Anda di halaman 1dari 34

http://hamahsagrim.blogspot.co.id/2015/12/arsitektur-postmoderen-arsitektur.

html
ARSITEKTUR POST MODEREN, ARSITEKTUR NEOMODEREN
DAN ARSITEKTUR REGIONALISME
oleh
Hamah

Sagri m

Gambar:
Konsep Arsitektur Maybrat dirancang dari aliran arsitektur inisiasi wiyon/wofle yang
disebut k'wion/mbol wofle
lengkap dengan ornament, simbol-simbol, corak dan warna sebagai filosofi kebesaran
sang pemilik khususnya
dan mewakili wajah kebudayaan suku Maybrat Imian Sawiat Papua di Asia Tenggara
oleh Hamah Sagrim
A. ARSITEKTUR POST MODEREN
Awal Lahirnya Postmoderen Pada tahun 1960-an merupakan titik
balik dari jatuhnya Arsitektur Moderen. Pada era moderen tersebut timbul
protes dari para arsitek terhadap pola-pola yang monotis karena pada
dasarnya arsitektur moderen berkesan monoton (kebanyakan bangunan

tersebut berbentuk kotak-kotak). Oleh karenanya, maka lahirlah aliran


baru yaitu aliran postmoderen.
Postmoderen, Sebelum memahami apa itu arsitektur postmoderen
sebaiknya kita pahami dulu pengertian dari postmoderen itu sendiri.
Postmoderen adalah Paradox, sesudah sekarang. Yang kemudian, sesudah
segala waktu. Keinginan hidup di luar. Pengikat waktu lampau, sekarang,
akan datang. Lanjutan moderen dan turunannya.
Arsitektur

Postmoderen.

Arsitektur

Postmoderen

adalah:

Menembus batas, melewati spesies. Meninjau masa lalu. Meninjau masa


datang dengan ironi Arsitektur yang menyatukan seni dan ilmu.
Koreksi dari kesalahan arsitektur moderen. Arsitektur yang melepaskan
diri dari aturan moderenisme. Anak dari arsitektur moderen. Regionalisme
yang

mengganti

menggantikan

internasionalisme.

bentuk

geometris.

Representasi
Representasi

fiksional
fiksional

yang
untuk

menunjukkan eksklusivitas bangunan dalam istilah fungsi dan bekerja


dalam

seni

bangunan.

Bukan simbol dari mesin dan konstruksi sebagai bagian dari proses
arsitektur, namun terdiri dari semua tanda terdekat dari desain yang
berurutan.

Keindahan

dan

estetika

menggantikan

teknologi,

menggambarkan dunia imajinasi lebih untuk membawa kepada dunia


baru

yang

lebih

berani.

Berusaha mengembalikan ingatan masa lalu , mengeksploitasi sejarah


untuk menimbulkan efek-efek yang lebih menarik.
Dapat melihat bangunan lebih relatif dengan aspek sejarah, regional,
serta memberikan penghargaan yang lebih pada lingkungan. Menyangkal
referensi

sendiri

yang

dapat

menemukan

style

dari

moderen.

Membangun cita rasa keindahan baru yang jauh dari realitas hidup, fiksi
lebih

baik

dari

fungsionalitas.

Secara

garis

postmoderen dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu:


1. Arsitektur Purna moderen.
2. Arsitektur Pasca moderen, dibagi menjadi:
Late moderen.
Neomoderen.
Dekonstruksi.

besar

era

arsitektur

Ciri-ciri arsitektur postmoderen adalah:


Berdasar seni dan ilmu.
Mempunyai makna (simbolik).
Eklektikisme (campuran).
Plural.
Proses komunikasi /bahasa.
Me-lokal.
Ruangan dan bentuk membentuk arsitektur.
1. Ajaran pada Arsitektur Postmodern
Menurut Charles A. Jencks ada 6 Ajaran tentang perkembangan
arsitektur yang menyimpang dari fungsionalisme yaitu:
-

Historiscism
Merupakan aliran yang ingin tetap memunculkan komponen bangunan

dari komponen klasik.


Straight Revivalism
Aliran ini sulit menghilangkan langgam yang sudah ada di masyarakat

sejak lama seperti renaissance, gothic, islamic.


Neo Vernacular
Produk bangunan ini tidak menerapkan prinsip bangunan vernakular
dengan murni, melainkan menampilkan karya baru (mengutamakan

penampilan visual).
Urbanist
Mempunyai 2 ciri khusus yaitu:
a. Ad-hoc
Penambahan komponen baru pada proses pengembangan perancangan
tanpa memikirkan posisi dan lokasi yang tepat.
b.
Kontekstual
Berusaha melayani aspirasi ideal masyarakat, desainnya mengitari
lingkungan sekitar.
-

Metaphor
Desain mengambil bentuk alam yang fungsional. Berupa referensi yang

tersamar.
Postmoderen Space

Bentuk Arsitektur berdasarkan kontekstualisasi arsitekturalnya


oleh: Hamah Sagrim
Difokuskan pada rancangan spatial interpenetration, di mana dua atau
lebih ruang dapat digabung secara overlap dan saling bertemu. Aliran ini
mencoba mendefinisikan ruang lebih dari sekedar ruang abstrak dan
menghasilkan arti ganda, keanekaragaman dan kejutan. Menurut Robert
A.M. Stern makna yang terkandung dalam arsitektur postmoderen adalah:
a. Kontekstualism
Desain bangunan dibuat dengan desain bangunan lingkungan sekitarnya,
misal dalam bentuk warna dan ukuran.
b.

Allusionism
Desain arsitektural yang memasukkan unsur sejarah arsitekturnya. Misal
sejarah bangunan lama dilibatkan dalam desain bangunan baru.

Sekilas Tentang Arsitektur Post Moderen


a. Pengertian Post Moderen
Postmoderen bisa dimengerti sebagai filsafat, pola berpikir, pokok
berpikir,

dasar

berpikir,

ide,

gagasan,

teori.

Masing-masing

mengherangkan bila ada yang menggelarkan pengertian sendiri tentang


dan mengenai Postmoderen, dan karena itu tidaklah mengherangkan bila
ada yang mengatakan bahwa postmoderen itu berarti sehabis moderen
(moderen sudah usai); setelah moderen (moderen masih berlanjut tapi
tidak lagi populer dan dominan); atau yang mengartikan sebagai
kelanjutan moderen (moderen masih berlangsung terus, tetapi dengan
melakukan penyesuaian/adaptasi dengan perkembangan dan pembaruan
yang terjadi di masa kini).
b. Interpretasi Arsitektur Post Moderen

Arsitektur Postmoderen tidak dapat dipisahkan dengan Arsitektur


a)
b)
c)
d)

Moderen karena Arsitektur Post Moderen merupakan :


Kelanjutan Arsitektur Moderen
Reaksi terhadap Arsitektur Moderen
Koreksi terhadap Arsitektur Moderen
Gerakan melengkapi dari apa yang masih belum terpenuhi dalam

arsitektur moderen
e) Menyodorkan alternatif sehingga arsitektur tidak hanya satu jalur saja
f) Memberi kesempatan untuk menangani arsitektur dari kemungkinankemungkinan, pendekatan-pendekatan dan alternatif-alternatif yang lebih
luas dan bebas. Dengan demikian mempelajari arsitektur Post Moderen
tidak bisa tanpa melalui Arsitektur Moderen karena Arsitektur Post
Moderen merupakan langkah atau tindak lanjut terhadap evaluasi yang
dilakukan

mengenai

arsitektur

Moderen.

Arsitektur

Post

Moderen

merupakan arsitektur yang telah melakukan feedback/umpan balik


terhadap Arsitektur Moderen.
c. Pokok-pokok pikiran arsitektur post moderen
Pokok-pokok pikiran yang dipakai arsitek Post Moderen yang tampak
dari ciri-ciri di atas berbeda dengan Moderen. Di sini akan disebutkan tiga
perbedaan penting itu.
1. Tidak memakai semboyan Form Follows Function.
Arsitektur posmo mendefinisikan arsitektur sebagai sebuah bahasa dan
oleh karena itu arsitektur tidak mewadahi melainkan mengkomunikasikan.
2. Fungsi (bukan sebagai aktivitas atau apa yang dikerjakan oleh manusia
terhadap arsitektur).
Yang dimaksud dengan fungsi di sini bukanlah aktivitas, bukan pula
apa

yang

dikerjakan/dilakukan

oleh

manusia

terhadap

arsitektur

(keduanya diangkat sebagai pengertian tentang fungsi yang lazim


digunakan dalam arsitektur moderen). Dalam arsitektur posmo yang
dimaksud

fungsi

adalah

peran

dan

kemampuan

arsitektur

untuk

mempengaruhi dan melayani manusia, yang disebut manusia bukan


hanya pengertian manusia hanya pengertian manusia sebagai makhluk
yang berpikir, bekerja melakukan kegiatan, tetapi sebagai manusia
sebagai makhluk yang berpikir, bekerja, memiliki perasaan dan emosi,
makhluk yang punya mimpi dan ambisi, memiliki nostalgia dan memori.
Manusia bukan manusia sebagai makhluk biologis tetapi manusia sebagai
pribadi.

Dalam posmo, perancangan dimulai dengan melakukan analisa fungsi


arsitektur, yaitu: Aritektur mempunyai fungsi memberi perlindungan
kepada manusia (baik melindungi nyawa maupun harta, mulai nyamuk
sampai bom).
Arsitektur

memberikan

perasaan

aman,

nyaman,

nikmat

Arsitektur mempunayi fungsi untuk menyediakan dirinya dipakai manusia


untuk berbagai keperluan . Arsitektur berfungsi untuk menyandarkan
manusia akan budayanya akan masa silamnya. Arsitektur memberi
kesempatan pada manusia untuk bermimpi dan berkhayal. Arsitektur
memberi gambaran dan kenyataan yang sejujur-jujurnya.
3. Bentuk dan Ruang
Di dalam posmo, bentuk dan ruang adalah komponen dasar yang tidak
harus

berhubungan

satu

menyebabkan

yang

lain

(sebab

akibat),

keduanya menjadi 2 komponen yang mandiri, sendiri-sendiri, merdeka,


sehingga bisa dihubungkan atau tidak. Yang jelas bentuk memang
berbeda

secara

substansial,

mendasar

dari

ruang.

Ciri pokok dari bentuk adalah ada dan nyata/ terlihat/ teraba, sedangkan
ruang mempunyai ciri khas ada dan tak terlihat/ tak nyata. Kedua ciri ini
kemudian menjadi tugas arsitek untuk mewujudkannya.
d. Konsep arsitektur post-moderen
Arsitektur

post-moderen

merupakan

arsitektur

yang

berbeda

pandangan serta konsepnya terhadap arsitektur sebelumnya, yaitu


Arsitektur moderen. Arsitektur moderen mempunyai pandangan atau
idiologi yang anti terhadap sejarah, identitas atau pengenal, dan anti
manusia sebagai elemen desain dalam arsitektur. Sebaliknya, Arsitektur
Post-moderen berusaha memunculkan kembali karakteristik sejarah, yang
dilengkapi dengan jati diri atau identitas dan berusaha memperlihatkan
ciri arsitektur yang dekoratif serta elemen-elemen tambahan guna lebih
mengesankan keindahan arsitektur tersebut.
Arsitektur Post-modern banyak mengambil langgam-langgam arsitektur
lama, karena menganut pemahaman bahwa Arsitektur post-moderen
merupakan bagian dari perjalanan sejarah manusia atau berhubungan
dengan seni (art history). Gaya yang dipakai biasanya adalah langgam
arsitektur Yunani sampai dengan Neo-klasik. Langgam-langgam yang

selalu dihadirkan dalam perancangan arsitektur post-moderen selalu


bervariasi.
B. ARSITEKTUR NEOMODEREN
Bermula dari runtuhnya arsitektur moderen terakhir yang disebut juga
International Style, arsitektur postmoderen terus berkembang menjadi
banyak aliran. Diantaranya yaitu aliran Neo Moderen.
Aliran Neo Moderen muncul pada masa antara tahun 1980 seiring
dengan perkembangan jaman sejak dinyatakannya kematian arsitektur
moderen (1975) dan kemudian ditandai munculnya bangunan-bangunan
baru postmoderen. Neo Moderen juga berkembang bersamaan dengan
aliran Dekonstruksi dimana arsitek-arsitek besar pada masa itu seperti
Frank Gehry, Peter Eisenman, Rem Koolhaas, Bernard Tschumi, Zaha
Hadid, Fumihiko Maki, Kazuo Shinoara, dan lain-lain yang menghasilkan
karya-karya Neo Moderen dan Dekonstruksi. Karya-karya arsitektur
Neomoderen sangat bertentangan dengan sifat klasik (clasissicism). Ciriciri yang mendasar pada bangunan-bangunan Neomoderen yaitu :
1. Memiliki konsep yang spesifik seperti bangunan-bangunan postmoderen
aliran lainnya pada umumnya. Dapat bersifat abstrak tetapi juga
merepresentasikan sesuatu, tidak hanya sebagai istilasi dari suatu
bentukan tertentu.
2. Masih memperlihatkan kejelasan struktur dan sainsnya dengan ide-ide
yang inovatif, beralasan dan masuk akal.
3. Pertimbangan yang sangat mendasar terhadap karakter bangunan
dengan tetap memperhatikan segi manusia yang menggunakannya.
4. Pada umumnya merupakan pengembangan / lanjutan dari bentukanbentukan sederhana melalui konsep-konsep dan rekayasa baik secara
karakter bangunan maupun fungsi struktur serta sains dengan pemikiran
yang mendalam.
5. Keseragaman dan keserasian pada facade bangunan lebih diutamakan
dengan penggunaan bahan dan warna terkadang bersifat monoton namun
inovatif.
6. Memadukan unsur-unsur yang berkesan mungkin dan yang tidak
mungkin.
Ciri-ciri diatas merupakan ciri-ciri umum yang dapat terlihat secara
visual dari bangunan Neomoderen. Untuk mengungkapkannya, para

arsitek Neomoderen memanfaatkan bentuk, penggunaan material dan


warna

serta

struktur

dan

teknologi

yang

membuat

Neomoderen

berkembang juga menjadi beberapa aliran seperti Plastism, Suprematism,


High-tech dan lain-lain.
Dalam aliran Plastism, banyak digunakan bentukan-bentukan yang
berkesan fleksibel dengan banyak kurva serta lengkung. Bentukan yang
fleksibel ini membuat bangunan lebih dinamis dan memiliki karakter.
Bentukan tersebut tidak selalu bersifat struktural, seringkali bersifat
dekoratif

namun

menyatu

dengan

bangunan

dan

bukan

sekedar

tempelan baik secara fasade maupun interior bangunan caranya


dengan menggunakan warna dan material bangunan yang inovatif. Intinya
aliran Plastism berusaha mengemukakan ide melalui bentukan-bentukan
yang tidak umum dari sebuah bangunan.
Aliran

Suprematism

mengutamakan

perekayasaan

bentuk

dari

bentukan yang umum. Dari arti kata suprematis sendiri yaitu melawan
hal-hal

yang

bersifat

lampau

dan

natural,

aliran

ini

berusaha

mengiterpretasikannya kedalam bangunan dengan merekayasa segala hal


yang bersifat umum pada bangunan. Misalnya dinding, kolom bahkan
lantai yang miring. Istilah disposisi merupakan hal yang wajar dalam
aliran Suprematism dalam mengemukakan ide dan konsep. Namun aliran
ini memusatkan perhatian pada bangunan dari segi konsep bentukan
yang mengarah pada karakter bangunan tanpa mempertimbangkan
fungsi secara mendalam. Sense of art sangat terlihat dalam bangunanbangunan karya aliran Neomoderen-suprematism.
Aliran High-tech biasanya menggunakan struktur yang ekstrim untuk
memaksakan bentuk yang sesuai dengan konsep/ide. Namun dalam hal
ini

juga

dipertimbangkan

fungsi

secara

sains

yang

menunjang

kenyamanan manusia penggunanya. Aliran-aliran dalam Neomoderen


sebenarnya tidak baku karena setiap arsitek dalam mengemukakan
idenya

berbeda-beda,

namun

tujuan

dan

pemikiran

dasar

dapat

dikategorikan dalam Neomoderen.


Anti-Postmoderen, Anti-Clasisisme, Anti-Disneyland, Anti-Deniel, juga
Neo-Classic/Classicisme. Kadang mengembangkan postmoderen dan late

moderen sebagai perbendaharaan abstrak. Gehry telah mengembangkan


ruang Postmoderen dari Charles Moore serta Late moderen sebagai
perbendaharaan absrak dari karya-karyanya. Gehry juga menyimpulkan
argumentasi-argumentasi

mengenai

Postmoderen

yang

dianut

oleh

Charles Jenks, Charles Moore, Michael Grraves tetapi tidak menganutnya.


C. ARSITEKTUR REGIONALISME
1. Konsep dan prinsip rancangan pemikiran para arsitek terhadap
arsitektur regionalime
Secara geografis, setiap wilayah/region memiliki ciri kedaerahan yang
berbeda-beda, bergantung pada budaya setempat, iklim dan teknologi
yang ada. Karenanya, setiap arsitek di berbagai daerah di seluruh dunia
pun memiliki pemikiran tersendiri atas sebuah teori regionalisme.
Regionalisme bukan sebuah gaya, melainkan sebuah aliran pemikiran
tentang arsitektur.
a. William Curtis
Seorang sejarahwan

Willian

Curtis

melihat

Regionalisme

dalam

arsitektur sebagai respon alami terhadap hegemoni Barat yang berusaha


menciptakan suatu arsitektur yang lunak dan mirip (serupa) didalam
pengembangan pusat-pusat urban (kota) yang sangat cepat di Dunia
Ketiga. William Curtis yang merefleksikan jalan pemikiran ini, mencatat
bahwa disana ada momentum pertemuan suasana hati yang menolak
reproduksi yang fasih menurut formula internasional dan yang sekarang
mencari kontinuitas di dalam tradisi lokal.
b. Rapoport
Rapoport menyatakan bahwa Regionalisme meliputi berbagai tingkat
daerah dan kekhasan, dia menyatakan bahwa secara tidak langsung
identitas yang diakui dalam hal kualitas dan keunikan membuatnya
berbeda dari daerah lain. Hal ini memungkinkan mengapa arsitektur
Regional sering diidentifikasikan dengan Vernakuler, yang berarti sebuah
kombinasi antara arsitektur lokal dan tradisional ( asli ).
c. Frampton
Dalam bukunya Modern Architecture and the Critical Present, 1982 )
Regionalisme tidak bermaksud menunjukkan Vernakuler sebagai suatu
hasil hubungan interaksi iklim, budaya, dan hasil karya manusia, akan

tetapi lebih pada mengidentifikasikan Regional yang tujuannya telah


dihadirkan kembali dan disediakan dalam jumlah tertentu. Regionalisme
tertentu, pendefinisiannya pada hasil eksplisit atau implisit antara
masyarakat dan pernyataan arsitektural, maka antara kondisi awal
ekspresi regional tidak hanya kemakmuran lokal tetapi juga rasa yang
kuat akan identitas.
d. Peter Buchanan
Dalam bukunya The Architectural Review, Mei 1983 ) Regionalisme
adalah kesadaran diri yang terus menerus, atau pencapaian kembali, dari
identitas formal atau simbolik. Berdasar atas situasi khusus dan budaya
lokal mistik, regionalisme merupakan gaya bahasa menuju kekuatan
rasional dan umum arsitektur modern. Seperti budaya lokal itu sendiri
regionalisme lebih sedikit diperhatikan dengan hasil secara abstrak dan
rasional. Dan lebih dengan penambahan fisik, lebih dalam dan nuansa
pengalaman hidup.
e. Rory Spence
Dalam sebuah artikel yang berjudul The Concept of Regionalism
Today : Sydney and Melbourne considered as contrasting phenomena
( Transition : Discourse on Architecture, July 1985 ), Rory menyatakan
bahwa : Regionalisme dalam arsitektur merupakan bagian dari seluruh
pengarahan kembali atas kualitas hidup, sebagai penentangan terhadap
penghapusan paham perluasan ekonomi dan kemajuan material dalam
hal pembiayaan. Hal ini lebih memusatkan perhatian pada para pengguna
bangunan

daripada

penyediaan

perluasan

ekonomi

dan

material.

Seharusnya hal ini juga dibedakan dengan jelas dari keraguan yang
f.

berlebihan atas sebuah konsep arsitektur nasional.


Chris Abe
Dalam Perubahan Regional ( The Architectural Review, November
1986

menyatakan

bahwa

Regionalisme berusaha untuk melihat kembali arsitektur Modernisme


yang nampak, yaitu secara berkesinambungan dalam memberi tempat
antara bentuk bangunan masa lalu dengan masa sekarang.
g. Kenza Boussora (Algeria)

Berdasarkan

studi

yang

telah

dilakukan

oleh

Boussora

dapat

disimpulkan bahwa tujuan dari regionalisme, dalam beberapa kasus,


kemunculannya tidak dapat diterapkan, karena adanya ketidaksesuaian
atau ketidakcocokan antara tujuan dan hubungan secara khusus yang
mana sebuah bangunan didirikan. Boussora mengambil contoh-contoh
permasalahan di Algeria yang mana tidak sesuai dengan tujuan dari
regionalisme. Dua diantaranya adalah seperti yang disebutkan dibawah
ini:

Bagaimana

untuk

mencapai

keselarasan

(kesesuaian)

dengan

sumber-sumber dimana tidak mencukupi untuk merespon kebutuhan


dengan

cepat

bagi

penyediaan

perluasan

bangunan.

Sebagian besar proyek digambarkan dalam literatur pada regionalisme


sebagai sebuah bangunan kecil terutama bangunan individu dalam plural
area. Masalahnya

bahwa

arsitektur

modern

telah mencoba

untuk

memecahkan permasalahan yang ada di Algeria; yaitu, bagaimana


menyediakan sejumlah besar tipe-tipe bangunan yang berbeda, bagianbagian rumah secara cepat dan rendah biaya pada penyediaannya.
h. Tan Hock Beng
Dalam bukunya Tropical Architecture and Interiors : Tradition-Based
design of Indonesia-Malaysia-Singapore-Thailand ( 1994) menyatakan
bahwa : Regionalisme dapat didefinisikan sebagai suatu kesadaran untuk
membuka kekhasan tradisi dalam merespon terhadap tempat dan iklim,
kemudian melahirkan identitas formal dan simbolik ke dalam bentuk
kreatif yang baru menurut cara pandang tertentu dari pada lebih
berhubungan dengan kenyataan pada masa itu dan berakhir pada
penilaian manusia. Hanya ketika kita mengenali bahwa tradisi kita
merupakan sebuah warisan yang berevolusi sepanjang zaman akan dapat
menemukan keseimbangan antara identitas regional dan internasional.
Para arsitek perlu untuk memutuskan prinsip yang mana masih layak
untuk saat ini dan bagaimana cara yang terbaik untuk menyatukan
metode persyaratan untuk bangunan modern dan metode konstruksi pada
umumnya.
i. Menurut Kami

Arsitektur

Regionalisme

bukan

hanya

menggambarkan

aliran

arsitektur, tetapi juga Arsitektur Regionalisme sebagai perwujudan nilai


suatu daerah, yang ditampilkan pada bentuk bangunan. Wujud nilai yang
dimaksud tidak hanya membicarakan fisik bangunan, tetapi filosofi, seni,
pengetahuan, keuletan, dan lain-lain yang menggambarkan masyarakat
setempat, dapat dibaca melalui arsitektur Regionalisme.
Pada kenyataannya ada beberapa pandangan yang jelas sekali dan
ada yang tidak jelas.
Pada awalnya regionalisme telah dihubungkan pada pandangan
identitas ( Frampton, dan Buchanan ). Pengertian ini timbul karena
keterpaksaan

menerima

tekanan

moderenisme

yang

menciptakan

universalisme (Buchanan); melalaikan kualitas kehidupan (Spence)


atau

jiwa

ruang(Yang);

dan

mengambil

kesinambungan

(Abel).

Arsitektur tradisional tidak menyatu dalam desain moderen. Karena


arsitektur tradisional mungkin memiliki karakteristik sendiri untuk setiap
wilayah;

menciptakan

kualitas

kehidupan

terbaik

dalam

sebuah

masyarakat tradisional dan menjadi sangat responsif atas kondisi


geografis dan iklim dalam suatu tempat tertentu; dan menunjukkan
sebuah kesinambungan dalam hasil karya arsitektural dari masa lalu ke
masa kini. Tapi bukanlah suatu cara yang sederhana untuk mengangkat
arsitektur tradisional. Pengangkatan arsitektur tradisional ke dalam desain
moderen membutuhkan pengertian yang luas dan terbuka atas budaya
internasional

(Chardirji).

Berdasarkan hal diatas arsitektur regional oleh para arsitek di atas dapat
disimpulkan sebuah definisi yang lebih lengkap yang mana definisi ini
dapat diterima untuk segala jaman, yaitu definisi menurut Tan Hock Beng.
Berdasarkan definisi Tan Hock Beng dapat diklasifikasikan dalam 6 strategi
regionalisme, yaitu :

Memperlihatkan identitas tradisi secara khusus berdasarkan


tempat/daerah dan iklim.

Memperlihatkan identitas secara formal dan simbolik ke dalam


bentuk baru yang lebih kreatif.

Mengenalnya sebagai tradisi yang sesuai untuk segala zaman.

Menemukan kebenaran yang seimbang antara identitas daerah


dan internasional.

Memutuskan prinsip mana yang masih layak/patut untuk saat ini


(aktual).

Menggunakan tuntutan-tuntutan teknologi moderen, dari hal yang


tradisional digunakan sebagai elemen-elemen untuk langgam
modern

http://nusantaraknowledge.blogspot.co.id/2015/09/arsitekturregionalisme_12.html
BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Diawali dengan munculnya Arsitektur Modern yang berusaha
meninggalkan arsitektur masa lampaunya dengan melupakan
ciri serta sifatnya-sifatnya, periode berikutnya mulai timbul
usaha untuk menyelaraskan atau mengkombinasikan antara
yang lama dan yang baru akibat adanya krisis identitas pada
arsitektur. Paham - paham tersebut antara lain adalah
tradisionalisme, regionalisme, dan post-modernisme.
Khususnya pada paham Regionalisme diperkirakan berkembang
sekitar tahun 1960. Sebagai salah satu perkembangan
arsitektur modern yang mempunyai perhatian lebih pada ciri
khas arsitektur kedaerahan, aliran ini berkembang terutama di
negara berkembang. Ciri kedaerahan yang dimaksud berkaitan
erat dengan budaya setempat, iklim, dan teknologi yang
berkembang di negara atau daerah tersebut.

1.2

Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang masalah diatas, dapat dirumuskan rumusan
masalah sebagai berikut :

o
o

Apa pengertian dan ciri-ciri dari regionalisme?


Adakah desain atau bangunan yang menganut
paham modern regionalisme?

1.3

Tujuan
Adapun tujuan kami dalam penulusan paper ini adalah sebagai
berikut :
o
Mengetahui pengertian dan ciri-ciri modern
regionalisme
o
Mengetahui bagaimana penerapan desain pada
bangunan yang menganut paham regionalisme

1.4

Manfaat
Adapun manfaat yang didapat adalah sebagai berikut :
o
Memberi pemahaman mengenai pengertian dari
paham modernregionalisme
o
Dapat mengklasifikasikan penerapan paham
Regionalisme pada sebuah bangunan ataupun pada
sebuah desain.

1.5

Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu :
o
Studi Pustaka
Membaca referensi yang masih bersifat up to date dengan
materi bahasan berupa majalah
o
Browsing internet

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Regionalisme
Regionalisme berasal dari kata Region dan Isme, Region adalah
Daerah dan Isme adalah paham Regionalisme bukan suatu
wujud dari sikap kedaerahan namun muncul sebagai akibat dari
koreksi terhadap maraknya penyeragaman wujud bangunan di
seluruh dunia sehingga kita tidak lagi mengenal lagi mana
budaya kita
Sedangkan Regionalisme dalam arsitektur merupakan sutu
gerakan dalam arsitektur yang menganjurkan penampilan
bangunan yang merupakan hasil senyawa dari
internasionalisme dengan pola cultural dan teknologi modern
dengan akar, tata nilai dan nuansa tradisi yang masih di anut
oleh masyarakat setempat.

2.2

Karakteristik/Ciri-ciri
Adapun ciri ciri daripada arsitektur regionalis adalah sebagai
berikut :
o
Menggunakan bahan bangunan local dengan
teknologi modern
o
Tanggap dalam mengatasi pada kondisi iklim
setempat

o
o

2.3

Mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta


makna ruang dan tempat
Mencari makna dan substansi cultural, bukan
gaya/ style sebagai produk akhir. kemunculannya juga
bukan merupakan ledakan daripada sikap emosional
sebagai respon dari ketidak berhasilan dari arsitektur
modern dalam memenuhi keinginan masing masing
individu di dunia, akan tetapi lebih pada proses
pencerahan dan evaluasi terhadap kesalahan kesalahan
pada masa arsitektur modern.

Maksud dan tujuan Regionalisme dalam arsitektur


o
Maksud dan tujuan daripada regionalisme dalam
arsitektur ini adalah untuk menciptakan arsitektur yang
kontekstual yang tanggap terhadap kondisi lokal.
o
Setiap tempat dan ruang tertentu memiliki
potensi fisik, sosial, dan ekonomi dan secara kultur
memiliki batas batas arsitektral maupun sejarah.
o
Dengan demikian arsitektur regionalis seperti
halnya arsitektur tropis, senantiasa mengacu pada tradisi,
warisan sejarah serta makna ruang dan tempat.

http://visualheritageblog.blogspot.co.id/2011/04/3masalah-regionalismedalam-desain.html
Masalah Regionalisme dalam Desain Arsitektur
3. Perwujudan Konsep Regionalisme

Menurut
Wondoamiseno
(1991),
kemungkinan-kemungkinan
ujud
arsitektur regionalisme dapat dilihat dalam beberapa kecendrungan, yang
disebutnya dengan penyatuan Asitektur Masa Lampau (AML) dan
Arsitektur Masa Kini (AMK) dengan kecendrungan sebagai berikut ini.
a.
b.
c.
d.
e.

Tempelan elemen AML pada AMK


Elemen fisik AML menyatu di dalam AMK
Elemen fisik AML tidak terlihat jelas dalam AMK
Ujud AML mendominasi AMK
Ekspresi ujud AML menyatu di dalam AML

Menurut Wondoamiseno, untuk dapat menyatakan bahwa AML menyatu di


dalam AMK, maka AML dan AMK secara visual harus merupakan kesatuan
(unity). Kesatuan yang dimaksud adalah kesatuan dalam komposisi
arsitektur. Kesatuan itu tidak hanya visual tetapi juga bisa dalam kualitas
abstrak, yang dapat dinilai dari respons manusia terhadap bangunan.
Yaitu bagaimana reaksi manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap objek bangunan. Untuk mendapatkan kesatuan dalam
komposisi arsitektur ada tiga syarat utama yaitu adanya :
a. Dominan (dominasi)
Sesuatu yang dominan yaitu ada salah satu unsur visual yang menguasai
keseluruhan komposisi. Dominasi dapat dicapai dengan penggunaann
warna, material, maupun obyek-obyek pembentuk komposisi itu sendiri.
b.Pengulangan
Pengulangan di dalam komposisi dapat dilakukan dengan mengulang
bentuk, warna, tekstur, maupun proporsi. Didalam pengulangan dapat
dilakukan dengan berbagai irama atau repetisi agar tidak terjadi
kesenadaan (monotone).
c. Kesinambungan dalam komposisi
Kesinambungan atau kemenerusan adalah adanya garis penghubung
maya (imaginer) yang menghubungkan perletakan obyek-obyek
pembentuk komposisi.

C.
Kasus
Regionalisme
Sumatera Barat

Arsitektur

di

1. Tempelan elemen AML pada AMK


Bangunan moderen yang memperlihatkan tempelan AML pada AMK
banyak terdapat di Sumatera Barat, misalnya di kota Padang dan
Bukittinggi. Hal ini terjadi karena pada awalnya desain bangunan ini di
rancang sebagai bangunan moderen, kemudian ada paksaan dari Pemda
untuk memberi unsur tambahan atap yang berbentuk gonjong. Akibatnya
terjadi ketidakharmonisan bentuk desain yang terjadi. Diantara tempelan
gonjong ini misalnya bangunan Bank Bumi Daya di Kota Padang, dan
kantor Gubernur Sumatera Barat. Bangunan kantor Gubernur. Bangunan
ini dibangun tahun 1968. memperlihatkan bagaimanaRancangan awal

bangunan tanpa gonjong atau desain arsitektur moderen dari kantor


gubernur Sumatera Barat.

Tempelan unsur arsitektur lama ke bangunan moderen (desain arsitektur moderen dan
tradisi)Tahun 1968 sebelum di rubah seperti keadaan sekarang, gambar bawah adalah
kantor Gubernur Sumatera Barat (keadaan sekarang), beberapa jendela mulai ditutup
(Sumber: penulis: 1980)

Jam gadang Bukittinggi, Dahulunya puncak jam gadang dirancang dengan membuat
patung ayam berkokok, setelah kemerdekaan kemudian di ganti dengan gonjong.
Bangunan-bangunan seperti ini sering di kritik dengan orang Barat berkopiah. Aspek
tempelan yang paling menonjol pada bangunan moderen adalah gonjong cula badak,
bentuk ini secara latah dipakai pada supermarket, kantor dsb. Gambar kiri atas jam
gadang seabad yang lalu, kanan adalah jam gadang sekarang.

2. Elemen fisik AML menyatu di dalam AMK


Elemen fisik AML akan dapat menyatu dengan AMK apabila sejak awal
bangunan itu dirancang, dengan menafsirkan bentuk-bentuk AML. Hal ini
terlihat misalnya pada bangunan Hotel Bumi Minang di kota Padang.
Namun tetap ada masalah sebab model bangunan tradisi yang diterapkan

adalah yang berasal di daerah (bagian 1.5). Hal ini dapat dipahami sebab
tiap daerah di Minangkabau dahulunya memiliki ciri khas tersendiri, yang
kadang-kadang tidak mewakili keseluruhan daerah di Minangkabau.

Tempelan usnur arsitektur masa lmpau (AML) menyatu ke bangunan masa kini
( dibangun pada zaman kolonial) bahan bangunan maupun dekorasinya menunjukkan
bangunan jaman kolonial,kemudian elemen bentuk atap dari arsitektur lama di
tempelkan , sekarang bangunan ini memiliki dua menara pada kedua sudut kiri dan
kanan. ( Mesjid di Padang Ganting, kota Padang). (Sumber: museum, Aditiawarman,
Padang)

Transformasi bentuk arsitektur regional (kasus Minangkabau) sebenarnya sudah


berlangsung sejak jaman kolonial contoh bangunan mesjid di Sungai Puar Bukittinggi,
dan beberapa tempat lainnya di Sumatera Barat memperlihatkan hal itu. (Sumber:
Museum, Aditiawarman , Padang)

3. Ujud AML mendominasi AMK


Ujud
AML
mendominasi
AMK,
jika
bangunan
itu
mencoba
mentransformasikan bentuk-bentuk AML ke AMK, berapa desain bangunan
seperti ini misalnya Bank BPD di jalan pemuda dengan mengambil
kemiringan bentuk badan bangunan AML. Contoh lain adalah Bank
Mandiri di Imam Bonjol Padang, yang mencoba mentransformasikan
model bangunan beranjung, ke AMK.

Bangunan Bank BPD, jalan Pemuda Padang, hanya meniru badan bangunan tradisional
(sumber: Couto, 2008)

4. Ekspresi ujud AML menyatu di dalam AML


Ekspresi ujud AML akan dapat menyatu dengan AMK bila skala, proporsi
serta komposisi bangunan AMK mendekati bangunan AML. Contoh
bangunan seperti ini misalnya bangunan bangunan Bank Indonesia di
jalan jendral Sudirman kota Padang, adalah usaha maksimal arsitek untuk
mentransformasikan bentuk-bentuk arsitektur AML ke AMK. Namun masih
memiliki kelemahan, karena ekspresi bentuk yang terjadi bukanlah
sebuah arsitektur baru, hal ini disebabkan karakter bentuk atap
bangunan gonjong pada dasarnya sangat kuat mengandung karakter
AML. Jadi efek yang ditimbulkan mirip dengan butir C.1.1 (tempelan AML
pada AMK). Usaha untuk merubah karakter ini nampak dengan merubah
material dan warna. Tetapi tetap saja karakter AML yang sangat kuat itu
tidak bisa dieliminir dengan perubahan material dan warna. Contoh lain
adalah Museum Aditiawarman Kota Padang, pada bangunan ini unsur
arsitektur baru menyatu dengan arsitektur lama.

Lintasan perkembangan bangunan tradisi Minangkabau. Bangunan tradisi itu pada


awalnya sangat sederhana, kemudian muncul bangunan tradisi elit lokal (kerajaan) dan
elit kolonial (petinggi di jaman kolonial), seperti bangunan beranjung. Bangunan tipe ini

banyak yang menjadi contoh bangunan tradisional moderen, pada hal jenis bangunan ini
bukan yang dipakai oleh kebanyakan masyarakat di nagari-nagari di Minangkabau.
Misalnya, museum, kantor gubernur, kantor rektorat UNP Padang (lama) mengimitasi
bangunan tradisi elite yang dimaksud (sumber: Couto, 2008). Keterangan lebih lengkap
baca buku : Budaya visual tradisi Minangkabau, kar.Nasbahry Couto (2008), terbitan UNP
Press.

http://visualheritageblog.blogspot.co.id/2011/04/masalah-regionalisme-dalamdesain.html
Masalah Regionalisme dalam Desain Arsitektur
Oleh:
Nasbahry Couto & Harmaini Darwis

Karya arsitektur dapat meningkatkan persepsi (kesan) tentang tempat, bentuk


dan atau budaya. Sebab, melalui karya arsitektur dapat diekspresikan identitas
budaya bangsa atau sub kultur. Karenanya, arsitektur itu penting untuk
menunjukkan keberadaan komunitas, bangsa atau etnik, budaya lokal, atau
tradisi setempat. Umumnya kesan seperti ini dicari oleh pengunjung yang datang
ke sebuah tempat tertentu di dunia. Dia akan bertanya dimana ini?, apa
keunikannya dan seterusnya. Indonesia memang kaya dengan arsitektur lokal
yang berbahan kayu, hal ini dapat dilihat dari karya-karya arsitektur lokal di
Indonesia. Sedangkan pengembangan mutunya ditentukan oleh standar
konstruksi dan keputusan untuk pengembangan bentuk keunikannya. Dari
beberapa penelitian dan juga pembahasan tentang arsitektur lokal, ternyata
arsitektur khas itu dapat diekspresikan bukan hanya dari atap atau kulit luar
bangunan. Banyak pilihan lain untuk mengekspresikan suasana lokal itu.
Misalnya, melalui suasana lingkungan lokal, perkembangan gaya lokal yang
banyak ragamnya itu, elemen-elemen bangunan, atau melalui prinsip eklektik
dengan mengambil unsur-unsur yang dianggap penting dari unsur bangunan
tradisi lokal. Regionalisme dalam arsitektur itu banyak pilihan. Ungkapan
regionalisme itu seyogyanya berkembang dalam berbagai jalur. Oleh sebab itu
taksonomi regionalisme arsitektur harus dipahami guna untuk merancang
bentuk arsitektur lokal itu.Tulisan ini mencoba untuk mengkaji kecendrungan
arsitektur di Sumatera Barat yang mengikuti dua jalur, yaitu (1) yang
berorientasi ke masa lampau, dan (2) yang berorientasi ke masa kini. Dalam hal
ini terlihat bahwa, pelaku arsitektur regionalisme sangat berperan dalam
meujudkan arsitektur regional itu. Pelaku itu baik perancang, pengambil

keputusan, pembangun (steakholder), masyarakat, adalah kekuatan yang


mengarahkan, merekayasa, dan melestarikan arsitektur lokal itu, dan atau
sebaliknya justru merusak kesan yang ingin disampaikan melalui ungkapan
arsitektur region itu.

A. Pendahuluan
Arsitektur adalah suatu bidang seni-sosial (Anderson, Lawren B.,2002), sebab
pengembangannya tidak semata oleh individu, tetapi oleh masyarakat. Hal ini
menonjol sekali terlihat dari contoh-contoh praktik arsitektur baik di Sumatera
Barat, maupun Indonesia, dimana peran masyarakat menonjol dalam
menentukan bentuk-bentuk arsitektur. Hal ini dapat berbeda dengan arsitektur
yang dikembangkan semata oleh kekuatan ekonomi kapitalis. Dimana peran
sosial direduksi oleh kekuatan-kekuatan individu perancang liwat perusahaan
besar atau multi-nasional. Model yang terakhir ini dapat saja terjadi di Indonesia.
Dimana steakholder dari luar komunitas juga berperan dalam merancang dan
mentukan arsitektur regional. Namun sebelum membahas hal ini timbul
pertanyaan, apakah arsitektur regional itu, apa perbedaannya dengan arsitektur
post-moderen, atau apakah bedanya dengan arsitektur tradisional. Dan
bagaimanakah sebenarnya kiprah arsitektur tradisi-moderen di Sumatera Barat.
Untuk menjawab pertanyaan ini memang tidak mudah, sebab tidak adanya data
yang cukup dan menganalisis untuk melihat bagaimana arsitektur lokal ini
menyambung kepada tradisi arsitektur moderen atau yang sering di katakan
sebagai arsitektur moderen yang sifatnya universal. Keunikan arsitektur lokal
yang diangkat menjadi arsitektur moderen memang penting sebab dia berguna
untuk memperlihatkan daya tarik arsitektur berbadasarkan budaya visual lokal.
Menurut (Dharma, 2009), sumber untuk mengembangkan sifat-sifat khas dalam
arsitektur lokal di Indonesia dapat dicari pada budaya visual suku-suku bangsa di
daerah atau Indonesia. Sedangkan pengembangan mutu ditentukan oleh standar
ilmu arsitektur. Josef Prijotomo (1988) menyatakan bahwa suatu karya arsitektur
dapat dirasakan dan dilihat sebagai karya yang bercorak lokal atau Indonesia
bila karya ini mampu untuk berikut ini.
1. Membangkitkan perasaan dan suasana ke-Indonesiaan lewat rasa dan
suasana lingkungan visual
2. Menampilkan unsur dan komponen arsitektural yang nyata-nyata nampak
corak
kedaerahannya, tetapi tidak hadir sebagai tempelan atau
tambahan saja.
Perbincangan tentang arsitektur tidak dapat dilepaskan dari perbincangan dua
kutub arsitektur yaitu Arsitektur masa lampau (lama) dan Arsitektur masa kini
(baru). Arsitektur masa lampau diwakili oleh arsitektur vernakular, tradisional,
maupun klasik. Arsitektur masa kini diwakili oleh arsitektur modern, postmodern, dan lain-lainnya.

B. Latar belakang Arsitektur Regionalisme

1. Arsitektur Moderen
Munculnya arsitektur modern (baru) yaitu saat adanya usaha untuk mencari halhal yang (inovatif, kreatif) dan tidak lagi untuk mengulangi karya arsitektur masa
lampau. Tetapi ada saatnya, dalam perkembangan arsitektur modern itu timbul
usaha untuk mempertautkan antara yang lama dan yang baru akibat adanya
krisis identitas pada arsitektur moderen. Salah satu sebabnya, gaya arsitektur
moderen itu (international style) umumnya mirip dimana-mana, dia kehilangan
identitas budaya. Di New York, Tokyo, Paris dan kota-kota besar dunia umumnya,
muncul bangunan bertipe sama. Pemikiran untuk menolak gaya internasional ini,
kemudian menimbulkan beragam konsep arsitektur seperti tradisionalisme,
regionalisme, dan post-modernisme.

Konsep regionalisme diperkirakan berkembang sekitar tahun 1960 (Jenks, 1977).


Sebagai salah satu perkembangan arsitektur modern yang mempunyai perhatian
besar pada ciri kedaerahan. Aliran pemikiran ini tumbuh terutama di negara
berkembang. Ciri kedaerahan yang dimaksud berkaitan erat dengan budaya
setempat, iklim, dan teknologi pada saatnya (Ozkan, 1985).
Konsep dan prinsip tradisionalisme dalam arsitektur timbul sebagai reaksi
terhadap terputusnya kesinambungan antara arsitektur yang lama dan yang
baru. Gagasan regionalisme merupakan peleburan antara yang lama dan yang
baru (Curtis,1985). Sedangkan gagasan postmodern dalam arsitektur berusaha
menghadirkan yang lama dalam bentuk universal (Jenks, 1977).

Menurut William Curtis, Regionalisme diharapkan dapat menghasilkan bangunan


yang bersifat abadi, melebur atau menyatu antara yang lama dan yang baru,
antara regional dan universal. Kenzo Tange menjelaskan bahwa Regionalisme
selalu melihat ke belakang, tetapi tidak sekedar menggunakan karakteristik
regional untuk mendekorasi visualisasi bangunan. Jadi dapat dikatakan bahwa
arsitektur tradisional itu termasuk ke dalam lingkup konsep arsitektur regional.
Sedangkan arsitektur modern masuk dalam lingkup konsep arsitektur yang
sifatnya universal. Dengan demikian maka yang menjadi ciri utama regionalisme
adalah menyatunya arsitektur tadisional dan arsitektur modern.

2. Taksonomi Regionalisme
Untuk membahas konsep arsitektur region, kita dapat melihat pemikiran Suha
Ozkan yang membagi Regionalisme menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut ini.

1. Concrete Regionalism
Regionalisme kongkrit atau yang nyata, adalah semua pendekatan kepada
ekspresi arsitektur regional, kepada bagian-bagiannya, atau seluruh bangunan di
daerah tersebut. Apabila bangunan-bangunan tadi sarat dengan nilai spiritual
maupun simbolisasi yang cocok dengan kultur lokal. Bentuknya baru bangunan
tersebut akan diterima, dengan mengeskpresikan nilai-nilai lokalnya.

2. Abstract Regionalism
Hal yang utama adalah menggabungkan unsur-unsur kwalitas abstrak bangunan,
misalnya massa bangunan, solid dan void, proporsi, sense of space,
pencahayaan, dan prinsip-prinsip struktur arsitektur lokal yang telah diolah
kembali dalam bentuk baru. Yang terpenting dari arsitektur regionalisme, adalah
cara berpikir tentang arsitektur yang tidaklah berjalur tunggal tetapi menyebar
kepada berbagai jalur, seperti yang diperlihatkan pada taksonomi regionalisme
sebagai berikut ini.

Taksonomi Regionalisme ( Budihardjo, 1997)

Gagasan arsitektur regional bisa berasal dari derivatif, yaitu sekedar mengkopi
bangunan yang asli tetapi tidak sesuai orisinal yang oleh Broadbent dikatakan
sebagai hasil tipologi desain. Kemungkinan lain adalah gagasan transformatif
(perubahan bentuk).

Pola derivatif
Desainer yang bekerja dengan pola derivatif, sebenarnya meniru atau
memelihara bentuk arsitektur tradisi atau vernakular, untuk fungsi bangunan
baru atau moderen. Dalam hal ini kita melihat tiga kecendrungan
1. Tipologis, dimana arsitek berusaha untuk mengelompokkan bangunan
vernakular, kemudian memilih dan membangun salah satu tipe yang
dianggap baik untuk kepentingan baru.
2. Interpretif atau interpretasi, dimana arsitek berusaha untuk menafsirkan
bangunan vernakular kemudian membangunnya untuk kepentingan baru.
3. Konservasi, dimana perancang berusaha untuk mempertahankan
bangunan lama yang masih ada, kemudian menyesuaikannya dengan
kepentingan baru.

Bangunan legislatif pemerintah Karnataka di Bangalore, India Selatan (1954) yang


mengambil gaya Dravida baru, dapat dianggap sebagai pola derivatif-tipologis

Pola transformatif
Gagasan arsitektur regional yang bersifat transformatif, tidak lagi sekedar
meniru bangunan lama. Tetapi berusaha mencari bentuk-bentuk baru, dengan
titik tolak ekspresi bangunan lama baik yang visual maupun abstrak.

Gagasan arsitekur yang bersifat visual dapat dilihat dari usaha pengambilan
elemen-elemen bangunan lama yang yang dianggap baik, menonjol atau
ekspresif untuk di ungkapkan kepada bangunan baru. Pemilihan elemen yang
dianggap baik ini disebut eklektik. Kemudian pastiche, atau mencampur-baurkan
beberapa elemen bangunan baik moderen maupun tradisional, beberapa
diantara desain bangunan seperti ini juga dapat menimbulkan kesan
ketidakserasian. Sedangkan reinterpretatif, adalah menafsirkan kembali
bangunan lokal itu dalam versi baru.

Pencarian dan penafsiran bentuk-bentuk arsitektur tradisi ini pernah di kritik oleh
arsitek Jepang Kenzo Tange, yang hanya akan melahirkan monster-monster
arsitektur lokal. Namun tidak dapat disangkal bahwa, pola transformasi adalah
salah satu cara untuk menciptakan arsitektur moderen yang dapat merangsang
kreativitas arsitek untuk menciptakan karya arsitektur baru dan moderen, tetapi
masih memperlihatkan karakter arsitektur lokal dari masa silam. Secara umum,
pola transformasi dapat diartikan perubahan bentuk lama ke bentuk baru

Portland Building.Pencarian bentuk baru melalui sketsa oleh Michael Grafes


untuk gedung Portland building, 1983, di Oregon USA, yang dianggap sebagai
monumen bangunan Posmoderen.

http://visualheritageblog.blogspot.co.id/2011/04/5masalah-regionalismedalam-desain.html

5. Peran Masyarakat
Peran masyarakat untuk memelihara arsitektur regionalisme dapat dilihat
dalam dua periode. Periode 1) adalah sejak tahun 65-an, dimana Pemda
Sumatera Barat berusaha untuk mengonjongkan bangunan bangunan
moderen di kota kota Sumatera Barat. Akibat nya terjadilah tempelantempelan yang tidak perlu pada bangunan moderen yang justru merusak
karakter bentuk AMK. Periode 2) berlangsung sejak tahun 80-an, yaitu
sejak diadakannya MTQ ke 13 di kota Padang. Dimana para arsitek yang
berperan untuk mendesain bangunan tidak lagi di bawah komando politik
Pemda, tetapi berusaha untuk mengadakan penelitian, mencari akar
arsitektur lokal (sisa-sisa eksperimen bangunan AML ke AMK dapat dilihat
pada bangunan Mesjid Muhamadiyah dan GOR Haji Salim di Kota Padang),
yang di prakarsai oleh Ir.Ismed Darwis (Alm.)

Bangunan Mesjid Raya (baru) di jalan khatib Sulaiman yang mengambil unsur atap
sebagai badan bangunan mesjid ( usaha untuk mendamaikan unsu adat dengan agama?)
sebab bangunan asli tradisi mesjid bukanlah seperti ini. Dapat dilihat dari gambar di
bawah.

Lukisan tentang mesjid di pinggir danau singkarak oleh pelukis Belanda : L. J. (Leo) Eland
1884-1952. Dilukis pada abad ke 19. Ciri bangunan mesjid asli ini mulai menghilang.
Sumber. http://www.geheugenvannederland.nl

6. Peran Desainer (Perancang) dan Steakholder


Peran arsitek lokal dalam arsitektur regional umumnya kecil dibandingkan
dengan peran arsitek yang berasal dari luar komunitas. Hal ini dapat
dipahami karena bangunan-bangunan AMK yang mengandung AML yang
di bangun di perkotaan di rancang oleh desainer dari luar komunitas.

D. Simpulan
Sampai saat sekarang bagaimana ujud arsitektur lokal itu masih dalam
wacana diskursus, antara lain wacana tentang mana arsitektur bentuk asli
dan mana yang bentuk transformasi. Sebab dalam perjalanan arsitektur
lokal itu yang muncul adalah model-model bangunan (beberapa model),
diantaranya adalah bangunan beranjung, dianggap sebagai model
bangunan tradisi Minangkabau yang unggul dalam bentuknya. Namun
dari penelitian, membuktikanbahwa jenis dan bentuk bangunan seperti ini
adalah bangunan khusus, jadi bukan bangunan yang ada pada
masyarakat Minangkabau. Apa yang terjadi di Sumatera Barat, mungkin
sama dengan yang di tempat lain. Dalam hal ini kita dapat mengaca apa
yang diungkapkan oleh Kenzo Tange (arsitek Jepang), bahwa selagi format
arsitektur moderen-tradisional itu disuatu tempat belum ditemukan, yang
muncul hanyalah karya eksperimen, atau dengan perkataan yang lebih
tajam lagi, yaitu karya monster-monster arsitektur.
Khusus mengenai transformasi arsitektur regional (minangkabau), dapat
dipastikan bahwa hal ini tidak hanya terjadi pada jaman setelah
kemerdekaan, tetapi sudah berlangsung sejak jaman kolonial (gambar
mesjid Sei.Puar, Bukittinggi)
Yang menjadi masalah adalah bagaimana membangun moderen tetapi
mencerminkan arsitektur regional (khusus daerah Sumatera Barat). Salah
satu masalah adalah, tempelan unsur AML jelas dapat merusak AMK,
bukannya menyatu tetapi sangat kontras sebagai sebuah tempelan AML

yang berbahan dan ukiran kayu ke bangunan AMK yang berbahan beton
dan bertingkat.
Masalah lain dalam penerapan bangunan regionalisme ini adalah jika
terdapat beberapa bangunan bergonjong yang sangat berbeda-beda
karakternya di suatu lokasi ( kelompok bangunan). Yang terjadi adalah
semacam pameran model bangunan lokal. Hal ini dapat di lihat di
sepanjang jalan Khatib Sulaiman di Padang. Dapat dikatakan sepanjang
jalan ini tidak ada pengaturan bentuk bangunan baik untuk tujuan AMK
maupun AML atau perpaduan antara keduanya.Hal yang sama dapat
terjadi di beberapa kota di Sumatera Barat, dimana karakter
tradisionalnya hanya merupakan tempelan AML ke AMK.
Usaha untuk mempertahankan ciri arsitektur regional, sering membawa
akibat tidak teraturnya kesan bangunan. Bagunan bergonjong pada Pasar
Raya Padang ini adalah contoh bahwa bentuk-bentuk gonjong tidak selalu
cocok dalam kelompok bangunan dan tidak serasi dengan bangunanbangunan umum lainnya. (sumber, Couto, 2008)
Dapat
dikatakan
arsitektur
regionalisme
itu
perlu
ditertibkan
penerapannya kembali apakah melalui sebuah peraturan atau kajian
akademis, yang tidak hanya melibatkan para arsitek tetapi juga berbagai
ahli lain seperti bidang seni visual, seni rupa dan kriya. Diantara yang
menjadi masalah adalah jika sebuah bangunan bercorak bangunan
regionalisme telah di bangun di suatu tempat, bagaimana desain bentuk
bangunan di sekitarnya harus di desain ? Bagaimanakah penerapan unsur
ornamen tradisi yang asli ? Bagaimanakah pemberian warna yang
mengekpersikan arsitektur lokal, dan sebagainya yang berhubungan
dengan regionalisme dalam. Jka hal ini tuntas setidaknya akan
mengurangi praktek asal tempel untuk mengekspresikan arsitektur
regional.

INBOX: CONTOH PERAN PELAKU ARSITEKTUR REGIONAL

(a) Pelaku pembangunan (sumber:


http://www.bakinnews.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=3561:menyoalanggaran-tahap-ii-pembangunan-mesjid-raya-sumbar&catid=35:kota-padang&Itemid=56
Padang (Sumbar), BAKINNews---Tumpang-tindihnya anggaran
tahap II untuk pembangunan mega proyek Mesjid Raya Sumbar,
ternyata telah menjadi isu tidak sedap yang dialamatkan kepada
Panitia Anggaran (Panggar) di DPRD Sumbar. Hal tersebut dipicu
dengan tidak jelasnya berapa angka-angka yang akan
dianggarkan di APBD Sumbar 2011 ini untuk pembangunan
Mesjid Raya tersebut. Diduga dalam pembahasan anggarannya
ditenggarai
permainan
ala
mafia.

Hal tersebut dipicu, ketika diawal pembahasan KUA-PPAS dalam


pengajuan anggaran untuk tahap II pembangunan Mesjid Raya
tersebut ditemukan berbagai versi pada mata anggarannya di
APBD Sumbar 2011 ini. Lucunya lagi, Mesjid Raya Sumbar yang
katanya akan menghabiskan dana sebesar Rp. 500 Miliar, dan
pada tahap I telah menghabiskan anggaran sebesar Rp. 103,87
Miliar, kini proyek pembangunan Mesjid tersebut masih berharap
dari APBD Sumbar. (Baca BAKINNews edisi 254-Red).
Permasalahan utama tentang terkuaknya dan amburadulnya
pembahasan anggaran tahap II pembangunan Mesjid Raya
tersebut, menjadi cambuk bagi Martias Tanjung yang baru
bergabung di Komisi III DPRD Sumbar. Ia sangat memperhatikan
kinerja dan tugasnya sebagai fungsi control terhadap
pelaksanaan perkerjaan Eksekutif. Kalau menyangkut Komisi III
otomatis tentu yang berkaitan dengan dengan berbagai
pembangunan,
dampak
lingkungan,
perhubungn
dan
sebagainya,
jelasnya.
Dalam pembangunan Mesjid Raya Sumbar yang akan
dianggarkan di APBD Sumbar di Tahun 2011 ini, Saya
diprioritaskan oleh fraksi untuk menyingkapi adanya keganjilan
terhadap penggodokan anggarannya pada tahap II, yang
dialokasikan sebesar Rp. 31 Miliar. Padahal, sebelumnya
Gubernur berharap dianggarkan Rp. 16 Miliar. Saya sangat
menyayangkan dalam merumuskan anggaran tahap II untuk
pembangunan Mesjid itu, Panggar tidak transparansi dengan
jumlah anggaran yang akan disahkan pada APBD Sumbar 2011
ini,
ujarnya
beberapa
hari
yang
lalu.
Kesimpang siuran realisasi anggaran pada tahap II di APBD
Sumbar untuk pembangunan Mesjid Raya itu, disingkapi oleh H.
Murlis Muhammad, SH. M.Hum., Pengamat Hukum Tata Negara,
Sabtu (12/2) kepada Koran ini Ia berujar, persoalan anggaran
pembangunan Mesjid Raya Sumbar ini, kiranya tidak perlu
diributkan, asal tak mengganggu anggaran kebutuhan dasar
publik, dikarenakan Mesjid tersebut jika selesai akan menjadi
kebanggaan masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) termasuk
yang
ada
diperantauan.
Bukan itu saja, ujar mantan Camat Lubuk Kilangan Pemko
Padang ini lagi, disamping itu perlu juga disadari, bahwa
anggaran masing-masing SKPD tak mutlak naik setiap tahunnya.
Ini artinya bisa saja anggarannya dihapus bila tidak terlalu
penting untuk rakyat. Nah untuk itu, TAPD dan Panggar di DPRD
harus teliti dan jeli menyusun dan membahas RAPBD sebelum
disahkan.
Dalam hal anggaran tahap II untuk Mesjid Raya tersebut
hendaknya, Panggar harus lebih bertangung jawab dalam proses
pembebanan semua anggaran pada APBD, termasuk untuk
anggaran lanjutan pembangunan Mesjid Raya, karena APBD itu
direncanakan ditahun anggaran daerah yang harus dapat
diketahui oleh rakyat melalui wakil rakyat didaerah.

Oleh karena itu, didalam penganggaran tahap II untuk


pembangunan Mesjid yang dibangun saat Gamawan Fauzi
sebagai Gurbenur Sumbar, kita berharap jangan sempat terjadi
kongkalikong dalam merumuskan anggarannya, jika itu terjadi
imbasnya tentu akan merugikan keuangan Negara. Apa lagi
pada tahap I pembangunan Mesjid itu telah menghabiskan dana
Ratusan Juta Rupiah lebih yang sebagian diambil dari APBD
Sumbar.
Kita menghimbau kepada panitia anggaran pembangunan
Mesjid Raya tahap II yang disitu bercokol anggota Komisi III agar
transparansi ke publik dalam menggolkan anggaran untuk
pembangunan Mesjid itu dari APBD Sumbar 2011, tujuannya
agar tidak menimbulkan image yang kurang sedap dikemudian
hari, ujar Murlis. BIN Yose
b.
Contoh
masalah
pelaku
desain
bangunan
(sumber: http://bambangsb.blogspot.com/2006/09/sayembaramasjid-raya-sumbar.html
Sayembara Desain Masjid Raya Propinsi Sumatera Barat
Masyarakat Minangkabau yang sebagian besar adalah penduduk
wilayah Propinsi Sumatera Barat dalam menjalankan kehidupan
sosial budayanya tetap berpegang teguh pada adagium adat
basandi syara, syara basandi kitabullah (ABS-ABK). Oleh karena
itu sejak dulu sampai sekarang, masjid sebagai representasi
kehidupan merupakan salah satu ikon budaya yang penting.
Masjid tidak saja dapat dijadikan ukuran dari keberhasilan
masyarakat suatu wilayah/ nagari, tetapi sekali gus menjadi
sebuah kebanggaan masyarakat di nagari tersebut. Itulah
sebabnya sampai sekarang, setiap orang Minangkabau baik
yang di kampung maupun yang di rantau selalu bergairah dan
berlomba-lomba membangun dan memakmurkan masjid.
Dengan demikian, masjid menjadi sentra kegiatan sosial
kemasyarakatan. Di dalam adatnya disebutkan, sebagai salah
satu syarat bagi sebuah nagari antara lain adalah babalai
bamusajik. Adanya balai tempat bermusyawarah ninik mamak
dan adanya masjid untuk aktivitas keagamaan dan ilmu
pengetahuan.
Dalam
perkembangan
berikutnya
dengan
pesatnya
perkembangan kota dalam wilayah Sumatera Barat, mempunyai
dampak tersendiri pula. Nagari-nagari yang masing-masingnya
memiliki masjid kini beralih pula pada setiap kota mendirikan
masjid. Walaupun belum menyeluruh, tetapi pemerintah telah
berusaha ke arah itu, mendorong masyarakat kota mendirikan
mendirikan masjid-masjid yang representatif dengan fasilitas
yang memadai untuk melengkapi sebuah kota. Begitu juga
dengan Padang sebagai ibukota propinsi Sumatera Barat sudah
sepatutnya mempunyai masjid yang representatif dengan
fasilitas-fasilitas umat yang memadai. Dalam konteks inilah

gubernur Sumatera Barat mendorong dan menghimpun potensi


masyarakat untuk mendirikan sebuah Masjid Raya Sumatera
Barat.
Pemenang
Pemenang
Pemenang
Pemenang

Utama
Harapan
Harapan
Harapan

:
I
II
III

Rp.
:
Rp.
:
Rp.
:
Rp.

150.000.000,75.000.000,50.000.000,25.000.000,-

Selengkapnya silahkan buka situsnya di http://www.masjidrayasumbar.com/


Kita tunggu para pemenangnya dari keputusan Dewan Juri.

Kepustakaan

1. Budihardjo, Eko. "Kepekaan Sosio-Kultural Arsitek", dalam


Perkembangan Arsitektur dan Pendidikan Arsitektur di
Indonesia, Eko Budihardjo (ed), Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1997.
2. Couto.1998. Makna dan Unsur-Unsur Visual Pada Bangunan
Tradisional Minangkabau: Suatu Kajian Semiotik (Studi
Kasus: Bangunan Rumah Gadang di Sehiliran "Batang
Bengkawas" Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat).
Thesis, (Tidak diterbitkan). Perpustakaan Fakultas Seni Rupa
dan Desain, Institut Teknologi Bandung
3. Couto.2008. Budaya Visual pada Seni dan Tradisi
Minangkabau, Padang: UNP Press
4. Curtis, William, "Regionalism in Architecture", dalam
Regionalism in Architecture, Robert Powel (ed), Concept
Media, Singapura, 1985.
5. Darwis, Harmaini. 1981. Sebuah Tinjauan Tentang Arsitektur
Moderen dengan ciri Tradisional Minangkabau (Seminar
Jurusan Arsitektur STT-SB, tidak diterbitkan)
6. ..& Couto, Nasbahry. 2003. Peran ilmu sosial dan
budaya dalam arsitektur, (Seminar Pendidikan Arsitektur,
Yogyakarta, 2003 (tidak diterbitkan)
7. Jenks, Charles.1977. The Language of Post Modern
Architecture, Rizzoli, New York,

8. Koentjaraningrat. 1974.Kebudayaan, Mentalitet, dan


Pembangunan, Gramedia, Jakarta,
9. Krier, Rob.1988. Architectural Composition, Rizzoli, New York
10.Ozkan, Suha.1988. "Regionalism within Modernism", dalam
Regionalism in Architecture, editor Robert Powel, Concept
Media, Singapura
11. Prijotomo, Josef.1988. Pasang Surut Arsitektur Indonesia, CV
Ardjun, Surabaya
12.Wondoamiseno, R.A.1991. Regionalisme dalam Arsitektur
Indonesia : Sebuah Harapan, Yayasan Rupadatu, Yogyakarta
https://prestylarasati.wordpress.com/2009/02/02/regionalismedalam-arsitektur/

Regionalisme dalam Arsitektur


Regionalisme berarti kedaerahan/ sifat kedaerahan (j.m echols dan hasan shadily, 1982, 474)
Saat kita mencari arti kata Regionalisme kita akan membuat asumsi dengan menyebut Region
dan Isme, Region adalah Daerah dan Isme adalah paham. memang tidak salah, namun kurang
tepat. Regionalisme bukan suatu wujud dari sikap kedaerahan namun muncul sebagai akibat
dari koreksi terhadap maraknya penyeragaman wujud bangunan di seluruh dunia sehingga
kita tidak lagi mengenal lagi mana budaya kita, dan mana budaya tetangga kita. artinya kita
tidak mengenal lagi mana budaya asli daerah/ Negara kita dengan Daerah/ Negara lain.
akibatnya banyak sekali salah kaprah dalam menentukan/ memutuskan segala sesuatu dalam
membangun. seperti desain bangunan, bahan bangunan, pola pola ruang,dsb. mereka
tinggal dalam kotak kotak dari beton dengan atas nama modern, efisiensi, efisiensi,dll, dan
toh akhirnya kembali mencoba mendefinisikan kembali arti makna ideruang, bentuk,dsb yang
kemudian mencoba melahirkan satu misi baru dalam berarsitektur, yakni yang disebut dengan
arsitektur Regionalis/ regionalisme dalam arsitektur.
Pengertian Regionalisme dalam Arsitektur
Regionalisme dalam arsitektur merupakan sutu gerakan dalam arsitektur yang menganjurkan
penampilan bangunan yang merupakan hasil senyawa dari internasionalisme dengan pola
cultural dan teknologi modern dengan akar, tata nilai dan nuansa tradisi yang masih di anut
oleh masyarakat setempat.
Karakteristik/ Ciri-ciri
Adapun ciri ciri daripada arsitektur regionalis adalah sebagai berikut :

Menggunakan bahan bangunan local dengan teknologi modern

Tanggap dalam mengatasi pada kondisi iklim setempat

Mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat

Mencari makna dan substansi cultural, bukan gaya/ style sebagai produk
akhir.

kemunculannya juga bukan merupakan ledakan daripada sikap emosional sebagai respon dari
ketidak berhasilan dari arsitektur modern dalam memenuhi keinginan masing masing
individu di dunia, akan tetapi lebih pada proses pencerahan dan evaluasi terhadap kesalahan
kesalahan pada masa arsitektur modern.
Maksud dan Tujuan Regionalisme dalam Arsitektur menurut Wiranto
Maksud dan tujuan daripada regionalisme dalam arsitektur ini adalah untuk menciptakan
arsitektur
yang
kontekstual
yang
tanggap
terhadap
kondisi
lokal.
Setiap tempat dan ruang tertentu memiliki potensi fisik, sosial, dan ekonomi dan secara kultur
memiliki batas batas arsitektral maupun sejarah.
Dengan demikian arsitektur regionalis seperti halnya arsitektur tropis, senantiasa mengacu
pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat.
Misi Regionalisme dalam Arsitektur
Regionalisme dalam ini mempunyai suatu misi yakni mengembalikan benang merah, suatu
kesinambungan masa dahulu dengan masa sekarang dan masa sekarang dengan masa yang
akan datang melalui kekhasan budaya yang dimiliki serta untuk mengimbangi dari kerusakan
budaya akibat dari berbagai macam kekuatan sistem produksi baik rasionalisme, birokrasi,
pengembangan skala besar maupun internasional style (Andy Siswanto,Ir., Msc. M. Arch dan
Eko Budiharja, Prof. Ir., Msc., 1997, 130)
Sasaran Regionalisme dalam Arsitektur
Adapun sasaran daripada Arsitektur Regionalis ini adalah Masayarakat, Para Aktor
Pembangun Arsitektur dan Perkotaan baik swasta maupun aparat birokrasi pemerintah.
1. Sasaran bagi Masyarakat yang akan membangun
Kepada masyarakat di harapkan memiliki sensifitas dalam membangun
maupun menilai lingkungan di sekitarnya, yakni dengan :
o

Penampilan bangunan rumahnya sedikit banyak mencerminkan


adanya regionalisme

Memberikan penilaian positif dan mendukung bangunan yang


terdapat paham regionalisme

2. Sasaran bagi Arsitek bangunan dan perkotaan

Sebesar apapun gerakan regionalisme tetap saja, stake holder dalam hal
ini pemerintah merupakan penentu kebijakan tertinggi. oleh sebab itulah
perlu usaha upaya guna menyamakan persepsi bersama antara aktor
pembangun swasta maupun birokrasi pemerintah sehingga tercipkan
suatu persamaan gerak dan pacuan dalam memboomingkan gagasan
regionalisme ini.
3. Sasaran bagi Tim jati diri Arsitektur
Tim jati diri merupakan tim yang memiliki kompetensi kerja dan wawasan
yang cukup tinggi di harapkan mampu memberikan arahan yang tepat
dalam proses gerakan Arsitektur Regionalisme ini

Arah Gerakan Regionalisme


Gerakan Regionalisme secara pragmatis dapat disimpulkan bahwa gerakan ini mengarah pada
pemenuhan kepuasan dan ekspresi jati diri yang mengacu pada masa lalu, sekarang dan masa
yang akan datang. oleh sebab itu perlu ada definisi yang mengarahkan ini sehingga memiliki
batas kebijakan yang dapat dipertanggung jawabkan seperti halnya idealisme yang telah
dibangun.
1. Tidak bertentangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan
Gerakan Regionalisme ini di tujukan selain berbicara pada tataran aspek
konseptual yang berhubungan engan aspek budaya setempat, desain
bangunan, simbolisasi, ornamen, dsb juga berbicara pada tataran upaya
dan strategi guna membuat bangunan ini bertahan sepanjang kurun
waktu tertentu sehingga dapat menjadi contoh pada masa mendatang.
Hal ini bisa dilakukan dengan memilih bahan bahan bangunan yang
tanggap terhadap kondisi iklim lokal daerah yang berbeda beda antara
satu dengan yang lain, pengatasan desain bangunan dan teknologi yang
di pakai serta kondisi kenyaman ruang dan bangunan sehingga selain
awet juga tidak terjadi disfungsi kegiatan di dalamnya bahkan ditinggalkan
oleh penghuninya.
2. Perangkai budaya masa lalu, sekarang dan masa depan
Gerakan Regionalisme pada bangunan ini merupakan supaya upaya
bagaimana suatu bangunan dapat dimaknai bukan saat dimana bangunan
itu di buat/ kontemporer akan tetapi bagaimana bangunan itu dapat
dimaknai keberadaannya dan tetap kontekstual sampai kapanpun.
bagaimana upaya yang dilakukan? yakni dengan memasukkan unsur
sejarah yang memberikan makna monumental di dalamnya, dimana hal ini
adalah unsur yang mampu membangkitkan semangat serta kesadaran
identitas daerahnya, dengan dipadukan dengan gaya internasional dan
teknologi modern yang mampu memberikan makna serta nilai nilai
universal dan rasional, hal ini adalah unsur yang mampu memberikan
gairah kesepahaman universal dan persamaan budaya internasional.
3. Di tunjang oleh kemakmuran masyarakat

Menurut Andy Siswanto, dalam melihat definisi dari kritikus Kenneth


Frampton dalam jurnal Perspecta, Yale University (20 -11-1982)
mengandung pengertian bahwa Ekspresi rehioanlisme di tunjang oleh
taraf kemakmuran yang memadai atau dengan kata lain, di butuhkan
biaya yang tinggi karena di tunjang dengan tekanik yang modern.
Artinya bahwa dalam membangun pola pola gerakan regionalisme dalam
bangunan ini mempunyai konsekuensi pada besarnya anggaran yang di
keluarkan guna memenuhi aspek aspek/ syarat syarat yang harus di
penuhi dalam membangun bangunan yang memuat ciri ciri regionalis ini
seperti dalam pemilihan bahan bangunan, teknik yang di pakai, desain
bangunan yang tidak hanya asal asalan, namun di dasarkan pada
sebuah sikap penuh idealisme serta dapat di pertanggung jawabkan.

Arah Gerakan Regionalisme di Indonesia


Kita bisa melihat di sekeliling kita, bahwa bangunan yang kemudian di sebut sebagai
bangunan yang memuat aspek aspek regionalisme adalah bangunan bangunan dengan
bahan serta teknik modern yang beratapkan joglo atau limasan, jadi seolah seolah
penggolongan bangunan ini hanya di dasarkan pada bentuk luar bangunan serta ragam
budaya tradisional yang di tawarkan dan telah dimilki oleh masyarakat sebelumnya.
Menurut Eko Budiharjo(1997), arus regionalisme di Indonesia seolah masih tergantung pada
vernakularisme. gerakan regionalisme di Indonesia juga masih cenderung hanya meniru
bentuk fisik, ragam dan gaya gaya tradisional yang sudah di miliki oleh masyarakat
setempat.
(diculik dari TA mba Sri P. makasih ya mba Sri..

Anda mungkin juga menyukai