PRAKTIK LABORATORIUM
KEGIATAN BELAJAR
SISTEM KARDIOVASKULER
(SEMESTER III)
DISUSUN OLEH :
SUKATEMIN, S.Kep., Ns., M.Kep., CWCS
PAS FOTO
NAMA : …………………………………….
NIM : …………………………………….
ALAMAT : …………………………………….
NO TELP : …………………………………….
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada penulis sehingga buku panduan praktikum
Sistem Kardiovaskuler ini dapat tersusun sebagai alat bantu mahasiswa dan instruktur
laboratorium Program Studi D-III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jayapura dalam
meningkatkan ketrampilan praktek Keperawatan Medikal Bedah I sub Sistem
Kardiovaskuler.
Buku ini berisi tentang materi-materi praktikum yang telah diinventarisir dari mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah I, sebagai pelengkap dari mata kuliah yang dilaksanakan
di kelas. Dengan menyelesaikan praktikum Sistem Kardiovaskuler ini diharapkan mahasiswa
sudah mampu memahami aspek-aspek pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dan
mengaplikasikan tindakan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan dasar pasien di
tatanan laboratorium keperawatan.
Penulis menyadari bahwa Ilmu keperawatan berkembang sangat pesat dan buku
panduan praktikum ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati
penulis mengharapkan pembaca/pengguna buku ini selalu menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu yang ada dengan selalu membaca berbagai buku lainya dan tidak selalu
terpaku pada buku petunjuk praktikum ini..
Akhirnya tak ada sesuatu yang langsung sempurna, saran dan masukan yang
ditunjukan kepada penulis sangat diharapkan, untuk penyempurnaan buku panduan
praktikum ini. Semoga buku panduan praktikum ini dapat bermanfaat dan membantu
mahasiswa dalam proses pembelajaran.
BIODATA .................................................................................................................
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................
PENDAHULUAN .....................................................................................................
KEGIATAN BELAJAR PRAKTIKUM
B. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan seluruh praktikum Sistem Kardiovaskuler ini diharapkan
mahasiswa mampu mendemonstrasikan pelaksanaan pemeriksaan fisik jantung dan
perekaman jantung menggunakan Elektrografi (EKG).
C. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu mendemonstrasikan beberapa perasat keterampilan sebagai berikut :
1. Mempersiapkan pasien yang akan menjalani pemeriksaan fisik jantung.
2. Mempersiapkan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan fisik jantung.
3. Melakukan pemeriksaan fisik dengan urut-urutan Inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi secara terperinci.
4. Mengenal dan menentukan variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan
(bising).
5. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan untuk tujuan pemberian asuhan keperawatan
pada pasien gangguan sistem kardiovaskuler.
E. Metode Pembelajaran
Agar proses pembelajaran bisa berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,
metode pembelajaran dilakukan dengan tahap-tahap :
1. Ceramah / kuliah pengantar oleh instruktur untuk menyampaikan tujuan
pembelajaran dan mereview kembali mata kuliah.
2. Diskusi untuk mengidentifikasi kemampuan dan minat mahasiswa
3. Demonstrasi dengan menggunakan daftar panduan belajar
4. Partisipasi aktif mahasiswa dalam demonstrasi
5. Evaluasi hasil pembelajaran menggunakan check list/daftar tilik
E. Pelaksanaan Praktikum
Praktikum Sistem Kardiovaskuler dilaksanakan selama 1 (satu) semester, yakni semester
III (tiga). Dilaksanakan sesuai jadwal yang diatur oleh penanggung Jawab Mata Kuliah
Sistem Kardiovaskuler bersama-sama dengan Penanggung Jawab Laboratorium
Keperawatan.
F. Metode Evaluasi
1. Sikap dan penampilan : 10 %
2. Kehadiran : 10 %
3. Pretes : 10 %
4. Ujian Praktek Intensif (OSCE) : 70 %
Nilai Batas Lulus / NBL Praktikum Adalah : 75%
G. Pembimbing Praktikum
Untuk tujuan pencapaian kompetensi Praktik Sistem Kardiovaskuler, pembimbing di
bagi sesuai dengan kecakapan dosen dan instruktur laboratorium keperawatan, dengan
harapan yang dilaksanakan oleh mahasiswa sesuai dengan teori dan standar operasional
prosedur.
H. Tata Tertib
1. Mahasiswa dituntut untuk melaksanakan kehadiran praktikum 100%.
2. Selama mengikuti kegiatan belajar di tatanan laboratorium keperawatan, mahasiswa
harus berpakaian rapi dan sopan (tidak memakai sandal, kaos oblong, baju ketat,
anting-anting dan rambut gondrong)
3. Ketika berada di ruangan laboratorium keperawatan mahasiswa diwajibkan
mengenakan seragam laboratorium.
4. Seluruh peralatan yang berada di ruang laboratorium adalah milik Prodi D-III
Keperawatan, seluruh mahasiswa diwajibkan menjaga dan memelihara kebersihan,
keutuhan dan kelengkapan alat dan bahan laboratorium.
5. Jika terjadi kerusakan atau kehilangan diwajibkan MENGGANTI sesuai dengan
yang aslinya (mahasiswa menandatangani kepatuhan menjalani tata tertib
pembelajaran skills lab).
6. Sehari sebelum pelaksanaan praktikum, mahasiswa bersama-sama dengan
dosen/instruktur menyiapkan alat yang dibutuhkan.
7. Mahasiswa wajib memiliki buku saku.
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
A. Pengertian
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-
kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi),
meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi). Umumnya
pemeriksaan ini dilakukan secara berurutan (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi).
Khusus untuk pemeriksaan abdomen, sebaiknya auskultasi dilakukan sebelum palpasi.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, diperlukan komunikasi antara perawat
dengan pasien melalui wawancara (anamnesis). Kegiatan ini penting sebagai awal dari
pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam mengarahkan diagnosis
keperawatan pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, kadang-kadang belum kita
lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat diperkirakan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskuler umumnya tidak ada
perbedaan dengan pemeriksaan yang dilakukan pada sistim tubuh yang lain yaitu
meliputi melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan
(auskultasi).
Umumnya pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler diawali dengan pemeriksaan
tekanan darah dan denyut nadi. Dilanjutkan dengan pemeriksaan tekanan vena jugularis,
dan pada bagian akhir dilakukan pemeriksaan spesifik jantung.
Pemeriksaan jantung diarahkan untuk mengetahui kondisi-kondisi normal pada
kerja jantung dan kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada jantung pasien. Batasan
pemeriksaan fisik jantung meliputi batas jantung, bunyi jantung normal dan bunyi
tambahan berupa bising (murmur). Untuk kelengkapan hasil selain anamnesis dan
pemeriksaan fisik, maka pemeriksaan penunjang cukup membantu pemeriksa dalam
menegakkan diagnosis misalnya hasil laboratorium, EKG, USG dan radiologi.
B. Indikasi
Umumnya pemeriksaan fisik jantung dilakukan untuk tujuan sebagai berikut :
1. Kelengkapan hasil dari anamnesis yang telah dilakukan pada pasien
2. Mengetahui diagnosis penyakit dari seorang pasien
3. Membantu perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem kardiovaskuler
4. Mengetahui perkembangan serta kemajuan pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien
5. Dipakai sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan paripurna terhadap
pasien.
b. Ictus
Ictus adalah detak jantung yang bisa terlihat secara kasat mata (inspeksi) di
area apeks jantung. Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali
tampak dengan mudah pulsasi yang pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri.
Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2
cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul
pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar,
kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus
keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke
dalam. Keadaan ini disebut ictus kordis negatif.
Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri
pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta.
Pada hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis
atau daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang
dapat dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis.
Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara meraba atau
tekanan-tekanan ringan pada tubuh pasien. Palpasi dilakukan setelah ditemukan
adanya kecurigaan pada saat inspeksi untuk lebih memperjelas mengenai lokalisasi
kelainan. Pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler biasanya ditemukan
punctum maksimum, yaitu detakan jantung yang akan teraba pada saat palpasi,
dilakukan penilaian apakah kuat angkat, frekuensi, kualitas dari pulsasi yang teraba.
Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi bersifat menggelombang disebut
”ventricular heaving”. Sedang pada stenosis mitralis terdapat pulsasi yang bersifat
pukulan-pukulan serentak disebut ”ventricular lift”. Disamping adanya pulsasi
perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak tangan, akibat kelainan
katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung yang kuat pada waktu
auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinya.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mengetuk pada
area yang dilakukan pemeriksaan. Kegunaan perkusi pada pemeriksaan fisik pasien
dengan gangguan sistem kardiovaskuler adalah menentukan batas-batas jantung.
Pada penderita emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain
perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian
basal jantung.
Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah
manubrium sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini
melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta.
4. Auskultasi Jantung
Auskultasi adalah suatu pemeriksaan pada pasien yang dilakukan dengan cara
mendengar bunyi yang terjadi di dalam tubuh pasien, umumnya hanya dilakukan di
area leher, dada dan perut. Pemeriksaan auskultasi pada jantung ditujukan untuk
mengetahui bunyi jantung, bising jantung dan gesekan pericard.
a. Bunyi Jantung
Untuk mendengar bunyi jantung hal-hal yang harus diperhatikan meliputi
lokalisasi dan asal bunyi jantung, menentukan bunyi jantung I dan II, intensitas
bunyi dan kualitasnya, ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV,
irama dan frekuensi bunyi jantung serta bunyi jantung lain yang menyertai bunyi
jantung.
1). Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
a). Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
b). Sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.
c). Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
d). Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum
untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak
anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran
bunyi jantung ke dinding dada.
(2).Bising Diastole
Terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan bunyi
jantung 1), dikenal antara lain :
(a). Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya
pada stenosis mitral.
(b).Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2.
misalnya pada insufisiensi sorta.
(c). Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum
bunyi jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan
diastole, terdengar secara kontinyu baik waktu sistole maupun
diastole. Misalnya pada PDA
Perkusi
NILAI
NO ASPEK YANG DI NILAI
1 2
1. Melakukan perkusi untuk menentukan batas jantung yaitu dengan
menentukan batas jantung relatif yang merupakan perpaduan bunyi
pekak dan sonor
2. Menentukan batas jantung kanan relatif dengan perkusi dimulai
dengan penentuan batas paru hati, kemudian 2 jari diatasnya
melakukan perkusi dari lateral ke medial
3. Jari tengah yang dipakai sebagai plessimeter diletakkan sejajar dengan
sternum sampai terdenganr perubahan bunyi ketok sonor menjadi
pekak relatif (normal batas jantung kanan relatif terletak pada linea
sternalis kanan)
4. Batas jantung kiri relatif sesuai dengan iktus kordis yang normal,
terletak pada sela iga 5-6 linea medioclavicularis kiri
5. Bila iktus kordis tidak diketahui, maka batas kiri jantung ditentukan
dengan perkusi pada linea axillaris media ke bawah. Perubahan bunyi
dari sonor ke tympani merupakan batas paru-paru kiri. Dari Batas
paru-paru kiri dapat ditentukan batas jantung kiri relatif
6. Dari atas (fossa supra clavicula) dapat dilakukan perkusi ke bawah
7. Mencatat hasil perkusi untuk mentukan batas jantung
Auskultasi
NILAI
NO ASPEK YANG DI NILAI
1 2
1. Penderita diminta untuk rileks dan tenang
2. Penderita dalam posisi berbaring dengan sudut 30o
3. Dalam keadan tertentu penderita dapat dirubah posisinya (tidur
miring, duduk)
4. Penderita diminta bernapas biasa
5. Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru perhatikan
adanya suara tambahan
6. Mulailah Melakukan auskultasi pada beberapa tempat yang benar :
a. Di daerah apeks / Iktus kordis untuk mendengar bunyi jantung
yang berasal dari katup mitral ( dengan corong stetoskop)
b. Di daerah sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang
berasal dari katup pulmonal (dengan membran)
c. Di daerah sela iga II kanan untuk mendengan bunyi jantung berasal
dari aorta (dengan membran)
d. Di daerah sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau
ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
katup trikuspidal (corong stetoscop)
2. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
3. Bedakan antara sistolik dan diastolik
4. Usahakan mendapat kesan intensitas suara jantung
5. Perhatikan adanya suara-suara tambahan atau suara yang pecah
6. Tentukan apakah suara tambahan (bising) sistolik atau diastolik
7. Tentukan daerah penjalaran bising dan tentukan titik maksimunnya
8. Catat hasil auskultasi
Nabire,
Instruktur
B. Indikasi :
Pemeriksaan Elektrokardiografi dilakukan untuk mengetahui :
1. Adanya kelainan-kelainan irama jantung
2. Adanya kelainan-kelainan miokard seperti infark
3. Adanya pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis
4. Gangguan-gangguan elektrolit
5. Adanya perikarditis
6. Pembesaran jantung
C. Tujuan pembelajaran :
1. Tujuan Umum :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :
a. Melakukan penyadapan aktifitas otot jantung secara runtut dan benar
b. Mengenal elektrokardiogram otot jantung normal dan intrpretasinya
2. Tujuan Khusus :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:
a. Berhubungan dengan alat dan pasien :
1). Mempersiapkan pasien dan alat
2). Meletakkan elektroda pada tempat penekanan
3). Melaksanakan penyadapan
4). Membuat elektrokardiogram dan keterangannya
5). Merawat EKG setelah pemeriksaan
b. Berhubungan dengan pembacaan EKG :
1). Mengenal gelombang dan interpretasinya pada elektrokardiogram normal
2). Mengenal ganggugan irama jantung
3). Mengenal pembesaran jantung
4). Mengenal kelainan iskemik jantung
E. Metode Pembelajaran
a. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
b. Ceramah
c. Diskusi
d. Parsipasi aktif dalam skills lab. (simulasi)
e. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
F. Materi Pembelajaran
1. Definisi
Elektrokardiografi (EKG) adalah pemantulan aktivitas listrik dari serat-serat
otot jantung secara goresan. Dalam perjalanan abad ini, perekaman EKG sebagai cara
pemeriksaan tidak invasif, sudah tidak dapat lagi dihilangkan dari klinik. Sejak di
introduksinya galvanometer berkawat yang diciptakan oleh EINTHOVEN dalam
tahun 1903, galvanometer berkawat ini merupakan suatu pemecahan rekor perangkat
sangat peka dapat merekam setiap perbedaan tegangan yang kecil sebesar milivolt.
Perbedaan tegangan ini terjadi pada luapan dan imbunnan dari serat-serat otot
jantung. Perbedaan tegangan ini dirambatkan ke permukaan tubuh dan diteruskan ke
sandapan-sandapan dan kawat ke perangkat penguat EKG. Aktivitas listrik
mendahului penguncupan sel otot.
Tidak ada perangkat pemeriksaan sederhana yang begitu banyak mengajar
pada kita mengenai fungsi otot jantung selain daripada EKG. Dengan demikian
masalah-masalah diagnostik penyakit jantung dapat dipecahkan dan pada gilirannya
pengobatan akan lebih sempurna. Namun kita perlu diberi peringatan bahwa EKG itu
walaupun memberikan banyak masukkan, tetapi hal ini tak berarti tanpa salah.
Keluhan dan pemeriksaan klinik penderita tetap merupakan hal yang penting. EKG
seorang penderita dengan Angina Pectoris dan pengerasaan pembuluh darah koroner
dapat memberikan rekaman yang sama sekali normal oleh karena itu EKG harus
selalu dinilai dalam hubungannya dengan keluhan-keluhan dan keadaan klinis
penderita.
Pada waktu sekarang, EKG sebagai perangkat elektronis sederhana sudah digunakan
secara luas pada praktek-praktek perawat keluarga, rumah-rumah perawatan, dalam
perusahaan, pabrik-pabrik atau tempat-tempat pekerjaan lainnya. Dengan demikian
pemeriksaan EKG dapat secara mudah dan langsung dilakukan pada penderita-penderita
yang dicurigai menderita penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak ditemukan dan
banyak menyebabkan kematian. Didalam bab ini akan dibicarakan beberapa aspek
penggunaan EKG umum dalam bidang kardiovaskuler.
2. Penggunaan Umum EKG
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat
pacu jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung,
IMA, iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti
digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan,
korpulmonale, emboli paru, mixedema.
3. Gambaran Elektrokardiografi Normal
Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak
1 mm. Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm. Mengenai “waktu” diukur
sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40 milidetik, 5 mm = 0,2 detik.
“Voltage” listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam milimeter (10
mm = imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.
4. Kompleks Elektrokardiografi Normal.
Huruf besar QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif besar (5mm) ;
huruf kecil (qrs) menunjukkan gelombang-gelombang kecil (dibawah 5 mm). Gelombang P
(P wave) : defleksi yang dihasilkan oleh depolarisasi atrium. Gelombang Q (q) atau Q wave :
defleksi negatif pertama yang dihasilkan oleh depolarisasi ventrikel dan mendahului defleksi
positif pertama (R).
Gelombang R (r) atau R wave : defleksi positif pertama dari depolarisasi ventrikel.
Gelombang S (s) atau S wave : defleksi negatif pertama dari depolarisasi ventrikel setelah
defleksi positif pertama R. Gelombang T (T wave) defleksi yang dihasilkan sesudah
gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel.
Gelombang U (U wave) : suatu defleksi (biasanya positif) terlihat setelah gelombang
T dan mendahului gelombang P berikutnya. Biasanya terjadi repolarisasi lambat pada sistem
konduksi inverventrikuler (Purkinje).
5. Nilai Interval Normal
Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama ventrikel teratur,
interval antara 2 gelombang R berturut-turut dibagi dalam 60 detik akan memberikan
kecepatan jantung permenit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak terartur, jumlah
gelombang R pada suatu periode waktu (misalnya 10 detik) harus dihitung dan hasilnya
dinayatakan dalam jumlah permenit.
Contoh : bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik, maka frekwensi
jantung adalah 120 per menit.
Interval P-P : pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan interval R-R. Tetapi
bila irama ventrikel tidak teratur atau bila kecepatan atrium dan venrikel berbeda tetapi
teratur, maka interval P-P diukur dari titik yang sama pada 2 gelombang P berturut-turut
dan frekwensi atrial per menit dihitung seperti halnya frekwensi ventrikel.
Interval P-R : Pengukuran interval ini untuk mengetahui waktu konduksi atrio
ventrikel. Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan sebagian
depolarisasi atrium, tambah perlambatan eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler. Diukur
mulai dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS. Sebenarnya lebih
tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 - 0,20 detik.
Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh waktu depolarisasi ventrikel.
Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai akhir gelombang S.
Batas atas nilai normalnya adalah 0,1 detik. Kadang-kadang pada sandapan prekordial V2
atau V3, interval ini mungkin 0,11 detik.
Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan gelombang Q sampai akhir
gelombang T. Dengan ini diketahui lamanya sistole elektrik. Interval Q-T normal tidak
melebihi 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik pada wanita.
Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang
U. Tidak diketahui arti kliniknya.
6. Segmen Normal
Segmen P-R : adalah bagian dari akhir gelombang P sampai permulaan kompleks
QRS. Segmen ini normal adalah isoelektris. RS-T junction (J) : adalah titik akhir dari
kompleks QRS dan mulai segmen RS-T. Segmen RS-T (segmen S-T), diukur mulai dari J
sampai permulaan gelombang T. Segmen ini biasanya isoelektris tetapi dapat bervaraisi
antara 0,5 sampai + 2 mm pada sandapam prekordial. Elevasi dan depresinya dibandingkan
dengan bagian garis dasar (base line) antara akhir gelombang T dan permulaan gelombang P
(segmen T-P).
(SAP)
b. Mempersiapkan pasien
1. Pertama-tama pemeriksaan melakukan penejelasan kepada
pasien/keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Menyuruh pasien untuk tidur terlentang datar
(.................................................................)