Anda di halaman 1dari 18

TUGAS REKAYASA EKOSISTEM

PENCEMARAN DAN KERUSAKAN EKOSISTEM RIPARIAN

DISUSUN OLEH :

Eri Aripin Simanjuntak 1404110367


Evi Anita MarianiSilalahi 1404118230
Hasnal Hafiz 1404111017
Masdalifa Harahap 1404110083
Tiomin Sihotang 1404119304
Rancelia K. Simanjuntak 1404118558
Vera Linda Simanjuntak 1404113750

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
2017
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daerah transisi antara ekosistem sungai dan ekosistem terrestrial merupakan zona

riparian. Ekosistem ini mempunyai nilai penting yang berfungsi untuk melindungi makhluk

hidup yang berada disekitar sungai. Averit et al (1994) mendefinisikan sebagai kawasan

berbentuk pita tipis yang mengapit suatu saluran air. Didalam riparian, termasuk juga

kawasan tempat hidup makhluk hidup yang menyatu dan dipengaruhi atau mempengaruhi

badan air. Vegetasi ekosistem yang terdapat di iriparian danau memiliki bebrapa fungsi

diantaranya untuk mengontrol erosi, sebagai perangkat sedimen untuk melindungi

permukaan lingkungan terutama untuk mencegah kenaikan suhu air, membantu  persediaan

air tanah, sebagai tempat hidup flora dan fauna, sebagai pembangunan, sebagai batas estetika

pemukiman. Perkembangan suatu ekosistem danau berpengaruh dengan adanya vegetasi

riparian. Diriparian ini termasuk daerah konservasi khusus yang perrlu dipertahankan

vegetasi aslinya, karena vegetasi riparian ini berfungsi juga dalam masukan energi atau

sebagai sumber energi bagi ekosistem danau, misalnya daun-daun kering, kayu atau buah-

buahan. Sehingga perlu untuk dipelajari jenis-jenis vegetasi yang hidup disepanjang sekitaran

danau dan sebagaian besar berperan dalam lingkungan sekitar. Sehingga dapat menjadi

sumber informasi buat masyarakat tentang pentingnya melindungi daerah sepanjang sekitaran

danau.

Indonesia memiliki jumlah penduduk yang semakin banyak dan bertambahnya laju

pembangunan yang menjadikan intensitas perubahan penggunaan lahan yang semakin tinggi.

Perubahan ini berdampak pada riparian sungai sebagaimana fungsi dari riparian ini untuk

kelestarian dan pengaman lingkungan sungai. Riparian memiliki fungsi dan manfaat yang

sangat penting namun riparian mengalami ancaman akibat kegiatan manusia yang
memanfaatkannya. Pemanfaatan tepian sungai untuk kepentingan manusia misal sebagai

lahan permukiman, pertanian, industri, transportasi dan penguatan tebing telah

menghilangkan riparian(Malanson,1995; Maryono,2005; Johnson et al.,1995). Jika vegetasi

riparin telah hilang maka fungsi riparian itupun hilang.Petts (1996) menyebutkan hilangnya

vegetasi riparian menjadi faktor utama penurunan dan kepunahan fauna akuatik.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui fungsi wilayah

riparian, penyebab dan kerusakan – kerusakan riparian, cara penanggulangannya serta rekaya

ekosistem yang terdapat di dalamnya. Sedangkan manfaat yang diperoleh yaitu untuk

memberikan informasi mengenai riparian.

1.3. Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode qualitative research. Dalam pengumpulan data-

datadalam penelitian ini penulis menggunakan studi kepustakaan(library

research),denganmerujuk kepada artikel, jurnal, buku-buku, internet, dan berita-berita media

yang relevan. Dalam pengumpulan data-data tersebut penulis lebih mengacu kepada data-data

dari internet dan buku-buku, karena keterbatasan penulis dalam mencari data-data yang

original.
II. ISI

2.1. Zona Riparian

Zona riparian merupakan zona yang menghubungkan ekosistem daratan dan

ekosistem perairan yang mana dipengaruhi oleh pergerakan material dan air. Riparian

mempunyai komponen khusus dalam daratan. Zona yang berada pada tepian sungai atau

badan air ini mempunyai kekhususan kharakteristik yang mampu menghubungkan kedua

ekosistem tersebut. Kharakteristik khusus tersebut salah satu contohnya adalah posisi

topografi dan struktur. Posisi topografi yang berada di tepian sungai yang notabene adalah

sumber air atau makanan bagi tumbuhan dan struktur yang ada merupakan tempat habitat

berbagai macam flora dan fauna. Jumlah dari habitat riparian untuk fauna daratan telah

diteliti di berbagai benua dan hasilnya zona riparian dengan berbagai tumbuhan mempunyai

habitat yang lebih beraneka ragam dan kaya daripada zona riparian kosong.

Zona riparian juga penting untuk konservasi sumber daya air dan pelestarian habibat

ikan. Kualitas air dan habitat ikan bergantung dari kelestarian ekologi zone riparian yang ada.

Oleh karena itu perlindungan terhadap zona riparian sangat diperlukan. Untuk melindungi

dan memelihara fungsi ekologi dari zona riparian terkadang diberlakukan larangan untuk

memanen atau menebang pohon yang ada di riparian. Sistem yang diberlakukan salah satu

contohnya di Oregon adalah dengan sistem tebang pilih, dimana jika ada bagian suatu tepi

yang ditebang maka harus ada sisa dan penanaman kembali di kawasan tersebut. Hal ini

dilakukan untuk menjaga kualitas dan kuantitas dari air sungai, habitat dan vegetasi yang ada

pada zona tersebut (riparian dan sungai) Vegetasi riparian terhindar dari hitungan dan

deskripsi secara umum karena variasi densitas, keberagaman spesies, kedewasan dan

kecepatan tumbuh. Vegetasi riparian dalam morphologi sungai mempunyai pengaruh yang

sangat besar dan kompleks. Pengaruh ini tidak terbatas pada variasi vegetasi namun juga
berpengaruh pada polutan yang masuk ke badan air, pendangkalan, dan komposisi material.

Sungai dengan zona riparian yang ditumbuhi tanaman mampu berpengaruh lebih luas dalam

artian efek dari adanya sungai tersebut mempunyai zona yang lebih luas daripada zona

riparian tanpa tanaman. Hutan riparian mengandung lebih banyak nutrien di permukaan

kedua tepinya daripada riparian tanpa tanaman atau riparian yang ditumbuhi tanaman liar (ex:

rumput, ilalang dsb). Dalam hal ini riparian mampu menjaga stabilitas nutrien tanah sehingga

kualitas tanah di sekitar riparian dapat terjaga

2..2. Vegetasi Reparian

Vegetasi riparian mungkin terdengar seperti istilah baru. Vegetasi riparian atau

tumbuhan di tepi sungai/danau memiliki banyak peran bagi manusia, hewan dan ekosistem.

Definisi lengkapnya adalah sebagai berikut. Vegetasi riparian adalah tumbuhan yang tumbuh

di kanan kiri sungai/danau yang menyediakan habitat bagi kehidupan liar dan berperan

memelihara kesehatan daerah tangkapan air (Decamps et al. 2004; Sabo et al. 2005; Bragdon

2008).  Vegetasi riparian memiliki ciri morfologi, fisiologi, dan reproduksi yang beradaptasi

dengan lingkungan basah.  Banyak tumbuhan riparian yang mampu beradaptasi terhadap

banjir, pengendapan, abrasi fisik, dan patahnya batang akibat banjir (Naiman et al. 2005).

Fungsi ekologis vegetasi riparian adalah sebagai penunjang kestabilan ekosistem

karena berperan dalam siklus karbon, oksigen, nitrogen dan siklus air (Bates 1961).  Vegetasi

riparian juga  dapat menjadi habitat bagi banyak hewan seperti rusa, kambing, monyet, ular,

bangau, cangak, pecuk ular, bebek, kuntul, raja udang, dan belibis, biawak, labi-labi, berang-

berang, dan buaya.  Selain itu,  vegetasi riparian dapat berfungsi sebagai media pendidikan

dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (MacKinnon 1986).  Fungsi penting lain

keberadaan vegetasi riparian antara lain sebagai pengontrol erosi dengan sistem perakarannya

yang kuat, mengurangi endapan dan mereduksi polutan yang masuk ke perairan (Bates 1961;
Waryono 2002; WSROC 2004). Fungsi lainnya sebagai peredam stress akibat banjir,

sedimentasi, perubahan temperatur dan kekeringan (Jakalaniemi dkk. 2004).  Vegetasi

riparian juga berperan dalam menjaga kualitas air, sumber bahan obat-obatan, pangan dan

papan (Bates 1961; Siahaan 2004), serta menjadi salah satu indikator kualitas lingkungan dan

berperan sebagai jalur hijau yang menahan keutuhan tebing sungai (Mulyadi 2001).

Vegetasi riparian di Indonesia hanya bagus di daerah hulu saja. Biasanya semain ke

arah hilir, kondisi vegetasi riparian semakin berkurang hingga habis digantikan trotoar, lahan

parkir, tempat tinggal dan gedung perkantoran. Kurangnya perhatian dan terjadinya

perubahan pemanfaatan daerah riparian menyebabkan hilangnya kemampuan riparian

menahan aliran sungai, dan akibatnya terjadi banjir di hilir, serta punahnya jumlah dan jenis

keanekaragaman hayati riparian maupun perairan. Vegetasi riparian ini bisa berfungsi

mencegah banjir, karena akar pepohonan akan menyerap air dan tumbuhan sendirikan

berfungsi sebagai bank air hidup. Perkembangan kota dan meningkatnya kebutuhan ekonomi

manusia membuat peran ekologis dari vegetasi riparian semakin tersisih. Jangan heran jika

Jakarta sering banjir. Bagaimana tidak sering banjir, jika si pencegah banjir (vegetasi

riparian) keberadaanya tidak dipedulikan dan bahkan dimusnahkan demi kepentingan

sebagian orang. Padalah dampak dan kerugian banjir dirasakan oleh masyarakat luas, dan

pemerintahpun pada akhirnya harus merogoh kocek dalam untuk membantu dampak banjir.

Yang jelas dampak banjir secara ekonomis akan lebih besar dibanding dengan keuntungan

sesaat yang diperoleh saat ini karena alih fungsi riparian untuk keperluan ekonomis.

Sudah saatnya pencegah banjir, yaitu vegetasi riparian dikembalikan fungsinya seperti

semula. Sudah saatnya menegakkan peraturan pemerintah mengenai lebafr riparian minimal

yang difungsikan secara ekologis (daerah hijau, bebas pemukiman atau bangunan apapun)

dari tepi sungai. Menurut No.63 Tahun 1993, batas riparian minimal adalah 10 m. Batas
minimal ini saja masih sering dilanggar dengan banyaknya pemukiman kumuh di tepi sungai

di jakarta. Lebar riparian dapat bervariasi tergantung daerah, lebar sungai dan tujuan yang

ingin dicapai. Semakin lebar riparian maka semakin banyak layanan riparian yang dapat

diberikan. Layanan yang dapat diberikan oleh riparian berdasarkan lebarnya adalah sebagai

berikut.

Lebar riparian 15 m   = stabilisasi tepi sungai

Lebar riparian 25 m   = habitat yang baik bagi ikan

Lebar riparian 50 m   = kontrol terhadap sedimen

Lebar riparian 65 m   = kontrol terhadap banjir

Lebar riparian 100 m = habitat yang baik bagi kehidupan liar

Wilayah riparian bisa berbentuk alami atau terbangun untuk keperluan stabilisasi

tanah atau rehabilitasi lahan. Mintakat ini merupakan biofilter alami yang penting, yang

melindungi lingkungan akuatik dari sedimentasi yang berlebihan, limpasan air permukaan

yang terpolusi, dan erosi tanah. Zona ini juga menyediakan perlindungan dan makanan untuk

banyak jenis hewan akuatis, dan juga naungan yang penting dalam pengaturan temperatur

perairan. Banyak karakter yang menunjukkan kapasitas wilayah ini sebagai mintakat

penyangga (bufferzone) bagi kawasan di sekitarnya.Banayak penelitian menunjukkan bahwa

zona ini berperan penting dalam menjaga kualitas air yang masuk ke sungai, baik dari

limpasan air permukaan (surface runoff) maupun dari aliran air bawah tanah. Terutama

penting untuk mengurangi senyawa nitrat (denitrifikasi) yang berasal dari pupuk yang

ditebarkan di lahan-lahan pertanian, yang terbawa oleh aliran air dan berpotensi merusak
ekosistem serta mengganggu kesehatan. Fungsi ini diperlihatkan dengan baik oleh mintakat

yang berupa lahan basah di tepian sungai.

Mintakat riparian juga berfungsi meredam energi aliran air. Kelok liku aliran sungai

(meander), dikombinasikan dengan vegetasi dan perakaran tumbuhan di mintakat ini, mampu

meredam energi pukulan arus sungai, sehingga mengurangi erosi dan kerusakan badan sungai

akibat banjir. Pada peristiwa banjir besar, mintakat riparian mencegah kehancuran yang lebih

luas di bagian luar sungai, meskipun mintakat itu sendiri mungkin menjadi porak-poranda.

Sementara itu pada bagian lain mintakat, sedimen sungai diperangkap dan diendapkan,

sehingga menurunkan kadar padatan tersuspensi dalam air, mengurangi kekeruhan,

menggantikan tanah yang hanyut, serta membentuk tepian yang baru.Wilayah kanan-kiri

sungai merupakan habitat margasatwa dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, yang

seringkali berfungsi sebagai koridor satwa; yakni daerah yang dijadikan sebagai tempat

perlintasan aneka jenis fauna akuatik maupun terestrial, yang menghubungkan satu wilayah

dengan wilayah lainnya. Fungsi ini terlihat nyata terutama di wilayah perkotaan, di mana

zona-zona riparian yang terpelihara –jika masih ada– biasa ditinggali atau disinggahi oleh

pelbagai jenis reptil, amfibia, dan burung. Situasi ini menghubungkan populasi-populasi

hewan di hilir dengan sebelah hulu sungai, sehingga kelompok-kelompok itu saling

terhubung satu sama lain.

Vegetasi di kanan-kiri sungai memiliki karakter yang khas, yang sering

memperlihatkan pengaruh dan interaksi dengan lingkungan perairan yang dinamis. Banyak

dari jenis tumbuhan di wilayah riparian ini yang memencar dengan mengandalkan aliran air

atau pergerakan ikan. Dari segi ekologi, fenomena ini penting sebagai salah satu mekanisme

aliran energi ke dalam ekosistemperairan, melalui jatuhan ranting, daun dan terutama buah

tetumbuhan ke air, yang akan menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan akuatik. Dari
sudut sosial, kawasan riparian banyak menyumbang bagi nilai-nilai kehidupan masyarakat di

sekitarnya. Wilayah tepian sungai yang bervegetasi baik sering dijadikan taman tempat

bersantai dan berinteraksi bagi penduduk, terutama di perkotaan. Taman dan hutan kota

semacam ini biasa dijadikan tempat rekreasi harian, bersepeda, memancing, berbiduk, dan

lain-lain. Pemandangan sungai yang indah, juga di waktu malam di daerah perkotaan,

menjadikan banyak restoran dibangun di tepian air.

2.3. Keanekaragaman vegetasi riparian

A. Hutan riparian ( tepian sungai)

Sepanjang kanan-kiri sungai di daerah tropis, mulai dari wilayah hulu hingga ke

muaranya di laut, tumbuh berbagai tipe vegetasi, yang pada gilirannya menyediakan habitat

bagi aneka komunitas margasatwa. Variasi-variasi dalam zona riparian ini pada dasarnya

ditentukan oleh seberapa besar aliran sungai mempengaruhi kondisi lingkungan di kanan-

kirinya; yang selanjutnya ditentukan oleh topografi lapangan dan sifat-sifat aliran sungai

yang bersangkutan.Di bagian hulu sungai di daerah pegunungan, aliran sungai berkelak-kelok

melalui jurang kecil maupun besar. Arus sungai yang deras, fluktuasi permukaan air yang

tinggi antara saat-saat hujan dengan tidak hujan, dan curamnya tebing sungai, menjadikan

zona riparian di daerah pegunungan ini tidak begitu nyata dan sempit. Wilayah riparian di

sini kebanyakan ditumbuhi semak-belukar dan perdu, dengan beberapa pohon besar yang

tidak selalu sama jenisnya. Semak-semak seperti kecubung gunung (Brugmansiaspp.),


sisirihan (Piper aduncum) dan beberapa yang lain sering ditemukan di sini. Juga pohon-

pohon seperti kepayang (Pangium edule), benda (Artocarpus elasticus) dan kedawung

(Parkia roxburghii).

Tiba di daerah yang lebih datar, aliran sungai mulai melambat dan melebar,

menampung lebih banyak arus dari anak-anak sungai, dan fluktuasi debit sungai menyusut.

Meskipun sungai-sungai di wilayah ini umumnya bertebing, namun kebanyakan tidak lagi

berupa jurang yang dalam seperti halnya di pegunungan. Zona riparian kebanyakan

ditumbuhi pepohonan, yang bisa jadi tajuknya bertaut satu sama lain membentuk kanopi

(atap tajuk) di atas sungai yang belum seberapa lebar. Jenis-jenis pohon dari keluarga

beringin seperti loa (Ficus racemosa), sengkuang (Pometia pinnata), dan keluarga jambu-

jambuan seperti halnya jambu mawar (Syzygium jambos) sering didapati di bagian ini.

Mendekat ketinggian laut, di daerah dataran rendah yang luas, aliran sungai bisa

menjadi amat lebar, mengalir lambat dan nyaris tidak berubah tinggi airnya sepanjang tahun.

Akan tetapi di puncak musim hujan, banjir besar selalu terjadi dan limpasannya dapat

menutupi wilayah yang luas di kanan-kiri sungai. Wilayah riparian di bagian ini tidak selalu

berupa hutan; bisa jadi bergabung atau berseling dengan rawa atau paya-paya yang luas.

Namun karena tanah endapan yang subur dan selalu diperkaya setiap tahun, zona riparian di

daerah ini biasa memiliki pohon-pohon besar dan tinggi, yang dari udara relatif mudah

dibedakan dari hutan-hutan di sekitarnya yang lebih rendah kanopinya[2]. Komunitas khas ini

biasa dikenal sebagai hutan riparian. Beberapa jenis dipterokarpa seperti Dipterocarpus

apterus, D. oblongifolius, serta jenis-jenis penghasil tengkawang seperti Shorea macrophylla,

S. seminis dan S. splendida biasa dijumpai di sini. Juga kayu ulin (Eusideroxylon zwageri)

dan merbau (Intsia palembanica) yang berharga mahal.[3]


Di bagian yang kerap tergenang atau drainasenya buruk, hutan riparian ditumbuhi jenis-jenis

yang lebih beradaptasi dengan lingkungan perairan. Contohnya adalah bintaro (Cerbera

spp.), butun darat (Barringtonia racemosa), pidada (Sonneratia caseolaris), rengas (Gluta

renghas), terentang (Campnosperma auriculata) dan lain-lain.

Suatu bentuk lain dari vegetasi riparian di daerah kering adalah apa yang dinamai

sebagai hutan galeri. Hutan ini merupakan wilayah-wilayah sempit yang selalu hijau, yang

tumbuh di sepanjang aliran sungai di antara hamparan hutan musim, savana atau padang

rumput di wilayah beriklim kering seperti di Nusa Tenggara. Sungai-sungai itu sendiri

mungkin mengering pada sebagian besar waktu sepanjang tahun (di Jawa Timur sungai

semacam ini disebut curah), namun kelembaban yang tersimpan dalam tanahnya masih

mampu mempertahankan kehijauan vegetasi. Hutan galeri terbentuk di dataran rendah hingga

jurang-jurang di daerah yang berbukit, sampai pada ketinggian sekitar 2.000 m dpl. Di daerah

pesisir yang bersavana, hutan galeri ini sering digantikan oleh hutan rawa payau yang

didominasi gebang (Corypha utan)

2.4. Kerusakan dan Pencemaran Ekosistem Riparian

Wilayah riparian yang penuh hunian di tepi Sungai Elbe, Dresden.


Karena sungai banyak memberikan manfaat dan kegunaan bagi manusia, tak ayal

wilayah riparian pun mengalami akibatnya. Banyak aktivitas manusia, baik yang berkait

langsung dengan pemanfaatan zona riparian, maupun yang tidak langsung seperti kegiatan

pemanfaatan sungai, yang bisa mengancam kelestarian mintakat ini.Di hutan-hutan lebat

yang dibalak di wilayah pedalaman, sungai sering digunakan sebagai sarana pengangkutan

kayu. Kegiatan menyarad dan mengangkut kayu ke sungai hampir selalu dilakukan dengan

merusak, berat ataupun ringan, zona riparian ini. Demikian pula pembuatan jalan-jalan

angkutan dalam hutan, mau tidak mau akan melintasi banyak sungai dan zona-zona riparian

di sekitarnya. Belum lagi apabila pohon yang akan dibalak memang tumbuh pada zona-zona

riparian ini. Diperkirakan, hutan riparian yang subur dapat memiliki potensi kayu komersial

hingga 90 m³ perhektar.

Kerusakan wilayah riparian akibat pembalakan liar

Seperti di desa-desa pedalaman yang terpencil serta kamp-kamp pekerja kehutanan

dan pertambangan, sering dibangun mendekati sungai sebagai sumber air dan sarana

perhubungan. Dan itu artinya memanfaatkan zona-zona riparian secara intensif. Pemukiman-

pemukiman dan perladangan penduduk asli di Kalimantan, misalnya, terletak di sepanjang –

dan tidak pernah jauh dari– aliran-aliran sungai yang masih dapat dilayari dengan biduk
ketinting.Tidak jauh berbeda alasannya, zona-zona riparian sungai-sungai yang melintasi kota

–khususnya di Indonesia— hampir selalu dipadati oleh pemukiman penduduk. Terutama di

kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Palembang, Banjarmasin, Pontianak dan lain-lain,

wilayah riparian ini biasa padat oleh rumah-rumah warga setempat. Jika tidak, kawasan

tepian sungai ini dijadikan pasar atau daerah pergudangan, terutama yang terletak tidak jauh

dari pelabuhan. Semua aktivitas itu, baik di hutan, di pedalaman, maupun di perkotaan, jelas-

jelas merusak fungsi ataupun fisik mintakat riparian.Peralihan fungsi ekosistem

vegetasiriparian berdampak pada munculnya abrasi,turunnya mutu air perairan serta

musnahnyasejumlah spesies yang hidup pada lingkungansungai. Dampak ekologis akibat

berkurangdan rusaknya ekosistem tumbuhan riparianadalah hilangnya berbagai spesies flora

danfauna yang berasosiasi dengan ekosistemtumbuhan riparian, yang dalam jangkapanjang

akan mengganggu keseimbanganvegetasi riparian dan ekosistem akuatiksecara umum

(Cunningham and Saigo, 1999;Semiun, dkk., 2013).

2.5. Konservasi Ekosistem Riparian

Untuk melindungi keberadaan dan keberlangsungan fungsi wilayah riparian, tiap-tiap

negara mengeluarkan peraturan yang berbeda-beda. Indonesia, misalnya, memiliki peraturan

untuk memelihara dan mempertahankan apa yang disebut sebagai sempadan sungai.

Peraturan ini pada dasarnya menganjurkan pengelola wilayah, umpamanya pemegang HPH,

untuk memelihara kawasan dengan lebar tertentu, sejajar dan di sepanjang tepian kanan-kiri

sungai. Lebar sempadan ini bergantung kepada ukuran sungai itu sendiri, kondisi tepiannya

(apakah masih alami atau buatan), serta letaknya (apakah di hutan, kawasan perkebunan atau

di perkotaan). Untuk skala yang lebih luas dan kepentingan pelestarian keanekaragaman

hayati yang lebih tinggi, perlindungan zona riparian yang penting biasa dicakup dalam

rencana konservasi tingkat nasional atau regional.


2.6. Rekayasa Ekosistem Riparian

Tindakan yang bertujuan untuk melindungi kawasan riparian ini sebagai kawasan

resapan air sangat diperlukan. Beberapa bentuk strategi yang dapat diterapkan pada riparian

atau sempadan Sungai yaitu restorasi kawasan sempadan sungai ataupun dengan rekayasa

sempadan sungai yang bertujuan untuk mengkonservasi kawasan sempadan sungai. Dengan

mengupayakan konservasi kawasan sempadan yang sudah dipadati oleh permukiman menjadi

bentuk-bentuk riparian yang lebih berwawasan lingkungan, air limpasan penyebab banjir

diharapkan dapat direduksi. Untuk mencapai tujuan yaitu manajemen lanskap riparian yang

sesuai pada Sungai Penentuan bentuk fungsi dan pemanfaatan lanskap riparian dilakukan

dengan pendekatan kepada berbagai stakeholder dan pakar terkait perairan disekitar riparian.

meggunakan metode wawancara dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Pendekatan

terakhir yang digunakan dalam penyusunan manajemen lanskap riparian adalah konsep

restorasi sungai atau naturalisasi sungai. Konsep restorasi sungai bertujuan untuk

mengembalikan sungai dan zona riparian pada kondisi alami hingga perlindungan pasca

restorasi (Helfield et al. 2012; Stella et al. 2013; Xia et al. 2014).

1. Penanaman kembali (revegatation) kawasan riparian sungai Penanaman pada riparian

dilakukan dengan menggunakan tanaman lokal yang sesuai atau sudah ada

sebelumnya pada kawasan riparian (Gambar 4). Penggunaan tanaman lokal sangat

diutamakan karena sangat sesuai dengan lingkungan riparian sebagai habitatnya.

Tumbuhan pada riparian dapat memperkuat lereng sehingga bahaya longsor dapat

dikurangi.

2. Pelebaran bantaran banjir (flood plain) Pelebaran bantaran banjir atau riparian sungai

bertujuan untuk menambah ruang retensi air air ketika debit tinggi . Daerah bantaran

banjir (flood plain) yang telah berubah menjadi lahan pertanian atau dibuat talud, 11
dapat direnaturalisasi dengan membuka kembali talud (tanggul) yang ada dan

menggantinya dengan vegetasi atau tumbuhan alami riparian.

3. Konsep pembentukan kelokan sungai atau meander ditujukan pada sungaisungai yang

telah mengalami pelurusan atau normalisasi. Teknik ini dapat dilakukan dengan

penanaman tumbuhan riparian atau peletakan struktur (seperti bronjong) secara

berselang-seling sehingga aliran air sungai akan mengalir secara berkelok kembali.

Dengan mengembalikan bentuk sungai yang berkelok-kelok, daya retensi terhadap air

akan meningkat sehingga kecepatan air limpasan menuju hilir dapat dikurangi.
III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Daerah transisi antara ekosistem sungai dan ekosistem terrestrial merupakan zona

riparian. Ekosistem ini mempunyai nilai penting yang berfungsi untuk melindungi makhluk

hidup yang berada disekitar sungai. Fungsi dari zona riparian diantarnya adalah menjaga

stabilitas nutrien tanah sehingga kualitas tanah di sekitar riparian dapat terjaga, sebagai

tempat perlindungan dan makanan untuk banyak jenis hewan akuatis, dan juga naungan yang
penting dalam pengaturan temperatur perairan, berfungsi meredam energi aliran air dan lain

sebagainya. Wilayah riparian dewasa ini telah mengalami kerusakan dan pencemaran

diakibatkan oleh aktivitas – aktivitas yang mengancam kelestarian zona riparian. Contohnya

adalah pembuatan jalan-jalan angkutan dalam hutan dan juga pembalakan hutan – hutan atau

pepohonan di sekitar sungai. Untuk melindungi keberadaan dan keberlangsungan fungsi

wilayah riparian, tiap-tiap negara mengeluarkan peraturan yang berbeda-beda. Indonesia,

misalnya, memiliki peraturan untuk memelihara dan mempertahankan apa yang disebut

sebagai sempadan sungai


DAFTAR PUSTAKA

Entry, James A., William H. Emmingham. 1996. Nutrient content and extractability in
riparian soils supporting forest and grasslands. Department of Forest Science,
Oregon State University. 7 April 1996. http://www.sciencedirect.com

Hibbs, David E., Alison L. Bower. 2000. Riparian forest in the Oregon Coast Range. of

Forest Science, Oregon State University. 9 Oktober 2000. http://www.sciencedirect.com

McBride, Maeve at al. 2009. Riparian reforestation and channel change: How long does it
take?. Civil and Environmental Engineering, University of Vermount. 12
November 2009. http://www.sciencedirect.com

https://nursarifahainy.wordpress.com/2013/01/04/vegetasi-riparian/

Nakasone, H., Kuroda, H., Kato, T. and Tabuchi, T. (2003). Nitrogen removal from water
containing high nitrate nitrogen in a paddy field (wetland). Water Science and
Technology, 48(10): 209-216.

Mengis, M., Schiff, S.L., Harris, M., English, M.C., Aravena, R., Elgood, R.J., and MacLean,
A. (1999). Multiple geochemical and isotopic approaches for assessing ground
water NO3 elimination in a riparian zone. Ground Water, 37: 448-457.

Parkyn, Stephanie. (2004). Review of Riparian Buffer Zone Effectiveness. Ministry of


Agriculture and Forestry (New Zealand), www.maf.govt.nz/publications.

Tang, Changyuan; Azuma, Kazuaki; Iwami, Yoshifumi; Ohji, Baku; Sakura, Yasuo. (2004).
Nitrate behaviour in the groundwater of a headwater wetland, Chiba, Japan.
Hydrological Processes, 18(16): 3159-3168

Anda mungkin juga menyukai