Anda di halaman 1dari 27

1) LUMBAL PUNCITION

Lumbar puncture ( LP ), juga dikenal sebagai spinal tap , adalah prosedur medis di mana
jarum dimasukkan ke dalam kanal tulang belakang , paling umum untuk mengumpulkan cairan
serebrospinal (CSF) untuk pengujian diagnostik. Alasan utama untuk pungsi lumbal adalah untuk
membantu mendiagnosis penyakit pada sistem saraf pusat , termasuk otak dan tulang
belakang. Contoh dari kondisi ini termasuk meningitis dan perdarahan subaraknoid . Ini juga
dapat digunakan sebagai terapi dalam beberapa kondisi. Peningkatan tekanan
intrakranial (tekanan di tengkorak) adalah kontraindikasi, karena risiko materi otak dikompresi
dan didorong ke tulang belakang. Kadang-kadang, pungsi lumbal tidak dapat dilakukan dengan
aman (misalnya karena kecenderungan perdarahan yang parah ). Ini dianggap sebagai prosedur
yang aman, tetapi sakit kepala pasca dural-tusukan adalah efek samping yang umum.

Diagnosis
Indikasi diagnostik utama pungsi lumbal adalah untuk pengumpulan cairan
serebrospinal (CSF). Analisis CSF dapat mengecualikan penyakit menular, inflamasi,dan
neoplastic,mempengaruhi sistem saraf pusat. Tujuan paling umum adalah pada
dugaan meningitis ,karena tidak ada alat lain yang dapat diandalkan untuk meningitis, suatu
kondisi yang mengancam jiwa tetapi sangat dapat diobati, dapat dikecualikan. Tusukan lumbal
juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah seseorang memiliki Trypanosoma brucei 'Tahap
1' atau 'Tahap 2'. Bayi muda biasanya memerlukan pungsi lumbal sebagai bagian dari
pemeriksaan rutin demam tanpa sumber. Ini disebabkan oleh tingkat meningitis yang lebih tinggi
daripada orang yang lebih tua. Bayi juga tidak andal menunjukkan gejala klasik iritasi meningeal
( meningismus ) seperti kekakuan leher dan sakit kepala seperti yang dilakukan orang
dewasa.Pada kelompok umur apa pun, perdarahan subaraknoid , hidrosefalus , hipertensi
intrakranial jinak , dan banyak diagnosis lain dapat didukung atau dikecualikan dengan tes
ini. Ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan sel-sel ganas di CSF, seperti
pada meningitis karsinomatosa atau medulloblastoma . CSF yang mengandung kurang dari
10 sel darah merah (RBC) / mm³ merupakan keran "negatif" dalam konteks pemeriksaan untuk
perdarahan subarakhnoid, misalnya. Taps yang "positif" memiliki jumlah RBC 100 / mm³ atau
lebih. 
Perawatan
Tusukan lumbal juga dapat dilakukan untuk menyuntikkan obat ke dalam cairan serebrospinal
("intratekal"), terutama untuk anestesi spinal atau kemoterapi .
Tusukan lumbal serial mungkin berguna dalam pengobatan sementara hipertensi intrakranial
idiopatik (IIH). Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya tekanan CSF yang dapat
menyebabkan sakit kepala dan kehilangan penglihatan permanen. Sementara pengobatan utama
adalah pengobatan, dalam beberapa kasus tusukan lumbal yang dilakukan beberapa kali dapat
meningkatkan gejala. Ini tidak direkomendasikan sebagai pokok perawatan karena
ketidaknyamanan dan risiko prosedur, dan durasi singkat kemanjurannya.
Selain itu, beberapa orang dengan hidrosefalus tekanan normal (ditandai dengan inkontinensia
urin, kemampuan berubah untuk berjalan dengan baik, dan demensia) menerima beberapa gejala
setelah pengangkatan CSF.

KONTRA INDIKASI

Sakit Kepala
Sakit kepala post spinal dengan mual adalah komplikasi yang paling umum; sering
merespons obat - obatan nyeri dan infus cairan. Sudah lama diajarkan bahwa komplikasi ini
dapat dicegah dengan mempertahankan postur terlentang selama dua jam setelah tusukan yang
berhasil; ini belum terbukti dalam penelitian modern yang melibatkan banyak orang. Melakukan
prosedur dengan orang di pihak mereka dapat mengurangi risiko. [13] Suntikan kafein intravena
seringkali cukup efektif untuk menggugurkan sakit kepala tulang belakang ini. Sakit kepala yang
persisten meskipun lama di ranjang dan terjadi hanya ketika duduk dapat menunjukkan
kebocoran CSF dari situs tusukan lumbar. Ini dapat diobati dengan lebih banyak bedrest, atau
dengan patch darah epidural , di mana darah orang itu sendiri disuntikkan kembali ke lokasi
kebocoran untuk menyebabkan gumpalan terbentuk dan menutup kebocoran.
Risiko sakit kepala dan kebutuhan akan analgesia dan bercak darah akan jauh berkurang jika
menggunakan jarum "atraumatic". Ini tidak mempengaruhi tingkat keberhasilan prosedur dengan
cara lain. 
Kontak antara sisi jarum tusukan lumbal dan akar saraf tulang belakang dapat menyebabkan
sensasi anomali ( paresthesia ) pada tungkai selama prosedur; ini tidak berbahaya dan orang
dapat diperingatkan tentang hal itu terlebih dahulu untuk meminimalkan kecemasan mereka jika
itu terjadi.
Komplikasi serius dari pungsi lumbal yang dilakukan dengan benar sangat jarang.  Mereka
termasuk pendarahan tulang belakang atau epidural, arachnoiditis adhesif dan trauma
pada sumsum tulang belakang atau akar saraf tulang belakang yang mengakibatkan kelemahan
atau kehilangan sensasi, atau bahkan paraplegia . Yang terakhir ini sangat jarang, karena tingkat
di mana sumsum tulang belakang berakhir (biasanya perbatasan inferior L1, meskipun sedikit
lebih rendah pada bayi) adalah beberapa ruang vertebra di atas lokasi yang tepat untuk pungsi
lumbal (L3 / L4). Ada laporan kasus tusukan lumbal yang mengakibatkan perforasi malformasi
arterio-vena dural yang abnormal, menghasilkan perdarahan epidural katastropik; ini sangat
jarang. 
Prosedur ini tidak direkomendasikan ketika infeksi epidural hadir atau dicurigai, ketika infeksi
topikal atau kondisi dermatologis menimbulkan risiko infeksi di lokasi tusukan atau pada pasien
dengan psikosis parah atau neurosis dengan nyeri punggung. Beberapa otoritas percaya bahwa
penarikan cairan ketika tekanan awal tidak normal dapat menyebabkan kompresi medula spinalis
atau herniasi serebral ; yang lain percaya bahwa peristiwa seperti itu hanya kebetulan dalam
waktu, terjadi secara independen sebagai akibat dari patologi yang sama dengan pungsi lumbal
dilakukan untuk mendiagnosis. Dalam setiap kasus, computed tomography otak sering dilakukan
sebelum pungsi lumbal jika diduga ada massa intrakranial.

TEHNIK
Mekanisme
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti oleh lapisan cairan serebrospinal, total 125-150 ml
(pada orang dewasa) yang bertindak sebagai peredam kejut dan menyediakan media untuk
transfer nutrisi dan produk limbah. Mayoritas diproduksi oleh pleksus koroid di otak dan
bersirkulasi dari sana ke daerah lain, sebelum diserap kembali ke dalam sirkulasi (terutama
oleh granulasi arachnoid ). 
Cairan serebrospinal dapat diakses paling aman di tangki lumbar . Di bawah vertebra lumbar
pertama atau kedua (L1 atau L2) sumsum tulang belakang berakhir ( conus medullaris ). Saraf
terus menyusuri tulang belakang di bawah ini, tetapi dalam ikatan longgar serabut saraf yang
disebut cauda equina . Ada risiko yang lebih rendah dengan memasukkan jarum ke tulang
belakang pada tingkat cauda equina karena serat lepas ini bergerak keluar dari jalan jarum tanpa
rusak.  Wadah lumbal memanjang ke sakrum 

.
Anak-Anak
Pada anak-anak, posisi duduk tertekuk sama berhasilnya dengan berbaring miring untuk
mendapatkan CSF non-traumatis, CSF untuk kultur, dan jumlah sel. Ada tingkat keberhasilan
yang lebih tinggi dalam memperoleh CSF dalam upaya pertama pada bayi di bawah 12 bulan
dalam posisi duduk yang tertekuk. 
Tulang belakang bayi pada saat kelahiran berbeda dari tulang punggung orang dewasa. Conus
medullaris (bagian bawah medula spinalis) berakhir pada level L1 pada orang dewasa, tetapi
dapat berkisar pada term neonatus (bayi yang baru lahir) dari level L1-L3. Penting untuk
memasukkan jarum tulang belakang di bawah conus medullaris di tingkat interspinous L3 / L4
atau L4 / L5. [22] Dengan pertumbuhan tulang belakang, kerucut biasanya mencapai tingkat
dewasa (L1) pada usia 2 tahun. 
Ligamentum flavum dan dura mater tidak setebal pada bayi dan anak-anak seperti pada orang
dewasa. Oleh karena itu, sulit untuk menilai kapan jarum melewati mereka ke ruang
subarachnoid karena karakteristik "pop" atau "memberi" mungkin halus atau tidak ada dalam
tusukan lumbar pediatrik. Untuk mengurangi kemungkinan memasukkan jarum tulang belakang
terlalu jauh, beberapa dokter menggunakan metode "Cincinnati". Metode ini melibatkan
pengangkatan stylet dari jarum tulang belakang begitu jarum telah menembus dermis. Setelah
melepas stylet, jarum dimasukkan sampai CSF mulai keluar dari jarum. Setelah semua CSF
dikumpulkan, stylet kemudian dimasukkan kembali sebelum pengangkatan jarum. 
Interpretasi
Penentuan tekanan

Tusukan lumbal pada anak yang diduga menderita meningitis.

Peningkatan tekanan CSF dapat mengindikasikan gagal jantung kongestif , edema


serebral , perdarahan subaraknoid , hipo-osmolalitas akibat hemodialisis , peradangan meningeal,
meningitis purulen atau meningitis tuberkulosis, hidrosefalus , atau cerebri pseudotumor . Dalam
pengaturan tekanan yang meningkat (atau hidrosefalus tekanan normal , di mana tekanannya
normal tetapi ada CSF berlebihan), tusukan lumbal mungkin bersifat terapeutik..
Penurunan tekanan CSF dapat menunjukkan penyumbatan subarachnoid lengkap, kebocoran
cairan tulang belakang, dehidrasi parah, hiperosmolalitas, atau kolaps sirkulasi . Perubahan
signifikan dalam tekanan selama prosedur dapat menunjukkan tumor atau penyumbatan tulang
belakang yang menghasilkan kumpulan besar CSF, atau hidrosefalus yang terkait dengan volume
besar CSF.

Tujuan dan Indikasi Lumbal Pungsi (LP)

Prosedur lumbal pungsi dapat dilakukan sebagai metode diagnosis maupun pengobatan. Berikut
adalah beberapa tujuan dilakukannya prosedur ini:

 Mengambil sampel cairan serebrospinal untuk mendeteksi suatu penyakit.


 Melihat tekanan di dalam rongga kepala dan tulang belakang.
 Memasukkan obat-obatan ke dalam sistem saraf, seperti obat bius atau obat kemoterapi.
 Memasukkan cairan pewarna atau zat radioaktif ke dalam cairan serebrospinal sebelum
melakukan pemindaian.
Pemeriksaan sampel cairan serebrospinal

Pemeriksaan sampel cairan otak dan saraf tulang belakang (cairan serebrospinal) melalui lumbal
pungsi bermanfaat untuk mendeteksi kelainan pada sistem saraf, seperti infeksi, perdarahan, atau
kanker. Beberapa penyakit yang dapat membutuhkan lumbal pungsi untuk mendiagnosisnya
adalah:

 Meningitis
 Radang otak
 Tumor pada otak dan sumsum tulang belakang
 Pendarahan subarachnoid
 Sindrom Reye
 Myelitis
 Neurosifilis
 Sindrom Guillain-Barre
 Multiple sclerosis

Peringatan Sebelum Melakukan Lumbal Pungsi (LP)

Sebelum lumbal punggsi dilakukan, pasien perlu menginformasikan kepada dokter bila sedang
atau pernah mengalami gangguan pembekuan darah. Hal ini agar dokter dapat mengantisipasi
komplikasi yang mungkin terjadi.

Karena obat bius akan diberikan sebelum dilakukan lumbal pungsi, pasien juga perlu memberi
tahu dokter jika memiliki alergi terhadap obat bius tertentu, untuk mencegah reaksi alergi obat.

Pasien perlu menginformasikan kepada dokter jika sedang menggunakan obat pengencer darah,
seperti aspirin atau warfarin. Obat pengencer darah dapat menyebabkan perdarahan saat prosedur
lumbal pungsi dilakukan. Oleh karena itu, dokter biasanya akan meminta pasien untuk
menghentikan konsumsi obat tersebut sejak beberapa hari sebelumnya.
Persiapan Sebelum Lumbal Pungsi (LP)

Saat awal pemeriksaan, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan pasien dan melakukan
pemeriksaan fisik. Dokter juga akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, seperti tes
darah, CT scan, atau MRI, jika diperlukan.

Pasien disarankan untuk meningkatkan asupan cairan dengan memperbanyak minum air putih,
sejak 2 hari sebelum prosedur lumbal pungsi dilakukan. Pasien juga perlu puasa selama 3 jam
sebelum prosedur, namun tetap diizinkan untuk minum air putih.

Untuk alasan keamanan dan kenyamanan, pasien sebaiknya didampingi oleh keluarga atau
kerabat karena tidak diperbolehkan membawa kendaraan selama 24 jam setelah prosedur. Pasien
juga tidak disarankan menggunakan transportasi umum seorang diri.

Pasien sebaiknya tiba di rumah sakit 1 jam sebelum prosedur dilakukan untuk mempersipkan
diri. Pasien akan diminta untuk mengganti pakaian dengan pakaian rumah sakit yang sudah
disediakan. Oleh karena itu, pasien sebaiknya memakai pakaian dan alas kaki yang mudah
dilepas pasang.

Pasien juga akan diminta untuk melepas semua perhiasan yang digunakan, termasuk anting. Agar
lebih mudah, sebaiknya pasien tidak mengenakan aksesoris atau perhiasan apa pun dari rumah.

Prosedur dan Tindakan Lumbal Pungsi (LP)


Ilustrasi menggambarkan tusukan lumbal (keran tulang belakang)

Jarum tulang belakang digunakan dalam pungsi lumbal.

Ilustrasi menggambarkan posisi umum untuk prosedur tusukan lumbar.

Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam prosedur dan tindakan lumbal pungsi:

Pengaturan posisi pasien saat prosedur lumbal pungsi

Pasien diminta untuk naik ke meja pemeriksaan dan berbaring menyamping, dagu didekatkan ke
dada, dan lutut didekatkan ke perut.

Pasien juga bisa duduk dengan tubuh bersandar ke depan atau memeluk bantal. Posisi-posisi
tersebut membuat ruang di antara tulang belakang lebih luas.

Proses pembiusan pada punggung bawah

Sebelum menyuntikkan obat bius, punggung bawah pasien akan dibersihkan dengan cairan
antiseptik dan dilapisi dengan kain steril.
Kemudian dokter akan menyuntikkan obat bius lokal ke punggung bagian bawah untuk membuat
mati rasa di bagian tubuh yang akan dimasukan jarum. Suntikan obat bius akan terasa perih,
namun dapat meredakan rasa sakit selama prosedur LP dilakukan.

Tindakan lumbal pungsi

Dokter saraf akan menusukkan jarum ke celah tulang belakang di bagian punggung bawah.
Selama proses jarum masuk, pasien tidak diperkenankan bergerak. Setelah jarum masuk sampai
batas yang diinginkan, pasien akan diminta untuk mengubah posisi sehingga cairan otak dan
saraf tulang belakang dapat keluar.

Tindakan selanjutnya tergantung pada tujuan dilakukannya LP. Dokter dapat mengukur tekanan
di di dalam rongga tulang belakang, mengambil sampel cairan, atau menyuntikkan obat.
Kemudian jarum akan dicabut dan lubang suntikan akan ditutup dengan perban.

Prosedur ini biasanya berlangsung selama 30-45 menit. Walaupun tidak merasa nyeri saat
tindakan LP, pasien tetap dapat merasa tidak nyaman dan tertekan di bagian punggung selama
proses penusukan jarum.

Hasil pemeriksaan lumbal pungsi biasanya sudah bisa diketahui 48 jam setelah prosedur
dilakukan.

Pemulihan Setelah Lumbal Pungsi (LP)

Setelah prosedur selesai, pasien akan diminta untuk berbaring setidaknya selama 1 jam di bawah
pengawasan dokter. Pasien boleh bergerak selama kepala tidak terangkat dari kasur. Biasanya
pasien harus menggunakan pispot jika ingin buang air kecil.

Perban yang digunakan untuk menutupi lubang suntikan tidak boleh dibuka selama 24 jam
setelah prosedur. Pasien akan diperbolehkan pulang pada hari yang sama setelah kondisi tubuh
membaik atau dapat dirawat jika terdapat kondisi penyakit yang tidak memungkinkan untuk
pulang ke rumah, misalnya dicurigai menderita radang otak.
Pasien diminta untuk menghindari aktivitas berat selama 24 jam setelah lumbal pungsi
dilakukan. Pasien dapat langsung kembali bekerja jika pekerjaan tersebut tidak
mengharuskannya bergerak terlalu banyak.

Pasien harus minum lebih banyak air putih untuk mengurangi risiko timbulnya sakit kepala.
Untuk membantu meredakan sakit kepala, pasien disarankan untuk minum minuman yang
mengandung kafein, seperti teh, kopi, atau soda.

Pasien juga dapat mengonsumsi obat pereda nyeri yang mengandung paracetamol untuk


mengurangi rasa sakit di kepala dan punggung. Obat tersebut harus digunakan sesuai dengan
aturan pakai.

Komplikasi dan Efek Samping Lumbal Pungsi (LP)

Secara umum, lumbal pungsi aman untuk dilakukan. Namun, prosedur ini juga dapat
menimbulkan komplikasi yang meliputi:

 Sakit kepala
 Rasa tidak nyaman atau sakit di punggung
 Perdarahan di tempat suntikan
 Infeksi pada kulit
 Sulit buang air kecil
 Mati rasa atau kesemutan pada tungkai

Efek samping yang berbahaya dan fatal, seperti pecahnya pembuluh darah dan bergesernya
batang otak, juga bisa terjadi. Akan tetapi, komplikasi tersebut sangat jarang terjadi.
2 ) KOLONOSKOPI

Kolonoskopi adalah prosedur yang dilakukan untuk memeriksa kondisi usus besar dan bagian
akhir dari usus besar (rektum) guna mendeteksi adanya ketidaknormalan pada usus besar dan
rektum, seperti jaringan usus yang bengkak, iritasi, luka, polip, atau kanker.

Prosedur kolonoskopi dilakukan oleh dokter penyakit dalam konsultan saluran pencernaan
dengan menggunakan alat kolonoskop, yaitu selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan
dilengkapi dengan kamera. Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan ini adalah sekitar 30-60
menit dengan didahului pemberian obat bius pada pasien. Dalam proses tindakan, dokter dapat
mengambil sampel jaringan dari usus besar untuk diperiksa di bawah mikroskop (biopsi).

Indikasi dan Kontraindikasi Kolonoskopi

Kolonoskopi dilakukan untuk menyelidiki penyebab dari gejala yang terjadi pada usus besar,
seperti buang air besar berdarah, konstipasi kronik, diare kronik, dan nyeri perut. Selain itu,
kolonoskopi juga bisa dilakukan untuk mendeteksi adanya kanker usus besar. Deteksi ini
disarankan bagi orang yang telah berusia di atas 50 tahun, walaupun tidak memiliki faktor risiko
lain selain usia. Bagi seseorang yang memiliki riwayat kanker usus besar atau polip usus dalam
keluarganya, serta terdiagnosis penyakit kolitis ulseratif dan Crohn’s disease, pemeriksaan dapat
dilakukan pada usia yang lebih muda. Pemeriksaan untuk deteksi kanker usus besar dapat
diulang setiap 10 tahun atau lebih awal, tergantung dari faktor risiko dan hasil dari kolonoskopi
sebelumnya. Di samping mendeteksi kanker usus besar, kolonoskopi juga bisa dilakukan untuk
mendeteksi dan memotong polip usus, serta menghentikan perdarahan bila terjadi perdarahan
pada usus besar.

Kolonoskopi pada saat kehamilan sebaiknya dihindari, karena dapat memicu keguguran, kecuali
kolonoskopi dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa. Kolonoskopi pada pasien
dengan megakolon, serta kolitis ulseratif dan Crohn’s disease dengan luka yang berat juga dapat
meningkatkan risiko robeknya usus.

Peringatan Kolonoskopi

Sebelum melakukan kolonoskopi, dokter akan memeriksa kondisi kesehatan pasien.


Informasikan kepada dokter bila menderita penyakit jantung atau penyakit paru-paru, menderita
diabetes, serta memiliki alergi terhadap obat tertentu.  Selain itu, beri tahu juga dokter jika
sedang mengonsumsi obat pengencer darah. Dokter mungkin akan menghentikan konsumsi obat-
obatan tersebut sementara, terutama bila direncanakan biopsi. Informasikan juga kepada dokter
bila sedang mengonsumsi suplemen zat besi.

Sebelum Kolonoskopi

Pemeriksaan kolonoskopi dapat berjalan dengan baik jika dinding usus dapat terlihat dengan
jernih dan jelas. Untuk itu, perlu dipastikan bahwa kondisi usus sudah bersih dari feses (tinja)
yang dapat mengganggu pandangan saat pelaksanaan kolonoskopi. Beberapa cara yang
dilakukan untuk membersihkan usus, antara lain:

 Mengonsumsi obat pencahar berupa pil atau cairan. Obat pencahar dikonsumsi malam
sebelum pelaksanaan kolonoskopi atau ditambah lagi saat pagi di hari tindakan.
 Menjalalankan diet khusus dengan menghindari makanan padat dan hanya minum air
putih sehari sebelum kolonoskopi, serta berpuasa setelah tengah malam pada hari
pelaksanaan kolonoskopi.

Pasien harus memastikan agar ada yang mengantar atau menemani saat tindakan, karena setelah
tindakan pasien masih dalam pengaruh anestesi atau obat penenang sehingga tidak aman untuk
berkendara sendiri.

Sesudah Kolonoskopi

Setelah pelaksanaan prosedur kolonoskopi, pasien harus tetap di rumah sakit selama 1-2 jam atau
hingga pengaruh anestesi berkurang. Pada tahap ini, pasien dapat merasa sedikit kram pada perut
dan kembung, namun akan mereda dengan sendirinya. Setelah dinyatakan pulih, pasien dapat
pulang ke rumah.

Pasien tidak diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi seperti
menyetir selama 24 jam pasca prosedur. Pasien dapat kembali makan dan minum seperti biasa
segera setelah tindakan dan dapat melakukan kegiatan setelah beristirahat selama satu hari pasca
kolonoskopi. Jika prosedur kolonoskopi diikuti dengan pengangkatan polip atau biopsi jaringan,
maka pasien dapat mengalami perdarahan dari dubur selama satu hingga dua hari setelah
pelaksanaan kolonoskopi.

Pasien akan dibuatkan janji kembali oleh dokter dalam beberapa hari untuk mendiskusikan hasil
dari kolonoskopi, dan biopsi jaringan bila dilakukan. Jika kualitas hasil pemeriksaan diragukan,
maka dokter dapat menyarankan pemeriksaan kolonoskopi ulang.

Prosedur Kolonoskopi
Kolonoskopi dilakukan oleh dokter yang berpengalaman dan biasanya berlangsung
selama sekitar 30-60 menit. Secara garis besar, langkah prosedur ini meliputi:

 Sebelum pemeriksaan dilakukan, Anda akan diminta untuk melepaskan pakaian


dan menggantinya dengan gaun khusus rumah sakit.
 Anda akan diminta untuk berbaring di meja pemeriksaan dengan posisi miring ke
salah satu sisi tubuh. Dokter juga umumnya meminta Anda untuk menekuk kedua
lutut hingga menempel pada dada.
 Anda akan menjalani pembiusan yang bisa berupa pil minum atau suntikan guna
mengurangi ketidaknyamanan selama prosedur berlangsung.
 Setelah bius efektif, dokter akan memasukkan kolonoskop dengan kamera di
ujungnya ke dalam anus. Dokter juga bisa memompa karbiondioksida ke dalam
usus besar agar menyediakan ruang lebih untuk alat colonoscope. Dengan ini,
visualisasi bagian dalam usus besar akan lebih baik. 
 Dokter kemudian mengambil beberapa gambar yang diperlukan saat pemeriksaan.
 Dokter juga terkadang mengambil sedikit jaringan usus besar (biopsi) untuk
diperiksa di bawah mikroskop.
 Apabila colonoscopy dilakukan pada penderita polip usus besar, dokter bisa
sekaligus mengangkat polip tersebut.
 Ketika pemeriksaan telah selesai dan dokter mengeluarkan selang. Anda mungkin
merasakan kram perut dan dorongan untuk buang air besar setelahnya.

Komplikasi Kolonoskopi
Komplikasi prosedur kolonoskopi jarang terjadi. Bila adapun, biasanya hanya berupa
efek samping ringan yang meliputi: 

 Efek pembiusan yang mungkin masih terasa selama sekitar sehari pascaprosedur.
Karena itu, Anda sebaiknya meminta teman atau keluarga untuk mendampingi
Anda ketika menjalani kolonoskopi maupun saat pulang.
 Kembung dan buang angin selama beberapa jam setelah prosedur. Berjalan
kaki dapat membantu Anda untuk menghilangkan sensasi tidak nyaman ini. 
 Perdarahan pada lokasi biopsi atau pengangkatan polip. Perdarahan biasa hanya
sedikit dan dapat berhenti sendiri. Namun segera berkonsultasi ke dokter bila hal
ini terus berlangsung, muncul gumpalan, atau terjadi nyeri perut yang persisten,
menggigil, maupun demam.
Kebocoran atau robekan pada dinding usus besar juga bisa saja terjadi. Tapi komplikasi
ini sangat jarang terjadi dan bila terjadi hal ini biasanya tidak membutuhkan pembedahan.

Kolonoskopi merupakan tindakan yang aman dan jarang menimbulkan komplikasi. Namun,
komplikasi yang mungkin terjadi akibat kolonoskopi, antara lain:

 Dinding usus besar robek.


 Reaksi alergi dan efek samping obat bius.
 Nyeri perut hebat.

3 ) BRONKOSKOPI
Bronkoskopi adalah tindakan medis yang bertujuan untuk melakukan
visualisasi trakea dan bronkus, melalui bronkoskop, yang berfungsi dalam prosedur diagnostik
dan terapi penyakit paru. Dalam perkembangannya, bronkoskop dibagi atas bronkoskop rigid
dan bronkoskop fleksibel. Bronkoskop rigid (kaku) diperkenalkan oleh Gustav Killian (1860-
1921) dan Joseph P. O'Dwyer (1841-1894). Bronkoskop fleksibel, yang saat ini banyak
dipergunakan menggunakan serat optik, sehingga memberikan kemudahan visualisasi bronkus
perifer. Bronkoskop fleksibel mulai diperkenalkan oleh Shigeto Ikeda, pada International
Congress on Diseases of the Chest ke 9 di Kopenhagen tahun 1966.

PROSEDUR

Bronkoskopi umumnya dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

 Pasien akan diminta untuk berbaring di meja pemeriksaan atau tempat tidur di
ruang
 Perawat atau teknisi medis akan memasang monitor untuk memantau tekanan
darah, denyut jantung, dan kadar oksigen.
 Obat bius lokal kemudian disemprotkan ke dalam mulut. Pada beberapa kasus,
obat bius lokal juga dapat diberikan pada hidung pasien.
 Bila diperlukan, bius umum juga bisa agar pasien tetap tenang atau tertidur selama
prosedur.
 Kemudian, dokter memasukkan bronkoskop ke dalam mulut atau hidung pasien,
melewati tenggorokan dan pita suara hingga mencapai paru-paru.
 Selama bronkoskop dimasukkan, pasien mungkin akan batuk dan merasa kurang
nyaman. Tetapi pasien tidak akan merasa nyeri.
 Kamera di ujung bronkoskop akan mengirim gambar ke monitor untuk
membimbing dokter dalam menggerakkan bronkoskop.
 Jika dibutuhkan, dokter akan sekaligus menggunakan bronkoskop untuk
mengambil sampel cairan atau jaringan paru-paru.
Prosedur ini biasanya membutuhkan waktu sekitar 30 hingga 40 menit. Namun pada
pasien dengan anestesi umum, bronkoskopi membutuhkan waktu lebih lama, yakni sekitar
satu jam atau lebih

TUJUAN

Secara umum, bronkoskopi dilakukan untuk beberapa alasan berikut:

 Mendiagnosis kelainan paru-paru.


 Mengidentifikasi infeksi paru-paru.
 Biopsi jaringan paru-paru.
 Membuang lendir, benda asing, atau sumbatan lainnya pada jalan napas atau paru-
paru, seperti tumor.
 Pemasangan stent untuk membuka jalan napas.
 Pengobatan gangguan pada paru-paru, seperti perdarahan, penyempitan saluran
napas, atau paru-paru kolaps. Prosedur ini dikenal dengan nama bronkoskopi
intervensi.

Persiapan untuk menjalani bronkoskopi?


Secara umum, persiapan yang perlu dilakukan sebelum bronkoskopi meliputi:

  
 Beritahukan pada dokter tentang obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Dokter
mungkin menghentikan konsumsi beberapa jenis obat. Contohnya, aspirin, obat
pengencer darah, dan obat antiinflamasi nonsteroid. Konsumsi obat-batan ini perlu
dihentikan sekitar seminggu sebelum bronkoskopi.
 Pada hari prosedur, pasien akan diminta untuk melepas kacamata, lensa
kontak, alat bantu dengar, gigi palsu, atau kawat gigi yang bisa
 Pastikan ada keluarga atau teman yang dapat mengantar pasien pulang. Pasalnya,
efek obat bius yang digunakan selama prosedur membutuhkan beberapa jam untuk
hilang sepenuhnya.
 Pasien akan diminta untuk berpuasa setidaknya semalam sebelum prosedur.
Yang perlu diperhatikan setelah bronkoskopi?
Setelah bronkoskopi, pasien akan dipindahkan ke ruang pemulihan selama beberapa jam
hingga efek anestesi hilang. Pernapasan dan tekanan darah pasien akan dipantau selama
masa pemulihan.

Pasien juga tidak dapat makan dan minum hingga tenggorokannya tidak baal lagi, yaitu
pada sekitar 1-2 jam pascaprosedur. Nyeri dan gatal pada tenggorokan maupun suara
serak mungkin akan dirasakan selama beberapa hari dan akan menghilang dengan
sendirinya tanpa pengobatan. Tidak merokok selepas tindakan ini.

Pencegahan & peringatan

Bronkoskopi umumnya merupakan prosedur yang aman. Meskipun komplikasi ini jarang terjadi,
dokter akan mendiskusikan risiko dengan Anda. Namun, Anda mungkin sebaiknya tidak
melakukan tes ini atau hasil tes Anda tidak akan membantu, jika Anda mengalami:

 masalah yang membuat leher Anda tidak dapat memanjang


 sampel biopsi terlalu kecil untuk didiagnosis
 terkumpul jaringan dalam biopsi yang diambil, sehingga ada kemungkinan bahwa kanker
tidak terdeteksi

KOMPLIKASI
Secara umum, bronkoskopi termasuk prosedur yang aman. Namun komplikasi berikut ini
tetap bisa terjadi:

 Kadar oksigen yang turun selama prosedur. Apabila ini terjadi, dokter akan
memberikan oksigen tambahan.
 Demam atau pneumonia setelah prosedur.
 Pendarahan
 Kolaps paru-paru
4) PAPSMER

Pap smear adalah sebuah tes untuk mendeteksi kanker serviks pada wanita. Pemeriksaan
yang juga disebut Pap test ini juga bisa digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
perubahan sel-sel leher rahim (serviks) yang berisiko menjadi kanker.

Pada proses pemeriksaan Pap smear, dokter akan mengambil sedikit sampel jaringan
serviks Anda. Sampel ini kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk mendeteksi
kondisi leher rahim Anda.

ANJURAN PAPSMER

 Wanita usia 21 tahun ke atas

Wanita berusia 21 tahun ke atas dianjurkan untuk menjalani tes Pap smear setiap 3 tahun
sekali, baik yang sudah menjalani vaksin HPV maupun belum

 Wanita usia 21-29 tahun

Wanita berusia 21-29 tahun disarankan untuk melakukan tes Pap setiap 3 tahun sekali.
Pemeriksaan HPV tidak perlu dilakukan, kecuali hasil tes Pap smear menunjukkan
keabnormalan.

 Wanita usia 30 tahun ke atas

Wanita berusia 30 tahun ke atas sebaiknya menjalani Pap smear setiap 5 tahun sekali
bersama dengan tes HPV hingga usia 65 tahun. Frekuensi pemeriksaan ini bisa dilakukan
selama semua tes menunjukkan hasil yang normal.

Sebagai alternatif, Wanita berusia 30-65 bisa menjalani Pap smear saja dengan frekuensi
3 tahun sekali.

 Wanita usia 65 tahun ke atas


Wanita berusia 65 tahun yang sudah menjalani Pap smear selama 10 tahun terakhir dan
memiliki hasil yang normal, bisa berhenti untuk menjalani tes Pap karena tidak
memerlukannya lagi.

 Wanita yang pernah terdeteksi memiliki prekanker

Apabila sudah pernah didiagnosis mengalami kondisi prekanker, Anda dianjurkan untuk
melanjutkan Pap smear selama minimal 20 tahun sejak pendeteksian pertama. Durasi tes
ini tetap mesti dilanjutkan meski Anda sudah berusia 65 tahun.

Jika Anda memiliki riwayat hasil Pap smear abnormal sebelumnya, mengidap HIV,
memiliki imunitas rendah, atau terpapar dengan obat dietilstilbestrol sebelum melahirkan,
maka Anda akan dianjurkan untuk segera melakukan pemeriksaan pap smear.

 Wanita yang telah menjalani operasi histerektomi total

Histerektomi total adalah operasi pengangkatan rahim dan serviks. Pada wanita yang
telah menjalani prosedur ini, ia tidak dianjurkan untuk menjalani Pap smear. Terkecuali,
pada histerektomi yang dilakukan untuk menangani prekanker maupun kanker.

 Wanita yang memiliki sistem imun lemah

Sistem kekebalan tubuh bisa menurun akibat kondisi tertentu. Misalnya, mengidap
HIV/AIDS atau mengonsumsi obat penekan sistem imun (imunosupresan).

Kalangan wanita dengan kondisi-kondisi tersebut sebaiknya melakukan tes Pap sesuai
dengan rekomendasi dokter yang melakukan perawatan.

PERSIAPAN PAPSMER
Hal yang harus dipersiapkan sebelum pap smear meliputi:

 Menentukan jadwal tes berdasarkan rekomendasi dokter.


 Jangan menjalani Pap smear saat Anda sedang menstruasi. Waktu terbaik untuk
melakukannya adalah 5 hari setelah haid selesai.
 Jangan berhubungan intim maupun menggunaan krim atau obat untuk vagina dan
kontrasepsi selama 1-2 hari sebelum tes.
 Bila Anda mengalami peradangan leher rahim (servisitis), tunggulah sampai
penyakit Anda sembuh.
 Untuk ibu hamil, Pap smear masih aman dilakukan hingga usia kehamilan 24
minggu.
 Untuk wanita yang baru melahirkan, tunggulah hingga 12 minggu setelah
melahirkan jika ingin melakukan Pap smear.
 Sedang mengonsumsi obat-obatan, misalnya pil KB yang
mengandung estrogen dan progestin. Obat ini bisa berpengaruh pada hasil tes.
 Pernah menjalani tes Pap smear dengan hasil abnormal.

Sebelum menjalani tes pap smear, sebaiknya Anda sudah buang air kecil terlebih dahulu
untuk mengosongkan kandung kemih. Jangan lupa untuk tetap tenang dan tidak tegang
agar prosedur Pap smear bisa berjalan lancar.

Bagaimana prosedur Pap smear dilakukan?

Dokter akan mengusapkan swap


ke leher rahim Anda ketika Anda menjalani Pap smear

Keseluruhan pemeriksaan Pap smear umummnya berlangsung selama 20-30 menit. Dokter
akan melakukan tes ini dibantu oleh perawat. Berikut langkah-langkahnya:
 Anda akan diminta untuk melepaskan pakaian bagian bawah, termasuk celana
dalam.
 Anda akan diminta untuk berbaring telentang di atas ranjang khusus.
 Kaki Anda diletakkan di penyangga kaki selama tes berlangsung.
 Dokter akan memasukkan spekulum ke dalam vagina.
 Spekulum akan dibuka agar leher rahim menjadi bisa terlihat.
 Dokter akan menggunakan swab khusus untuk mengambil sampel jaringan dari
serviks.
 Setelah swab dikeluarkan, Anda bisa kembali berpakaian dan tes pun selesai.

Sampel tersebut akan ditaruh dalam toples kecil dan dikirim ke laboratorium untuk
diperiksa. Dokter atau pihak rumah sakit akan menghubungi Anda ketika hasil tes sudah
selesai.

Selama tes, Anda mungkin akan merasakan sedikit tekanan atau sensasi seperti dicubit.
Sedangkan sehabis menjalani tes Pap, Anda bisa merasakan kram ringan atau
ketidaknyamanan di perut bawah. Perdarahan ringan atau flek juga terkadang dapat
terjadi segera setelah tes.

Kembali hubungi dokter apabila perdarahan dan kram terus berlanjut pada keesokan
harinya.

Hasil tes Pap smear


Berikut beberapa hasil yang bisa didapatkan dari tes Pap smear:

 Normal atau negatif

Hasil ini menunjukkan bahwa sel serviks Anda dalam kondisi normal atau hasil negatif.
Dokter akan menyarankan Anda untuk melakukan tes kembali setelah 3-5 tahun.

 Hasil tidak jelas atau kurang memuaskan


Kondisi ini bisa disebabkan oleh kurangnya sampel yang diuji atau ada permasalahan lain
yang mempengaruhi hasil analisis. Oleh sebab itu, Anda biasanya akan diminta untuk
mengulangi Pap smear agar mendapatkan hasil yang lebih valid.

 Tidak normal atau positif

Hasil ini menandakan adanya perubahan yang abnormal pada sel-sel serviks Anda

Anda mungkin juga menyukai