PARKINSON DISEASE
STASE ILMU KESEHATAN SARAF
DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
DAFTAR ISI........................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Definisi...............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi......................................................................................................3
2.3 Etiologi...............................................................................................................4
2.4 Patofisiologi........................................................................................................5
2.5 Klasifikasi...........................................................................................................8
2.7 Diagnosis............................................................................................................15
2.9 Penatalaksanaan..................................................................................................20
2.10 Komplikasi........................................................................................................28
2.11 Pencegahan.......................................................................................................28
2.12 Prognosis..........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................30
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif progresif yang dicirikan
dengan gangguan motorik (seperti bradikinesia, tremor istirahat, kekakuan, dan instabilitas
postural), onset gejala asimetris, dan respon yang baik untuk levodopa. Gangguan motorik
disebabkan karena hilangnya neuron dopaminergik substantia nigra pars compacta, dengan
patologi intraseluler berhubungan dengan agregasi α-synuclein, yang membentuk Lewy bodies
dan Lewy neurites. Beberapa mekanisme lain yang terlibat dalam Penyakit Parkinson,
diantaranya meliputi disfungsi mitokondria, penurunan mekanisme pembersihan protein non
fungsional, dan neuroinflamasi. Namun, interaksi antara berbagai faktor tersebut belum
sepenuhnya diketahui.
Faktor resiko untuk Penyakit Parkinson meliputi usia, jenis kelamin, dan faktor
lingkungan. Penyebab monogenetik Penyakit Parkinson telah diidentifikasi, tetapi dianggap
sangat langka hingga mutasi leusin-rich repeat kinase 2 (LRRK2) teridentifikasi pada suatu
populasi yang menyebabkan hingga 40% kasus. Faktor risiko lingkungan dari Penyakit
Parkinson dapat mendukung faktor risiko genetik dalam menimbulkan penyakit. Merokok,
konsumsi alkohol, paparan vitamin D, dan tingkat asam urat adalah contoh faktor lingkungan
yang mungkin memengaruhi timbulnya penyakit.
Terjadi peningkatan kejadian penyakit neurodegeneratif seperti Amyotrophic lateral
sclerosis (ALS) dan Penyakit Parkinson di Norwegia. Sebagian besar peningkatan dikaitkan
dengan peningkatan harapan hidup dalam populasi. Namun, data yang baru-baru ini diterbitkan
menunjukkan peningkatan risiko Penyakit Parkinson, terutama pada pria. Dihipotesiskan bahwa
peningkatan risiko Penyakit Parkinson bisa terkait dengan perubahan perilaku merokok setelah
abad kedua puluh. Peningkatan kejadian Penyakit Parkinson juga terkait dengan peningkatan
polusi udara.
2.2 Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
hampir seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul
sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara
keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa,
meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri,
dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita.
Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik
menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena
dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.
2.3 Etiologi
Etiologi Penyakit Parkinson belum diketahui (idiopatik), akan tetapi ada beberapa faktor
resiko (multifaktorial) yang telah diidentifikasikan, yaitu :
a. Usia : Meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun
b. Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika
c. Genetik : Diduga ada peranan faktor genetik
2.4 Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar
dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 – 50% yang
disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies). Lewy bodies adalah inklusi
sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer dan dense cores . Adanya Lewy bodies
dengan neuron pigmen dari substansia nigra adalah khas , akan tetapi tidak patognomonik untuk
Penyakit Parkinson , karena terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk
lebih memahami patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis
dan sistem ekstrapiramidal.
1. Ganglia Basalis
Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada dibawah
kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti batang otak.
Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis, sedangkan yang
tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis ikut berperan.
Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan
gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram. Ganglia Basalis ( GB ) tersusun dari
beberapa kelompok inti, yaitu :
1. Striatum (neostriatum dan limbic striatum). Neostriatum terdiri dari putamen (Put) dan
Nucleus Caudatus (NC)
2. Globus Palidus ( GP )
3. Substansia Nigra ( SN )
Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya GB dalam
sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula spinalis .Terdapat
jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks premotor dan supplementary
motor area menuju ke GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke GPi (Globus Palidus
internus) lewat jalur langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) melalui GPe (Globus
Palidus eksternus) dan STN. Dari GPe diteruskan menuju ke inti – inti talamus (antara lain :
VLO : Ventralis lateralis pars oralis, VAPC : Ventralis anterior pars parvocellularis dan CM
: centromedian). Selanjutnya menuju ke korteks dari mana jalur tersebur berasal. Masukan
dari GB ini kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis (traktus piramidalis).
Kelompok inti yang tergabung didalam ganglia basalis berhubungan satu sama lain lewat
jalur saraf yang berbeda – beda bahan perantaranya (neurotransmitter/NT).
Terdapat tiga jenis neurotransmitter utama didalam ganglia basalis, yaitu : Dopamine
(DA), Acetylcholin (Ach) dan asam amino (Glutamat dan GABA)
2. Patofisiologi Ganglia Basalis
2.5 Klasifikasi
- Parkinson primer/ idiopatik/ paralysis agitans
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas.
Etiologi belum diketahui, masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di antaranya
ialah: infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap
virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui, terjadinya
penuaan yang prematur atau dipercepat.
- Parkinson sekunder/ simptomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin,
tetrabenazin dan lain-lain yang merupakan obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin
dan menurunkan cadangan dopamin misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma
yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan
kalsifikasi.
- Parkinson plus (multiple system degeneration)
Parkinson ini merupakan Parkinson primer dengan gejala-gejala tambahan. Pada kelompok
ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa
didapat pada Progressive supranuclear palsy, Multiple system atrophy, degenerasi
kortikobasal ganglionik, sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan
herediter (Penyakit Wilson, Penyakit Huntington, Perkinsonisme familial dengan neuropati
peripheral). Klinis khas yang dapat dinilai dari jenis ini pada penyakit Wilson (degenerasi
hepatolentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral,
atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).
- Parkinson herediter
Parkinson herediter, terdiri dari penyakit Wilson, penyakit Huntington, penyakit Lewy
bodies.
2.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson yang didasarkan pada riwayat medis dan pemeriksaan
neurologis melalui wawancara dan mengamati pasien secara langsung menggunakan Unified
Parkinson’s Disease Scale Rating. Selain dengan metode tersebut, untuk mendiagnosis penyakit
parkinson, dapat dilakukan berdasar pada beberapa kriteria, yakni:
Secara klinis
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia, atau
3 dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan postural
Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari:
- Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
- Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama
- Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
- Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
2.8
Diagnosis Banding
2.9 Penatalaksanaan
2.10 Komplikasi
2.11 Pencegahan
2.12 Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi
mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan
fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada
gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan
PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan
dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih rendah
dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi
seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian. Progresifitas
gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang
dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada
masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien PD dapat hidup
7. Li SC, Schoenberg BS, Wang CC, Cheng XM, Zhou SS, Bolis CL. Epidemiology of
epilepsi in urban areas of people‘s republic of China. Epilepsia 1985; 26(5): 391-4.
8. Mac TL, Tran DC, Quet F, Odermatt P, Peux PM, Tan CT. Epidemiolog, aetology,
and clinical management of epilepsi in Asia: A systematic review. Lancet Neurology
2007; 6: 533-43.
9. Mangunatmadja I, Handryastuti S, Risan NA. 2016.Epilepsi pada anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 1:5-6
10. Panayiotopoulus CP. The Epilepsies Seizure, Syndrome and Management. Blandom
Medical Publishing. UK; 2005; 1-26.
11. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi: Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 5th ed. Kusumastuti K, Gunadharma
S, Kustiowati E, editors. Airlangga University Press. 2014. 1-96 p.
12. PERDOSSI. 2019. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Jakarta : Perdosi;13-19
13. Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia. 2014. Pedoman dan Tatalaksana Epilepsi.
Airlangga University Press. Ed. 5.
14. Persatuan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI)., 2013 .Penegakan Diagnosis Pada
Pasien Epilepsi. Jakarta : PERDOSSI
15. Rafia. MH, Bee. EG. 2010. Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy.
Consultant Neurologist & Head. Division of Neurology. Hospital Kuala Lumpur
16. Rohkamm R. dan Guther S.M., 2004. Epilepsy: Pathogenesis and Treatment. Color
Atlas of Neurology. Germany: Georg Thieme Verlag & New York: Thieme New
York. pp: 198-199
17. WHO. Epilepsi. WHO fact sheet October 2012; number 999. Available at: http://
www.who.int/mediacentre/factsheet/fs 999/en/.
18. World Health Organization (WHO). 2019. Epilepsy Fact Sheet. Tersedia dari:
https://www.who.int/news-room /fact-sheets/detail/epilepsy