan.
Hydrological Processes, 18(16): 3159-3168