HIPERPIGMENTASI
Kepentingan
Gangguan hiperpigmentasi termasuk PIH dan melasma lebih tampak pada
orang yang memiliki kulit lebih gelap, tetapi dapat juga terjadi pada semua jenis
kulit serta menyerang di lebih dari 5 juta orang Amerika. Kondisi ini mungkin
menyebabkan resistensi terhadap pengobatan dan membutuhkan waktu lama
untuk penyembuhan. Berbagai modalitas pengobatan tersedia termasuk obat
topikal, terapi laser, cryotherapy, pengelupasan kimiawi, dan penggunaan
kosmetik untuk menyamarkan. Petugas pelayanan dermatologi memerlukan
pengetahuan tingkat lanjut tentang tanda-tanda, diagnosis banding, dan varian dari
gangguan ini, serta akses ke pengalaman klinis dengan pilihan pengobatan yang
tersedia, termasuk krim topikal kombinasi dengan tiga bahan yang disetujui. Oleh
karena itu, terdapat kesenjangan dalam pengetahuan medis petugas pelayanan
dermatologi mengenai identifikasi, diagnosis banding, dan pengobatan yang
efektif untuk gangguan hiperpigmentasi termasuk PIH dan melasma. Petugas
memerlukan pemahaman yang lebih luas tentang penggunaan hidrokuinon topikal
yang efektif, termasuk konsentrasi yang tepat dan lama penggunaan, serta
pemahaman lanjutan tentang fitur, manfaat, dan profil keamanan dari pilihan
pengobatan topikal yang tersedia untuk melasma termasuk terapi kombinasi
dengan hidrokuinon, retinoid, dan kortikosteroid. Petugas pelayanan dermatologi
akan memiliki kesempatan untuk mengakses data yang berbasis penelitian terbaru,
serta wawasan ahli dari dokter terkemuka untuk secara akurat mendiagnosis dan
memilih strategi pengobatan yang efektif untuk pasien dengan gangguan ini.
Tujuan Pendidikan
Informasi keseluruhan dan tujuan pendidikan dari aktivitas yang bertahan
ini adalah untuk memperluas kesadaran, mengeksplorasi keberhasilan dan
kegagalan pengobatan melasma yang biasa ditemui, serta membandingkan fitur,
manfaat, keamanan, dan profil kemanjuran dari pilihan pengobatan yang tersedia
untuk tatalaksana melasma dan hiperpigmentasi.
Setelah menyelesaikan kegiatan pendidikan berkelanjutan ini, peserta
diharapkan mampu:
• Membedakan tanda klinis dari gangguan hiperpigmentasi termasuk
melasma dan PIH
• Meninjau penggunaan hidrokuinon topikal yang tepat, termasuk
mengenai konsentrasi, lama, dan hasil yang diharapkan
• Merangkum mengenai gambaran, manfaat, dan keamanan pilihan
pengobatan melasma, yang meliputi hidrokuinon topikal 4%, tretionin
0,05%, dan krim fluosinolon asetonid 0,01%.
Target
Kegiatan ini ditujukan bagi ahli kulit, residen, dan rekan di bidang
dermatologi, serta asisten dokter, praktisi perawat, dan penyedia layanan
kesehatan lainnya yang berkepentingan dengan penyakit dan kelainan kulit yang
mempengaruhi pasien dari semua jenis kulit.
Laporan Kredit
Kategori 1: Pendidikan Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Universitas
Creighton menetapkan aktivitas langsung ini untuk maksimum 1.0 AMA PRA
Category 1 CreditsTM. Dokter harus memberikan klaim kredit yang sepadan
dengan tingkat partisipasi mereka dalam aktivitasnya.
AAPA menerima kredit AMA kategori 1 untuk PRA dari organisasi yang
diakreditasi oleh ACCME.
Perawat CE: Pendidikan Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Universitas
Creighton menetapkan aktivitas ini selama 1,0 jam kontak untuk perawat. Perawat
harus memberikan klaim kredit yang sepadan dengan tingkat partisipasi mereka
dalam aktivitasnya.
Pernyataan Akreditasi
Untuk mendukung peningkatan pelayanan pasien, kegiatan ini telah
direncanakan dan dilaksanakan oleh Creighton University Health Sciences
Continuing Education (HSCE) dan Physicians Continuing Education
Corporation. Pendidikan Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Universitas Creighton
(HSCE) diakreditasi bersama oleh Dewan Akreditasi untuk Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan (ACCME), Dewan Akreditasi untuk Pendidikan
Farmasi (ACPE), dan American Nurses Credentialing Center (ANCC), untuk
memberikan pendidikan berkelanjutan bagi tim kesehatan.
Kontak informasi
Jika Anda membutuhkan dukungan teknis atau memiliki pertanyaan
tentang kursus, silakan kirim email ke Nick.Gillespie@jddonline.com.
ABSTRAK
Melasma dan hiperpigmentasi pasca inflamasi (PIH) merupakan bentuk
gangguan pigmentasi kulit yang paling umum terjadi pada pasien yang memiliki
kulit lebih gelap. Keduanya memiliki beban psikologis yang tinggi. Hal buruknya
dari kondisi ini adalah pasien membutuhkan pengobatan secara kronis, dan
hasilnya seringkali kurang optimal di mata pasien. Keberhasilan perawatan
bergantung pada diagnosis yang benar, pendidikan pasien, dan pendekatan
terapeutik yang dipertimbangkan dengan cermat. Yang terakhir ini seringkali
menjadi desain yang multimodal, dengan menggabungkan tabir surya, pengobatan
topikal dan sistemik, dan dalam beberapa kasus, diperlukan intervensi prosedural.
Meskipun hidrokuinon topikal adalah pengobatan andalan untuk melasma dan
PIH, namun ada alternatif yang muncul akhir-akhir ini yang menunjukkan
berbagai tingkat harapan, baik dalam hal keamanan dan kemanjuran. Dalam
artikel ini, kami meninjau fitur epidemiologis, klinis, serta histologis dari
melasma dan hiperpigmentasi pasca inflamasi, serta membahas pertimbangan
penting untuk pengobatan yang sudah ada dan baru untuk kondisi yang sangat
umum serta sulit untuk diobati ini.
PENDAHULUAN
EPIDEMIOLOGI, GAMBARAN KLINIS DAN HISTOLOGI, SERTA
KUALITAS HIDUP
Melasma
Melasma adalah kelainan hiperpigmentasi didapat yang paling sering
tampak sebagai gambaran makula berwarna coklat sampai abu-abu yang
terdistribusi secara simetris dan bercak retikulasi yang menyatu dan seringnya
ditemukan pada wajah (Gambar 1a). Jarang bisa muncul di leher, dada bagian
atas, punggung atas, dan lengan bawah ekstensor. Berdasarkan kedalaman
deposisi melanin, melasma dapat diklasifikasikan menjadi 4 subtipe, yaitu
epidermal, dermal, campuran, atau tak terbatas, yang digambarkan dengan
pemeriksaan lampu Wood. Melanin epidermal diperkirakan akan menonjol pada
pemeriksaan, sementara melanin dermal tidak, meskipun beberapa penelitian
klinikopatologi telah menunjukkan bahwa hal ini tidak selalu benar. Mungkin
juga ada kontribusi vaskular untuk melasma, sebagai peningkatan eritema pada
telangiektasis yang telah dibuktikan pada lesi kulit.
Hiperpigmentasi Pasca-inflamasi
Hiperpigmentasi pasca-inflamasi (PIH), seperti melasma, merupakan
gangguan hiperpigmentasi didapat yang sangat umum terjadi, dimana ini
mengikuti peradangan kulit endogen atau cedera eksternal. Lesi dapat berkisar
dari coklat muda hingga abu-abu tua atau hitam, dan tersebar di tempat terjadinya
kerusakan kulit asli. Warna lesi sebagian besar ditentukan oleh kedalaman
perubahan pigmen, yang merupakan konsekuensi efek Tyndall dari hamburan
cahaya. PIH terutama yang epidermal ditandai dengan peningkatan melanin di
keratinosit, sedangkan PIH dermal menunjukkan adanya peningkatan melanofag
di dermis.
Seperti dalam kasus melasma, PIH cenderung terjadi pada mereka dengan
FST III hingga VI, yang kemungkinan terkait dengan derajat pigmentasi kulit
konstitutif pada individu yang terkena. Pasien ini juga cenderung menunjukkan
frekuensi, durasi, dan keparahan lesi PIH yang lebih besar. Prevalensi PIH sulit
diisolasi, tetapi bisa cukup tinggi. Satu studi menemukan kejadian PIH pada
pasien yang memiliki jerawat dengan kulit berwarna (SOC) sebesar 65,3% di
antara orang Afrika-Amerika, 52,7% di antara orang Hispanik, dan 47,4% di
antara orang Asia. Sebuah survei terhadap orang Amerika Arab yang tinggal di
Detroit, MI, menemukan sebanyak 56,4% responden menunjukkan adanya
kekhawatiran tentang perubahan warna kulit mereka.
Sebagai catatan, PIH mungkin memiliki hubungan yang kuat dengan
melasma. Dalam sebuah penelitian terhadap 400 orang, pigmentasi terkait pasca-
jerawat diamati enam kali lebih mungkin terjadi pada pasien melasma. Seperti
melasma, PIH juga ditemukan berdampak negatif pada persepsi diri dan fungsi
sosial / emosional pada mereka yang menderita.
Pilihan bahan pencerah lini pertama juga ditentukan oleh apakah pasien
hamil atau menyusui. Misalnya, penggunaan HQ serta retinoid topikal seperti
tretinoin dan adapalen harus dihindari pada wanita hamil karena mereka
merupakan kategori obat golongan C, sedangkan tazarotene memiliki kategori
obat golongan X pada kehamilan. Absorpsi transkutan dari HQ dilaporkan sekitar
35% dengan sekresi dalam ASI, meskipun manifestasi toksisitas potensial tidak
jelas. Namun demikian, pemberian obat tersebut secara kronis pada wanita
menyusui tidak dianjurkan. Mengingat bahwa melasma akan sering kambuh
selama kehamilan, dan kemungkinan bertahan setidaknya selama bulan-bulan
awal menyusui, maka dokter harus memiliki pengetahuan yang komprehensif
tentang bahan pencerah topikal yang dapat diganti ke pasien. Ada sejumlah bahan
topikal lain yang juga bekerja untuk melawan hiperpigmentasi melalui
penghambatan tirosinase, antioksidan, atau kombinasi keduanya (Tabel 1), yang
dapat dimasukkan ke dalam regimen pencerahan sebagai alternatif atau tambahan
HQ atau retinoid topikal, ketika keadaan mengharuskan.
Tabel 1.
Beberapa bahan sistemik telah mendapatkan perhatian dalam beberapa
tahun terakhir karena kemampuannya untuk mencerahkan kulit, termasuk asam
traneksamat, ekstrak polipodium leucotomos, dan glutathione, meskipun penilaian
yang dapat diandalkan tentang keamanan dan kemanjurannya masih dibatasi oleh
kelangkaan studi acak, tersamar ganda, terkontrol plasebo. Namun, mungkin
masuk akal untuk menambahkan beberapa di antaranya sebagai bahan lini kedua
atau ketiga pada rencana pengobatan pasien dengan motivasi tinggi yang tidak
memiliki kontraindikasi terhadap terapi, dan melasma yang refrakter terhadap
terapi topikal lini pertama saja.
Terapi tambahan termasuk bahan pengelupasan kimiawi, laser, dan
pemberian cahaya berdenyut secara intens. Meskipun perawatan ini dapat
meningkatkan hasil yang dihasilkan oleh fotoproteksi dan terapi topikal dan / atau
sistemik, terapi ini tidak boleh digunakan sebagai monoterapi lini pertama karena
risiko PIH, khususnya di SOC. Penggunaannya memerlukan konseling yang
cermat untuk memastikan bahwa pasien memahami bahwa modalitas fisik ini
paling baik akan memberikan perbaikan sementara pada penampilan melasma,
dan kekambuhan itu mungkin terjadi meskipun perawatan ini memiliki beban
finansial yang tinggi. Hal ini wajar untuk mengantisipasi hasil yang lebih baik
dalam pengobatan PIH, asalkan keadaan inflamasi awal atau cedera kulit yang
menyebabkan dispigmentasi telah benar-benar diatasi. Hanya pasien dan
kepatuhan yang dapat diandalkan untuk prosedur ini, karena rejimen sebelum dan
sesudah pengobatan memerlukan kepatuhan yang tinggi untuk mencegah efek
samping seperti PIH, jaringan parut, dan infeksi kulit.
Saat merancang pendekatan pengobatan untuk pasien tertentu, dokter
harus mengingatkan diri mereka sendiri untuk mempertimbangkan diagnosis
banding dari hiperpigmentasi wajah (Tabel 2).
Tabel 2.
Kondisi yang menyerupai melasma mungkin memerlukan desain
terapeutik ulang, dan juga dapat memengaruhi cara pasien untuk konseling
tentang pilihan pengobatan, biaya, dan hasil yang diharapkan. Semua diskusi
tentang pengobatan pertama-tama harus didahului dengan riwayat menyeluruh
yang menanyakan tentang kondisi dermatologis masa lalu, paparan kulit baru-baru
ini, komorbiditas medis, dan obat-obatan (termasuk suplemen dan analgesik yang
dijual bebas, atau pengobatan lain yang mungkin telah dibeli dari Internet atau
bila bepergian ke luar negeri), untuk terlebih dahulu menyingkirkan penyebab
potensial lain dari hiperpigmentasi wajah non-melasma.
Ulasan ini akan menyoroti terapi yang sudah ada dan muncul untuk
manajemen medis melasma serta PIH, dengan penekanan pada mekanisme,
protokol, dan hasil mereka.
Fotoproteksi
Fotoproteksi harian yang konsisten dan ketat adalah dasar dari semua
rejimen pengobatan aktif serta pemeliharaan untuk melasma dan PIH. Sinar
ultraviolet (UV) diketahui memperburuk kedua kondisi tersebut, sementara
penggunaan tabir surya topikal secara teratur dan agresif saja telah terbukti dapat
meningkatkan hiperpigmentasi pada wanita hamil dan pasien SOC yang tidak
hamil. Pasien harus diinstruksikan untuk mengoleskan tabir surya dengan
perlindungan UV spektrum luas dengan faktor perlindungan matahari (SPF) ≥ 30,
sebagai bagian dari rutinitas pagi hari mereka, serta setiap dua jam sepanjang hari
tergantung pada sifat dan lokasi aktivitas mereka. Beberapa telah menganjurkan
penggunaan tabir surya dengan SPF ≥ 70, karena telah terbukti menambah
manfaat klinis bila diterapkan dalam volume yang biasanya digunakan oleh
konsumen.
Cahaya tampak (400–700nm) telah terbukti menginduksi pigmentasi yang
jelas dan berkelanjutan pada FST IV-VI, dan dapat memperburuk melasma. Baru-
baru ini ditemukan bahwa OPN3, reseptor berpasangan G-protein yang berfungsi
sebagai sensor cahaya biru pada melanosit, mendorong melanogenesis melalui
keterlibatannya dalam kaskade pensinyalan yang dimulai dengan paparan cahaya
tampak, dan berpuncak pada peningkatan ekspresi tirosinase serta dopachrome
tautomerase. Sementara tabir surya pemblokiran fisik yang mengandung titanium
dioksida nonmikronisasi dan zink oksida memberi perlindungan UV maupun
cahaya tampak, kilau putih hingga abu-abu yang sering mereka buat di SOC
secara kosmetik tidak dapat diterima oleh banyak orang. Zink oksida mampu
bertindak sebagai filter cahaya UV-visible, sekaligus memberikan kosmesis yang
lebih baik untuk SOC. Tabir surya cahaya UV-visible yang mengandung oksida
besi telah ditunjukkan dalam berbagai penelitian untuk meningkatkan skor
Melasma Activity and Severity Index (MASI).
Pasien harus diberi konseling tentang beberapa tindakan fotoprotektif,
mengingat nilai bawaan mereka sebagai tambahan terapeutik, dan tantangan
kepatuhan yang sering muncul dari aplikasi tabir surya topikal. Langkah-langkah
ini termasuk menghindari paparan sinar matahari langsung pada pagi hingga sore
hari, mencari keteduhan jika memungkinkan, mengenakan pakaian dan aksesori
fotoprotektif, serta mempertimbangkan pemasangan film pelindung UV pada kaca
jendela / kaca depan.
Bahan Sistemik
Asam Traneksamat
Asam traneksamat (TA) adalah turunan sintetik dari asam amino lisin, dan
mungkin merupakan bahan sistemik yang paling banyak dipelajari untuk
pengobatan melasma. Penggunaan TA untuk melasma tidak berlabel. TA secara
historis telah digunakan sebagai bahan hemostatik untuk mengobati kondisi yang
ditandai dengan fibrinolisis yang tidak seharusnya, seperti hemofilia dan
menoragia, dengan dosis sekitar 3.000 g setiap hari. Tidak ada konsensus untuk
dosis oral optimal TA untuk melasma, meskipun biasanya berkisar antara 500-750
mg setiap hari, yang mana adalah sekitar seperenam dari cara dosisnya untuk
indikasi lainnya. TA dianggap menghambat konversi plasminogen yang diinduksi
UV menjadi plasmin dalam keratinosit, sehingga menyebabkan penurunan asam
arakidonat dan prostaglandin, yang pada gilirannya menurunkan aktivitas
tirosinase. TA telah terbukti menurunkan angiogenesis dan sel mast, sehingga
mungkin berfungsi untuk melawan kontribusi vaskular pada patogenesis melasma.
Karena kemiripan struktural dengan tirosinase, TA juga telah diketahui dapat
melawan enzim secara kompetitif, yang selanjutnya menghambat melanogenesis.
Sebuah penelitian retrospektif skala besar yang terdiri dari 561 pasien Asia
di Singapura yang menerima TA 250 mg oral dua kali sehari untuk melasma
melaporkan perbaikan pada 89,7% pasien, dengan respons yang terlihat dalam 2
bulan setelah memulai pengobatan. Temuan penting tambahan dari penelitian ini
termasuk tingkat kekambuhan 27,2% setelah penghentian terapi, dan respon yang
lebih baik terhadap pengobatan pada mereka yang tidak memiliki riwayat
keluarga melasma. Penelitian lain telah melaporkan tingkat kekambuhan setinggi
72%, terjadi dalam 2 bulan penghentian pengobatan. Sebuah studi prospektif di
AS yang lebih baru yang membandingkan terapi TA 250 mg dua kali sehari
dengan plasebo menunjukkan penurunan 49% dalam skor MASI pada kelompok
TA, dibandingkan dengan penurunan 18% untuk kelompok plasebo. Satu studi
yang menggabungkan evaluasi histologis lesi dan perilesi pasien yang dirawat
dengan TA oral 125 mg dua kali sehari dikombinasi dengan niacinamide 2%
topikal selama 8 minggu menemukan penurunan yang signifikan pada indeks
melanin, disertai dengan penurunan yang nyata pada pigmentasi epidermal,
jumlah sel mast, dan jumlah pembuluh darah dermal, yang terakhir dianggap
disebabkan oleh efek antiangiogenik dari TA.
Kekhawatiran tentang potensi kejadian tromboemboli (TE) dapat
membatasi keinginan dokter untuk merawat pasien melasma dengan TA oral,
tetapi kejadian ini pada kenyataannya sangat jarang. Dalam studi retrospektif yang
disebutkan di Singapura (n = 561), ada 1 pasien yang berkembang menjadi
trombosis vena dalam dan kemudian ditemukan memiliki defisiensi protein S.
Dalam sebuah meta-analisis yang terdiri dari 667 pasien yang mencakup 11 studi,
tidak ada TE yang dilaporkan, meskipun perlu dicatat bahwa hanya 5 dari 11 studi
yang meneliti penggunaan TA oral pada pasien melasma. Kemungkinan efek
samping terkait TA oral lebih ringan, sementara, dan hal yang biasa/ umum,
misalnya gangguan gastrointestinal, ketidakteraturan menstruasi, dan sakit kepala,
pada dosis yang digunakan untuk mengobati melasma.
Pasien yang pernah mengalami TE dengan pemberian TA oral cenderung
tidak hanya meminumnya pada dosis yang lebih tinggi yang diindikasikan untuk
pengelolaan kondisi hemoragik, mereka juga biasanya memiliki satu atau lebih
faktor risiko yang mempengaruhi untuk terjadinya hiperkoagulabilitas, termasuk
riwayat TE sebelumnya (vena dalam trombosis, emboli paru, trombosis arteri, dan
kecelakaan serebrovaskular), terapi hormonal, interaksi obat, keganasan,
pembedahan, dan imobilitas berkepanjangan. Semua pasien melasma yang
dipertimbangkan untuk TA oral harus diskrining untuk kemungkinan
kontraindikasi terapi lainnya, yang mungkin juga termasuk disfungsi ginjal,
penyakit kardiovaskular, penyakit pernapasan, merokok, dan terapi antikoagulan.
TA Oral memiliki kategori kehamilan B, dan digunakan pada wanita hamil
dengan gangguan perdarahan seperti penyakit von Willebrand. Namun, mengingat
hiperkoagulabilitas diinduksi oleh kehamilan, dan berbagai pilihan pengobatan
yang tersedia di periode postpartum, seorang dokter harus hati-hati
mempertimbangkan tingkat kenyamanan mereka terhadap konsumsi TA oral pada
pasien hamil untuk pengobatan melasma.
Formulasi topikal TA telah menunjukkan berbagai tingkat kemanjuran
dalam pengobatan melasma, meskipun tidak selalu unggul jika dibandingkan
dengan HQ. Dua penelitian telah menemukan TA topikal 5% sama efektifnya
dengan krim HQ 3-4% dalam mengurangi skor MASI, sementara menyebabkan
lebih sedikit eritema dan iritasi. Sebuah studi klinikohistologis dari kulit lesi dan
perilesional pada 23 pasien Korea dengan melasma ringan yang diobati dengan
2% TA selama 12 minggu menunjukkan peningkatan yang signifikan pada skor
MASI, serta penurunan kandungan melanin epidermal, lebih sedikit pembuluh
darah dermal mengandung CD-31, dan penurunan signifikan dalam pengeluaran
faktor pertumbuhan endotel vaskular. Temuan histologis ini memperjelas hasil
dari penelitian sebelumnya yang menggambarkan perubahan histologis
antiangiogenik TA mampu menginduksi pada kulit pasien melasma.
Mikroneedling dan microinjections juga telah berhasil digunakan untuk
memfasilitasi pengiriman intradermal TA, dengan microneedling, ditemukan
memberikan hasil yang lebih baik oleh beberapa orang, mungkin sebagai
konsekuensi dari pemberian obat yang lebih dalam dan lebih seragam. Ada satu
kasus yang dilaporkan dari pemberian asam traneksamat intradermal yang
mengakibatkan paradoksal. hiperpigmentasi di tempat pengobatan, yang dikaitkan
dengan kompleks metabolit obat-protein-besi yang serupa dengan yang diamati
pada hiperpigmentasi minosiklin tipe II.
Polypodium Leucotomos
Polypodium leucotomos (PL) adalah pakis tropis yang berasal dari
Amerika Tengah dan Selatan. Ekstraknya telah terbukti memiliki efek antioksidan
dan imunomodulator yang mampu menangkal mekanisme hiperpigmentasi.
Meskipun secara umum dianggap aman dan dapat ditoleransi dengan baik, namun
penelitian tentang kemanjurannya memberikan hasil yang beragam. Digunakan
secara sendiri atau dikombinasi dengan tabir surya spektrum luas dan hidrokuinon
4% setiap hari, ekstrak PL dengan dosis 240 mg BID telah terbukti dapat
memperbaiki tampilan melasma. Ketika dievaluasi sebagai tambahan untuk tabir
surya topikal dalam pengobatan melasma pada wanita Hispanik, PL oral dengan
dosis 240 mg TID tidak secara signifikan lebih baik daripada tabir surya topikal
saja pada pemberian selama 12 minggu, meskipun kedua kelompok pengobatan
menghasilkan perbaikan dalam tampilan melasma.
Glutathione
Glutathione (GSH) adalah tripeptida yang terdiri dari asam amino L-
cysteamine, glutamat, dan glisin, yang dikenal sebagai antioksidan kuat. GSH
diperkirakan menurunkan melanogenesis melalui beberapa mekanisme, termasuk
ion chelating copper untuk mengaktifkan tirosinase, efek antioksidan yang
menurunkan aktivitas tirosinase, dan menggeser produksi eumelanin menjadi
pheomelanin.
Ada satu studi acak, tersamar ganda, terkontrol plasebo dari 60
sukarelawan mahasiswa kedokteran Thailand yang diberikan 500 mg GSH dalam
2 dosis terbagi selama 4 minggu, menghasilkan penurunan yang signifikan secara
statistik dalam indeks melanin di dua dari 6 lokasi jika dibandingkan dengan
plasebo. Yang kedua, Studi percontohan satu kelompok berlabel terbuka,
memberikan GSH 500 mg ke mukosa bukal 30 wanita Filipina sekali sehari
selama 8 minggu. Semua subjek menunjukkan penurunan dalam indeks melanin
dari awal di kedua situs yang terpapar sinar matahari dan terlindung dari sinar
matahari, yang signifikan secara statistik, meskipun menurut pengakuan penulis
sendiri, hasil ini secara klinis hanya ringan sampai sedang. Tolerabilitas GSH oral
sangat baik dalam kedua penelitian. Sebuah studi acak, tersamar ganda, sisi wajah
bergantian, dari 30 wanita Filipina sehat yang selama 10 minggu menerima lotion
GSH 2% dan plasebo juga menemukan penurunan dalam indeks melanin dari sisi
yang diobati dengan GSH dibandingkan dengan placebo, yang signifikan secara
statistik. Pada kasus dengan sediaan oral, topikal dapat ditoleransi dengan baik.
Penting untuk dicatat, bagaimanapun, bahwa studi ini memiliki keterkaitan dari
ukuran sampel kecil yang terdiri dari pasien yang sehat, periode studi yang
singkat, dan tindak lanjut yang singkat, yang membatasi penilaian yang berarti
dari keamanan jangka panjang, kemanjuran, dan generalisasi.
Ada kelangkaan data keamanan untuk mendukung penggunaan
glutathione intravena (IV-GSH) untuk pencerah kulit yang tidak sesuai dengan
permintaan konsumen yang meningkat, dan kemudahan mendapatkan IV yang
diperoleh di berbagai "bar", "spa", dan "ruang tunggu", yang dalam beberapa
kasus mungkin tidak memiliki tenaga medis yang terlatih untuk melakukannya.
Dengan menghindari metabolisme jalur pertama oleh GSH oral, IV-GSH
dikatakan memberikan hasil pencerahan kulit yang lebih cepat dan unggul.
Penggunaan IV-GSH sebagai bahan pencerah kulit telah banyak dipublikasikan di
media, dan diperingatkan secara luas oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
AS (FDA) dan Masyarakat Dermatologi Filipina, yang berbagi keprihatinan
tentang efek samping, baik nyata maupun potensial. Reaksi merugikan yang
terkait dengan penggunaan IV-GSH dapat berkisar dari sakit kepala ringan dan
ruam hingga anafilaksis, gagal ginjal akut, sindrom Stevens Johnson, dan
nekrolisis epidermal toksik. Selama dua tahun terakhir, FDA telah mengeluarkan
peringatan terpisah mengenai adanya potensi endotoksin dalam bubuk
glutathione-L dari distributor di Alabama, dan penjualan GSH untuk injeksi
intravena dan intramuskular di rumah, oleh perusahaan New Jersey bernama
Flawless Beauty LLC.
Bahan Topikal
Cysteamine
Cysteamine adalah amino tiol secara endogen berasal dari degradasi
koenzim A. Mekanisme kerja cysteamine yang tepat sebagai bahan pencerah kulit
belum sepenuhnya dipahami. Pada konsentrasi rendah, cysteamine memfasilitasi
sintesis intraseluler glutathione (sifat antimelanogenik yang dijelaskan pada
bagian sebelumnya), dan merupakan pengambil radikal hidroksi secara langsung.
Studi awal yang dilakukan pada ikan mas hitam menunjukkan cysteamine menjadi
bahan depigmentasi yang lebih kuat dari HQ.
Dua studi terbaru di Teheran telah menunjukkan krim cysteamine 5%
menghasilkan penurunan skor MASI dan indeks melanin saat digunakan sebagai
pengobatan untuk epiderma melasma, yang signifikan secara statistik. Dalam
setiap studi acak, tersamar ganda, terkontrol plasebo, pasien menerima salah satu
diantara plasebo atau cysteamine 5% sekali sehari selama 4 bulan. Kedua studi
dirancang serupa, dengan hanya perbedaan kecil dalam jumlah pasien yang
terdaftar dan alat yang digunakan untuk mengukur indeks melanin. Mansouri et al
(n = 50) mengukur indeks melanin hanya dengan colorimeter kulit Mexameter®,
sedangkan Farshi et al (n = 40) mengukur indeks melanin dengan colorimeter
kulit Mexameter® dan Dermacatch®. Satu laporan kasus baru-baru ini
menggambarkan seorang wanita berusia 44 tahun yang dialihkan ke krim
cysteamine setelah mengalami atrofi steroid akibat penggunaan harian kronis
formula Kligman (5% HQ, 1% deksametason, asam retinoat 0,05%) untuk
melasma bandel. Cysteamine krim dioleskan selama 15 menit setiap malam, dan
setelah 4 bulan diperoleh perbaikan yang mencolok pada hiper- dan
hipopigmentasi, eritema, dan telangiektasis, serta peningkatan skor MASI dan
indeks melanin yang signifikan. Hasilnya dipertahankan dengan aplikasi krim
cysteamine dua kali seminggu untuk pemeliharaan, yang dilanjutkan selama 3
tahun tanpa efek samping atau kekambuhan lesi.
Methimazole
Methimazole (MMI) terkenal karena perannya sebagai bahan antitiroid
oral. Ini pertama kali mendapat perhatian sebagai bahan pencerah topikal setelah
menghasilkan depigmentasi kulit pada marmot coklat. Efek antimelanogeniknya
berasal dari penghambatan peroksidase melanosit yang kuat, yang mengganggu
beberapa langkah jalur melanogenesis. Ini juga telah terbukti menghambat
aktivitas tirosinase dalam jamur melalui ion chelating copper, meskipun tidak
jelas apakah efek ini juga ditemukan pada manusia.
Ada beberapa penelitian yang telah dikhususkan untuk membandingkan
kemampuan pencerah kulit 5% MMI dengan berbagai konsentrasi HQ, dengan
hasil yang bervariasi. Dalam uji coba terkontrol acak tersamar ganda yang
melibatkan 50 pasien Iran dengan melasma, HQ 4% dibandingkan dengan 5%
MMI sekali sehari selama 8 minggu. HQ 4% menunjukkan penurunan yang lebih
tinggi dalam MASI ditambah dengan skor kepuasan yang lebih tinggi dari pasien
dan dokter di 8 minggu, tetapi dikaitkan dengan peningkatan kekambuhan 4
minggu setelah menghentikan terapi. Uji coba terkontrol acak tersamar ganda
kedua, membandingkan respons dan keamanan 5% MMI dengan 2% HQ dalam
pengobatan sekali sehari dari 58 wanita Iran dengan melasma. Meskipun subjek
secara subjektif menilai hasil mereka sama pada 8 minggu, MASI dan Skor
VisioFace ∆E yang dicapai oleh 5% MMI secara signifikan lebih rendah dari 2%
HQ. 5% MMI tidak berpengaruh pada kadar serum TSH. Dalam rangkaian kasus
dua wanita yang masing-masing mengalami kegagalan terapi selama 2 bulan
dengan HQ 4%, beralih ke MMI 5% setiap hari selama 8 minggu meningkatkan
melasma mereka, meskipun tidak ditentukan bagaimana hasil ini dihitung. Tidak
ada subjek yang mengalami perubahan serum TSH. Mencari untuk menentukan
farmakokinetik 5% MMI pada kulit wajah, studi lain menemukan MMI tidak
terdeteksi dalam serum 15 menit sampai 24 jam setelah aplikasi topikal tunggal ke
wajah. Ini diperpanjang hingga 6 minggu aplikasi topikal harian, di mana tidak
ada perubahan signifikan dalam serum TSH, tiroksin bebas, atau tingkat
triiodotironin bebas dapat dideteksi. Sediaan MMI topikal dapat ditoleransi
dengan baik di semua penelitian yang disebutkan di atas.
Ada satu studi tersamar tunggal, pada penggunaan sisi wajah secara
bergantian, yang membandingkan 5% MMI setiap hari dengan 4% asam kojic,
keduanya berhubungan dengan penggunaan tabir surya dua kali sehari (SPF 30),
pada 45 pasien Turki dengan melasma. Pada 12 minggu, kedua topikal
memperoleh ekuivalen terhadap peningkatan skor MASI, dan indeks melanin
yang diukur oleh Mexameter®. 20% pasien yang diobati dengan 5% MMI
mengalami kemerahan, rasa terbakar, dan gatal-gatal yang sebagian besar mereda
setelah 2 minggu pertama pengobatan. 11% dari pasien yang diobati dengan 4%
asam kojic melaporkan efek samping yang serupa, meskipun ini bertahan lebih
lama terhadap terapi.
Kesimpulan
Melasma dan PIH sering terjadi, gangguan yang sulit diobati dan sangat
mengganggu kualitas hidup mereka yang terkena. Dengan adanya angka kejadian
kondisi ini yang tinggi, dan perubahan demografi bangsa kita, maka dokter kulit
harus mengantisipasi peningkatan jumlah pasien SOC yang datang mencari
bantuan untuk manajemen. Sebagai ilustrasi, Bagian Sensus AS memperkirakan
bahwa pada tahun 2050, individu dengan SOC akan terdiri dari mayoritas orang
Amerika. Kedua kondisi tersebut memerlukan penatalaksanaan secara individual
dan berulang, untuk pengobatan yang dibuat di atas fotoproteksi yang konsisten.
Saat merancang pendekatan tertentu, seseorang harus mempertimbangkan dengan
cermat siapa pasien mereka, dan perawatan apa yang layak serta bertanggung
jawab dalam hal keamanan, kepatuhan, hasil, dan keterjangkauan.
DAFTAR PUSTAKA