Mazhab architecture as art and craft and technology lahir pada abad ke-
19 oleh John Ruskin dan William Mors, mashab inilah yang menjadi benih
awal dari Arsitektur Modern yang ditandai dengan sebuah rancangan bentuk
arsitektur yang mengikuti fungsi dan sebagai filosofi perancangan
arsitekturnya merefleksi semangat zaman yang disebut form follows function.
Lalu pada tahun 1920-an Frank Lloyd Wright (Amerika), Mies Van Rohe dan
Le Corbusier (Eropa) mulai mengedepankan filosofi form and function are
one.
Langgam arsitektur International Style adalah langgam yang membuat
mazhab ini mendunia dan menjadi mashab yang menolak secara tegas
langgam beautix-art. Namun seperti langgam lainnya, International Style
mulai tergantikan dengan form follows culture (post modern) oleh Prof.
Skolimowski pada tahum 1976.
Pada awal abad 19 arsitek memiliki profesi ganda baik itu dari merancang
bangunan, dekorasi arsitektur, sampai perencanaan kota. Hal ini dikarenakan
belum adanya spesialisasi dalam bidang aristektur seperti saat ini. Oleh karena
itu pengertian arsitektur, tata ruang kota, interior, dan kria disebut sebagai
“karya arsitektural”.
Arsitektur ialah bangunan yang berfungsi untuk menaungi kgiatan
manusia dengan mewujudkan dasr kaidah trinitas arsitektur yakni, ferimitas,
utilias,dan venustas.
Interior ialah ilmu yang mempelajari perancangan suatu karya seni yang
ada di dalam suatu bangunan dan digunakan untuk memecahkan masalah
manusia.
Kria ialah artefak yang dibuat melalui keterampilan tangan sebagai unsur
dari perancangan arsitektur dan interior yang berkaitan erat dengan karya
arsitektur .
Lingkup dan Tahap Pekerjaan dalam bidang arsitektur berupa masterplan
yang berisi, sub structure, structure, dan upper structure. Dalam bidang tata
ruang berupa zaring (tentang tata ruang tanah). Dalam bidang desain interior
berupa rancangan desain mengenai tata ruang dalam sebuah bangunan.
Sedangkan dalam bidang desain kria berupa desain perabot yang merupakan
penunjang dari interior dan arsitektur.
Unsur penting dalam merancang proses awal dalam merancang disebut
“Proses Artistik” dimana seorang arsitektur mendapatkan sebuah rancangan
arsitektural dengan membuat ide atau gagasan.
Gaya dalam rancangan merupakan penentu berhasil atau tidaknya sebuah
desain, karena melalui gaya atau style inilah perancang bisa menuangkan rasa
pada sebuah karya agar penikmat karya tersebut dapat memiliki kesan begitu
pertama kali melihat karya tersebut.
Proses Semiosis dan Canon ialah proses memadu padankan entitas yang
disebut representament dengan entitas yang disebut objek.
Gambar 3.2.1 Dari kiri ke kanan: Dormer Windows, Hipped Roof, Mansard Roof
Sumber: Ardhiati, Yuke. Bung Karno Sang Arsitek. Depok : Komunitas Bambu, 2005
khas Eropa ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana namun indah karena
gaya ‘padu-padan’ hasil asimilasi beberapa model atap sekaligus. Konstruksi atap
Eropa dengan kecuraman atap 45 derajat dinilai sangat tepat untuk digunakan di
daerah dengan curah hujan tinggi seperti Bandung.
Model atap Mansard sering dikombinasikan dengan Dormer Windows gaya
Denmark. Soekarno juga suka menggunakan ‘hiasan kemuncak atap’ yang ada
pada atap gaya Hipped Roof, yang kemudian menjadi penanda dari karya
Soekarno yang disebut sebagai ‘gada-gada’, sebuah perwujudan dari lingga-yoni.
Pada tahun 1945-1959, karya arsitektur Soekarno memiliki ciri khas, yaitu
menggunakan bentuk-bentuk budaya Indonesia sebagai ciri khas bangsa ini.
Soekarno menggunakan bentuk-bentuk tersebut ke dalam karya arsitekturnya
agar memiliki ciri khas dan berbeda dengan yang lain meskipun masih terjadi
perpaduan gaya dari arsitektur yang lain. Seiring berjalannya waktu, Soekarno
berhasil menemukan apa yang menjadi jati dirinya dan meninggalkan motif
Inka-Maya yang dipengaruhi Schoemaker dan Wright dan artefak padma.
Artefak padma menjadi elemen yang paling dominan pada tahun 1945-
1959. Arsitektur berbentuk padma bisa dilihat pada relief Candi Prambanan
dan Padmasana Boddisatva. Ornamen padma ini biasa ditemui di pahatan
dinding, lukisan, relief, ornamen tiang bendera, kolam teratai, dan aksen
furnitur. Ornamen organik padma juga pernah diperlihatkan oleh Soekarno
yang diteriapkan pada perabot yang dibuatnya. Pada tahun 1950-an, Soekarno
pernah merenovasi Istana Jakarta dan Bogor secara bertahap. Di tempat
tersebutlah ditemukan perabot interior dengan aksen padma. Perabot interior
ini bergaya artdeco dengan kesan individualis, tradisionalis (terdapat unsur
heritage), nuansa modernis dan romantisme. Selain bentuknya yang
ergonomis berkesan bodyship juga terdapat aksen padma. Ditemukan
sedikitnya tujuh seri desain furniture dengan gaya serupa yang tersebar di
Istana Jakarta, Istana Bogor, dan Tampak Siring. Setelah sekian lama
menggeluti dengan bentukan padma, Soekarno menemukan jati dirinya dalam
berarsitektur, beliau dominan memilih material khas Indonesia seperti rotan,
kayu jati, dan pualam.
1. Dipilihnya atap limasan pada ‘kepala’ atau atap karena biasanya Soekarno
sering merujuk bentuk atap khas Eropa atau hipped roof tersebut pada
tahun 1926-1945. Akan tetapi, Soekarno mengubah penutup atapnya dari
kayu sirap. Pada puncak atap, biasanya Soekarno dalam gaya arsitekturnya
mempunyai gada-gada yang biasa menjadi ciri khas yang diterapkan pada
karyanya di Bandung dan Bengkulu. Akan tetapi, kali ini digantikan oleh
bentuk tajug yang mana bentuk ini adalah modifikasi dari bentuk meru
sebelumnya. Menurut fungsinya, bentuk tajug memiliki fungsi sebagai
penangkal petir. Akan tetapi, secara desain, hiasan ini memiliki makna
arsitektur nusantara yang kuat.
2. Untuk bagian ‘badan’ dari bangunan diberi bentuk berupa pilar-pilar yang
berbentuk segi empat dan memiliki ornamen organik padma.
Gambar 1.3 Pilar Wisma Yaso Jakarta, Pilar Makam Pahlawan Kalibata, Ornamen
Pilar Wisma Yaso, Pilar Makam Pahlawan
(sumber: Buku Bung Karno Sang Arsitek hal. 163)
Agar mudah
memahami gaya
arsitektur karya
Soekarno pada tahun
1945-1959, berikut
merupakan karya
arsitektur beliau pada
periode ini:
a. Hing Puri Bima
Sakti, Bogor.
b. Srihana-Srihani,
Bogor.
c. Wisma Yaso (sekarang menjadi Museum Satria Mandala), Jakarta.
d. Gedung Bentol, Istana Cipanas.
e. Pesanggrahan Tenjoresmi, Pelabuhan Ratu.
f. Istana Tampak
Gambar 1.4 Hing Puri Bima Sakti di Jl. Siring, Bali.
Batutulis, Bogor. g. Gedung Bank
Sumber: Buku Bung Karno Sang Arsitek hal.164)
Industri (sekarang
Bapindo), Jakarta.
h. Gedung Bank Indonesia, Jakarta.
i. Gedung Bank Indonesia 1946, Jakarta.
j. Masjid Syuhada, Yogyakarta.
k. Masjid Salman ITB Bandung.
l. Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
1. Sejarah
2. Belum ada model untuk sebuah ibu kota yang ideal untuk Indonesia
3. Desakan para duta besar untuk segera dapat membangun gedung
perwakilan diindonesia, diputuskan kota Jakarta sebagai ibu kota Negara
4. Desakan penyelenggaraan Asian games, maka Jakarta akhirnya ditetapkan
sebagai ibu kota Negara
Karya arsitektur, perencanaan kota, monument serta patung kota pada periode
sang arsitek maestro diantaranya sebagai berikut.
1. Gedung Gelora Bung Karno, Jakarta
2. Hotel Indonesia Group
a. Hotel Indonesia Jakarta
b. Hotel Samudera Beach
c. Hotel Ambarukmo, Yogyakarta
d. Hotel Bali Beach, Denpasar
3. Wisma Nusantara,Jakarta
4. Gedung Toserba Sarinah, Jakarta
5. Gedung Conefo, Jakarta
6. Masjid Istiqlal
7. Gedung Graha Purna Yudha
8. Rumah Sakit di Rawamangun, Jakarta
9. Gedung PMI, Jakarta
10. Gedung Planetarium
11. Gedung Herbarium, Bogor
Dalam periode sang arsitek maestro ini mentalite Soekarno dipenuhi oleh ide-ide
internasionalis, dalam konteks sebagai bagian dari national pride. Periode ini
memiliki style dan ciri khas sebagai berikut.