Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.

R USIA 27 TAHUN INPARTU


DENGAN KALA II MEMANJANG DI RSUD LEUWILIANG
KABUPATEN BOGOR

1.1 PENGERTIAN
Kala II lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 2 jam pada
primipara, dan lebih dari 30 menit sampai 1 jam pada multipara. Kala II lama
adalah persalinan dengan tidak ada penurunan kepala > 1 jam untuk nulipara
dan multipara.
1.2 PENYEBAB
Pada kasus kala 2 memanjang secara garis besar memiliki etiologi atau
penyebab yang sama dengan klasifikasi partus lama lainnya, namun ada
beberapa hal yang membedakan.
1) Etiologi
Etiologi terjadinya kala II lama ini adalah multikomplek dan tentu saja
bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik
dan penatalaksanaannya. Faktor-faktor penyebabnya antara lain :
a) Kelainan letak janin
b) Kelainan-kelainan panggul
c) Kelainan kekuatan his dan mengejan
d) Pimpinan persalinan yang salah
e) Janin besar atau ada kelainan congenital
f) Primi tua primer dan sekunder
g) Perut gantung, grandemulti
h) Ketuban pecah dini ketika serviks masih tertutup, keras dan belum
mendatar
i) Analgesi dan anastesi yang berlebihan dalam fase laten
j) Wanita yang dependen, cemas dan ketalutan.
2) Tanda Dan Gejala
a) Pada Ibu
(1) Gelisah, letih
(2) Suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernafasan cepat.
peningkatannya diatas batas normal yaitu yaitu tekanan darah <120/80mmHg,
suhu badan 36,5-37,5C, suhu 14-20x/menit , dan nadi 60-100x/menit.
(3) Di daerah lokal sering dijumpai : Ring Bandl, edema vulva, edema serviks,
cairan ketuban berbau dan terdapat meconium.
b) Pada Janin
(1) Denyut jantung janin cepat/tidak teratur bahkan negatif.
(2) Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan dan berbau.
(3) Caput succedaneum yang besar – moulage kepala yang hebat – IUFD (Intra
Uterin Fetal Death).
1.3 TANDA GEJALA
1.4 KOMPLIKASI
Komplikasi yang diakibatkan oleh partus lama bisa mengenai ibu maupun janin.
Diantaranya :
a. Komplikasi Pada Ibu
1) Infeksi Intrapartum
Infeksi merupakan bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus
lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan amnion
menembus amnion dan desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi
bacteremia, sepsis, dan pnemounia pada janin akibat aspirasi cairan amnion
yang terinfeksi. Untuk mengecek tanda infeksi dapat dilakukan pemeriksaan
darah. Dalam darah terdapat leukosit, fungsi utama leukosit adalah melawan
infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit organisme asing dan
memproduksi atau mengangkut/ mendistribusikan antibody, kadar leukosit yang
tinggi dapat menentukan apakah pasien terkena infeksi atau tidak.
2) Ruptur Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama
partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka yang
dengan riwayat section secarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan
panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak engangement dan tidak terjadi
penurunan, sehingga segmen bawah uterus menjadi sangat teregang yang
kemudian dapat menyebabkan ruptur.
3) Cincin Retraksi
Patologis pada partus lama dapat timbul kontriksi atau cincin lokal uterus, tipe
yang paling sering adalah cincin retraksi patologis bandl’s. cincin ini disertai
peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus, cincin ini sebagai
suatu identitas abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya segmen
bawah uterus.
4) Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi tidak
maju untuk jangka waktu lama, maka bagian jalan lahir yang terletak
diantaranya akan mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan
sirkulasi sehingga dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari
setelah melahirkan dengan munculnya fistula.
5) Cedera otot dasar panggul
Cedera otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubungnya merupakan
konsekuensi yang tidak terelakan pada persalinan pervaginam terutama apabila
persalinannya sulit.
b. Komplikasi Pada Bayi
Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin
dan semakin sering terjadi keadaan berikut :
1) Trauma serebri yang disebabkan oleh penekanan kepala janin
2) Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit.
3) Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan
terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paruparu
serta infeksi sistemik pada janin.
4) Asfiksia
Asfiksia pada bayi baru lahir menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia)
adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah lahir. Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak
dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan
makin meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut. Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak
dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
a) Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
(1) Faktor Ibu
(a) Preeklamsia dan eklamsia
(b) Perdarahan abnormal (Plasenta Previa atau Solusio
Plasenta)
(c) Partus lama atau partus macet
(d) Demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV)
(e) Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 kehamilan)
(2) Faktor Tali Pusat
(a) Lilitan tali pusat
(b) Tali pusat pendek
(c) Simpul tali pusat
(d) Prolaps tali pusat
(3) Faktor Bayi
(a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
(b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,
distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep)
(c) Kelainan bawaan (kongenital)
(d) Air ketuban bercampur meconium (warna kehijauan).
b) Patofisiologi
Vasokontiksi pembuluh darah mengakibatkan kurangnya suplai darah ke
plasenta sehingga terjadi hipoksia janin. Akibat lanjut dari hipoksia janin adalah
gangguan pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida sehingga terjadi
asfiksia neonatorum. Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-
menit pertama kemudian disusul dengan pernapasan teratur dan tangisan bayi.
Proses perangsangan pernapasan ini dimulai dari tekanan mekanik dada pada
persalinan, disusul dengan penurunan tekanan oksigen arterial dan peningkatan
teanan karbondioksida arterial, sehingga sinus karotikus terangsang terjadinya
proses bernafas. Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami
hipoksia relative dan akan terjadi adaptasi akibat aktifitas bernafas dan
menangis. Apabila proses adaptasi terganggu, maka bayi bisa dikatakan
mengalami asfiksia yang akan berefek pada gangguan pada system organ vital
seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang mengakibatkan kematian.
c) Penilaian Asfiksia pada Bayi baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan
tadi. Penilaian selanjutnya merupakan dasar untuk menentukan kesimpulan dan
tindakan berikutnya. Upaya resusitasi yang efisien dan efektif berlangsung
melalui rangkaian tindakan, yaitu penilaian , pengambilan keputusan dan
tindakan lanjutan. Rangkaian tindakan ini merupakan suatu siklus, misalnya
pada saat-saat anda melakukan rangsangan taktil anda sekaligus menilai nafas
bayi. Atas dasar penilaian ini anda akan menentukan langkah-langkah
selanjutnnya. Apabila penilaian pernapasan menunjukan bahwa bayi tidak
bernapas atau bahwa pernapasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar
pengambilan kesimpulan untuk tindakan berikutnya yaitu memberikan ventilasi
dengan tekanan positif (VTP). Sebaliknya apabila pernapasan normal, maka
tindakan selanjutnya adalah menilai denyut jantung bayi. Segera sesudah
memulai suatu tindakan anda harus menilai dampaknya pada bayi dan membuat
kesimpulan untuk tahap berikutnya. Penilaian untuk melakukan resusitasi
ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu pernapasan, denyut jantung dan warna
kulit. Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan waktu memulai
resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi Nilai
apgar pada umumnya dilaksanakan pada satu menit dan lima menit sesudah bayi
lahir. Akan tetapi, penilaian yang harus dimulai segera sesudah bayi lahir.
Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernapasan, denyut
jantung atau warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi
yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu hasil penilaian
apgar satu menit. Keterlambatan tindakan sangat membahayakan terutama pada
bayi yang mengalami antar jemput. Walaupun nilai apgar tidak penting dalam
pengambilan keputusan pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam
upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi. Jadi
nilai apgar perlu dinilai pada satu menit dan lima menit. Apabila nilai apgra
kurang dari 7 penilaian nilai tambahan masih diperlukan yaitu tiap lima menit
sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan nilai 8 dan lebih.
d) Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum
Bayi baru lahir dengan apnu primer dapat melalui pola pernafasan biasa,
walaupun mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi
kasus. Bayi baru lahir dengan apnu sekunder tidak akan bernafas sendiri.
Pernafasan buatan atau tindakan Ventilasi dengan Tekanan Positif (VTP) dan
oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai pernafasan pada bayi baru
lahir dengan apnu sekunder. Secara klinis apabila bayi lahir dengan apnu, sulit
dibedakan apakah bayi itu mengalami apnu primer atau sekunder. Hal ini berarti
dalam menghadapi bayi yang dilahirkan dengan apnu harus segera dilakukan
tindakan resusitasi. Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer
dan memberikan stimulasi yang kurang efektif hanya akan memperlambat
pemberian oksigen dan meningkatkan resiko kerusakan otak. Tindakan
resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dkenal sebagai ABC
resusitasi.
A : Memastikan saluran nafas terbuka
B : Memulai pernafasan
C : Mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah.
1.5 PENATALAKSANAAN
Partus lama merupakan kondisi yang hanya menyangkut penurunan kondisi fisik
juga menyangkut pada psikologi ibu maka, tindakan suportif diperlukan dalam
penanganan partulama, diantaranya yaitu :
a. Selama persalinan, semangat pasien harus didukung. Kita harus membesarkan
hatinya dengan menghindari kata-kata yang dapat menimbulkan kekhawatiran
dalam diri pasien.
b. Intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Pada semua partus lama, intake
cairan sebanyak ini di pertahankan melalui pemberian infus larutan glukosa.
Dehidrasi, dengan tanda adanya acetone dalam urine, harus dicegah. Makanan
yang dimakan dalam proses persalinan tidak akan tercerna dengan baik.
Makanan ini akan tertinggal dalam lambung sehingga menimbulkan bahaya
muntah dan aspirasi. Karena waktu itu, pada persalinan yang berlangsung lama
di pasang infus untuk pemberian kalori.
c. Pengosongan kandung kemih dan usus harus memadai. Kandung kemih dan
rectum yang penuh tidak saja menimbulkan perasaan lebih mudah cidera
dibanding dalam keadaan kosong.
d. Meskipun wanita yang berada dalam proses persalinan, harus diistirahatkan
dengan pemberian sedatif dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian
analgetik, namun semua preparat ini harus digunakan dengan bijaksana.
Narcosis dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan
membahayakan bayinya.
e. Pemeriksaan rectal atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil
mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi.
Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang jelas.
f. Apabila hasil-hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kemajuan dan kelahiran
diperkirakan terjadi dalam jangka waktu yang layak serta tidak terdapat gawat
janin ataupun ibu, tetap tindakan suportif diberikan dan persalinan dibiarkan
berlangsung secara spontan.
Penatalaksanaan partus lama digolongkan berdasarkan fase-fasenya, yaitu
a. Fase Labor (persalinan palsu atau belum inpartu)
Bila his belum terarutur dan portio masih tertutup, pasien boleh
pulangPeriksa adanya infeksi saluran kencing, ketuban pecah dan bila
didaatkanadanya infeksi obati secara adekuat. Bila tidak pasien boleh rawat
jalan.
b. Prolonged Laten Phase (fase laten yang memanjang)
Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retrospektif. Jika his berhenti,
pasien disebut belum inpartu atau persalinan palsu. Jika his makin teratur dan
pembukaan bertambah sampai 3cm, pasien berarti sudah memasuki fase laten.
Kekeliruan melakukan diagnosis persalinan palsu menjadi fase laten
menyebabkan pemberian induksi yang tidak perlu yang biasanya sering gagal.
Pemberian induksi yang tidak perlu biasanya sering gagal. Hal ini menyebabkan
tindakan operasi seksio sesarea yang kurang perlu dan sering menyebabkan
amnionitis.
c. Prolonges Active Phase (fase aktif yang memanjang)
1) Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.
2) Tentukan keadaan janin:
a) Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung frekuensinya
minimal sekali dalam 30 menit selama fase aktif
b) Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat
dipenuhi lakukan ekstraksi vacum atau forceps.
c) Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur
darah pikirkan kemungkinan gawat janin.
d) Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah,
pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang
dapat menyebabkan gawat janin.
Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD (Cephalo Pelvic Disporpotion)
atau obstruksi dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban. Nilai his, jika his
tidak adekuat (kurang dari 3 dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 40
detik) pertimbangkan adanya inersia uteri. Jika his adekuat (3 kali daam 10
menit dan lamanya lebih dari 40 detik) pertimbangkan adanya disporposi,
obstruksi, atau malpresentasi. Lakukan penanganan umum untuk
memperbaiki his dan mempercepat kemajuan persalinan. Lakukan induksi
oksitosin 5 unit.
d. Prolonged Expulsive Phase (kala II memanjang)
Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah
oksigen ke plasenta. Maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara
spontan, mengedan dan menahan napas yang terlalu lama tidak
dianjurkan. Perhatikan denyut jantung janin, bradikardi yang lama mungkin
terjadi akibat lilitan tali pusat. Dalam hal ini lakukan tindakan ekstraksi
vakum atau forceps bila syarat terpenuhi. Bila malpresentasi dan tanda obstruksi
bisa disingkirkan, berikan oksitosin drip. Bila pemberian oksitosin drip tidak ada
kemajuan dalam 1 jam, lahirkan dengan bantuan vakum atau forceps bila syarat
terpenuhi. Lahirkan dengan seksio sesarea bila persyaratan vakum dan forceps
tidak dipenuhi.
C. Aplikasi Asuhan Kebidanan Pada Kasus Pertus Lama Kala II memanjang
1. Subjektif
Pengkajian data objektif dilakukan dengan anamnesa riwayat pasies
secaralengkap. Data yang diperoleh antara lain identitas umum, keluhan, riwayat
haid, riwayat kesehatan klien dan keluarga.
a. Persalinan kala II sudah berlangsung lebih dari 1 jam untuk multi dan 2 jam
untuk primi.
b. Ibu merasa kelelahan dan letih
c. Merasa mulas dan ingin meneran
2. Objektif
Pada pengkajian data objektif didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik dan data
penunjang.
1. Ibu tampak kelelahan dan lemah
2. Kontaksi tidak teratur tapi kuat
3. Dilatasi serviks lambat atau tidak terjadi
4. Tidak terjadi penurunan bagian terendah janin, walaupun kontraksi adekuat
5. Molding – sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki
6. Lingkaran retraksi patologis (lingkaran bandl) timbul nyeri di bawah
lingkaran.
3. Analisa
Setelah mendapatkan data subjektif dan objektif kemudia menentukan masalah
potensial yang memerlukan tindakan, selanjutnya disimpulkan dengan
pernyataan Ny…., Usia…., tahun…., G…P…A…, hamil… minggu inpartu
kala… fase…, dengan kala II memanjang.
4. Penatalaksanaan
Memantau dan mencatat secara berkala keadaan ibu dan janin, his dan
kemajuan persalinan pada partograf dengan cermat pada saat pengamatan
dilakukan. Jika ada kelainan atau bila garis waspada pada partograf dilewati,
selalu amati tanda-tanda gawat ibu atau gawat janin. Persiapan rujukan yang
tepat. Jika ada tanda dan gejala persalinan macet, gawat janin, atau tanda
bahaya pada ibu, maka ibu dibaringkan ke sisi kiri dan berikan cairan rehidrasi,
rujuk ke rumah sakit.
Rujuk dengan tepat untuk kala II persalinan yang memanjang :
a. 2 jam meneran untuk primipara
b. 1 jam meneran untuk multipara
1.6 KASUS
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.poltekkesbdg.info/files/original/a25ffbdfa21acd47deb9
0e573de41c6a.pdf

Anda mungkin juga menyukai