Anda di halaman 1dari 28

MODUL

PRAKTIK LABORATORIUM

KEGIATAN BELAJAR

SISTEM KARDIOVASKULER

(SEMESTER III)

DISUSUN OLEH :
SUKATEMIN, S.Kep., Ns., M.Kep., CWCS

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2019
BIODATA MAHASISWA

PAS FOTO

NAMA : …………………………………….
NIM : …………………………………….
ALAMAT : …………………………………….
NO TELP : …………………………………….
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada penulis sehingga buku panduan praktikum
Sistem Kardiovaskuler ini dapat tersusun sebagai alat bantu mahasiswa dan instruktur
laboratorium Program Studi D-III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jayapura dalam
meningkatkan ketrampilan praktek Keperawatan Medikal Bedah I sub Sistem
Kardiovaskuler.
Buku ini berisi tentang materi-materi praktikum yang telah diinventarisir dari mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah I, sebagai pelengkap dari mata kuliah yang dilaksanakan
di kelas. Dengan menyelesaikan praktikum Sistem Kardiovaskuler ini diharapkan mahasiswa
sudah mampu memahami aspek-aspek pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dan
mengaplikasikan tindakan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan dasar pasien di
tatanan laboratorium keperawatan.
Penulis menyadari bahwa Ilmu keperawatan berkembang sangat pesat dan buku
panduan praktikum ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati
penulis mengharapkan pembaca/pengguna buku ini selalu menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu yang ada dengan selalu membaca berbagai buku lainya dan tidak selalu
terpaku pada buku petunjuk praktikum ini..
Akhirnya tak ada sesuatu yang langsung sempurna, saran dan masukan yang
ditunjukan kepada penulis sangat diharapkan, untuk penyempurnaan buku panduan
praktikum ini. Semoga buku panduan praktikum ini dapat bermanfaat dan membantu
mahasiswa dalam proses pembelajaran.

Nabire, Juli 2019


Penulis
DAFTAR ISI

BIODATA .................................................................................................................
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................
PENDAHULUAN .....................................................................................................
KEGIATAN BELAJAR PRAKTIKUM

A. Deskripsi Mata Ajar


Praktikum Sistem Kardiovaskuler merupakan bagian dari materi kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I Sub Sistem Kardiovaskuler yang berfokus pada
ketrampilan dasar yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia pada
pasien gangguan sistem kardiovaskuler dengan menggunakan proses keperawatan.
Kegiatan pembelajaran dilaksanakan di tatanan laboratorium keperawatan, dengan tujuan
melengkapi materi kuliah teori di kelas sesuai dengan capaian pembelajaran yang ingin
dicapai.
Pada pembelajaran Skill Laboratorium ini mahasiswa akan diajarkan tentang
prosedur pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler yang meliputi pemeriksaan fisik
jantung dan pemeriksaan perekaman jantung dengan menggunakan elektrokardiografi
(EKG).

B. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan seluruh praktikum Sistem Kardiovaskuler ini diharapkan
mahasiswa mampu mendemonstrasikan pelaksanaan pemeriksaan fisik jantung dan
perekaman jantung menggunakan Elektrografi (EKG).

C. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu mendemonstrasikan beberapa perasat keterampilan sebagai berikut :
1. Mempersiapkan pasien yang akan menjalani pemeriksaan fisik jantung.
2. Mempersiapkan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan fisik jantung.
3. Melakukan pemeriksaan fisik dengan urut-urutan Inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi secara terperinci.
4. Mengenal dan menentukan variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan
(bising).
5. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan untuk tujuan pemberian asuhan keperawatan
pada pasien gangguan sistem kardiovaskuler.

D. Media dan alat bantu pembelajaran :


a. Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan fisik kardiovaskuler
b. probandus / manekin / Auscultation trainer dan Smartscope / Amplifier speaker
system / Dual head training stetoscope
c. Stetoskop
d. Lap, wastafel (air mengalir),
e. Status penderita, pulpen, pensil (peralatan dokumentasi).

E. Metode Pembelajaran
Agar proses pembelajaran bisa berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,
metode pembelajaran dilakukan dengan tahap-tahap :
1. Ceramah / kuliah pengantar oleh instruktur untuk menyampaikan tujuan
pembelajaran dan mereview kembali mata kuliah.
2. Diskusi untuk mengidentifikasi kemampuan dan minat mahasiswa
3. Demonstrasi dengan menggunakan daftar panduan belajar
4. Partisipasi aktif mahasiswa dalam demonstrasi
5. Evaluasi hasil pembelajaran menggunakan check list/daftar tilik
E. Pelaksanaan Praktikum
Praktikum Sistem Kardiovaskuler dilaksanakan selama 1 (satu) semester, yakni semester
III (tiga). Dilaksanakan sesuai jadwal yang diatur oleh penanggung Jawab Mata Kuliah
Sistem Kardiovaskuler bersama-sama dengan Penanggung Jawab Laboratorium
Keperawatan.

F. Metode Evaluasi
1. Sikap dan penampilan : 10 %
2. Kehadiran : 10 %
3. Pretes : 10 %
4. Ujian Praktek Intensif (OSCE) : 70 %
Nilai Batas Lulus / NBL Praktikum Adalah : 75%

G. Pembimbing Praktikum
Untuk tujuan pencapaian kompetensi Praktik Sistem Kardiovaskuler, pembimbing di
bagi sesuai dengan kecakapan dosen dan instruktur laboratorium keperawatan, dengan
harapan yang dilaksanakan oleh mahasiswa sesuai dengan teori dan standar operasional
prosedur.

H. Tata Tertib
1. Mahasiswa dituntut untuk melaksanakan kehadiran praktikum 100%.
2. Selama mengikuti kegiatan belajar di tatanan laboratorium keperawatan, mahasiswa
harus berpakaian rapi dan sopan (tidak memakai sandal, kaos oblong, baju ketat,
anting-anting dan rambut gondrong)
3. Ketika berada di ruangan laboratorium keperawatan mahasiswa diwajibkan
mengenakan seragam laboratorium.
4. Seluruh peralatan yang berada di ruang laboratorium adalah milik Prodi D-III
Keperawatan, seluruh mahasiswa diwajibkan menjaga dan memelihara kebersihan,
keutuhan dan kelengkapan alat dan bahan laboratorium.
5. Jika terjadi kerusakan atau kehilangan diwajibkan MENGGANTI sesuai dengan
yang aslinya (mahasiswa menandatangani kepatuhan menjalani tata tertib
pembelajaran skills lab).
6. Sehari sebelum pelaksanaan praktikum, mahasiswa bersama-sama dengan
dosen/instruktur menyiapkan alat yang dibutuhkan.
7. Mahasiswa wajib memiliki buku saku.
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

A. Pengertian
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-
kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi),
meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi). Umumnya
pemeriksaan ini dilakukan secara berurutan (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi).
Khusus untuk pemeriksaan abdomen, sebaiknya auskultasi dilakukan sebelum palpasi.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, diperlukan komunikasi antara perawat
dengan pasien melalui wawancara (anamnesis). Kegiatan ini penting sebagai awal dari
pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam mengarahkan diagnosis
keperawatan pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, kadang-kadang belum kita
lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat diperkirakan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskuler umumnya tidak ada
perbedaan dengan pemeriksaan yang dilakukan pada sistim tubuh yang lain yaitu
meliputi melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan
(auskultasi).
Umumnya pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler diawali dengan pemeriksaan
tekanan darah dan denyut nadi. Dilanjutkan dengan pemeriksaan tekanan vena jugularis,
dan pada bagian akhir dilakukan pemeriksaan spesifik jantung.
Pemeriksaan jantung diarahkan untuk mengetahui kondisi-kondisi normal pada
kerja jantung dan kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada jantung pasien. Batasan
pemeriksaan fisik jantung meliputi batas jantung, bunyi jantung normal dan bunyi
tambahan berupa bising (murmur). Untuk kelengkapan hasil selain anamnesis dan
pemeriksaan fisik, maka pemeriksaan penunjang cukup membantu pemeriksa dalam
menegakkan diagnosis misalnya hasil laboratorium, EKG, USG dan radiologi.

B. Indikasi
Umumnya pemeriksaan fisik jantung dilakukan untuk tujuan sebagai berikut :
1. Kelengkapan hasil dari anamnesis yang telah dilakukan pada pasien
2. Mengetahui diagnosis penyakit dari seorang pasien
3. Membantu perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem kardiovaskuler
4. Mengetahui perkembangan serta kemajuan pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien
5. Dipakai sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan paripurna terhadap
pasien.

C. Prosedur Pemeriksaan Fisik Jantung


Untuk mendapatkan hasil yang baik sesuai tujuan, pemeriksaan fisik jantung harus
dilakukan dengan baik dan benar serta terstruktur yang meliputi Inspeksi, Palpasi,
Perkusi dan Auskultasi.
1. Inspeksi
Inspeksi adalah suatu pemeriksaan awal yang dilakukan dengan cara mengamati
bentuk tubuh, respon pasien dan kelainan-kelainan yang terjadi pada pasien. Pada
pemeriksaan fisik pasien dengan masalah kardiovaskuler, inspeksi biasanya
dimaksudkan untuk mengidentifikasi adanya Voussure Cardiaque dan Ictus.
a. Voussure Cardiaque
Yaitu kelainan yang tampak berupa penonjolan setempat yang lebar di daerah
precordium, di antara sternum dan apeks codis. Kelainan yang terlihat berupa
pulsasi jantung. Jika ditemukan adanya voussure Cardiaque, berarti pasien
sedang mengalami gangguan berupa :
1) Kelainan jantung organis
2) Kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan
sempurna
3) Hipertrofi atau dilatasi ventrikel

b. Ictus
Ictus adalah detak jantung yang bisa terlihat secara kasat mata (inspeksi) di
area apeks jantung. Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali
tampak dengan mudah pulsasi yang pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri.
Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2
cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul
pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar,
kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus
keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke
dalam. Keadaan ini disebut ictus kordis negatif.
Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri
pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta.
Pada hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis
atau daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang
dapat dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis.
Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.

2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara meraba atau
tekanan-tekanan ringan pada tubuh pasien. Palpasi dilakukan setelah ditemukan
adanya kecurigaan pada saat inspeksi untuk lebih memperjelas mengenai lokalisasi
kelainan. Pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler biasanya ditemukan
punctum maksimum, yaitu detakan jantung yang akan teraba pada saat palpasi,
dilakukan penilaian apakah kuat angkat, frekuensi, kualitas dari pulsasi yang teraba.
Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi bersifat menggelombang disebut
”ventricular heaving”. Sedang pada stenosis mitralis terdapat pulsasi yang bersifat
pukulan-pukulan serentak disebut ”ventricular lift”. Disamping adanya pulsasi
perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak tangan, akibat kelainan
katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung yang kuat pada waktu
auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinya.

3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mengetuk pada
area yang dilakukan pemeriksaan. Kegunaan perkusi pada pemeriksaan fisik pasien
dengan gangguan sistem kardiovaskuler adalah menentukan batas-batas jantung.
Pada penderita emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain
perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian
basal jantung.
Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah
manubrium sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini
melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta.

4. Auskultasi Jantung
Auskultasi adalah suatu pemeriksaan pada pasien yang dilakukan dengan cara
mendengar bunyi yang terjadi di dalam tubuh pasien, umumnya hanya dilakukan di
area leher, dada dan perut. Pemeriksaan auskultasi pada jantung ditujukan untuk
mengetahui bunyi jantung, bising jantung dan gesekan pericard.
a. Bunyi Jantung
Untuk mendengar bunyi jantung hal-hal yang harus diperhatikan meliputi
lokalisasi dan asal bunyi jantung, menentukan bunyi jantung I dan II, intensitas
bunyi dan kualitasnya, ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV,
irama dan frekuensi bunyi jantung serta bunyi jantung lain yang menyertai bunyi
jantung.
1). Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
a). Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
b). Sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.
c). Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
d). Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum
untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak
anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran
bunyi jantung ke dinding dada.

2). Menentukan bunyi jantung I dan II


Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung yaitu :
a). bunyi jantung I, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan
trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda mulainya fase sistole ventrikel.
b). Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan
pulmonal dan tanda dimulainya fase diastole ventrikel.
Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada
arteri carotis.

Gambar 1 : Bunyi Jantung


3). Intesitas Bunyi
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan berikut :
a). Tebalnya dinding dada
b). Adanya cairan dalam rongga pericard
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau
kerasnya bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras
dari bunyi jantung II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal,
bunyi jantung II lebih besar dari bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus
(M I) lebih keras dari M 2, sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P 1, A 2
lebih besar dari A 1.
Hal ini karena :
M 1 : adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara
langsung.
M 2 : adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.
P1 : adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
P2 : adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara
langsung
A1 : adalah penutupan mitral yang dirambatkan
A2 : adalah penutupan katub aorta secara langsung
A 2 lebih besar dari A 1.
Kesimpulan :
Pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang bunyi
jantung II hanya dirambatkan (tidak langsung). Sebaliknya pada daerah basis
jantung bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi jantung langsung sedang bunyi I
hanya dirambatkan.

Beberapa gangguan intensitas bunyi jantung.


a) Intensitas bunyi jantung melemah pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
(1). Orang gemuk
(2). Emfisema paru
(3). Efusi perikard
(4). Payah jantung akibat infark myocarditis
b) Intensitas bunyi jantung I mengeras pada:
(1). Demam
(2). Morbus basedow (grave’s disease)
(3). Orang kurus (dada tipis)
c) Intensitas bunyi jantung A 2 meningkat pada :
(1). Hipertensi sistemik
(2). Insufisiensi aorta
d) Intensitas bunyi jantung A 2 melemah pada :
(1). stenose aorta
(2). emfisema paru
(3). orang gemuk
e) Intensitas P 2 mengeras pada :
(1). Atrial Septal Defect (ASD)
(2). Ventricular Septal Defect (VSD)
(3). Patent Ductus Arteriosus (PDA)
(4). Hipertensi Pulmonal
f) Intensitas P 2 menurun pada :
(1). Stenose pulmonal
(2). Tetralogy Fallot, biasanya P 2 menghilang
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus
dibandingkan. Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah
pada siklus-siklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan myocard yang
memburuk.

4). Kualitas bunyi jantung


Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I
pecah akibat penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini
mungkin ditemukan pada keadaan normal. Bunyi jantung ke 2 yang pecah,
dalam keadaan normal ditemukan pada waktu inspitasi di mana P 2 lebih
lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak
menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini biasanya
patologis dan ditemukan pada ASD dan Right Bundle branch Block (RBBB).

5). Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV


Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar
pada akhir pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah
apeks jantung. Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa
muda. Dalam keadaan patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat
misalnya payah jantung dan myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi
bunyi seperti derap kuda, disebut sebagai protodiastolik gallop.
Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan
akibat kontraksi atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada
anak-anak dan pada orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu
pada A – V block dan hipertensi sistemik. Irama yang terjadi oleh jantung ke
4 disebut presistolik gallop

6). Irama dan frekuensi bunyi jantung


Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi
nadi. Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut
arrhytmia cordis. Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit,
kemudian dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi
jantung masing-masing lebih dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan
bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu
ekspirasi lebih lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini
disebabkan perubahan rangsang susunan saraf otonom pada S – A node
sebagai pacu jantung. Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut
fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal sekali-kali diselingi oleh suatu
denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh
fase diastole yang lebih panjang (compensatoir pause). Opening snap,
disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta, atau stenosa
pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik .... dalam fase sistole segera
setelah bunyi jantung I dan lebih jelas pada hypertensi sistemik.
7). Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
Bising Jantung (cardiac murmur) disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya :
a). Aliran darah bertambah cepat
b). Penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
c). Getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
d). Aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
e). Aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.
Hal-hal yang harus diperhatikan bila terdengar bising ;
a). Lokalisasi Bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu
terdengar paling keras (punctum maximum). Dengan menentukan
punctum maximum dan penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising
itu :
(1).Punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral
(2).Punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal
(3).Punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta
(4).Punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau
VSD.
b). Penjalaran Bising
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi
dimana bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
(1).Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
(2).Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
(3).Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke
seluruh precordium.
(4).Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas
kesekitarnya.
c). Intensitas Bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
Tingkat I : bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan
konsentrasi.
Tingkat II : bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu
auskultasi.
Tingkat III : sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.
Tingkat IV : bising sangat keras, sehingga terdengar meskipun
stetoskp belum menempel di dinding dada.
d). Jenis dari Bising
Jenis bising tergantung pada dase bising timbul :
(1).Bising Sistole
Terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi
jantung 2), dikenal 2 macam bising sistole :
(a). Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang
dipompakan melalui bagian yang menyempit dan mengisi
sebagian fase sistole. Didapatkanpada stenosis aorta, punctum
maximum di daerah aorta.
(b).Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik
yang melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi
seluruh fase systole. Misalnya pada insufisiensi mitral.
Gambar 2. Bising Jantung sistole

(2).Bising Diastole
Terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan bunyi
jantung 1), dikenal antara lain :
(a). Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya
pada stenosis mitral.
(b).Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2.
misalnya pada insufisiensi sorta.
(c). Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum
bunyi jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan
diastole, terdengar secara kontinyu baik waktu sistole maupun
diastole. Misalnya pada PDA

Gambar 3. Bising Jantung Diastole

e). Apakah Bising Fisiologis atau Patologis


Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis.
Beberapa sifat bising fungsionil :
(1).Jenis bising selalu sistole
(2).Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek,
(3).Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal,
terutama pada psisi telungkup dan ekspirasi penuh.
(4).Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Dengan demikian bising diastole, selalu merupakan bising patalogis,
sedang bising sistole, dapat merupakan merupakan bising patalogis atau
hanya fungsionil. Bising fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan :
(1).Demam
(2).Anemia
(3).Kehamilan
(4).Kecemasan
(5).Hipertiroidi
(6).Beri-beri
(7).Atherosclerosis.
f). Kualitas dari Bising
Apakah bising yang terdengar itu bertambah keras (crescendo) atau
bertambah lemah (descrescendo). Apakah bersifat meniup (blowing) atau
menggenderang (rumbling).
Gerakan Pericard
Gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan antara
pericard visceral dan parietal yang keduanya menebal atau permukaannya
kasar akibat proses peradangan (pericarditis fibrinosa). Gesekan ini
terdengar pada waktu sistole dan diastole dari jantung, namun kadang-
kadang hanya terdengar waktu sistole saja. Gesekan pericard kadang-
kadang hanya terdengar pada satu saat saja (beberapa jam) dan kemudian
menghllang. Gesekan pericard sering terdengar pada sela iga 4-5 kiri, di
tepi daerah sternum. Sering dikacaukan dengan bising jantung.
LATIHAN
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
Inspeksi Dan Palpasi
NILAI
NO ASPEK YANG DI NILAI
1 2
1 Melakukan inspeksi dari sisi kanan pasien dan dari arah kaki penderita
untuk menentukan apakah simetris atau tidak simetris
2. Kemudian lakukan inspeksi dari sisi sebelah kanan tempat tidur pada
dinding depan dada dengan cermat, perhatikan adanya pulsasi
3. Perhatikan daerah apex kordis, apakah iktus kordis nampak atau tidak
nampak
4. Mempalpasi iktus kordis pada lokasi yang benar
5. Meraba iktus kordis dengan ujung jari-jari, kemudian ujung satu jari
6. Meraba iktus kordis sambil mendengarkan suara jantung untuk
menentukan durasinya
7 Mempalpasi impuls ventrikel kanan dengan meletakkan ujung jari-jari
pada sela iga 3,4 dan 5 batas sternum kiri
8 Meminta penderita untuk menahan napas pada waktu ekspirasi sambil
mempalpasi daerah diatas
9 Mempalpasi daerah epigastrium dengan ujung jari yang diluruskan
untuk merasakan impuls/pulsasi ventrikel kanan
10 Arah jari ke bahu kanan
11 Mempalpasi daerah sela iga 2 kiri untuk merasakan impuls jantung
pada waktu ekspirasi
12 Mempalpasi daerah sela iga 2 kanan untuk meraskan impuls suara
jantung dengan tekhnik yang sama

Perkusi
NILAI
NO ASPEK YANG DI NILAI
1 2
1. Melakukan perkusi untuk menentukan batas jantung yaitu dengan
menentukan batas jantung relatif yang merupakan perpaduan bunyi
pekak dan sonor
2. Menentukan batas jantung kanan relatif dengan perkusi dimulai
dengan penentuan batas paru hati, kemudian 2 jari diatasnya
melakukan perkusi dari lateral ke medial
3. Jari tengah yang dipakai sebagai plessimeter diletakkan sejajar dengan
sternum sampai terdenganr perubahan bunyi ketok sonor menjadi
pekak relatif (normal batas jantung kanan relatif terletak pada linea
sternalis kanan)
4. Batas jantung kiri relatif sesuai dengan iktus kordis yang normal,
terletak pada sela iga 5-6 linea medioclavicularis kiri
5. Bila iktus kordis tidak diketahui, maka batas kiri jantung ditentukan
dengan perkusi pada linea axillaris media ke bawah. Perubahan bunyi
dari sonor ke tympani merupakan batas paru-paru kiri. Dari Batas
paru-paru kiri dapat ditentukan batas jantung kiri relatif
6. Dari atas (fossa supra clavicula) dapat dilakukan perkusi ke bawah
7. Mencatat hasil perkusi untuk mentukan batas jantung
Auskultasi

NILAI
NO ASPEK YANG DI NILAI
1 2
1. Penderita diminta untuk rileks dan tenang
2. Penderita dalam posisi berbaring dengan sudut 30o
3. Dalam keadan tertentu penderita dapat dirubah posisinya (tidur
miring, duduk)
4. Penderita diminta bernapas biasa
5. Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru perhatikan
adanya suara tambahan
6. Mulailah Melakukan auskultasi pada beberapa tempat yang benar :
a. Di daerah apeks / Iktus kordis untuk mendengar bunyi jantung
yang berasal dari katup mitral ( dengan corong stetoskop)
b. Di daerah sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang
berasal dari katup pulmonal (dengan membran)
c. Di daerah sela iga II kanan untuk mendengan bunyi jantung berasal
dari aorta (dengan membran)
d. Di daerah sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau
ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
katup trikuspidal (corong stetoscop)
2. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
3. Bedakan antara sistolik dan diastolik
4. Usahakan mendapat kesan intensitas suara jantung
5. Perhatikan adanya suara-suara tambahan atau suara yang pecah
6. Tentukan apakah suara tambahan (bising) sistolik atau diastolik
7. Tentukan daerah penjalaran bising dan tentukan titik maksimunnya
8. Catat hasil auskultasi

Nabire,
Instruktur

Sukatemin, S.Kep., Ns., M.Kep.


NIP. 197105051991031004
PEREKAMAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)

A. Deskripsi Kegiatan Belajar


Elektrokardiografi (EKG) merupakan pemeriksaan noninfasif paling sering
digunakan sebagai alat bantu diagnosis penyakit jantung. Alt ini sudah lama ditemukan,
murah dan aman digunakan tetapi peranannya sekarang belum dpat digantikan oleh alat
lain.
Berbagai keadaan jantung dapat dideteksi dengan tepat oleh alat ini, baik
kelainan berupa kelainan elektris (mis. Aritmia), kelainan anatomis (mis. Hipertropi bilik
dan serambi), maupun kelainan lain (mis. Perikarditis).
Untuk pemeriksaan secara rutin biasanya dilakukan pengambilan 12 sandapan
(lead) yaitu I, II, III, aVR, AVL, aVF, v1-6. Tetapi kadang-kadang dilakukan cara lain
untuk keperluan tertentu, mis. Monitor terus menerus (24 jam sehari) yang digunakan
untuk mendeteksi adanya perubahan-perubahan di jantung penderita dalam keadaan
darurat (mis. Di ICCU dan bedah jantung). Untuk mengetahui perubahan EKG pada
kegiatan sehari-hari dilakukan rekaman secara terus menrus dengan alat monitor holter.
Serial EKG untuk jangka waktu tertentu dapat untuk menegakkan diagnosis infark
miokard akut secara pasti. Untuk lebih memastikan apakah seseorang menderita penyakit
jantung koroner atau tidak sering dilakukan uji latih jantung.
Penemuan yang terbaru dari Ekokardigrafi yang jauh lebih canggih dan mahal
ternyata peranannya tidak dapat menggantikan alat EKG yang jauh lebih sederhna.
Dengan menggabungkan kedua alat terssebut maka hasilnya sangat memuaskan.
Yang harus disadari adalah bahwa EKG merupakan suatu test laboratorium,
bukan merupakan alat diagnosis yang mutlak. Orang sakit jantung bisa mempunyai
gambaran EKG normal, sedang orang sehat dapat mempunyai gambaran abnormal.

B. Indikasi :
Pemeriksaan Elektrokardiografi dilakukan untuk mengetahui :
1. Adanya kelainan-kelainan irama jantung
2. Adanya kelainan-kelainan miokard seperti infark
3. Adanya pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis
4. Gangguan-gangguan elektrolit
5. Adanya perikarditis
6. Pembesaran jantung

C. Tujuan pembelajaran :
1. Tujuan Umum :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :
a. Melakukan penyadapan aktifitas otot jantung secara runtut dan benar
b. Mengenal elektrokardiogram otot jantung normal dan intrpretasinya
2. Tujuan Khusus :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:
a. Berhubungan dengan alat dan pasien :
1). Mempersiapkan pasien dan alat
2). Meletakkan elektroda pada tempat penekanan
3). Melaksanakan penyadapan
4). Membuat elektrokardiogram dan keterangannya
5). Merawat EKG setelah pemeriksaan
b. Berhubungan dengan pembacaan EKG :
1). Mengenal gelombang dan interpretasinya pada elektrokardiogram normal
2). Mengenal ganggugan irama jantung
3). Mengenal pembesaran jantung
4). Mengenal kelainan iskemik jantung

D. Media dan alat bantu pembelajaran :


a. Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan EKG
b. Alat EKG beserta kelengkapannya, probandus / manekin
c. Kertas interpretasi EKG, pulpen, pensil.

E. Metode Pembelajaran
a. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
b. Ceramah
c. Diskusi
d. Parsipasi aktif dalam skills lab. (simulasi)
e. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor

F. Materi Pembelajaran
1. Definisi
Elektrokardiografi (EKG) adalah pemantulan aktivitas listrik dari serat-serat
otot jantung secara goresan. Dalam perjalanan abad ini, perekaman EKG sebagai cara
pemeriksaan tidak invasif, sudah tidak dapat lagi dihilangkan dari klinik. Sejak di
introduksinya galvanometer berkawat yang diciptakan oleh EINTHOVEN dalam
tahun 1903, galvanometer berkawat ini merupakan suatu pemecahan rekor perangkat
sangat peka dapat merekam setiap perbedaan tegangan yang kecil sebesar milivolt.
Perbedaan tegangan ini terjadi pada luapan dan imbunnan dari serat-serat otot
jantung. Perbedaan tegangan ini dirambatkan ke permukaan tubuh dan diteruskan ke
sandapan-sandapan dan kawat ke perangkat penguat EKG. Aktivitas listrik
mendahului penguncupan sel otot.
Tidak ada perangkat pemeriksaan sederhana yang begitu banyak mengajar
pada kita mengenai fungsi otot jantung selain daripada EKG. Dengan demikian
masalah-masalah diagnostik penyakit jantung dapat dipecahkan dan pada gilirannya
pengobatan akan lebih sempurna. Namun kita perlu diberi peringatan bahwa EKG itu
walaupun memberikan banyak masukkan, tetapi hal ini tak berarti tanpa salah.
Keluhan dan pemeriksaan klinik penderita tetap merupakan hal yang penting. EKG
seorang penderita dengan Angina Pectoris dan pengerasaan pembuluh darah koroner
dapat memberikan rekaman yang sama sekali normal oleh karena itu EKG harus
selalu dinilai dalam hubungannya dengan keluhan-keluhan dan keadaan klinis
penderita.
Pada waktu sekarang, EKG sebagai perangkat elektronis sederhana sudah digunakan
secara luas pada praktek-praktek perawat keluarga, rumah-rumah perawatan, dalam
perusahaan, pabrik-pabrik atau tempat-tempat pekerjaan lainnya. Dengan demikian
pemeriksaan EKG dapat secara mudah dan langsung dilakukan pada penderita-penderita
yang dicurigai menderita penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak ditemukan dan
banyak menyebabkan kematian. Didalam bab ini akan dibicarakan beberapa aspek
penggunaan EKG umum dalam bidang kardiovaskuler.
2. Penggunaan Umum EKG
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat
pacu jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung,
IMA, iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti
digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan,
korpulmonale, emboli paru, mixedema.
3. Gambaran Elektrokardiografi Normal
Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak
1 mm. Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm. Mengenai “waktu” diukur
sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40 milidetik, 5 mm = 0,2 detik.
“Voltage” listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam milimeter (10
mm = imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.
4. Kompleks Elektrokardiografi Normal.
Huruf besar QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif besar (5mm) ;
huruf kecil (qrs) menunjukkan gelombang-gelombang kecil (dibawah 5 mm). Gelombang P
(P wave) : defleksi yang dihasilkan oleh depolarisasi atrium. Gelombang Q (q) atau Q wave :
defleksi negatif pertama yang dihasilkan oleh depolarisasi ventrikel dan mendahului defleksi
positif pertama (R).
Gelombang R (r) atau R wave : defleksi positif pertama dari depolarisasi ventrikel.
Gelombang S (s) atau S wave : defleksi negatif pertama dari depolarisasi ventrikel setelah
defleksi positif pertama R. Gelombang T (T wave) defleksi yang dihasilkan sesudah
gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel.
Gelombang U (U wave) : suatu defleksi (biasanya positif) terlihat setelah gelombang
T dan mendahului gelombang P berikutnya. Biasanya terjadi repolarisasi lambat pada sistem
konduksi inverventrikuler (Purkinje).
5. Nilai Interval Normal
Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama ventrikel teratur,
interval antara 2 gelombang R berturut-turut dibagi dalam 60 detik akan memberikan
kecepatan jantung permenit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak terartur, jumlah
gelombang R pada suatu periode waktu (misalnya 10 detik) harus dihitung dan hasilnya
dinayatakan dalam jumlah permenit.
Contoh : bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik, maka frekwensi
jantung adalah 120 per menit.
Interval P-P : pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan interval R-R. Tetapi
bila irama ventrikel tidak teratur atau bila kecepatan atrium dan venrikel berbeda tetapi
teratur, maka interval P-P diukur dari titik yang sama pada 2 gelombang P berturut-turut
dan frekwensi atrial per menit dihitung seperti halnya frekwensi ventrikel.
Interval P-R : Pengukuran interval ini untuk mengetahui waktu konduksi atrio
ventrikel. Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan sebagian
depolarisasi atrium, tambah perlambatan eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler. Diukur
mulai dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS. Sebenarnya lebih
tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 - 0,20 detik.
Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh waktu depolarisasi ventrikel.
Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai akhir gelombang S.
Batas atas nilai normalnya adalah 0,1 detik. Kadang-kadang pada sandapan prekordial V2
atau V3, interval ini mungkin 0,11 detik.
Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan gelombang Q sampai akhir
gelombang T. Dengan ini diketahui lamanya sistole elektrik. Interval Q-T normal tidak
melebihi 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik pada wanita.
Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang
U. Tidak diketahui arti kliniknya.
6. Segmen Normal
Segmen P-R : adalah bagian dari akhir gelombang P sampai permulaan kompleks
QRS. Segmen ini normal adalah isoelektris. RS-T junction (J) : adalah titik akhir dari
kompleks QRS dan mulai segmen RS-T. Segmen RS-T (segmen S-T), diukur mulai dari J
sampai permulaan gelombang T. Segmen ini biasanya isoelektris tetapi dapat bervaraisi
antara 0,5 sampai + 2 mm pada sandapam prekordial. Elevasi dan depresinya dibandingkan
dengan bagian garis dasar (base line) antara akhir gelombang T dan permulaan gelombang P
(segmen T-P).

Gambar III.1 : Diagram dari kompleks, interval dan segmen


elektrokardiografi.

1.2. Kelainan kompleks pada beberapa penyakit.


Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara
kompleks EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan
adanya gambaran EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu
sebagai patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada
beberapa penyakit.
1.2.1.Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P
pada irama dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai
dengan gelombang P yang tinggi, lebar dan “not ched” pada sandapan I dan II :
gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2. Gambaran ini menunjukkan
adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis. Sedangkan P
pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada
sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada
sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung
kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat
berupa kelainan tunggal gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang
bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis.
Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan
bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh
penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard.
Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P,
kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya.
Misalnya “ AV nodal premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimana
bentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir.
Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya
kompleks QRS adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV,
atrial takikardi yang timbul akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit
jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya tidak tampak dengan
kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi,
fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).
1.2.2. Kelainan interval P-R
1.2.2.1.Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok
konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap
gelombang P diikuti P-R > 0,22 detik yang bersifat tetap atau
sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK,
idiopatik. Pada AV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama
dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan
seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T.
Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau
memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1.,
berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari
blok jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung
tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang
P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali
per menit) dari gelombang P. jadi terdapat disosiasi komplit antara
atrium dan ventrikel. Gambaran diatas ini dapat ditemukan pada PJK,
intoksikasi digitalis, IMA.
1.2.2.2. Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa
kelainan bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis,
sindroma WPW.
1.2.3. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan
dalamnya >2 mm (lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama)
menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q di
sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.
1.2.4. Kelainan gelombang R dan gelombang S.
Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu
gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya “right axis deviation”.
Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral,
penyakit jantung bawaan, korpulmonale.
Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya “ left axis
deviati on”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH).
Biasanya dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di
V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5
atau V6 menunjukkan adanya LVH.
1.2.5. Kelainan kompleks QRS
1.2.5.1. Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS
lebar dan atau “notched” dengan gelombang P dan interval P-R
normal. Ditemukan pada PJK, PJR (Penyakit Jantung Rematik).
1.2.5.2. Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk
tetapi iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1,
3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
1.2.5.3.Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk,
yaitu pada sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi
atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung
Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung
Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.
1.2.5.4. Irama QRS tidak tetap.
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa,
misalnya “ AV nodal premature beat”, “ventricular premature beat”.
Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis.
Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada
fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark
miokard dan intoksikasi digitalis.

1.2.6. Kelainan segmen S-T.


Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu,
sebaiknya dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri
perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1
mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar.
Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya
disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya
insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark
miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial
menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat
diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk
perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di
hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark
ventrikel kanan

1.2.7. Kelainan gelombang T.


Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel.
Untuk itu dikemukakan beberapa patokan yaitu :
 Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
 Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan
gelombang R menyolok.
 Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
 Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada
sandapan I,II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam
menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh
gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -
perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai
segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard.
Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan
dimana defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada
sandapan I terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan
adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua
sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T
yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark
dinding posterior.

1.2.8. Kelainan gelombang U.


Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada
sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.

PRINSIP MEMBACA EKG


Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti
urutan petunjuk di bawah ini
1. IRAMA
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului
oleh sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama sinus.
Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat
dua atau tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain lain.
2. LAJU QRS (QRS RATE)
Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari 60 kali
disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus.
Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular
(kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar).
Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang
P (atrial rate).
EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau
pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada
sick sinus syndrome.
3. AKSIS.
Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut deviasi
aksis kiri, lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180° disebut
aksis superior.
Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable, misalnya pada
EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua sandapan sama
besarnya.
4. INTERVAL -PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV
derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan Wolff-
Parkinson- White syndrome.
5. MORFOLOGI
a. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-pulmonal
atau P-mitral.
b. Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan
bagian jantung mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang
terlibat).
Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan prekordial. Gelombang R
yang tinggi di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau
infark dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan
gelombang S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel
kiri.
Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle branch
block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
c. Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari
jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
d. Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-
inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang
runcing menandakan hiperkalemia.
e. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi
Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.
KESIMPULAN
Pemeriksaan EKG memegang peranan yang sangat penting dalam membantu
menegakkan diagnosis penyakit jantung. EKG disamping mampu mendeteksi kelainan
jantung secara pasti, juga keadaan (kelainan) diluar jantung, mis. Adanya gangguan elektrolit
terutama kalium dan kalsium.
Disamping kemampuannyadalam mendeteksi secara pasti dari kelainan jantung tetapi
EKG harus diakui mempunyai banyak kelemahan juga. EKG tidak dapat mendeteksi
keparahan dari penyakit jantung secara menyeluruh, misalnya tingkat kerusakan otot jantung
dari serangan IMA. EKG juga tidak dapat mendeteksi gangguan hemodinamik akibat suatu
penyakit jantung.
Dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung kita tidak dapat hanya
menggantungkan pemeriksaan EKG saja.
SATUAN ACARA PENGAJARAN

(SAP)

KEGIATAN WAKTU DESKRIPSI


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Bermain peran tanya & jawab 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
2. Satu orang dosen (instruktor/co-instruktur) memberikan contoh
bagaimana cara melakukan perekaman EKG pada
probandus/manikin. Mahasiswa menyimak dan mengamati
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dan
dosen (instruktur) memberikan penjelasan tentang aspek-aspek
yang penting
4. Selanjuntya kegiatan dilanjutkan dengan pemeriksaan EKG
pada manikin atau probandus
5. Mahasiswa dapat memperhatikan dan menanyakan hal-hal yang
belum dimengerti dan dosen (instruktur) menanggapinya.
3. Praktek bermain peran dengan 100 menit 1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-pasangan. Seorang mentor
umpan balik diperlukan untuk mengamati 2 pasangan
2. Setiap pasangan berpraktek, satu orang sebagai perawat
(pemeriksa) dan satu orang sebagai pasien secara serentak
3. Mentor berkeliling diantara mahasiwa dan melakukan supervisi
menggunakan ceklis
4. Setiap mahasiswa paling sedikit berlatih satu kali
4.Curah pendapat/ diskusi 15 menit 1. Curah pendapat/diskusi : Apa yang dirasakan mudah ? Apa
yang sulit ? Menanyakan bagaimana perasaan mahasiswa yang
berperan sebagai pasien. Apa yang dapat dilakukan oleh
perawat agar pasien merasa lebih nyaman ?
2. Dosen (instruktur) menyimpulkan dengan menjawab pertanyaan
terakhir dan memperjelas hal-hal yang masih belum dimengerti
Total waktu 150 menit
PENUNTUN BELAJAR
PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI

A. MELAKUKAN REKAMAN EKG

NO LANGKAH KLINIK KASUS


a. Melakukan persiapan alat antara lain : 1 2 3
1 Alat EKG lengkap dan siap pakai
2. Kapas alkohol dalam tempatnya
3. Kapas / kasa lembab

b. Mempersiapkan pasien
1. Pertama-tama pemeriksaan melakukan penejelasan kepada
pasien/keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Menyuruh pasien untuk tidur terlentang datar

c. Urutan perekaman EKG


1. Melakukan cuci tangan
2. Membuka dan melonggarkan pakaian pasien bagian atas. Bila
pasiennya memakai jam tangan, gelang dan logam lain
dilepas.
3. Membersihkan kotoran dan lemak menggunakan kapas pada
daerah dada, kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai
dilokasi pemasangan manset elektroda
4. Mengoleskan jelly EKG pada permukaan elektroda. Bila tidak
ada jelly, gunakan kapas basah
5. Memasang manset elektroda pada kedua pergelangan tangan
dan kedua tungkai
6. Memasang arde
7. Menghidupkan monitor EKG
8. Menyambung kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan
kedua tungkai pasien, untuk rekam ekstremitas lead (lead I, II,
III, aVR, aVF, AVL) dengana cara sebagai berikut :
- Warna merah pada tangan kanan
- Warna hijau pada kaki kiri
- Warna hitam pada kaki kanan
- Warna kuning pada tangan kiri
9. Memasang elektroda dada untuk rekaman precordial lead :
 Sela iga ke 4 pada garis sternal kanan = V1
 Sela iga pada garis sternal kiri = V2
 Terletak diantara V2 & V4 adalah = V3
 Ruang iga ke 5 pada garis tengah klavikula = V4
 Garis aksila depan sejajar dengan V4 = V5
 Garis aksila tengah sejajar dengan V4 = V6
 Garis aksila belakang sejajar dengan V4 = V7
 Garis skapula belakang sejajar dengan V4 = V8
 Batas kiri dari kolumna vertebra sejajar dengan
V4 = V9
 Lokasi sama dengan V3 tetapi pada sebelah kanan = V3R
 V7  V3R kadang diperlukan
Pada umumnya perekaman hanya 12 lead yaitu lead I, II, III,
aVR, aVF, aVL, V1-V6
10. Melakukan kalibrasi 10 mm dengan keadaan 25 mm/volt/detik
11. Membuat rekaman secara berurutan sesuai dengan pilihan lead
yang terdapat pada mesin EKG
12. Melakukan kalibrasi kembali setelah perekaman selesai
13. Memberi identitas pasien hasil rekaman : nama, umur, tanggal
dan jam rekaman serta nomor lead dan nama pembuat
rekaman EKG
14. Merapikan alat-alat
15. Melakukan cuci tangan kembali

B. INTERPRETASI HASIL REKAMAN EKG


NO LANGKAH KLINIK KASUS
1 2 3
1 Melihat hasil rekaman EKG dengan memperhatikan identitas
pasien
2. Menetukan apakah rekaman ini sudah sesuai dengan standar
dan layak di interpretasi
3. Melakukan penilaian secara sistematis yaitu :
a. Menentukan irama jantung dan pembuluh darah
b. Menetapkan frekuensi jantung
c. Menentukan Arah aksis (sumbu) elektris jantung
d. Menentukan bentuk gelombang P
e. Menentukan bentuk gelombang QRS
f. Menentukan posisi segment ST
g. Menentukan bentuk gelombang T
h. Menentukan bentuk gelombang U
4. Melakukan interpretasi EKG secara keseluruhan
5. Menyerahkan hasil rekaman EKG kepada yang
berkepentingan

Nabire, 14 Agustus 2019


Instruktur

(.................................................................)

Anda mungkin juga menyukai