Draft Draft Draft
Draft Draft Draft
DRAFT
DRAFT
i
DRAFT
DRAFT
DRAFT
Panduan
Penatalaksanaan Prolaps
Organ Panggul
Editor:
Prof. dr. Junizaf, SpOG(K)
Dr.dr Budi Iman Santoso, SpOG(K)
Kontributor:
ii
DRAFT
DRAFT
DRAFT
Panduan
Penatalaksanaan Prolaps Organ Panggul
@2013 Himpunan Uroginekologi – POGI
vii + 23 halaman
14,8 x 21 cm
ISBN No.
1. Hak Cipta dipegang oleh para penyusun dan dilindungi oleh undang-undang
2. Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian ataupun seluruh isi
buku ini engan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seijin dari penulis
iii
DRAFT
DRAFT
DRAFT
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KETUA PB HUGI .................................................................... v
Pendahuluan ................................................................................................................... 1
Epidemiologi .................................................................................................................. 1
Etiologi dan Faktor Risiko ............................................................................................. 2
Diagnosis........................................................................................................................ 3
a. Anamnesis ........................................................................................................... 3
c. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................... 4
d. Klasifikasi ........................................................................................................... 5
Penatalaksanaan ............................................................................................................. 7
a. Konservatif .......................................................................................................... 7
b. Operatif ............................................................................................................. 10
Ringkasan Rekomendasi dan Kesimpulan ................................................................... 17
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 19
iv
DRAFT
DRAFT
DRAFT
KATA PENGANTAR KETUA PB HUGI
v
DRAFT
DRAFT
DRAFT
Pendahuluan
Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vagina
ke dalam liang vagina atau keluar introitus vagina yang diikuti oleh organ-
organ pelvik (uterus, kandung kemih, usus atau rektum).1
Epidemiologi
POP terjadi pada hampir setengah dari seluruh wanita. Walaupun hampir
setengah dari wanita yang pernah melahirkan ditemukan memiliki POP
melalui pemeriksaan fisik, namun hanya 5-20% yang simtomatik. 1,5-7.
Prevalensi POP meningkat sekitar 40% tiap penambahan 1 dekade usia
seorang wanita.8 Derajat POP yang berat ditemukan pada wanita dengan usia
yang lebih tua, yaitu, 28%-32,3% derajat 1, 35%-65,5% derajat 2, dan 2-6%
derajat 3.8
Saat ini, sebanyak 11-19% wanita di negara maju menjalani operasi POP5,
dan usia rata-rata wanita yang menjalani operasi POP adalah 60 tahun.9 Di
Amerika Serikat sebanyak 200.000 operasi POP dilakukan per tahun dengan
angka rekurensi yang membutuhkan operasi ulang mencapai 30%. 10
1
DRAFT
DRAFT
DRAFT
Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi POP bersifat multi-faktorial. Faktor risiko yang telah diteliti antara
lain adalah kehamilan, persalinan per vaginam, menopause, defisiensi
estrogen, peningkatan tekanan intra abdomen jangka waktu panjang
(konstipasi, mengangkat barang-barang berat, penyakit paru obstruktif
kronik, mengedan), ras, indeks massa tubuh (IMT)8,11,12, faktor genetik13,14,
faktor anatomi15, biokimiawi dan metabolisme jaringan penunjang,16 dan
riwayat pembedahan (histerektomi dan kolposuspensi Burch).10
Pada wanita yang telah menjalani histerektomi, prolaps puncak vagina lebih
sering terjadi secara signifikan terutama pada wanita yang memiliki riwayat
persalinan per vaginam yang banyak, persalinan lama, kerja fisik yang berat,
penyakit neurologis, histerektomi sebelumnya karena indikasi POP, dan
riwayat keluarga yang memiliki POP.18
2
DRAFT
DRAFT
DRAFT
Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala yang ditimbulkan oleh POP terdiri atas gejala vagina, berkemih,
buang air besar (BAB), dan seksual. (lihat tabel 2)
3
DRAFT
DRAFT
DRAFT
Untuk menilai dampak gangguan dasar panggul terhadap kualitas hidup
maka digunakan 2 kuesioner yang telah divalidasi yaitu Pelvic Floor
Distress Inventpry (PFDI) dan Pelvic Floor Impact Questionnaires
(PFIQ).20
b. Pemeriksaan Fisik1,21-23
• Pasien dalam posisi terlentang pada meja ginekologi dengan posisi
litotomi.
• Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain
• Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
o Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
o Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera,
ulkus yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak
ada reaksi pada terapi.
o Perlu diperiksa ada tidaknya prolaps uteri dan penting untuk
mengetahui derajat prolaps uteri dengan inspeksi terlebih
dahulu sebelum dimasukkan inspekulum.
• Manuver Valsava.
o Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat
dengan melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien
melakukan manuver Valsava.
o Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding
anterior vagina, serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior
vagina, dan perineum perlu dievaluasi secara sistematis dan
terpisah.
o Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengedan
pada posisi berdiri di atas meja periksa.
o Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat
dilakukan untuk menentukan risiko inkontinensia tipe stres
pasca operasi prolaps.
• Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan
kekuatan otot levator ani
• Pemeriksaan rektovagina
o untuk memastikan adanya rektokel yang menyertai prolaps
uteri.
c. Pemeriksaan Penunjang
• Urin residu pasca berkemih 1
o Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai
dengan mengukur volume berkemih pada saat pasien
merasakan kandung kemih yang penuh, kemudian diikuti
dengan pengukuran volume urin residu pasca berkemih
dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
• Skrining infeksi saluran kemih7
• Pemeriksaan urodinamik1, apabila dianggap perlu.
4
DRAFT
DRAFT
DRAFT
• Pemeriksaan Ultrasonografi
o Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas
yang relatif mudah dikerjakan, cost-effective, banyak
tersedia dan memberikan informasi real-time. 24,25
o Pencitraan akan membuat klinisi lebih mudah dalam
memeriksa pasien secara klinis.25
o Pada pasien POP ditemukan hubungan yang bermakna
antara persalinan, dimensi hiatus levator, avulsi levator
ani dengan risiko terjadinya prolaps.26-29 Namun belum
ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan
dasar panggul.29
d. Klasifikasi
Untuk mengklasifikasikan POP telah dikembangkan beberapa sistem. Untuk
keperluan praktik klinis, sistem Baden-Walker telah digunakan secara luas,
sementara sistem Pelvic Organ Prolapse Quantification (POP-Q) mulai
banyak digunakan untuk keperluan praktik klinik dan penelitian. Beberapa
ahli berpendapat 9 poin yang dinilai pada sistem POP-Q lebiih cocok untuk
keperluan penelitian. Sistem Baden-Walker cukup adekuat digunakan dalam
praktik klinik selama penurunan atau protrusi dari semua kompartemen
panggul (anterior, apikal, dan posterior) diperiksa. 1
5
DRAFT
DRAFT
DRAFT
Tabel 3. Perbedaan sistem POP Q dan Baden-Walker1
6
DRAFT
DRAFT
DRAFT
Penatalaksanaan
a. Konservatif
Pilihan penatalaksanaan non-bedah perlu didiskusikan dengan semua
wanita yang memiliki prolaps.1,30 Walaupun pesarium merupakan
penatalaksanaan non-bedah yang spesifik, rehabilitasi otot dasar panggul
dan symtom-directed therapy perlu dilakukan, walaupun data
pendukungnya untuk mencegah progresi prolaps masih belum
mencukupi.1
Pesarium
Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan prolaps
tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolaps. Alat ini digunakan
oleh 75%-77% ahli ginekologi sebagai penatalaksanaan lini pertama
prolaps.1,31 Pesarium tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran, serta
dapat dikategorikan menjadi suportif (seperti pesarium ring) atau desak-
ruang (seperti pesarium donat). Pesarium yang biasa digunakan pada
prolaps adalah pesarium ring (dengan dan tanpa penyokong), Gellhorn,
donat, dan pesarium cube. Tipe pesarium yang bisa dipasang berhubugan
dengan derajat prolaps (Lihat Tabel 4).
7
DRAFT
DRAFT
DRAFT
8
DRAFT
DRAFT
DRAFT
Symtom-directed therapy1
• Penurunan berat badan dan olah raga
o Latihan aerobik atau senam dasar panggul
o Belum terbukti secara signifikan untuk mencegah
prolaps, namun bermanfaat untuk kondisi kesehatan
secara umum
• Terapi perilaku
o BAB terjadwal untuk pasien yang mengalami gangguan
defekasi, seperti BAB tidak lampias atau mengedan
dapat dilakukan
o BAK terjadwal untuk pasien dengan keluhan
inkontinensia urin
• Modfikasi diet
o Peningkatan kadar serat pada makanan atau pemberian
suplemen serat sesuai kebutuhan untuk pasien dengan
gangguan defekasi.
• Pembatasan cairan
• Laksatif atau enema
o Akan mempermudah BAB tanpa harus mengedan.
9
DRAFT
DRAFT
DRAFT
• Latihan otot dasar panggul
• Obat-obatan sesuai indikasi.
Estrogen
• Estrogen diduga dapat mencegah atau membantu
penatalaksanaan POP bila dikombinasikan dengan intervensi
lainnya melalui mekanisme penguatan struktur penunjang dan
mencegah penipisan jaringan vagina dan panggul. 34
• Penggunaan estrogen lokal bersamaan dengan latihan otot dasar
panggul sebelum operasi dapat menurunkan insidensi sistitis
pasca-operasi dalam 4 jam pasca operasi. 34
• Raloxifen oral dapat menurunkan kejadian operasi POP pada
wanita di atas 60 tahun, namun hal ini belum dapat dijadikan
dasar rekomendasi praktik. 34
b. Operatif
Berdasarkan sebuah telaah sistematis dan meta analisis terbaru mengenai
penatalaksanaan POP disebutkan bahwa pembedahan pada wanita yang
memiliki prolaps dapat meningkatkan kualitas hidup wanita.33
10
DRAFT
DRAFT
DRAFT
• Angka kegagalan pada prosedur prolaps puncak vagina berkisar
antara 0-20% untuk tiap tipe prosedur. 1
• Baik colpopexy sakral per abdominal maupun colpopexy
sakrospinosus per vaginal sangat efektif dalam penatalaksanaan
prolaps puncak vagina. Keduanya juga secara signifikan
meningkatkan kualitas hidup pasien. (Tabel 6) 36
11
DRAFT
DRAFT
DRAFT
sebanyak 29,2% pada kelompok HLM dan 35,4% pada kelompok
SLU. Pada kedua kelompok didapatkan perbaikan kualitas hidup,
namun pada kelompok SLU ditemukan indisensi komplikasi oklusi
ureter intra operatif yang lebih tinggi.37
• Rekurensi pada suspensi ligamen uterosakral dapat terjadi pada 4-
18% pasien setelah follow up jangka pendek (4 tahun). Sebanyak
6,5% terjadi pada periode follow up 6 bulan sampai dengan 3 tahun.
Pada studi lain dilaporkan 15,3% mengalami prolaps simtomatik
stadium 2 atau lebih pada periode follow up 5,1 tahun (rentang 3,5-
7,5 tahun). 1
• Penggantungan ligamen sakrospinosus atau fasia iliokoksigeus dapat
dilakukan apabila ligamen uterosakral sulit diakses atau tidak
adekuat untuk digunakan sebagai penggantung. 1
• Penatalaksanaan puncak vagina dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan operasi (tabel 7). Namun, proses konseling harus
dilakukan untuk mendapatkan masukan dari pasien mengenai
mengenai rute operasi, manfaat histerektomi, penggunaan sling,
graft, dan kemampuan hubungan seksual pasien setelah operasi.21
12
DRAFT
DRAFT
DRAFT
13
DRAFT
DRAFT
DRAFT
Penatalaksanaan pada wanita yang tidak menginginkan
histerektomi1
• Pada wanita yang memilih penatalaksanaan bedah dan menginginkan
preservai uterus dapat dilakukan prosedur fiksasi ligamen
sakrospinosus atau uterosakral, atau dilakukan histeropexy per
abdominal tanpa dilakukan histerektomi.
• Idealnya seorang wanita tidak lagi melahirkan apabila memilih
pembedahan prolaps untuk mencegah terjadinya rekurensi pasca
hamil atau persalinan. Apabila seorang wanita hamil setelah
pembedahan prolaps, maka cara persalinan ditentukan kasus per
kasus.
Histeropexy1
• Rekurensi prolaps setelah histeropexy sakral atau colpopexy sakral
berkisar antara 6,5% sampai dengan 23,5%, dan mencapai 30% pada
histeropexy sakrospinosus.
• Komplikasi yang dapat terjadi mencakup perdarahan, hematoma,
infeksi luka operasi, obstruksi usus halus, hernia insisional dan erosi
tandur.
• Histeropexy tidak boleah dilakukan dengan menggunakan dinding
abdomen ventral sebagai penyokoong karena berisiko tinggi untuk
terjadinya prolaps rekurens, terutama enterokel.
Kolpokleisis1
• Pada wanita yang tidak menginginkan fungsi vagina (aktifitas seksual
dan memiliki anak) yang tidak menginginkan histerektomi
kolpokleisis merupakan pilihan.
Prolaps anterior
• Sistokel dapat ditatalaksana dengan kolporafi anterior tradisonal
dengan atau tanpa menambahan jaring sintetik (mesh) atau materi
tandur (graft)1
• Selain itu dapat pula ditatalaksana dengan menggunakan pendekatan
paravaginal per vaginam atau retropubis dengan menggunakan akses
laproskopi terbuka (open-laparoscopy). Angka rekurensinya dari
beberapa laporan mencapai 15-37% dalam durasi follow up 3 tahun.
• Pada sebuah uji klinis yang dilakukan pada 83 pasien yang menjalani
kolporafi anterior dengan durasi follow-up rerata selama 23,2 bulan,
ditemukan teknik standar, teknik standar plus mesh dan teknik
ultralateral kolporafi anterior memiliki kesembuhan anatomis dan
14
DRAFT
DRAFT
DRAFT
resolusi gejala yang tidak berbeda bermakna, masing-masing adalah
30%, 42%, dan 46%. 43
• Prosedur site-specific juga dapat dilakukan apabila defek spesifik
pada tunika muskularis vagina atau adventisia dapat dilihat dan
diperbaiki. Angka rekuensinya lebih tinggi (33%) dibandingkan
dengan teknik plikasi garis tengah (midline) dalam waktu 1 tahun
follow up. Dispareunia tetap menjadi masalah pasca-operatif yang
sering terjadi, walaupun penyempitan introitus tidak dilakukan.
• Pendekatan abdominal dan laparoskopi juga dapat dilakukan
bersamaan dengan colpopexy sakral, dimana mesh dipasang
disepanjang vagina posterior, bahkan terkadang sampai ke badan
perineum (sakral kolpoperineopexy). 1
Prolaps Posterior
• Prolaps posterior ditatalaksana dengan menggunakan kolporafi
posterior, dengan plikasi garis tengah (mid-line) jaringan vagina
subepitel.1
• Apabila dibandingkan dengan pendekatan transanal, pendekatan
transvaginal lebih efektif untuk mengurangi gejala subjektif dan
rekurensi prolaps posterior (rektokel dan enterokel). 1,44
• Berdasarkan hasil defekografi, pendekatan transvaginal berhubungan
dengan rerata kedalaman rektokel dan kejadian enterokel pasca
operasi yang lebih kecil dibandingkan dengan pendekatan
transvaginal. Sehingga kolporafi posterior transvaginal lebih
direkomendasikan dibandingkan dengan transanal.1
15
DRAFT
DRAFT
DRAFT
• FDA tersebut menyatakan bahwa komplikasi yang paling sering
terjadi meliputi erosi mesh yang menjadi penyebab utama terjadinya
keluhan perdarahan, nyeri panggul, dispareunia atau apareunia. 46
Pada sebuah uji klinis ditemukan tingkat erosi pada 3 bulan
pemakaian mesh polypropylene untuk pembedahan prolaps cukup
tinggi, yaitu 15,6%. 47
• Beberapa telaah literatur yang disimpulkan oleh FDA adalah (1)
Mesh yang digunakan untuk pembedahan POP transvaginal dapat
menimbulkan komplikasi yang tidak muncul pada pembedahan non-
mesh, (2) penggunaan mesh transabdominal memiliko komplikasi
yang lebih sedikit dibandingkan dengan transvaginal, (3) tidak ada
bukti yang menyatakan pembedahan transvaginal dengan
menggunakan mesh untuk perbaikan apeks dan posterior lebih baik
dibandingkan dengan pembdahan tradisional, (4) pembedahan
transvaginal untuk perbaikan anterior dengan penggunaan mesh
ditemukan lebih baik secara anatomis dibandingkan dengan
pembedahan tradisional, namun belum tentu lebih baik dalam hal
simtomatik. 46
• Komplikasi ini antara lain dipengaruhi oleh: karakteristik jaring yang
dipakai (berat, ukuran pori, kekuatan regang dan elastisitas), teknik
pembedahan yang dipakai, pengalaman operator dan riwayat
histerektomi sebelumnya.48
• Berdasarkan sebuah telaah sistematik mengenai pemilihan graft
untuk pembedahan POP transvaginal disimpulkan belum ada data
yang adekuat untuk menentukan efektifitas penggunaan graft untuk
kompartemen posterior dan apeks, maupun penggunaan graft sintetik
dan biologis untuk kompartemen anterior. 49
16
DRAFT
DRAFT
DRAFT
didapatkan inkontinensia tipe stress lebih sedikit (23,8%) pada subjek
yang dilakukan prosedur Burch dibandingkan dengan yang tidak
dilakukan (44,1%).
• Pada wanita dengan uji stres negatif, kelompok yang dilakukan
prosedur Burch memiliki 20,8% gejala inkontinensia tipe stres dan
32,8% pada wanita yang tidak menjalani prosedur Burch. 1
17
DRAFT
DRAFT
DRAFT
1. Klinisi harus mendiskusikan pilihan untuk pemasangan pesarium
pada seluruh wanita yang memiliki prolaps sebagai penatalaksanaan
berdasarkan gejala. Sebagai tambahan, pesarium dapat digunakan
sebelum pembedahan pada wanita yang memiliki prolaps simtomatik.
2. Operasi alternatif untuk preservasi uterus pada wanita yang memiliki
prolaps antara lain adalah fiksasi ligamen sakrospinosus atau
uterosakral per vaginam, atau histeropexy sacrum per abdominal.
3. Histerospexy tidak boleh dilakukan dengan menggunakan dinding
abdomen ventral sebagai pendukung karena berisiko tinggi untuk
terjadinya prolaps rekurensi, terutama enterokel.
4. Penggantungan Ligamentum rotundum tidak efektif dalam
peatalaksanaan prolaps vagina atau uteri.
5. Colpopexy sakral abdominal memiliki angka kegagalan untuk puncak
vagina, dispareunia pasca-operatif, dan inkontinensia tipe stress yang
lebih rendah dibandingkan dengan fiksasi ligamen sakrospinosus
vaginal, namun memiliki komplikasi yang lebih banyak.
6. Kolporafi posterior transvaginal direkomendasikan untuk prolaps
vagina posterior dibandingkan dengan pendekatan transnasal.
18
DRAFT
DRAFT
DRAFT
Daftar Pustaka
1. Bulletins--Gynecology ACoP. ACOG Practice Bulletin No. 85: Pelvic organ
prolapse. Obstetrics & Gynecology. Vol 1102007:717-729.
2. Lowder JL, Ghetti C, Nikolajski C, Oliphant SS, Zyczynski HM. Body image
perceptions in women with pelvic organ prolapse: a qualitative study. YMOB. Jun 01
2011;204(5):441.e441-441.e445.
3. Hagen S, Thakar R. Conservative management of pelvic organ prolapse. Obstetrics,
Gynaecology & Reproductive Medicine. Jun 01 2012;22(5):118-122.
4. Rycroft-Malone J. Formal consensus: the development of a national clinical
guideline. Quality in health care : QHC. Dec 2001;10(4):238-244.
5. Gyhagen M, Bullarbo M, Nielsen T, Milsom I. Prevalence and risk factors for pelvic
organ prolapse 20 years after childbirth: a national cohort study in singleton
primiparae after vaginal or caesarean delivery. BJOG : an international journal of
obstetrics and gynaecology. Nov 02 2012;120(2):152-160.
6. Ahmed F, Sotelo T. Management of pelvic organ prolapse. The Canadian journal of
urology. Dec 2011;18(6):6050-6053.
7. Kovoor E, Hooper P. Assessment and management of pelvic organ prolapse.
Obstetrics, Gynaecology & Reproductive Medicine. Sep 2008;18(9):241-246.
8. Tsikouras P, Dafopoulos A, Vrachnis N, et al. Uterine prolapse in pregnancy: risk
factors, complications and management. Journal of Maternal-Fetal and Neonatal
Medicine. Jul 09 2013:1-6.
9. Glazener C, Elders A, MacArthur C, et al. Childbirth and prolapse: long-term
associations with the symptoms and objective measurement of pelvic organ prolapse.
BJOG : an international journal of obstetrics and gynaecology. Nov 27
2012;120(2):161-168.
10. Dietz HP. The aetiology of prolapse. International Urogynecology Journal. Aug 02
2008;19(10):1323-1329.
11. Slieker-ten Hove MCP, Bloembergen H, Vierhout ME, Schoenmaker G. Distribution
of pelvic organ prolapse (POP) in the general population. International Congress
Series. May 2005;1279:383-386.
12. Hove MCPS-t, Pool-Goudzwaard AL, Eijkemans MJC, Steegers-Theunissen RPM,
Burger CW, Vierhout ME. Symptomatic pelvic organ prolapse and possible risk
factors in a general population. YMOB. Mar 01 2008;200(2):184-185.
13. Altman D, Forsman M, Falconer C, Lichtenstein P. Genetic Influence on Stress
Urinary Incontinence and Pelvic Organ Prolapse. European Urology. Oct
2008;54(4):918-923.
14. Lemack GE. Editorial Comment on: Genetic Influence on Stress Urinary
Incontinence and Pelvic Organ Prolapse. European Urology. Oct 2008;54(4):923.
15. Odell K, Morse A. It’s Not All About Birth: Biomechanics Applied to Pelvic Organ
Prolapse Prevention. Journal of Midwifery & Women's Health. Feb
2008;53(1):28-36.
16. Goepel C, Kantelhardt EJ, Karbe I, Stoerer S, Dittmer J. Changes of glycoprotein and
collagen immunolocalization in the uterine artery wall of postmenopausal women
with and without pelvic organ prolapse. Acta histochemica. Jun 01 2011;113(3):375-
381.
17. Dietz HP, Wilson PD. Childbirth and pelvic floor trauma. Best Practice &
Research Clinical Obstetrics & Gynaecology. Dec 2005;19(6):913-924.
18. Lukanovič A, Dražič K. Risk factors for vaginal prolapse after hysterectomy.
International Journal of Gynecology and Obstetrics. Jul 01 2010;110(1):27-30.
19. Reid F. Assessment of pelvic organ prolapse. Obstetrics, Gynaecology &
Reproductive Medicine. Jul 01 2011;21(7):190-197.
19
DRAFT
DRAFT
DRAFT
20. Barber MD, Chen Z, Lukacz E, et al. Further validation of the short form versions of
the pelvic floor Distress Inventory (PFDI) and pelvic floor impact questionnaire
(PFIQ). Neurourology and Urodynamics. Mar 22 2011;30(4):541-546.
21. Walters MD, Ridgeway BM. Surgical treatment of vaginal apex prolapse. Obstetrics
& Gynecology. Mar 2013;121(2 Pt 1):354-374.
22. Barber MD, Lambers A, Visco AG, Bump RC. Effect of patient position on clinical
evaluation of pelvic organ prolapse. Obstetrics & Gynecology. Jul
2000;96(1):18-22.
23. Ghoniem G, Stanford E, Kenton K, et al. Evaluation and outcome measures in the
treatment of female urinary stress incontinence: International Urogynecological
Association (IUGA) guidelines for research and clinical practice. International
Urogynecology Journal. Nov 17 2007;19(1):5-33.
24. Santoro GA, Wieczorek AP, Dietz HP, et al. State of the art: an integrated approach
to pelvic floor ultrasonography. Ultrasound in Obstetrics & Gynecology. Apr 23
2011;37(4):381-396.
25. Dietz HP. Pelvic floor ultrasound in prolapse: what’s in it for the surgeon?
International Urogynecology Journal. Jul 09 2011;22(10):1221-1232.
26. Abdool Z, Shek KL, Dietz HP. The effect of levator avulsion on hiatal dimension and
function. YMOB. Jul 01 2009;201(1):89.e81-89.e85.
27. Model AN, Shek KL, Dietz HP. Levator defects are associated with prolapse after
pelvic floor surgery. European Journal of Obstetrics and Gynecology. Dec 01
2010;153(2):220-223.
28. Lone F, Thakar R, Sultan AH, Stankiewicz A. Prospective evaluation of change in
levator hiatus dimensions using 3D endovaginal ultrasound before and 1 year after
treatment for female pelvic organ prolapse. International Urogynecology Journal.
Sep 28 2012.
29. Tubaro A, Koelbl H, Laterza R, Khullar V, de Nunzio C. Ultrasound imaging of the
pelvic floor: Where are we going? Neurourology and Urodynamics. Jul 09
2011;30(5):729-734.
30. Culligan PJ. Nonsurgical Management of Pelvic Organ Prolapse. Obstetrics &
Gynecology. May 2012;119(4):852-860.
31. Bugge C AEGDRF. Pessaries \(mechanical devices\) for pelvic organ prolapse in
women. Feb 01 2013:1-28.
32. Vierhout ME. The use of pessaries in vaginal prolapse. European Journal of
Obstetrics and Gynecology. Nov 10 2004;117(1):4-9.
33. Doaee M, Moradi-Lakeh M, Nourmohammadi A, Razavi-Ratki SK, Nojomi M.
Management of pelvic organ prolapse and quality of life: a systematic review and
meta-analysis. International Urogynecology Journal. Jul 20 2013.
34. Ismail SI BCHS. Oestrogens for treatment or prevention of pelvic organ prolapse in
postmenopausal women. Feb 01 2013:1-35.
35. Benson JT, Lucente V, McClellan E. Vaginal versus abdominal reconstructive
surgery for the treatment of pelvic support defects: a prospective randomized study
with long-term outcome evaluation. YMOB. Dec 1996;175(6):1418-1421; discussion
1421-1412.
36. Maher CF, Qatawneh AM, Dwyer PL, Carey MP, Cornish A, Schluter PJ. Abdominal
sacral colpopexy or vaginal sacrospinous colpopexy for vaginal vault prolapse: A
prospective randomized study. American Journal of Obstetrics and Gynecology. Feb
2004;190(1):20-26.
37. Natale F, La Penna C, Padoa A, Agostini M, Panei M, Cervigni M. High levator
myorraphy versus uterosacral ligament suspension for vaginal vault fixation: a
prospective, randomized study. International Urogynecology Journal. Jun
2010;21(5):515-522.
38. Stepp KJ, Barber MD, Yoo E-H, Whiteside JL, Paraiso MFR, Walters MD. Incidence
of perioperative complications of urogynecologic surgery in elderly women. YMOB.
Jun 2005;192(5):1630-1636.
20
DRAFT
DRAFT
DRAFT
39. Sung VW, Weitzen S, Sokol ER, Rardin CR, Myers DL. Effect of patient age on
increasing morbidity and mortality following urogynecologic surgery. American
Journal of Obstetrics and Gynecology. Jun 2006;194(5):1411-1417.
40. Yeniel AÖ, Ergenoglu AM, Askar N, Itil İM, Meseri R. Quality of life scores
improve in women undergoing colpocleisis: a pilot study. European Journal of
Obstetrics and Gynecology. Aug 01 2012;163(2):230-233.
41. Wheeler TL, Richter HE, Burgio KL, et al. Regret, satisfaction, and symptom
improvement: analysis of the impact of partial colpocleisis for the management of
severe pelvic organ prolapse. American Journal of Obstetrics and Gynecology. Dec
2005;193(6):2067-2070.
42. Crisp CC, Book NM, Smith AL, et al. Body image, regret, and satisfaction following
colpocleisis. YMOB. Jul 14 2013:1-7.
43. Weber A. Anterior colporrhaphy: A randomized trial of three surgical techniques.
American Journal of Obstetrics and Gynecology. Dec 2001;185(6):1299-1306.
44. Nieminen K, Hiltunen K-M, Laitinen J, Oksala J, Heinonen PK. Transanal or Vaginal
Approach to Rectocele Repair: A Prospective, Randomized Pilot Study. Diseases of
the colon and rectum. Oct 2004;47(10):1636-1642.
45. Swift S. To mesh or not to mesh? That is the question. International Urogynecology
Journal. May 02 2011;22(5):505-506.
46. Haylen BT, Freeman RM, Swift SE, et al. An international urogynecological
association (IUGA)/international continence society (ICS) joint terminology and
classification of the complications related directly to the insertion of prostheses
(meshes, implants, tapes) and grafts in female pelvic flo. Neurourology and
Urodynamics. Dec 22 2010;30(1):2-12.
47. Iglesia CB, Sokol AI, Sokol ER, et al. Vaginal mesh for prolapse: a randomized
controlled trial. Obstetrics & Gynecology. Aug 2010;116(2 Pt 1):293-303.
48. de Tayrac R, Boileau L, Fara J-F, Monneins F, Raini C, Costa P. Bilateral anterior
sacrospinous ligament suspension associated with a paravaginal repair with mesh:
short-term clinical results of a pilot study. International Urogynecology Journal. Apr
2010;21(3):293-298.
49. Sung VW, Rogers RG, Schaffer JI, et al. Graft use in transvaginal pelvic organ
prolapse repair: a systematic review. Obstetrics & Gynecology. Nov
2008;112(5):1131-1142.
50. Ramm O, Gleason JL, Segal S, Antosh DD, Kenton KS. Utility of preoperative
endometrial assessment in asymptomatic women undergoing hysterectomy for pelvic
floor dysfunction. International Urogynecology Journal. Apr 08 2012;23(7):913-917.
21
DRAFT
DRAFT
DRAFT
22