Anda di halaman 1dari 22

ESSAI KULIAH

BLOK UROGENITAL II

Inflamasi pada Ginjal

Nama : Putu Shanti Ayudiana Budi

NIM : 019.06.0082

Kelas :A

Blok : Blok Urogenital II

Dosen : dr. I Gusti Putu Winangun, Sp.PD., FINASIM

PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2021
Inflamasi pada Ginjal

I. Pendahuluan

Latar Belakang

Penyakit infeksi juga disebut dengan penyakit menular memiliki insidensi


angka kematian terbesar dimana penyakit ini berkaitan dengan perilaku manusia.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kesehatan seseorang baik di tingkat
individu maupun antar individu seprti biologi tubuh, pelayanan kesehatan,
perilaku dan lingkungan. Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh mikroorganisme
seperti bakteri, jamur atau virus, influenza, difteri, schistomiasis, candidiasis,
malaria, hepatitis dan AIDS.

II. Isi

2.1 Infeksi secara Umum

Pengertian Infeksi

Infeksi merupakan proses masuknya pathogen dan mengalami proliferasi


pada bagian tubuh yang dituju. Infeksi bmemiliki mekanisme berkembang
biaknya penyakit di dalam tubuh. Adapun penyebab dari infeksi meliputi bakteri,
virus, fungi, parasit dan juga ricketsia (Ganong).

Pengertiaan Inflamasi

Inflamasi merupakan reaksi tubuh melawan injury atau iritasi dimana


inflamasi ini berbeda dengan infeksi karena inflamasi berhubungan dengan
jaringan yang hidup. Inflamasi pada dasarnya memiliki tujuan untuk
menghilangkan penyebab yang mengganggu yaitu penyebab awal jejas sel serta
membuang sel dan jaringan nekrotik yang disebabkan oleh kerusakan awal.

Inflamasi pada Ginjal 2


Sehingga inflamasi berfungsi utnuk mengencerkan, menghancurkan, ataupun
menetralkan agen berbahaya sehingga dapat menyusun kembali tempat terjadinya
jejas. (Aru W. Sudoyo, dkk. 2016)

Agen causatif, respon jaringan sekitar


agen serta sel nekrotik di daerah radang
akan menghasilkan mediator inflamasi

Mediator inflamasi menginduksi


vaskular, aliran darah dan mengaktifkan
leukosit

vasodilatasi arteriol maupun kapiler

Perlambatan aliran darah dan leukosit


mengalir di tepi lumen vaskular

Endothel kapiler meregang timbul rongga,


permeabilitas meningkat, plasma darah
keluar terakumulasi di jaringan perivascular

Endothel menjadi lengket, leukosit


menggelinding kemudian melekat

Inflamasi pada Ginjal 3


Leukosit masuk ruang antar endothel dan
keluar dari vaskular

Leukosit akan bergerak menuju agen


causatif inflamasi

Leukosit memfagosit baik agen asing, sel


inang maupun jaringan inang yang
nekrotik

Proses fagositosis terjadi pada sel


leukosit dengan membentuk fagolisosum
dan mendegradasi agen secara enzymatic

PERADANGAN

Pada proses inflamasi terdapat sel yang berperan dalam respon radang
diantaranya yaitu sel dan protein plasma di sirkulasi, sel dengan pembuluh darah
serta sel ECM dan jaringan ikat sekitarnya. Terlihat dalam penampang pembuluh
darah dibawah yang memiliki kompleks sel- sel yang bertugas untuk respon
radang seperti sel dan protein dalam sirkulasi, sel dinding pembuluh darah, serta
sel matriks (Ganong).

Inflamasi pada Ginjal 4


Respon inflamasi akan memicu pelepasan mediator kimiawi dari plasma
atau sel jaringan ikat yang akan bekerja bersama atau secara berurutan
memperkuat respon awal radang dan mempengaruhi perubahan dengan mengatur
respon vaskularisasi dan selular berikutnya stimulus menghilang dan mediator
radang hilang akan dikatabolisme atau diinhibisi. Inflamasi akut dapat terjadi
dengan cepat dimana reaksi initial jaringan terhadap berbagai agen yang
menyebabkan jejas dari beberapa jam sampai beberapa hari kemudian respon akut
juga tergantung kapan terjadinya inflamasi. Penyebabnya bisa dari infeksi,
trauma, agen fisik dan kimia, nekrosis jaringan, benda asing dan rekasi imun atau
hipersensitivitas sehingga akan timbul gejala kemerahan atau rubor yang timbul
karena dilatasi pembuluh darah kecil pada area yang rusak, kalor terjadi karena
peningkatan aliran darah ke daerah yang terlibat meliputi dilatasi vascular dan
membawa darah yang hangat ke daerah yang sakit, ketiga yaitu tumor yang terjadi
karena edema, akumulasi cairan di ruang ekstravaskular sebagai bagian dari
eksudasi cairan, dolor yang terjadi karena regangan dan distorsi jaringan karena
edema inflamasi serta functiolaesa yang terjadi karena nyeri dan bengkak
(Ganong).

Inflamasi pada Ginjal 5


Apabila di ginjal terjadi inflamasi maka melibatkan anyaman glomerulus,
begitu terjadi inflamasi akan terjadi pelebaran pembuluh darah. Kemudian terjadi
vasodilatasi yang diikuti pengeluaran mediator- mediator inflamasi. Apabila
keadaan memburuk maka akan menjadi kronis namun apabila terjadi pemulihan
maka penyembuhan akan cepat. Ketika menjadi krkonis akan menyebabkan
gangguan yang sulit untuk disembuhkan (Ganong).

Klasifikasi Peradangan

Peradangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu derajat ringan, sedang


dan berat. Derajat ringan ditandai dengan jaringan sedikit mengalami cedera dan
daerah radang sedikit mengalami hiperemis, edema dan eksudasi. Kedua yaitu
derajat sedang yang ditandai dengan jaringan meradang lebih luas kemudian
vaskularisasi jelas serta peningkatan infiltrasi sel- sel radang. Kemudian yang
ketiga yaitu derajat berat ditandai dengan jaringan mengalami radang luas serta
eksudasi dan peningkatan leukosit di daerah radang sangat nyata. Kemudian
klasifikasi selanjutnya berdasarkan lokasi terjadinya radang dapat dibedakan

Inflamasi pada Ginjal 6


menjadi tiga yaitu peradangan local, peradangan multi fokal dan peradangan
difusa (Ganong).

Faktor Risiko Infeksi atau Inflamasi

- Usia
- Hereditas
- Status imunisasi

2.2 Inflamasi pada Ginjal

Inflamasi pada renal meliputi pielonefritis akut, glomerulonefritis, dan


sindrom nefrotik.

Infeksi traktus urogenital adalah terdapatnya bakteriuri disertai reaksi


inflamasi dimana bakteriuri merupakan kondisi adanya kuman dalam urin serta
ditemukan juga adanya piuri yaitu kondisi adanya leukosit dalam urin. Penyebab
dari inflamasi ginjal dapat dibagi menjadi penyebab nonspesifik dan penyebab
spesifik. Penyebab nonspesifik dapat disebabkan karena berbagai mikroorganisme

Inflamasi pada Ginjal 7


mulai dari batang gram – sampai gram + serta bakteri anaerob. Sedangkan
penyebab spesifik dapat terjadi karena mikroorganisme spesifik yang memberikan
gejala khas contohnya bakteri tuberculosis (Aru W. Sudoyo, dkk. 2016).

Secara patofisiologis infeksi pada ginjal paling sering disebabkan karena


ascending infection yaitu infeksi dari bawah menuju ke saluran atas. Kuman
masuk ke vesica urinaria yang berasal dari urethra kemudian menerobos keatas
sehingga sampai ke ginjal.

Factor reflux yaitu vesicoureteral reflux merupakan suatu fenimena urin


mengalir dari kandung kemih kembali ke ureter dan akhirnya ke dalam pelvis
renis atau parenkim ginjal. Ketika kandung kemih hanya mengosongkan sebagian
urine yang tersimpan maka infeksi saluran kemih (ISK) dapat terjadi. Refluks
vesikoureter memiliki mekanisme yaitu inkompetensi ureterovesical junction dan

Inflamasi pada Ginjal 8


pemendekan otot ureter intravesikal memungkinkan aliran balik urine ke dalam
ureter ketika kandung kemih berkontraksi pada saat buang air kecil. Divertikulum
congenital paraureteral buli- buli, divertikulum akuisita (akibat obstruksi saluran
keluar), neurogenic bladder yang flasid dan tekanan intravesikal yang tinggi dapat
menyebabkan kontraksi muskulus detrusor yang tidak adekuat akibat obstruksi
saluran keluar atau penyebabnya tidak diketahui. Selain itu vesikoureter reflux
juga dapat disebabkan karena sistitis, inflamasi ureter intravesikal menyebabkan
edema dan fiksasi ureter intramural sehingga menyebabkan adanya refluks
(Kowalak, dkk. 2014 )

Inflamasi pada Ginjal 9


INFEKSI

Traktus Traktus
Urinarius Genitalis

Spesifik Non Spesifik Prostat Epididimis

Ginjal Ureter Testis

Pielonefritis Abses Ginjal

Akut Kronis

Abses Interstitial
Perirenal nephritis

Buli- buli Urethra

2.2.1 Pielonefritis

1. Pielonefritis Akut

Definisi

Pielonefritis akut yang juga dikenal dengan nefritis tubulointerstitial


infeksiosa akuta merupakan keadaan inflamasi mendadak oleh bakteri yang pada
awalnya mengenai daerah interstitial dan pelvis renis atau yang lebih jarang lagi,

Inflamasi pada Ginjal


10
mengenai tubulus renal. Kondisi ini merupakan salah satu penyakit renal yang
paling sering ditemukan yang dapat mengenai satu ataupun kedua ginjal (Aru W.
Sudoyo, dkk. 2016).

Etiologi

Pielonefritis akut terjadi karena infeksi bakteri pada ginjal, seperti flora
intestinal dan fekal normal serta mudah tumbuh di dalam urine. Kikroorganisme
penyebab yang paling sering ditemukan adalah Escherichia coli tetapi Klebsiella,
Proteus, Pseudomonas, Staphylococcus aureus dan Enterococcus faecalis juga
dapat menyebabkan infeksi ini (Kowalak, dkk. 2014 ).

Epidemiologi

Pielonefritis lebih sering ditemukan pada wanita dan kemungkinan hal ini
terjadi karena uretra yang lebih pendek serta kedekatan meatus uretra dengan
vagina dan rectum, kondisi tersebut membuat bakteri lebih cepat mencapai vesica
urinaria. Pielonefritis juga dapat terjadi pada laki- laki karena berkurangnya secret
prostat yang bersifat antibakteri. Insidensi pielonefritis meningkat seiring dengan
pertambahan usia dan lebih tinggi dalam beberapa kelompok yaitu pertama wanita
seksual aktif, ibu hamil, pasien diabetes dan pasien dengan penyakit renal lain
(Kowalak, dkk. 2014 ).

Manifestasi Klinis

Keluhan urgency dan frequency seperti rasa terbakar saat berkemih, disuria,
nokturia, dan hematuria yang dapat berupa mikroskopik ataupun makroskopik.
Urin yang tampak keruh dan memiliki bau mirip ammonia atau berbau amis serta
suhu tubuh 380C atau labih tinggi, demam menggigil, mual serta muntah, rasa
nyeri di daerah pinggang, anoreksia, dan perasaan mudah letih di seluruh tubuh
(Kowalak, dkk. 2014 ).

Inflamasi pada Ginjal


11
Patofisiologi

Secara khas infeksi menyebar dari kandung kemih ke dalam ureter,


kemudian ke ginjal seperti pada refluks vesikoureter dimana hal ini terjadi karena
kelemahan kogenital pada tempat pertemuan ureter dan kandung kemih.
Selnajutnya bakteri yang mengalir balik ke jaringan intrarenal dapat menimbulkan
koloni infeksi dalam tempo 24 hingga 48 jam. Infeksi dapat terjadi juga karena
instrumentasi seperti tindakan pembedahan meliputi kateterisasi, sistoskopi, atau
bedah urologi baik itu karena infeksi hematogen seperti pada septisemia atau
endokarditis atau mungkin juga karena infeksi limfatik. Selain itu pielonefritis
juga dapat terjadi karena pengosongan yang gagal dari kandung kemih misalnya
pada pasien neurigenuc bladder, stasis urin dan obstruksi urin (Kowalak, dkk.
2014 ).

Diagnosis

Penegakan diagnosis memerlukan pemeriksaan urinalisis dan kultur, adapun


yang dapat dilihat menifestasi nya adalah :

- Piuria atau terdapatnya pus dalam urine, dapat ditunjukkan dengan


pemeriksaan sedimen urine yang memperlihatkan hanya leukosit yang
bergerombol serta bentuk silinder dan beberapa eritrosit
- Bakteriuria yang signifikan, hal ini dapat dilihat dari kultur urin
memperlihatkan lebih dari 100.000 mikroorganisme /μl urine
- Berta jenis dan osmolalitas yang rendah yang dapat ditemukan karena
penurunan kemampuan memekatkan urin yang bersifat temporer
- Ph urin yang agak alkali
- Proteinuria, glikosuria dan ketonuria namun jarang ditemukan,

Selain hal diatas, pada pemeriksaan penunjang seperti CT scan juga


membantu mengevaluasi pielonefritis akut, CT scan ginjal, ureter dan kandung

Inflamasi pada Ginjal


12
kemih dapat mengungkapkan batu, tumor atau kista di dalam ginjal dan traktus
urinarius serta urografi ekskretori dapat memperlihatkan ginjal yang asimetris.

Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaannya terdapat prinsip yaitu eradikasi kuman dan atasi


kelainan anatomis dan predisposisi dengan tujuan untuk menghilangkan gejala,
mencegah komplikasi serta mencegah kerusakan ginjal. Adapun cara
pengobatannya adalah :

- Pengobatan dosis tunggal


- Penghobatan jangka pendek (1-2 mcg)
- Pengobatan jangka panjang (4-6 mcg)
- Profilaksis dosis rendah dan supresi

Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah :

a. Pielonefritis Kronis

Pielonefritis kronis merupakan keadaan inflamasi yang persisten pada ginjal


dan dapat menyebabkan pembentukan parut dalam ginjal sehingga terjadi gagal
ginjal kronis,

Etiologi

Etiologinya dapat berupa bakteri, metastase kanker, atau urogenus dimana


penyakit ini paling sering ditemukan pada pasien yang memiliki factor
predisposisi untuk pielonefritis akut yang rekuren seperti obstruksi urinarius atau
refluks vesikoureter. Pasien pielonefritis kronis dapat memiliki demam yang
penyebabnya tidak diketahui.

Inflamasi pada Ginjal


13
Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang sering ditemukan pada pasien pielonefritis kronis adalah
memiliki riwayat demam yang tidak diketahui penyebabnya dan memiliki riwayat
mengompol pada masa kecilnya. Efek klinisnya dapat meliputi nyeri pinggang,
anemia, berat jenis urin yang rendah, proteinuria, leukosit dalam urine, dan
khusunya pada stadium lanjut yaitu hipertensi. Uremia jarang ditemukan karena
pielonefritis kronis kecuali apabila terdapat bakteri pada urine (Kowalak, dkk.
2014 ).

Diagnosis

Penyakit ini dapat ditentukan dengan bergantung pada pemeriksaan urografi


ekskretori (pelvis renis dapat tampak mengecil serta mendatar) serta hasil dari
biopsy renal.

Terapi

Penatalaksanaan atau terapi yang efektif memerlukan pengendalian


hipertensi seperti dilakukannya upaya menghilangkan obstruksi yang terjadi kalau
memungkinkan serta terapi mikorba jangka panjang.

b. Syok Septik
c. Insufisiensi renal yang kronis

KIE

Instruksikan pada wanita agar mencegah kontaminasi bakteri dengan


memebrsihka perineum dari depan ke belakang sesduah selesai defekasi serta

Inflamasi pada Ginjal


14
anjurkan pemeriksaan check up rutin bagi pasien dengan riwayat infeksi salurn
kemih serta edukasikan cara mengenali tanda infeksi seperti urin keruh, rasa
terbakar pada saat BAK, gejala urgency dan frequency, khususnya apabila
terdapat nyeri pinggang serta demam yang tidak begitu tinggi.

2.3 Infeksi Saluran Kemih

2.3.1 Sistitis

1. Sistitis Akut

Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering
disebabkan oleh infeksi oleh bakteria. Mikroorganisme penyebab infeksi ini
terutama adalah E coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk
ke buli-buli terutama melalui uretra. Sistitis akut mudah terjadi jika pertahanan
lokal tubuh menurun, yaitu pada diabetes mellitus atau trauma lokal minor seperti
pada saat senggama. Wanita lebih sering mengalami serangan sistitis daripada
pria karena uretra wanita lebih pendek daripada pria. Disamping itu getah cairan
prostat pada pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap
infeksi saluran kemih. Diperkirakan bahwa paling sedikit 10-20% wanita pernah
mengalami serangan sistitis selama hidupnya dan kurang lebih 5% dalam satu
tahun pernah mengalami serangan ini. Inflamasi pada buli-buli juga dapat
disebabkan oleh bahan kimia, seperti pada detergent yang dicampurkan ke dalam
air untuk rendam duduk, deodorant yang disemprot kan pada vulva, atau obat-
obatan yang dimasukkan intravesika untuk terapi kanker buli-buli (siklofosfamid).
(Purnomo, Basuki. 2003)

Gambaran Klinis

Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli- buli menjadi kemerahan


(eritrema), edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urine, akan
mudah terangsang untuk segera mengeluarkan isinya; hal ini menimbulkan gejala

Inflamasi pada Ginjal


15
frekuensi. Kontraksi buli- buli akan menyebabkan rasa sakit/nyeri di daerah
suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah berdarah dan menimbulkan
hematuria. Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih sebelah atas, sistitis
jarang disertai dengan demam, mual, muntah, badan lemah, dan kondisi umum
yang menurun. Jika disertai dengan demam dan nyeri pinggang perlu difikirkan
adanya penjalaran infeksi ke saluran kemih sebelah atas. Pemeriksaan urine
berwarna keruh, berbau dan pada urinalisis terdapat piuria, hematuria, dan
bakteriuria. Kultur urine sangat penting untuk mengetahui jenis kuman penyebab
infeksi (Purnomo, Basuki. 2003).

Diagnosis

Jika sistitis sering mengalami kekambuhan perlu difikirkan adanya kelainan


lain pada buli- buli (keganasan, urolitiasis) sehingga diperlukan pemeriksaan
pencitraan (PIV, USG) atau sistoskopi. (Purnomo, Basuki. 2003)

Terapi

Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan antimikroba dosis


tunggal atau jangka pendek (1-3 hari). Tetapi jika hal ini tidak memungkinkan,
dipilih antimikroba yang masih cukup sensitif terhadap kuman E coli, antara lain:
nitrofurantoin, trimetoprimsulfametoksazol, atau ampisillin. Kadang- kadang
diperlukan obat-obatan golongan antikolinergik (propantheline bromide) untuk
mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan fenazopiridin hidroklorida sebagai
antiseptik pada saluran kemih. (Purnomo, Basuki. 2003)

2. Sistitis Kronis

Sistitis kronis umumnya terjadi tanpa keluhan dimana keluhan yang akut
akan lebih ringan. Factor predisposisi dari sistitis kronis yaitu pasien dengan
pielonefritis serta fibrosis kandung kemih. Pada pemeriksaan laboratorium

Inflamasi pada Ginjal


16
ditemukan kadar lekosit yang normal, anemia ringan dan urin yang terbentuk
sedimen leukosit. Pencegahannya adalah dengan mengurangi serta menghilangkan
factor predisposisi. (Purnomo, Basuki. 2003)

Keadaan pasien ISK bagian atas ISK bagian bawah


Pielonefritis Pielonefritis Cystitis SUA
akut kronik
Jenis kelamin :
wanita + + + +

Usia 25 tahun
+ + + +

Nyeri dan panas


saat BAK + + + +

Anyang-anyangan
+ + + +

Demam + + +/- +/-

Menggigil + + - -

TD 100/70 mmHg +/- +/- +/- +/-

Suhu 38oC + + + +

Nadi 106x/menit +/- +/- +/- +/-


RR 24x/menit +/- +/- +/- +/-
Nyeri ketok + + - -

Inflamasi pada Ginjal


17
costovertebra

Leukosituria + + + +

Bakteriuria (++) + + ++ -
(Smeltzer,2001; Sudoyo,2015; Israr,2009; Lumbanbatu, 2003)
Keterangan :
++ : beresiko sangat tinggi
+ : beresiko sedang
+/- : beresiko rendah
- : tidak beresiko

2.4 Abses Ginjal, Abses Perirenal, dan Abses Pararenal

Abses ginjal secara etiologi dapat disebabkan karena penyebaran S. Aureus


secara hematogen dimana paling sering disebabkan oinfeksi dari kulit. Abses
ginjal sering ditemukan pada penderita diabetes mellitus. Pada anak- anak sering
disebabkan oleh bakteri gram negative sebagai komplikasi dari vesikoureteral
refluks. Manifestasi klinis yang sering dijumpai adalah tiba- tiba menggigil,
demam, nyeri pada sudut kostovertebral dan apabila abses sudah berhubungan
dengan system collecting maka akan timbul iritasi buli. (Purnomo, Basuki. 2003)

Abses ginjal adalah abses yang terdapat pada parenkim ginjal. Abses ini
dibedakan dalam 2 macam yaitu abses korteks ginjal dan abses kortikomeduler.
Abses korteks ginjal atau disebut karbunkel ginjal pada umumnya disebabkan
oleh penyebaran infeksi kuman Stafilokokus aureus yang menjalar secara
hematogen dari fokus infeksi di luar sistem saluran kemih (antara lain dari kulit).
Abses kotiko-medulare merupakan penjalaran infeksi secara asending oleh bakteri
E.coli, Proteus, atau Klebsiella spp. Abses kortikomedulare ini seringkali
merupakan penyulit dari pielonefritis akut. Abses perirenal adalah abses yang
terdapat di dalam rongga perirenal yaitu rongga yang terletak di luar ginjal tetapi
masih dibatasi oleh kapsula Gerota, sedangkan abses pararenal adalah abses yang
terletak di antara kapsula Gerota dan peritoneum posterior. (Purnomo, Basuki.

Inflamasi pada Ginjal


18
2003). Abses perirenal dapat terjadi karena pecahnya abses renal ke dalam rongga
perirenal; sedangkan abses pararenal dapat terjadi karena:

- Pecahnya abses perirenal yang mengalir ke rongga pararenal atau


- Penjalaran infeksi dari usus, pankreas, atau dari kavum pleura ke
rongga pararenal.

Gambaran Klinis

Pasien mengeluh nyeri pinggang, demam, disertai menggigil, teraba massa


di pinggang (pada abses peri atau pararenal), keluhan miksi jika fokus infeksinya
berasal dari saluran kemih, anoreksi, malas, dan lemah. Gejala ini sering
didiagnosis banding dengan pielonefritis akut. Nyeri dapat dirasakan pula di
daerah (Purnomo, Basuki. 2003) :

- Pleura karena pleuritis akibat penyebaran infeksi ke subprenik dan


intrathorakal,
- Inguinal, dan
- Abdominal akibat iritasi pada peritoneum posterior. Nyeri pada saat
hiperekstensi pada sendi panggul adalah tanda dari penjalaran
infeksi ke otot psoas.

Diagnosis (Pemeriksaan Penunjang)

Pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya piuria dan hematuria, kultur


urine menunjukkan kuman penyebab infeksi; sedangkan pada pemeriksaan darah
terdapat leukositosis dan laju endap darah yang meningkat. Pemeriksaan foto
polos abdomen mungkin didapatkan kekaburan pada daerah pinggang, bayangan
psoas menjadi kabur, terdapat bayangan gas pada jaringan lunak, skoliosis, atau
bayangan opak dari suatu batu di saluran kemih. Adanya proses pada
subdiafragma akan tampak pada foto thoraks sebagai atelektasis, efusi pleura,
empiema, atau elevasi diafragma. Pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan

Inflamasi pada Ginjal


19
adanya cairan abses, tetapi pemeriksaan ini sangat tergantung pada kemampuan
pemeriksa. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya cairan nanah di
dalam intrarenal, perirenal, maupun pararenal (Purnomo, Basuki. 2003).

Tindakan

Pada prinsipnya jika dijumpai suatu abses harus dilakukan drainase,


sedangkan sumber infeksi diberantas dengan pemberian antibiotika yang adekuat.
Drainase abses dapat dilakukan melalui operasi terbuka ataupun perkutan melalui
insisi kecil di kulit. Selanjutnya dilakukan berbagai pemeriksaan untuk mencari
penyebab terjadinya abses guna menghilangkan sumbernya (Purnomo, Basuki.
2003).

III. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari materi infeksi yang sudah dipaparkan diatas


maka dapat disimpulkan bahwa infeksi dan inflamasi memiliki perbedaan namun
saling berkaitan. Infeksi merupakan suatu keadaan proses masuknya pathogen dan
mengalami proliferasi pada bagian tubuh yang dituju sedangkan inflamasi adalah
reaksi tubuh melawan injury atau iritasi dimana inflamasi ini berbeda dengan
infeksi karena inflamasi berhubungan dengan jaringan yang hidup namun infeksi
dapat menyebabkan inflamasi. Pada saluran kemih inflamasi dapat terjadi di
setiap komponenya seperti pielonefritis pada pielum, glomerulonefritis pada
glomerulus, cystitis pada kandung kemih serta dapat juga terjadi abses ginjal.
Dalam upaya mendiagnosis masing- masing gangguan memiliki gold standarnya
masing dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Penatalaksanaan nya pun memiliki persamaam dan perbedaan maka

Inflamasi pada Ginjal


20
diperlukan upaya yang tepat untuk melakukan penatalaksanaan baik secara
farmakologi ataupun nonfarmakologi untuk memberikan prognosis yang baik.

Inflamasi pada Ginjal


21
DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo, dkk. 2016. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi. 24

Harrison. 1999. Prinsip- Prinsip Ilmu Penyakit Dalam (Harrison’s Principles of


Interna Medicine). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Edisi 13.

Kowalak, dkk. 2014. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Price, Sylvia., Wilson Lorraine. 2005. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Penerbit EGC. Edisi. 6

Purnomo, Basuki. 2003. Buku Kuliah : Dasar- Dasar Urologi. VI. ISBN. 979-
9472-00-8

Tanto, Chris., dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran. Essentials medicine; Media
Aesculapius. Edisi IV. ISBN 978-602-1 7338-4-4

Inflamasi pada Ginjal


22

Anda mungkin juga menyukai