Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Laporan Praktik Profesi Ners Stase
Keperawatan Komunitas
Di susun oleh:
BANDUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas hidup
manusia. Kualitas hidup manusia terbagi atas kualitas fisik dan kualitas non fisik. Kualitas fisik
berkaitan dengan bidang kesehatan, gizi dan kesegaran jasmani sedangkan kualitas non fisik
berkaitan antara lain dengan bidang pendidikan dan agama. Kurang gizi akan menyebabkan
kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas,
menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian (Mardawati, Sabri, 2008). Status gizi
(nutritional status) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu
menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan
(Almatsier, 2010).
Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana memerlukan perhatian dan kasih
sayang dari orang tua dan lingkungannya. Disamping itu balita membutuhkan zat gizi yang seimbang
agar status gizinya baik, serta proses pertumbuhannya yang tidak terhambat karena balita merupakan
kelompok umur yang rawan dan perlu mendapat perhatian (Syatriani, 2011). Pertumbuhan linear
yang tidak sesuai dengan umur balita merefleksikan masalah gizi kurang. Masalah gizi kurang jika
tidak dilayani akan menimbulkan masalah yang lebih besar, bangsa Indonesia dapat mengalami lost
generation (Hidayati, dkk, 2010). Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor, ditingkat rumah
tangga keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan dalam jumlah
dan jenis yang cukup (Tumenggung, dkk, 2010).
Puskesmas sebagai pusat pelayanan dasar tingkat pertama telah melakukan berbagai upaya
dalam menanggulangi masalah gizi diwilayah kerjanya melalui berbagai program yaitu kegiatan
posyandu, surveilens gizi di puskesmas, program posyandu, manajemen pemberian vit A,
Manajemen pemberian tablet Fe, program manajemen pemberian ASI dan MP-ASI, rujukan balita
gizi buruk ke Puskesmas Rujukan untuk gizi buruk dan Rumah Sakit, pemberian obat cacing,
pemberian suplemen gizi, serta pemberian PMT pemulihan. Masih adanya kasus gizi kurang
menunjukkan bahwa program penanggulangan anak balita gizi kurang selama ini masih memiliki
kelemahan dan belum efektif. Program pemulihan balita dengan status gizi kurang harus dilakukan
secara terpadu yaitu melalui program yang melibatkan lintas program dan lintas sektor serta berbasis
prakarsa dan pemberdayaan masyarakat (Widodo, 2012).
Dalam penanggulangan status gizi masyarakat intervensi gizi langsung telah dilakukan oleh
puskesmas sedangkan intervensi gizi tidak langsung memerlukan peran serta tokoh masyarakat.
Tokoh masyarakat sebagai orang yang mempunyai pengaruh dan dihormati di lingkungan
masyarakat biasanya menjadi panutan bagi orang-orang atau masyarakat sekitarnya sehingga
keterlibatan tokoh masyarakat juga berperan dalam mengarahkan masyarakat agar peduli pada
kesehatan (Isnansyah, 2006).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Laporan ini betujuan untuk mengetahui program peningkatan gizi di puskesmas, yang di lihat
dari bagaimana surveilens gizi di puskesmas, program posyandu, manajemen pemberian vit A,
Manajemen pemberian tablet Fe, program manajemen pemberian ASI dan MP-ASI.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui cara peningkatan status gizi masyarakat di wilayah kerja puskesmas.
b. Untuk mengetahui program apa saja yang berjalan untuk meningkatkan status gizi
masyarakat.
c. Untuk mengetahui apakah program di puskesmas sudah sesuai standar atau tidak.
C. Manfaat
1. Manfaat akademik
a. Bagi institusi pendidikan
Laporan ini di harapkan dapat menjadi bahan ajar mata kuliah keperawatan komunitas
khususnya mengenai program gizi yang ada di puskesmas, untuk meningkatkan pengetahuan
dan wawasan mahasiswa.
b. Bagi keilmuan
Laporan ini di harapkan menjadi pengetahuan mengenai program gizi yang harus di terapkan
untuk meningkatkan status gizi masyarakat agar masalah gizi di indonesia menurun.
c. Bagi praktisi
Laporan ini di harapkan dapat menjadi referensi tambahan untuk mahasiswa, pihak puskesmas
dan lembaga terkait sebagai bahan pemberian asuhan keperawatan komunitas.
2.
BAB II
Berikut adalah contoh penyajian data dengan grafik Cakupan Distribusi Kapsul
Vitamin ABalitaUsia6—
59bulandiKabupaten”X”bulanFebruaridanAgustusTahun2011yang terdiri dari 12
kecamatan ataupuskesmas.
Target
2011
D/S
Vitamin
A
Contoh Peta Wilayah Cakupan Pemberian TTD (Fe) Ibu Hamil menurut
Puskesmas di Kabupaten “X” Tahun 2011
b. Alur Pelaporan
1) Kegemukan UsiaBalita.
Prevalensi balita gemuk hasil Riskesdas tahun 2001, 2010 dan 2013
menunjukkan angka 12,2%, 14,0% dan11,9%.
2) Kegemukan Usia sekolah (5 – 12tahun)
Pada kelompok anak usia sekolah (5 – 12 tahun), prevalensi anak
gemuk kelompok perempuan tahun 2013 sebesar 10,7% dan
prevalensi anak obesitas sebesar 6,6%, sehingga total prevalensi
anak usia sekolah kegemukan sebesar 17,3%. Pada kelompok laki-
laki, angka ini lebih besar, yaitu 10,8% dan 9,7%, sehingga
prevalensi kegemukan anak laki-laki sebesar 20,5%.
e. Perkembangan Gizi lebih GiziKurang Dan Buruk Berikut adalah Hasil
PSG 2015, antaralain:
1) Status Gizi Balita menurut Indeks Berat Badan per Usia (BB/U),
didapatkan hasil: 79,7% gizi baik; 14,9% gizi kurang; 3,8% gizi
buruk, dan 1,5% gizilebih.
2) Status Gizi Balita Menurut Indeks Tinggi Badan per Usia (TB/U),
didapatkan hasil: 71% normal dan 29,9% Balita pendek dan
sangatpendek
3) Status Gizi Balita Menurut Indext Berat Badan per Tinggi Badan
(BB/TB), didapatkan hasil,: 82,7% Normal, 8,2% kurus, 5,3%
gemuk, dan 3,7% sangatkurus
4) GiziLebih.
Data Riskesdas pada 2013 Secara nasional, masalah gemuk pada anak
umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8 persen, Prevalensi gemuk pada
remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10.8 persen, Prevalensi
gemuk pada remaja umur 16 hingga 18 tahun sebanyak 7,3 persen
Prevalensi penduduk dewasa berat badan lebih 13,5 persen dan obesitas
15,4 persen.
3. Indikator Keberhasilan Surveilans
Setiap kegiatan yang dilakukan tak terkecuali surveilans gizi, pada akhir
kegiatan selalu dinilai tingkat keberhasilan kegiatan tersebut. Surveilans gizi
merupakan kegiatan yang sangat penting sebab hasil surveilans gizi akan menjadi
dasar pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Bina
Gizi Masyarakat dalam membuat kebijakan program gizi. Oleh sebab itu
keberhasilan surveilans gizi penting untuk dievaluasi. Indikator apa saja yang
digunakan dalam menilai keberhasilan surveilans akan dibahas dalan topik 3 bab 6
ini. Oleh sebab itu setelah mempelajari topik 3 ini Anda diharapkan mampu
melakukan penilaian keberhasilan surveilans gizi berdasarkan indicator input,
proses, danoutput.
Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan surveilans gizi perlu ditetapkan
indikator atau parameter objektif yang dapat dipahami dan diterima oleh semua
pihak. Dengan menggunakan indikator tersebut diharapkan dapat diketahui
keberhasilan kegiatan surveilans gizi, dan dapat pula digunakan untuk
membandingkan keberhasilan kegiatan surveilans gizi antar wilayah.
a. Indikator yang digunakan
Penentuan indikator yang digunakan dalam menilai keberhasilan pelaksanaan
surveilans gizi didasarkan pada indikator input, proses, dan output.
Indikator Input meliputi beberapa variable yaitu:
1) Adanya tenaga manajemen data gizi yang meliputi
pengumpul data dari laporan rutin atau survei khusus,
pengolah dan analis data serta penyajiinformasi,
2) Tersedianya instrumen pengumpulan dan
pengolahandata,
3) Tersedianya sarana dan prasarana pengolahan data,dan
4) Tersedianya biaya operasional surveilansgizi
Indikator Proses terdiri dari:
1) Adanya proses pengumpulandata,
2) Adanya proses pengeditan dan pengolahandata,
3) Persentase ketepatan waktu laporan dari puskesmas ke
dinaskesehatan,
4) Persentase kelengkapana laporan dari puskesmas ke
dinaskesehatan,
5) Adanya proses pembuatan laporan dan umpan balik hasil
surveilansgizi,
6) Adanya proses sosialisasi atau advokasi hasil
surveilansgizi,dan
7) Adanya tindak lanjut hasil pertemuan berkala yang
dilakukan oleh program dan sektor terkait.
1. Cara pemberian dengan dosis 1 (satu) tablet per minggu sepanjang tahun
2. Pemberian TTD dilakukan untuk remaja putri usia 12-18 tahun
3. Pemberian TTD pada ratri melalui UKS/M di institusi pendidikan (SMP dan SMA
atau yang sederajat) dengan menentukan hari minum TTD bersama setiap
minggunya sesuai kesepakatan di wilayah masing-masing
4. Pemberian TTD pada WUS di tempat kerja menggunakan TTD yang disediakan
oleh institusi tempat kerja atau secara mandiri
Namun, penting untuk diperhatikan, hindari penambahan garam, gula, madu, atau
pemanis lainnya untuk makanan bayi. Sementara itu, pastikan juga agar sayuran selalu
tersedia dalam menu harian bayi. Jika ibu ingin tahu lebih banyak mengenai makanan
yang baik untuk MPASI pada tahap awal, dokter di Halodoc bisa menjadi solusi. Kamu
bisa bertanya pada dokter spesialis anak terkait menu sehat untuk MPASI yang bisa
diakses hanya melalui smartphone.
Apabila bayi sudah siap mampu mengonsumsi jenis makanan di atas, maka orangtua
bisa meningkatkan jenis makanan yang bisa ia makan. Jenis makanan tersebut, antara lain:
1. Daging tumbuk dengan Sayuran dicampur dengan kentang atau yang ditumbuk,
Sayuran hijau tumbuk, yang berisi kacang polong, kol, bayam atau brokoli; Susu full
cream, yogurt, krim keju.
juga beberapa jenis makanan dan kebiasaan tertentu yang harus dihindari selama tahun
pertama bayi, yakni:
1. Usahakan untuk tidak mengganti ASI dengan susu sapi atau susu formula, karena
susu sapi lebih sulit dicerna, bahkan bisa sebabkan anak sembelit.
2. memberi makanan lengket atau keras, karena ini bisa buat bayi tersedak.
3. Kacang utuh adalah makanan yang tidak aman untuk bayi berusia di bawah 2 tahun,
karena bisa sebabkan ia tersedak.
4. anak di bawah 1 tahun, madu tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan botulisme.
5. beri makan keju yang tidak dipasteurisasi, karena dapat meningkatkan risiko
keracunan pada bayi.
6. Hindari memberikan makanan laut seperti kerang-kerangan, udang, lobster, kepiting
dan kerang untuk bayi di bawah usia 1 tahun.
7. itu hindari juga memberinya ikan yang tinggi merkuri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Status gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu
menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses
kehidupan . Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana memerlukan perhatian
dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya. Disamping itu balita membutuhkan zat gizi yang
seimbang agar status gizinya baik, serta proses pertumbuhannya yang tidak terhambat karena balita
merupakan kelompok umur yang rawan dan perlu mendapat perhatian . Pertumbuhan linear yang
tidak sesuai dengan umur balita merefleksikan masalah gizi kurang.
Masalah gizi kurang jika tidak dilayani akan menimbulkan masalah yang lebih besar, bangsa
Indonesia dapat mengalami lost generation . Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor, ditingkat
rumah tangga keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan dalam
jumlah dan jenis yang cukup . Program pemulihan balita dengan status gizi kurang harus dilakukan
secara terpadu yaitu melalui program yang melibatkan lintas program dan lintas sektor serta
berbasis prakarsa dan pemberdayaan masyarakat . Tokoh masyarakat sebagai orang yang
mempunyai pengaruh dan dihormati di lingkungan masyarakat biasanya menjadi panutan bagi
orang-orang atau masyarakat sekitarnya sehingga keterlibatan tokoh masyarakat juga berperan
dalam mengarahkan masyarakat agar peduli pada kesehatan .
Apabila balita merupakan peserta baru, berarti KMS baru diberikan, nama anak ditulis pada KMS dan
secarik kertas yang kemudiandiselipkan pada KMSnya. Apabila ibu hamil tidak membawa balita,
langsung dipersilahkan menuju ke kegiatan 4.
- Kader di kegiatan 2 menimbang dan mencatat hasil penimbangan bayi/balita tersebut pada
secarik kertas yang diselipkan dalam KMS.
- Kader menyerahkan KMS kepada keluarga balita yang kemudian menuju ke kegiatan 4.
- Kader yang bertugas menerima KMS anak dari keluarga balita membacakan dan menjelaskan
data KMS tersebut. -Selain itu, kader juga dapat memberikan penyuluhan gizi atau
pertolongan dasar, misalnya Pemberian Makanan Tambahan , tablet tambah darah , Vitamin
A, Oralit dan sebagainya.
KMS adalah kartu yang memuat data pertumbuhan serta beberapa informasi lain mengenai
perkembangan anak, yang dicatat setiap bulan dari sejak lahir sampai berusia 5 tahun. KMS juga
dapat diartikan sebagai «Raport» kesehatan gizi balita. Pada saat terdapat dua jenis KMS, yaitu KMS
untuk anak perempuan dan KMS untuk anak laki-laki. Kader juga menanyakan berbagai informasi
penting mengenai perkembangan tumbuh kembang anak, kemudian dimasukan ke dalam KMS.
- Register ibu hamil di wilayah kerja Posyandu, dilaksanakan oleh Kader Posyandu untuk
selama 1 tahun. -Register WUS-PUS di Wilayah Kerja Posyandu, dilaksanakan oleh Kader
Posyandu untuk selama 1 tahun. Program-program terintergrasi terkait suplementasi
vitamin A yaitu penanggulangan kecacingan, tatalaksana anak gizi buruk, tatalaksana
penanganan diare, MTBS, imunisasi dan pencatatan semua kegiatan tersebut terintegrasi
dalam buku KIA. Semua kegiatan ini difokuskan pada upaya promotif dan preventif melalui
perubahan perilaku masyarakat dengan pendekatan promosi kesehatan.
- Untuk sasaran langsung yaitu ibu yang mempunyai balita usia 6 bulan sampai 59 bulan dan
ibu nifas. Sedangkan sasaran tidak langsung yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, kader
kesehatan, organisasi masyarakat, pemegang kebijakan legislatif dan eksekutif serta tenaga
kesehatan.
•Promosi berkala
-Penyebaran informasi dengan cara menyisipkan pada kegiatan-kegiatan lain. -Melibatkan organisasi
masyarakat untuk ikut berpartisipasi.
•Promosi rutin
Media komunikasi yang digunakan ada media cetak , media elektronik , serta media komunikasi
lainnya . Yang bertanggungjawab dalam melakukan promosi dan pemberdayaan masyarakat di
tingkat kabupaten, kota, dan puskesmas adalah tenaga Promkes dan Gizi. Penanganan anemia salah
satunya dengan program pemberian tablet tambah darah pada remaja putri. Berdasarkan Riskesdas
Tahun 2018 cakupan TTD yang diperoleh ratri adalah 76,2%, dan 80,9% nya mendapatkan dari
sekolah.
Dengan sasaran anak usia 12-18 tahun yang diberikan melalui institusi pendidikan dan wanita usia
subur usia 15-49 tahun di institusi tempat kerja. Pemberian TTD dengan komposisi terdiri dari 60 mg
zat besi elemental dan 0.4 mg asam folat.
Tidak ada makanan atau cairan lain yang diberikan, bahkan air putih sekalipun, kecuali larutan
rehidrasi oral, atau tetes/sirup vitamin, mineral atau obat-obatan yang diberikan oleh dokter. Sekali
lagi, ini karena ASI adalah makanan dan minuman terbaik yang bisa diberikan kepada bayi agar si
kecil tumbuh menjadi kuat dan sehat. Saat memberi MPASI, ibu mungkin akan menjalani fase «trial-
error», sehingga akhirnya mengetahui jenis makanan yang aman dikonsumsi anak demi mendukung
tumbuh kembangnya. Namun, penting juga untuk mengetahui waktu yang tepat untuk memberikan
MPASI kepada anak.
Bayi bersandar atau pergi untuk menunjukkan bahwa ia enggan makan lagi. Seperti misalnya
makanan yang ada di dekatnya. Yang ditumbuk seperti wortel, labu, kentang, ubi, brokoli. Bayi bebas
gluten yang diperkaya dengan zat besi, ibu bisa mencampurkannya dengan ASI. Susu atau biskuit
yang dihaluskan. Jika ibu ingin tahu lebih banyak mengenai makanan yang baik untuk MPASI pada
tahap awal, dokter di Halodoc bisa menjadi solusi.
Kamu bisa bertanya pada dokter spesialis anak terkait menu sehat untuk MPASI yang bisa diakses
hanya melalui smartphone. Apabila bayi sudah siap mampu mengonsumsi jenis makanan di atas,
maka orangtua bisa meningkatkan jenis makanan yang bisa ia makan. Utuh adalah makanan yang
tidak aman untuk bayi berusia di bawah 2 tahun, karena bisa sebabkan ia tersedak. Beri makan keju
yang tidak dipasteurisasi, karena dapat meningkatkan risiko keracunan pada bayi. Itu hindari juga
memberinya ikan yang tinggi merkuri.
Cetakan es batu yang ramping tentu saja tidak akan memakan tempat. Agar lebih higienis, bisa
memilih cetakan es batu yang sudah memiliki tutup. Dan tentunya bisa dipakai berulang kali asalkan
tidak pecah. Ketika sedang tidak digunakan, loyang muffin mini ini pas sekali untuk menyimpan
MPASI karena ukurannya pas dengan porsi bayi. Jenis vitamin yang dibutuhkan pada balita.
B. Saran
1. Bagi Puskesmas
- Melakukan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu, memberikan penyuluhan
dan konseling menyusui dan Makanan Pendamping ASI (MP ASI) serta Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan yang aman, bermutu dan berbasis bahan
makanan lokal pada balita yang mengalami masalah gizi CIAF untuk mencukupi
kebutuhan gizi balita.
- Perlunya pendidikan dan pelatihan secara khusus bagi petugas kesehatan dan kader
posyandu dalam melakukan pengukuran antropometri secara benar, sehingga
didapatkan prevalensi status gizi balita yang valid dan reliabel.
- Diperlukan kerjasama dan dukungan dari stakeholder (lintas sektor) dalam
pemberdayaan masyarakat untuk memperbaiki pola asuh dan upaya peningkatan
pengetahuan ibu tentang pola gizi seimbang serta peningkatan kunjungan ke posyandu
dan cakupan pemberian vitamin A pada balita dengan mengaktifkan kegiatan posyandu
pada meja 4 dan 5.
2. Bagi masyarakat
- Masyarakat terutama ibu dan keluarga hendaknya selalu memantau pertumbuhan dan
perkembangan sejak bayi dalam kandungan secara rutin agar tumbuh secara optimal
dan mampu menjadi keluarga sadar gizi (kadarzi), sehingga masalah gizi kronis dapat
ditanggulangi.
- Hendaknya Ibu memperhatikan dan meningkatkan kebutuhan makanan balita yang
mengandung konsumsi zat gizi yang cukup dengan komposisi yang sesuai dengan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) dan memberikan makanan yang beraneka ragam agar kebutuhan
gizinya tercukupi.
DAFTAR PUSTAKA