2.2 Eksudat
Efusi bilateral yaitu efusi serosanguinous. Cairan bewarna kemerahan karena terjadi perdarahan
di dalam efusi.
Apakah beda antara eksudat dan transudat? Mengapa eksudat dikategorikan sebagai
Eksudat Transudat
kumpulan cairan ekstravaskular yang kaya pengumpulan cairan ekstravaskular yang pada
akan protein dan / atau sel. Cairan tampak dasarnya merupakan ultrafiltrasi plasma
sangat keruh. dengan sedikit protein dan sedikit atau tanpa
sel. Cairan tampak sangat jernih.
Eksudat terjadi akibat proses radang. Transudat terjadi akibat gangguan sirkulasi
(ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau
osmotik) tidak terjadi peningkatan.
Cairan eksudat ini dibedakan karena dipengaruhi oleh beratnya reaksi, penyebab, dan lokasi lesi.
Proses apakah yang terjadi dan apa penyebabnya? Apakah kira-kira dampak
Radang ini terjadi akibat jejas yang lebih berat, dengan molekulnya yang lebih besar dapat
melewati barier endotel dengan permeabilitas vaskularnya yang lebih besar. (Pringgoutumo,
Himawan, & Tjarta, 2002). Protein fibrinosa ini terbentuk saat protein yang keluar dari pembuluh
darah di daerah peradangan mengandung fibrinogen. Fibrinogen diubah menjadi fibrin, berupa
jalinan yang lengkap dan elastik. Eksudat fibrinosa sering dijumpai di atas permukaan serosa yang
meradang seperti pleura dan perikardium, tempat fibrin yang diendapkan mengeras menjadi
lapisan di atas membran yan terkena. Jika lapisan fibrin yang tebal semacam ini tertimbun di atas
permukaan serosa, sering terjadi gejala nyeri jika satu permukaan bergesekan dengan permukaan
lain. Pasien pleuritis merasa nyeri saat bernapas ketika permukaan yang kasar saling bergesekan
selama inspirasi. Gesekan tersebut juga menimbulkan suatu tanda yang disebut friction rub, yang
dapat didengar melalui stetoskop di atas daerah yang terkena seperti pelura, perikardium, atau
stuktur yang sejenis.
Perhatikan jenis eksudat lain berikut! Bagaimana proses ini dapat mengganggu fungsi
organ dan apakah dampaknya bagi klien?
Eksudat purulen adalah ciri peradangan akut dengan mengaburkan sulkus. Di sini eksudat
purulen terlihat di bawah meninges di otak pasien dengan meningitis akut akibat infeksi
Streptococcus pneumoniae.
Eksudat ini terdapat juga pada cedera aseptik dan terjadi di hampir semua tubuh yang
jaringannya telah menjadi nekrotik. Infeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi PMN yang
sangat tinggi yang tertimbun dalam jaringan, dan banyak sel mati serta membebaskan enzim
hidrolitiknya yang kuat ke sekitarnya. Enzim PMN mencerna jaringan dibawahnya dan
mencairkannya. Adanya eksudat purulenta dibawah selaput meninges dapat menjadikan jaringan
otak dan medulla spinalis membengkak. Dampaknya bagi klien akan merasakan hal ini dapat
menyebabkan mual, muntah, demam, sakit kepala yang erat akibat iritasi meningen, demam,
penurunan kesadaran, dan disorientasi dan gangguan memori.
Eksudat yang berwarna kuning tebal (memiliki kandungan PMN) yang melapisi permukaan
peritoneum disebut Peritonitis purulen yang dihasilkan dari ruptur usus besar. Keadaan ini sering
terjadi ketika terjadinya infeksi pada organ abdomen. Organisme yang menginfeksi biasanya yang
terdapat di kolon, seperti Escherecia Coli. Reaksi awalnya adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kemudian terbentuk abses pada perlekatan fibrinosa yang berfungsi untuk membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi jika tidak, akan tetap sebagai pita-
pita fibrosa yang kemudian dapat memicu obstruksi usus. Adanya hypoproteinemia dan poliferasi
bakteri disebabkan oleh eksudat cairan yang memiliki kandungan protein. Dampak yang akan
muncul pada pasien biasanya berupa demam, muntah, leukositosis, nyeri abdomen, dan abdomen
yang tegang.
2.3 Abses
Tampilan apakah gambar –gambar mikroskopik di bawah ini? Jelaskan definisi dan mekanisme
terjadinya abses!
Abses Nekrosis Liquefactive pada lobus paru-paru terdapat cairan purulen yang mengalir.
Terlihat tampak jelas karena isi purulen keluar untuk meninggalkan rongga.
Bronchopneumonia abses terdapat neutrofil yang masuk dan luas dengan tampilan yang lebih
terang. Bronkopneumonia adalah infeksi sekunder karena adanya virus penyebab
bronkopneumonia masuk kedalam saluran pernapasan dan terjadi peradangan bronkus dan
alveolus.
Abses adalah lubang berisi nanah yang terdapat di dalam jaringan terinfeksi bakteri. Abses
merupakan sekumpulan pus lokal yang dapat disebabkan oleh penyemaian organisme piogenik
yang dalam ke dalam jaringan atau infeksi sekunder fokus nekrotik atau lebih singkatnya jika
terjadi surpurasi lokal di dalam jaringan padat, lesi yang diakibatkan ini disebut abses. Umumnya
penanganan abses oleh tubuh sangat dibantu oleh pengosongannya secara pembedahan, sehingga
memungkinkan ruang yang sebelumnya berisi nanah mengecil dan sembuh. Jika abses tidak
dikosongkan secara pembedahan oleh ahli bedah, maka abses cenderung untuk meluas, merusak
struktur lain yang dilalui oleh abses tersebut.
Daftar Pustaka
Kumar, V., Cotran, R.S., dan Robbins S.L. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7; ahli Bahasa,
Price, S. A, dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses – proses penyakit.
Jakarta: EGC.
Pringgoutomo, S., Himawan, S. & Tjarta, A. (2002). Buku ajar: Patologi I (umum). Jakarta:
Sagung Seto.
Sriyamti, C. (2017). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Patologi. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.