html
ARSITEKTUR POST MODEREN, ARSITEKTUR NEOMODEREN
DAN ARSITEKTUR REGIONALISME
oleh
Hamah
Sagri m
Gambar:
Konsep Arsitektur Maybrat dirancang dari aliran arsitektur inisiasi wiyon/wofle yang
disebut k'wion/mbol wofle
lengkap dengan ornament, simbol-simbol, corak dan warna sebagai filosofi kebesaran
sang pemilik khususnya
dan mewakili wajah kebudayaan suku Maybrat Imian Sawiat Papua di Asia Tenggara
oleh Hamah Sagrim
A. ARSITEKTUR POST MODEREN
Awal Lahirnya Postmoderen Pada tahun 1960-an merupakan titik
balik dari jatuhnya Arsitektur Moderen. Pada era moderen tersebut timbul
protes dari para arsitek terhadap pola-pola yang monotis karena pada
dasarnya arsitektur moderen berkesan monoton (kebanyakan bangunan
Postmoderen.
Arsitektur
Postmoderen
adalah:
mengganti
menggantikan
internasionalisme.
bentuk
geometris.
Representasi
Representasi
fiksional
fiksional
yang
untuk
seni
bangunan.
Bukan simbol dari mesin dan konstruksi sebagai bagian dari proses
arsitektur, namun terdiri dari semua tanda terdekat dari desain yang
berurutan.
Keindahan
dan
estetika
menggantikan
teknologi,
yang
lebih
berani.
sendiri
yang
dapat
menemukan
style
dari
moderen.
Membangun cita rasa keindahan baru yang jauh dari realitas hidup, fiksi
lebih
baik
dari
fungsionalitas.
Secara
garis
besar
era
arsitektur
Historiscism
Merupakan aliran yang ingin tetap memunculkan komponen bangunan
penampilan visual).
Urbanist
Mempunyai 2 ciri khusus yaitu:
a. Ad-hoc
Penambahan komponen baru pada proses pengembangan perancangan
tanpa memikirkan posisi dan lokasi yang tepat.
b.
Kontekstual
Berusaha melayani aspirasi ideal masyarakat, desainnya mengitari
lingkungan sekitar.
-
Metaphor
Desain mengambil bentuk alam yang fungsional. Berupa referensi yang
tersamar.
Postmoderen Space
Allusionism
Desain arsitektural yang memasukkan unsur sejarah arsitekturnya. Misal
sejarah bangunan lama dilibatkan dalam desain bangunan baru.
dasar
berpikir,
ide,
gagasan,
teori.
Masing-masing
arsitektur moderen
e) Menyodorkan alternatif sehingga arsitektur tidak hanya satu jalur saja
f) Memberi kesempatan untuk menangani arsitektur dari kemungkinankemungkinan, pendekatan-pendekatan dan alternatif-alternatif yang lebih
luas dan bebas. Dengan demikian mempelajari arsitektur Post Moderen
tidak bisa tanpa melalui Arsitektur Moderen karena Arsitektur Post
Moderen merupakan langkah atau tindak lanjut terhadap evaluasi yang
dilakukan
mengenai
arsitektur
Moderen.
Arsitektur
Post
Moderen
yang
dikerjakan/dilakukan
oleh
manusia
terhadap
arsitektur
fungsi
adalah
peran
dan
kemampuan
arsitektur
untuk
memberikan
perasaan
aman,
nyaman,
nikmat
berhubungan
satu
menyebabkan
yang
lain
(sebab
akibat),
secara
substansial,
mendasar
dari
ruang.
Ciri pokok dari bentuk adalah ada dan nyata/ terlihat/ teraba, sedangkan
ruang mempunyai ciri khas ada dan tak terlihat/ tak nyata. Kedua ciri ini
kemudian menjadi tugas arsitek untuk mewujudkannya.
d. Konsep arsitektur post-moderen
Arsitektur
post-moderen
merupakan
arsitektur
yang
berbeda
serta
struktur
dan
teknologi
yang
membuat
Neomoderen
namun
menyatu
dengan
bangunan
dan
bukan
sekedar
Suprematism
mengutamakan
perekayasaan
bentuk
dari
bentukan yang umum. Dari arti kata suprematis sendiri yaitu melawan
hal-hal
yang
bersifat
lampau
dan
natural,
aliran
ini
berusaha
juga
dipertimbangkan
fungsi
secara
sains
yang
menunjang
berbeda-beda,
namun
tujuan
dan
pemikiran
dasar
dapat
mengenai
Postmoderen
yang
dianut
oleh
Willian
Curtis
melihat
Regionalisme
dalam
daripada
penyediaan
perluasan
ekonomi
dan
material.
Seharusnya hal ini juga dibedakan dengan jelas dari keraguan yang
f.
menyatakan
bahwa
Berdasarkan
studi
yang
telah
dilakukan
oleh
Boussora
dapat
Bagaimana
untuk
mencapai
keselarasan
(kesesuaian)
dengan
cepat
bagi
penyediaan
perluasan
bangunan.
bahwa
arsitektur
modern
telah mencoba
untuk
Arsitektur
Regionalisme
bukan
hanya
menggambarkan
aliran
menerima
tekanan
moderenisme
yang
menciptakan
jiwa
ruang(Yang);
dan
mengambil
kesinambungan
(Abel).
menciptakan
kualitas
kehidupan
terbaik
dalam
sebuah
(Chardirji).
Berdasarkan hal diatas arsitektur regional oleh para arsitek di atas dapat
disimpulkan sebuah definisi yang lebih lengkap yang mana definisi ini
dapat diterima untuk segala jaman, yaitu definisi menurut Tan Hock Beng.
Berdasarkan definisi Tan Hock Beng dapat diklasifikasikan dalam 6 strategi
regionalisme, yaitu :
http://nusantaraknowledge.blogspot.co.id/2015/09/arsitekturregionalisme_12.html
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diawali dengan munculnya Arsitektur Modern yang berusaha
meninggalkan arsitektur masa lampaunya dengan melupakan
ciri serta sifatnya-sifatnya, periode berikutnya mulai timbul
usaha untuk menyelaraskan atau mengkombinasikan antara
yang lama dan yang baru akibat adanya krisis identitas pada
arsitektur. Paham - paham tersebut antara lain adalah
tradisionalisme, regionalisme, dan post-modernisme.
Khususnya pada paham Regionalisme diperkirakan berkembang
sekitar tahun 1960. Sebagai salah satu perkembangan
arsitektur modern yang mempunyai perhatian lebih pada ciri
khas arsitektur kedaerahan, aliran ini berkembang terutama di
negara berkembang. Ciri kedaerahan yang dimaksud berkaitan
erat dengan budaya setempat, iklim, dan teknologi yang
berkembang di negara atau daerah tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang masalah diatas, dapat dirumuskan rumusan
masalah sebagai berikut :
o
o
1.3
Tujuan
Adapun tujuan kami dalam penulusan paper ini adalah sebagai
berikut :
o
Mengetahui pengertian dan ciri-ciri modern
regionalisme
o
Mengetahui bagaimana penerapan desain pada
bangunan yang menganut paham regionalisme
1.4
Manfaat
Adapun manfaat yang didapat adalah sebagai berikut :
o
Memberi pemahaman mengenai pengertian dari
paham modernregionalisme
o
Dapat mengklasifikasikan penerapan paham
Regionalisme pada sebuah bangunan ataupun pada
sebuah desain.
1.5
Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu :
o
Studi Pustaka
Membaca referensi yang masih bersifat up to date dengan
materi bahasan berupa majalah
o
Browsing internet
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Regionalisme
Regionalisme berasal dari kata Region dan Isme, Region adalah
Daerah dan Isme adalah paham Regionalisme bukan suatu
wujud dari sikap kedaerahan namun muncul sebagai akibat dari
koreksi terhadap maraknya penyeragaman wujud bangunan di
seluruh dunia sehingga kita tidak lagi mengenal lagi mana
budaya kita
Sedangkan Regionalisme dalam arsitektur merupakan sutu
gerakan dalam arsitektur yang menganjurkan penampilan
bangunan yang merupakan hasil senyawa dari
internasionalisme dengan pola cultural dan teknologi modern
dengan akar, tata nilai dan nuansa tradisi yang masih di anut
oleh masyarakat setempat.
2.2
Karakteristik/Ciri-ciri
Adapun ciri ciri daripada arsitektur regionalis adalah sebagai
berikut :
o
Menggunakan bahan bangunan local dengan
teknologi modern
o
Tanggap dalam mengatasi pada kondisi iklim
setempat
o
o
2.3
http://visualheritageblog.blogspot.co.id/2011/04/3masalah-regionalismedalam-desain.html
Masalah Regionalisme dalam Desain Arsitektur
3. Perwujudan Konsep Regionalisme
Menurut
Wondoamiseno
(1991),
kemungkinan-kemungkinan
ujud
arsitektur regionalisme dapat dilihat dalam beberapa kecendrungan, yang
disebutnya dengan penyatuan Asitektur Masa Lampau (AML) dan
Arsitektur Masa Kini (AMK) dengan kecendrungan sebagai berikut ini.
a.
b.
c.
d.
e.
C.
Kasus
Regionalisme
Sumatera Barat
Arsitektur
di
Tempelan unsur arsitektur lama ke bangunan moderen (desain arsitektur moderen dan
tradisi)Tahun 1968 sebelum di rubah seperti keadaan sekarang, gambar bawah adalah
kantor Gubernur Sumatera Barat (keadaan sekarang), beberapa jendela mulai ditutup
(Sumber: penulis: 1980)
Jam gadang Bukittinggi, Dahulunya puncak jam gadang dirancang dengan membuat
patung ayam berkokok, setelah kemerdekaan kemudian di ganti dengan gonjong.
Bangunan-bangunan seperti ini sering di kritik dengan orang Barat berkopiah. Aspek
tempelan yang paling menonjol pada bangunan moderen adalah gonjong cula badak,
bentuk ini secara latah dipakai pada supermarket, kantor dsb. Gambar kiri atas jam
gadang seabad yang lalu, kanan adalah jam gadang sekarang.
adalah yang berasal di daerah (bagian 1.5). Hal ini dapat dipahami sebab
tiap daerah di Minangkabau dahulunya memiliki ciri khas tersendiri, yang
kadang-kadang tidak mewakili keseluruhan daerah di Minangkabau.
Tempelan usnur arsitektur masa lmpau (AML) menyatu ke bangunan masa kini
( dibangun pada zaman kolonial) bahan bangunan maupun dekorasinya menunjukkan
bangunan jaman kolonial,kemudian elemen bentuk atap dari arsitektur lama di
tempelkan , sekarang bangunan ini memiliki dua menara pada kedua sudut kiri dan
kanan. ( Mesjid di Padang Ganting, kota Padang). (Sumber: museum, Aditiawarman,
Padang)
Bangunan Bank BPD, jalan Pemuda Padang, hanya meniru badan bangunan tradisional
(sumber: Couto, 2008)
banyak yang menjadi contoh bangunan tradisional moderen, pada hal jenis bangunan ini
bukan yang dipakai oleh kebanyakan masyarakat di nagari-nagari di Minangkabau.
Misalnya, museum, kantor gubernur, kantor rektorat UNP Padang (lama) mengimitasi
bangunan tradisi elite yang dimaksud (sumber: Couto, 2008). Keterangan lebih lengkap
baca buku : Budaya visual tradisi Minangkabau, kar.Nasbahry Couto (2008), terbitan UNP
Press.
http://visualheritageblog.blogspot.co.id/2011/04/masalah-regionalisme-dalamdesain.html
Masalah Regionalisme dalam Desain Arsitektur
Oleh:
Nasbahry Couto & Harmaini Darwis
A. Pendahuluan
Arsitektur adalah suatu bidang seni-sosial (Anderson, Lawren B.,2002), sebab
pengembangannya tidak semata oleh individu, tetapi oleh masyarakat. Hal ini
menonjol sekali terlihat dari contoh-contoh praktik arsitektur baik di Sumatera
Barat, maupun Indonesia, dimana peran masyarakat menonjol dalam
menentukan bentuk-bentuk arsitektur. Hal ini dapat berbeda dengan arsitektur
yang dikembangkan semata oleh kekuatan ekonomi kapitalis. Dimana peran
sosial direduksi oleh kekuatan-kekuatan individu perancang liwat perusahaan
besar atau multi-nasional. Model yang terakhir ini dapat saja terjadi di Indonesia.
Dimana steakholder dari luar komunitas juga berperan dalam merancang dan
mentukan arsitektur regional. Namun sebelum membahas hal ini timbul
pertanyaan, apakah arsitektur regional itu, apa perbedaannya dengan arsitektur
post-moderen, atau apakah bedanya dengan arsitektur tradisional. Dan
bagaimanakah sebenarnya kiprah arsitektur tradisi-moderen di Sumatera Barat.
Untuk menjawab pertanyaan ini memang tidak mudah, sebab tidak adanya data
yang cukup dan menganalisis untuk melihat bagaimana arsitektur lokal ini
menyambung kepada tradisi arsitektur moderen atau yang sering di katakan
sebagai arsitektur moderen yang sifatnya universal. Keunikan arsitektur lokal
yang diangkat menjadi arsitektur moderen memang penting sebab dia berguna
untuk memperlihatkan daya tarik arsitektur berbadasarkan budaya visual lokal.
Menurut (Dharma, 2009), sumber untuk mengembangkan sifat-sifat khas dalam
arsitektur lokal di Indonesia dapat dicari pada budaya visual suku-suku bangsa di
daerah atau Indonesia. Sedangkan pengembangan mutu ditentukan oleh standar
ilmu arsitektur. Josef Prijotomo (1988) menyatakan bahwa suatu karya arsitektur
dapat dirasakan dan dilihat sebagai karya yang bercorak lokal atau Indonesia
bila karya ini mampu untuk berikut ini.
1. Membangkitkan perasaan dan suasana ke-Indonesiaan lewat rasa dan
suasana lingkungan visual
2. Menampilkan unsur dan komponen arsitektural yang nyata-nyata nampak
corak
kedaerahannya, tetapi tidak hadir sebagai tempelan atau
tambahan saja.
Perbincangan tentang arsitektur tidak dapat dilepaskan dari perbincangan dua
kutub arsitektur yaitu Arsitektur masa lampau (lama) dan Arsitektur masa kini
(baru). Arsitektur masa lampau diwakili oleh arsitektur vernakular, tradisional,
maupun klasik. Arsitektur masa kini diwakili oleh arsitektur modern, postmodern, dan lain-lainnya.
1. Arsitektur Moderen
Munculnya arsitektur modern (baru) yaitu saat adanya usaha untuk mencari halhal yang (inovatif, kreatif) dan tidak lagi untuk mengulangi karya arsitektur masa
lampau. Tetapi ada saatnya, dalam perkembangan arsitektur modern itu timbul
usaha untuk mempertautkan antara yang lama dan yang baru akibat adanya
krisis identitas pada arsitektur moderen. Salah satu sebabnya, gaya arsitektur
moderen itu (international style) umumnya mirip dimana-mana, dia kehilangan
identitas budaya. Di New York, Tokyo, Paris dan kota-kota besar dunia umumnya,
muncul bangunan bertipe sama. Pemikiran untuk menolak gaya internasional ini,
kemudian menimbulkan beragam konsep arsitektur seperti tradisionalisme,
regionalisme, dan post-modernisme.
2. Taksonomi Regionalisme
Untuk membahas konsep arsitektur region, kita dapat melihat pemikiran Suha
Ozkan yang membagi Regionalisme menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut ini.
1. Concrete Regionalism
Regionalisme kongkrit atau yang nyata, adalah semua pendekatan kepada
ekspresi arsitektur regional, kepada bagian-bagiannya, atau seluruh bangunan di
daerah tersebut. Apabila bangunan-bangunan tadi sarat dengan nilai spiritual
maupun simbolisasi yang cocok dengan kultur lokal. Bentuknya baru bangunan
tersebut akan diterima, dengan mengeskpresikan nilai-nilai lokalnya.
2. Abstract Regionalism
Hal yang utama adalah menggabungkan unsur-unsur kwalitas abstrak bangunan,
misalnya massa bangunan, solid dan void, proporsi, sense of space,
pencahayaan, dan prinsip-prinsip struktur arsitektur lokal yang telah diolah
kembali dalam bentuk baru. Yang terpenting dari arsitektur regionalisme, adalah
cara berpikir tentang arsitektur yang tidaklah berjalur tunggal tetapi menyebar
kepada berbagai jalur, seperti yang diperlihatkan pada taksonomi regionalisme
sebagai berikut ini.
Gagasan arsitektur regional bisa berasal dari derivatif, yaitu sekedar mengkopi
bangunan yang asli tetapi tidak sesuai orisinal yang oleh Broadbent dikatakan
sebagai hasil tipologi desain. Kemungkinan lain adalah gagasan transformatif
(perubahan bentuk).
Pola derivatif
Desainer yang bekerja dengan pola derivatif, sebenarnya meniru atau
memelihara bentuk arsitektur tradisi atau vernakular, untuk fungsi bangunan
baru atau moderen. Dalam hal ini kita melihat tiga kecendrungan
1. Tipologis, dimana arsitek berusaha untuk mengelompokkan bangunan
vernakular, kemudian memilih dan membangun salah satu tipe yang
dianggap baik untuk kepentingan baru.
2. Interpretif atau interpretasi, dimana arsitek berusaha untuk menafsirkan
bangunan vernakular kemudian membangunnya untuk kepentingan baru.
3. Konservasi, dimana perancang berusaha untuk mempertahankan
bangunan lama yang masih ada, kemudian menyesuaikannya dengan
kepentingan baru.
Pola transformatif
Gagasan arsitektur regional yang bersifat transformatif, tidak lagi sekedar
meniru bangunan lama. Tetapi berusaha mencari bentuk-bentuk baru, dengan
titik tolak ekspresi bangunan lama baik yang visual maupun abstrak.
Gagasan arsitekur yang bersifat visual dapat dilihat dari usaha pengambilan
elemen-elemen bangunan lama yang yang dianggap baik, menonjol atau
ekspresif untuk di ungkapkan kepada bangunan baru. Pemilihan elemen yang
dianggap baik ini disebut eklektik. Kemudian pastiche, atau mencampur-baurkan
beberapa elemen bangunan baik moderen maupun tradisional, beberapa
diantara desain bangunan seperti ini juga dapat menimbulkan kesan
ketidakserasian. Sedangkan reinterpretatif, adalah menafsirkan kembali
bangunan lokal itu dalam versi baru.
Pencarian dan penafsiran bentuk-bentuk arsitektur tradisi ini pernah di kritik oleh
arsitek Jepang Kenzo Tange, yang hanya akan melahirkan monster-monster
arsitektur lokal. Namun tidak dapat disangkal bahwa, pola transformasi adalah
salah satu cara untuk menciptakan arsitektur moderen yang dapat merangsang
kreativitas arsitek untuk menciptakan karya arsitektur baru dan moderen, tetapi
masih memperlihatkan karakter arsitektur lokal dari masa silam. Secara umum,
pola transformasi dapat diartikan perubahan bentuk lama ke bentuk baru
http://visualheritageblog.blogspot.co.id/2011/04/5masalah-regionalismedalam-desain.html
5. Peran Masyarakat
Peran masyarakat untuk memelihara arsitektur regionalisme dapat dilihat
dalam dua periode. Periode 1) adalah sejak tahun 65-an, dimana Pemda
Sumatera Barat berusaha untuk mengonjongkan bangunan bangunan
moderen di kota kota Sumatera Barat. Akibat nya terjadilah tempelantempelan yang tidak perlu pada bangunan moderen yang justru merusak
karakter bentuk AMK. Periode 2) berlangsung sejak tahun 80-an, yaitu
sejak diadakannya MTQ ke 13 di kota Padang. Dimana para arsitek yang
berperan untuk mendesain bangunan tidak lagi di bawah komando politik
Pemda, tetapi berusaha untuk mengadakan penelitian, mencari akar
arsitektur lokal (sisa-sisa eksperimen bangunan AML ke AMK dapat dilihat
pada bangunan Mesjid Muhamadiyah dan GOR Haji Salim di Kota Padang),
yang di prakarsai oleh Ir.Ismed Darwis (Alm.)
Bangunan Mesjid Raya (baru) di jalan khatib Sulaiman yang mengambil unsur atap
sebagai badan bangunan mesjid ( usaha untuk mendamaikan unsu adat dengan agama?)
sebab bangunan asli tradisi mesjid bukanlah seperti ini. Dapat dilihat dari gambar di
bawah.
Lukisan tentang mesjid di pinggir danau singkarak oleh pelukis Belanda : L. J. (Leo) Eland
1884-1952. Dilukis pada abad ke 19. Ciri bangunan mesjid asli ini mulai menghilang.
Sumber. http://www.geheugenvannederland.nl
D. Simpulan
Sampai saat sekarang bagaimana ujud arsitektur lokal itu masih dalam
wacana diskursus, antara lain wacana tentang mana arsitektur bentuk asli
dan mana yang bentuk transformasi. Sebab dalam perjalanan arsitektur
lokal itu yang muncul adalah model-model bangunan (beberapa model),
diantaranya adalah bangunan beranjung, dianggap sebagai model
bangunan tradisi Minangkabau yang unggul dalam bentuknya. Namun
dari penelitian, membuktikanbahwa jenis dan bentuk bangunan seperti ini
adalah bangunan khusus, jadi bukan bangunan yang ada pada
masyarakat Minangkabau. Apa yang terjadi di Sumatera Barat, mungkin
sama dengan yang di tempat lain. Dalam hal ini kita dapat mengaca apa
yang diungkapkan oleh Kenzo Tange (arsitek Jepang), bahwa selagi format
arsitektur moderen-tradisional itu disuatu tempat belum ditemukan, yang
muncul hanyalah karya eksperimen, atau dengan perkataan yang lebih
tajam lagi, yaitu karya monster-monster arsitektur.
Khusus mengenai transformasi arsitektur regional (minangkabau), dapat
dipastikan bahwa hal ini tidak hanya terjadi pada jaman setelah
kemerdekaan, tetapi sudah berlangsung sejak jaman kolonial (gambar
mesjid Sei.Puar, Bukittinggi)
Yang menjadi masalah adalah bagaimana membangun moderen tetapi
mencerminkan arsitektur regional (khusus daerah Sumatera Barat). Salah
satu masalah adalah, tempelan unsur AML jelas dapat merusak AMK,
bukannya menyatu tetapi sangat kontras sebagai sebuah tempelan AML
yang berbahan dan ukiran kayu ke bangunan AMK yang berbahan beton
dan bertingkat.
Masalah lain dalam penerapan bangunan regionalisme ini adalah jika
terdapat beberapa bangunan bergonjong yang sangat berbeda-beda
karakternya di suatu lokasi ( kelompok bangunan). Yang terjadi adalah
semacam pameran model bangunan lokal. Hal ini dapat di lihat di
sepanjang jalan Khatib Sulaiman di Padang. Dapat dikatakan sepanjang
jalan ini tidak ada pengaturan bentuk bangunan baik untuk tujuan AMK
maupun AML atau perpaduan antara keduanya.Hal yang sama dapat
terjadi di beberapa kota di Sumatera Barat, dimana karakter
tradisionalnya hanya merupakan tempelan AML ke AMK.
Usaha untuk mempertahankan ciri arsitektur regional, sering membawa
akibat tidak teraturnya kesan bangunan. Bagunan bergonjong pada Pasar
Raya Padang ini adalah contoh bahwa bentuk-bentuk gonjong tidak selalu
cocok dalam kelompok bangunan dan tidak serasi dengan bangunanbangunan umum lainnya. (sumber, Couto, 2008)
Dapat
dikatakan
arsitektur
regionalisme
itu
perlu
ditertibkan
penerapannya kembali apakah melalui sebuah peraturan atau kajian
akademis, yang tidak hanya melibatkan para arsitek tetapi juga berbagai
ahli lain seperti bidang seni visual, seni rupa dan kriya. Diantara yang
menjadi masalah adalah jika sebuah bangunan bercorak bangunan
regionalisme telah di bangun di suatu tempat, bagaimana desain bentuk
bangunan di sekitarnya harus di desain ? Bagaimanakah penerapan unsur
ornamen tradisi yang asli ? Bagaimanakah pemberian warna yang
mengekpersikan arsitektur lokal, dan sebagainya yang berhubungan
dengan regionalisme dalam. Jka hal ini tuntas setidaknya akan
mengurangi praktek asal tempel untuk mengekspresikan arsitektur
regional.
Utama
Harapan
Harapan
Harapan
:
I
II
III
Rp.
:
Rp.
:
Rp.
:
Rp.
150.000.000,75.000.000,50.000.000,25.000.000,-
Kepustakaan
Mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat
Mencari makna dan substansi cultural, bukan gaya/ style sebagai produk
akhir.
kemunculannya juga bukan merupakan ledakan daripada sikap emosional sebagai respon dari
ketidak berhasilan dari arsitektur modern dalam memenuhi keinginan masing masing
individu di dunia, akan tetapi lebih pada proses pencerahan dan evaluasi terhadap kesalahan
kesalahan pada masa arsitektur modern.
Maksud dan Tujuan Regionalisme dalam Arsitektur menurut Wiranto
Maksud dan tujuan daripada regionalisme dalam arsitektur ini adalah untuk menciptakan
arsitektur
yang
kontekstual
yang
tanggap
terhadap
kondisi
lokal.
Setiap tempat dan ruang tertentu memiliki potensi fisik, sosial, dan ekonomi dan secara kultur
memiliki batas batas arsitektral maupun sejarah.
Dengan demikian arsitektur regionalis seperti halnya arsitektur tropis, senantiasa mengacu
pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat.
Misi Regionalisme dalam Arsitektur
Regionalisme dalam ini mempunyai suatu misi yakni mengembalikan benang merah, suatu
kesinambungan masa dahulu dengan masa sekarang dan masa sekarang dengan masa yang
akan datang melalui kekhasan budaya yang dimiliki serta untuk mengimbangi dari kerusakan
budaya akibat dari berbagai macam kekuatan sistem produksi baik rasionalisme, birokrasi,
pengembangan skala besar maupun internasional style (Andy Siswanto,Ir., Msc. M. Arch dan
Eko Budiharja, Prof. Ir., Msc., 1997, 130)
Sasaran Regionalisme dalam Arsitektur
Adapun sasaran daripada Arsitektur Regionalis ini adalah Masayarakat, Para Aktor
Pembangun Arsitektur dan Perkotaan baik swasta maupun aparat birokrasi pemerintah.
1. Sasaran bagi Masyarakat yang akan membangun
Kepada masyarakat di harapkan memiliki sensifitas dalam membangun
maupun menilai lingkungan di sekitarnya, yakni dengan :
o
Sebesar apapun gerakan regionalisme tetap saja, stake holder dalam hal
ini pemerintah merupakan penentu kebijakan tertinggi. oleh sebab itulah
perlu usaha upaya guna menyamakan persepsi bersama antara aktor
pembangun swasta maupun birokrasi pemerintah sehingga tercipkan
suatu persamaan gerak dan pacuan dalam memboomingkan gagasan
regionalisme ini.
3. Sasaran bagi Tim jati diri Arsitektur
Tim jati diri merupakan tim yang memiliki kompetensi kerja dan wawasan
yang cukup tinggi di harapkan mampu memberikan arahan yang tepat
dalam proses gerakan Arsitektur Regionalisme ini