Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

SPONDILIOSIS

DISUSUN OLEH:

HARITI, S.Kep

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2020
PEMBAHASAN
1. Anatomi dan Fisologi
A. Otak
Otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal
dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera (seperti mata,
telinga, kulit, dan lain-lain)
Secara garis visual, pembagian otak sebagai berikut:
a) Meningen
Meningen /lapisan pembungkus otak merupakan bagian terluar dari otak.
Meningen memiliki beberapa lapisan yaitu Durameter, Aracnoid dan Piameter,
yang akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Durameter (Bagian terluar)
Durameter merupakan lapisan periostem tulang tenggorok, merupakan
lapisan yang kuat, lapisan fibrosa yang mengandung pembuluh darah, yang
memberikan nutrisi pd tulang. Lapisan luar dan dalam menempel dengan
tengkorak shg tidak ada lapisanepidural antar tulang dg membrane seperti pd
spinal. Antara durameter bagian dalam dan aracnoid terdapat rongga subdural
dan tidak mengandung Cerebro Spinal Spuid (cairan serebro spinal). Pada
beberapa tempat kedua lapisan dalam dan luar membentuk saluran yang
mengandung Pembuluh darah yang disebut dengan Dural sinus dan terdapat
darah vena dari pembuluh darah di otak.
b. Arachnoid (Lapisan tengah dari meningen)
Lapisan ini merupakan jaringan ikat, Antara aracnoid dan piameter terdapat
seperti jarring-jarang trabekula dan rongga subaracnoid yg mengandung CSF.
Lapisan aracnoid idak mengandung pembuluh darah, tapi pembuluh darah
terdapat pada ronga subaracnoid.
c. Piameter
Piameter merupakan lapisan yang bersentuhan langsung dengan otak.
Sebagian besar suplai darah pada otak disuplai oleh pembuluh-pembuluh darah
kecil yang banyak pada piameter.
b) Ventrikel
Ventrikel otak dilapisi oleh epitelkuboid yg disebut epedima. Terdapat
kapiler-kapiler yang disebut dengan pleksus koroides. Terdapat 4 ventrikel yag
diberi nomor dari atas kebawah dari otak yaitu: ventrikel kiri dan kanan pada
hemister sebri, ventrikel ketiga pada diecephalon dan ventrikel keempat pada
pons dan medulla. Ventrikel lateral dihubungkan dengan ventrikel ketiga oleh
interventrikular foramen sedangkan ventrikel ketiga nyambung dg ventrikel
keempat melewati oleh celah sempit yang disebut serebral aqua duktus di
midbral atau otak tengah.
c) Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal / CSF berperan dalam melindungi otak, menjaga
keseimbangan bahan-bahan kimia susunan syaraf pusat. CSF dientuk dalam
pleksus koroides pada ventrikel lateral. Tiga dan empat dengan kombinasi
proses diffusi dan transport aktif. Pleksus koroid menseleksi komponen darah
yang dapat melewati membrannya keventrikel (tidak untuk sel darah merah,
protein dg molekul besar). Yang dapat lewat: protein berukuran kecil, O2, CO2,
Na, K, Ca, Mg, Cl, gukosa dan seluruh jumlah kecil sel darah putih.
Perjalanan CSF dibentuk di ventrikel lateral, lalu melalui interventrikuler
foramen masuk ke ventrikel III dan melalui Agua Duktus CSF mengalir ke
ventrikel IV. Diventrikel IV terdapat 3 buah subaracnoid spaces (sisterna magna)
disebelah medulla, aliran berlanjut kespinal lalu kelumbal sisterna. Sebagian
besar naik lagi ke otak melalui subaraknoid spaces masuk kevili arachnoid dari
sinus sagital superior.Cerebro Spinal Fluid (CSF)Vili arachnoid memiliki katup
yang sensitive dengan tekanan dengan sisitem satu arah. CSF selalui
dipengaruhi sekitar dalam sehari.
d) Bagian-Bagian Otak
1. Medulla Oblongata
Medulla oblongata merupakan bagian yang vital dalam pengaturan jantung,
vasomotor atau kontriksi dan dilatasi pembuluh darah dan pusat pernafasan.
Medulla oblongata memonitor kadar CO2 yang berperan dalam pengaturan
pernafasan, mengatur muntah, bersin, batuk dan menelan. Dibagian ventral
terdapat pyramid menyilang (pyramid decussation) sehingga dibawah medulla
keadaan motorik tubuh dikontrol oleh bagian yang berlawanan dalam hemisfer
serebri.
2. Pons
Terletak diatas medulla, pada bagian dorsal terdapat Formtorio Retikularis
dan nuclei syaraf cranial jalur aseden dan desende.Dalam Formatio retikularis
terdapat pusat apneu dan pneumotorix yang membantu dalam pengaturan
pernafasan.
3. Midbrain/mesensepalon
Midbrain/mesensepalon terdapat diatas pons.Terdapat pusat refleks yang
membantu koordinasi pergerakan bila matadan kepala, membantu pengaturan
mekanisme focus pada mata, mengatur respon pupil terhadap stimulus
cahaya.Terdapat substansi nigra yang berperan dalam pengaturan aktivitas
motoric somatic.
4. Serebelum
Serebelum berperan dalam fungsi keseimbangan. Secara terus menerus
menerima input dari otot, tendon, sendi, dan organ vestibular (keseimbangan)
dalam bentuk proprioceptive input (kepekaan terhadap posisi tubuh yang satu
dari yang lain). Mengitegrasikan kontraksi otot satu dengan yang lain, mengatur
tonus otot.
5. Serebrum
Serebrum merupakan struktur terbesar dan paling rumit dalam system
syaraf. Terdapat dua hemisfer yang terdiri dari korteks yang merupakan subtansi
abu-abu (gray matter), subtansi putih dan ganglia basalis. Korteks terbagi
kedalam 6 lobus:
1) Lobus Frontalis
Lobus frontalis merupakan area control motorik terhadap pergerakan
yang disadari termasuk yang berkaitan dengan bicara. Aktivitas motorik: Area
Broadman 4 (primary motor cortex), area 6 (supplementary and premotor motor
cortex), area 8 (pergerakan mata) area 44 (area Brocca untuk bicara). Selain
control motorik lobus frontalis juga berperan dalam control ekspresi emosi dan
prilaku, moral.
2) Lobus Parientalis
Lobus parientalis berperan dalam sensasi umum, selera, are 1,2,3
(integrasi sensasi secara umum) 5,6,7,40 (apresiasi terhadap tekstur, berat,
mengenali bentuk benda yang dipegang). Area 40 memiliki peran penting dalam
body image/gambaran diri. Area 43 (selera dalam hal pengecapan
3) Lobus temporalis
Lobus temporalis merupakan pusat pendengaran, keseimbangan,
emosi, dan memori. Terdapat area 41,42 yang berperan dalam pegturan
keseimbangan, area 39 yang berperan dalam pemahaman terhadap bicara atau
kata-kata. Bagian anterior lobus ini berperan dalam emosi, halusinasi, memori
jangka pendek dari beberapa menit sampai beberapa minggu atau bulan.
4) Lobus oksipital
Lobus oksipital merupakan pusat penglihatan, pengaturan ekspresi.
Terhadap area 17 (area penglihatan utama), area 18,19 mamaknai hasil
penglihatan, area 39 memahami bahasa tulisan, area 22 memahami bahasa
lisan dan area wernicks (39,22,40).
5) Insula
Insula berperan dalam pengaturan aktivitas gastrointestinal, dan organ
visceral lainnya.
6) Limbik
Berperan dalam pengaturan emosi, perilaku, memori jangka pendek
dan penciuman.Korteks serebri merupakan lapisan terluar dari serebrum, terdiri
dari subtansi abu-abu.Banyak berperan dalam pengaturan aktivitan kehidupan
yang disadari.
7) Talamus
Talamus merupakan pust prosesing dan relay semua input sensori
kecuali penciuman. Talamus merupakan memiliki 4 area utama yaitu system
sensori, system motorik, aktivitas neurofisiologius dan ekspresi emosi, perilaku
manusia unik. Talamus berkaitan dengan proses berfikir, kreativitas, interpretasi
dan pemahaman bahasa lisan dan tilisan dan mengenali objek dengan cara
menyentuh.
8) Hipotalamus
Hipotalamus terletak dibawah thalamus, berdekatan dengan dengan
hipofisis. Hipotalamus mengatur banyak fungsi untuk keseimbangan. Merupakan
pusat pengaturan dan koordinasi dari system syaraf otonom, pengaturan suhu,
pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.Pengaturan pola tidur dan
terjaga, berperan dalam pengaturan lapar dan keinginan untuk makan yang
dibantu dengan kadar glukosa, lemak dan protein dalam tubuh, respon prilaku
berkaitan dengan emosi, Kontrol endokrin juga berperan dalam respon seksual
seperti organisme dan respon terhadap stimulus organ seksual.
9) Epithalamus
Epithalamus terdiri dari 3 bagian : Trigonum habenulae, badan pineal,
dan komisura posterior. Trigonum habenulae mengandung serabut syaraf yang
berhubungan dengan midbrain, berperan sebagai pusat relay. Badan pineal
(epiphysis) berperan seperti kelenjar endokrin (neuroendokrin). Komisura
posterior berhubungan dengan midbrain.
10) Ventral thalamus/subthalamus
Terletak dibagian ventral diencephalons, mengandung nuclei subtalamik.

B. Medulla Spinalis
Dari batang otak berjalan suatu
silinder jaringan saraf panjang dan
ramping, yaitu medulla spinalis, dengan
ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis
tengah 2 cm (seukuran kelingking).
Medulla spinalis, yang keluar dari sebuah
lubang besar di dasar tengkorak,
dilindungi oleh kolumna vertebralis
sewaktu turun melalui kanalis vertebralis.
Dari medulla spinalis spinalis keluar saraf-
saraf spinalis berpasangan melalui ruang-

ruang yang dibentuk oleh lengkung-lengkung tulang mirip sayap vertebra yang
berdekatan. Setiap ruas vertebrae mempunyai bentuk yang hampir sama dengan
beberapa variasi. Pada umumnya, ciri-ciri vertebrae terdiri dari corpus, processus
spinosus, 2 processus transversalis, 2 pediculus, 2 arcus, dan 2 lamina.
Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai berikut : 8
pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal
(L), 5 pasang saraf sakr al (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co). Vertebrae
sacralis membentuk sacrum, vertebrae coccygeus membentuk coccygeus.
Selama perkembangan, kolumna vertebra tumbuh sekitar 25 cm lebih
panjang daripada medulla spinalis. Karena perbedaan pertumbuhan tersebut,
segmen-segmen medulla spinalis yang merupakan pangkal dari saraf-saraf
spinal tidak bersatu dengan ruang-ruang antar vertebra yang sesuai. Sebagian
besar akar saraf spinalis harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar
dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Medulla spinalis itu sendiri hanya
berjalan sampai setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua (setinggi sekitar
pinggang), sehingga akar-akar saraf sisanya sangat memanjang untuk dapat
keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Berkas tebal akar-akar
saraf yang memanjang di dalam kanalis vertebralis yang lebih bawah itu dikenal
sebagai kauda ekuina (”ekor kuda”) karena penampakannya.
Bentuk vertebrae yang sangat berbeda yaitu C1 dan C2. Vertebrae
cervicalis 1 (C1) disebut juga atlas atau corpus occiput cranium dan berperan
untuk fleksi dan ekstensi leher. Vertebrae cervicalis 2 (C2) disebut axis. Pada
bagian superior carpus vertebrae 2 terdapat tonjolan tulang yang disebut dens
atau processus odontoideus. Dens masuk ke dalam lingkaran atlas. Atlas dan
axis secara bersama-sama membentuk articulatio atlanto-axialis yang berperan
dalam rotasi leher. Corpus vertebrae antara C2 sampai S1 masing-masing
dipisahkan oleh jaringan fibrokartilago discus invertebralis yang berfungsi
sebagai peredam kejut.
Medulla Spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar
dari hemisfer serebral dan bertugas sebagai penghubung otak dan saraf perifer.
Medulla spinalis terletak di dalam foramina vertebralis dan membentang dari
vertebrae cervicalis 1 (C1) dan berakhir sebagai conus medullaris setinggi antara
L1 dan L2. Filum terminale membentang dari conus medullaris sampai melekat
pada coccygeus. Medulla spinalis terbagi atas segmen-segmen, dan satu dari 31
pasang saraf spinal keluar dari medulla spinalis dari tiap-tiap segmen. Saraf-
saraf tersebut yaitu 8 pasang cervical, 12 pasang thoracal, 5 pasang lumbal, 5
pasang sakrasal, dan 1 pasang coccygeus. Saraf spinal dari cervical, thoracal,
dan lumbal keluar melalui foramina intervertebralis; sedangkan saraf spinal yang
berasal dari sacralis membentuk cauda equina dan keluar melalui foramina
sacralis.
Struktur Medulla Spinalis
Medulla spinalis dikelilingi oleh meningen, duramater, arachnoid, dan
piamater. Di antara duramater dan kanalis vertebralis terdapat ruang epidural.
Saraf spinal pada medulla spinalis manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45
cm dam lebar 14 mm. Pada bagian luar permukaan dorsal dari saraf spinal,
terdapat alur dangkal secara longitudinal di bagian posterior berupa sulkus dan
bagian yang dalam dari anterior berupa fisura.
Substansia grisea di medulla spinalis membentuk daerah seperti kupu-
kupu di bagian dalam dan dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. Seperti
di otak, substansia grisea medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel
saraf serta dendritnya antar neuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba
tersusun menjadi traktus (jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari
antarneuron yang panjang) dengan fungsi serupa. Berkas-berkas itu
dikelompokkan menjadi kolumna yang berjalan di sepanjang medulla spinalis.
Setiap traktus ini berawal atau berakhir di dalam daerah tertentu di otak, dan
masing-masing memiliki kekhususan dalam mengenai informasi yang
disampaikannya.

Traktus desenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari:


a) Traktus kortikospinalis, merupakan lintasan yang berkaitan dengan gerakan-
gerakan terlatih, berbatas jelas, volunter, terutama pada bagian distal
anggota gerak.
b) Traktus retikulospinalis, dapat mempermudah atau menghambat aktivitas
neuron motorik alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan karena
itu, kemungkinan mempermudah atau menghambat gerakan volunter atau
aktivitas refleks.
c) Traktus spinotektalis, berkaitan dengan gerakan-gerakan refleks postural
sebagai respon terhadap stimulus verbal.
d) Traktus rubrospinalis bertidak baik pada neuron-neuron motorik alpha dan
gamma pada columna grisea anterior dan mempermudah aktivitas otot-otot
ekstensor atau otot-otot antigravitasi.
e) Traktus vestibulospinalis, akan mempermudah otot-otot ekstensor,
menghambat aktivitas otot-otot fleksor, dan berkaitan dengan aktivitas
postural yang berhubungan dengan keseimbangan.
f) Traktus olivospinalis, berperan dalam aktivitas muskuler.
Traktus asenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari:
a) Kolumna dorsalis, berfungsi dalam membawa sensasi raba, proprioseptif,
dan berperan dalam diskriminasi lokasi.
b) Traktus spinotalamikus anterior berfungsi membawa sensasi raba dan
tekanan ringan.
c) Traktus spinotalamikus lateral berfungsi membawa sensasi nyeri dan suhu.
d) Traktus spinoserebellaris ventralis berperan dalam menentukan posisi dan
perpindahan, traktus spinoserebellaris dorsalis berperan dalam menentukan
posisi dan perpindahan.
e) Traktus spinoretikularis berfungsi membawa sensasi nyeri yang dalam dan
lama.
Mekanisme Fisiologis
2. Definisi
Menurut Dorland (2011:1008), spondylosis yaitu ankilosis sendi vertebral;
perubahan degeneratif pada vertebra akibat osteoporosis.
Spondylosis adalah sejenis penyakit rematik yang menyerang tulang
belakang (spine osteoarthritis) yang disebabkan oleh proses degenerasi
sehingga mengganggu fungsi dan struktur tulang belakang. Spondylosis dapat
terjadi pada level leher (cervical), punggung tengah (thoracal), maupun
punggung bawah (lumbal). Proses degenerasi dapat menyerang sendi antar
ruas tulang belakang, tulang dan juga penyokongnya (ligament). Spondylosis
adalah terminologi yang digunakan mengacu pada osteoarthritis degeneratif
yang terjadi pada persendian diantara pusat dari vertebra spinal dan/atau
foramina neural. Pada kondisi ini, facet joint tidak ikut terlibat.

3. Klasifikasi Spodilosis
A. Spondilosis Cervical
Cervical spondylosis merupakan perubahan degenerasi dari bantalan (disk)
tulang belakang leher, hipertrofi hyperplasia tulang belakang leher dan cedera
leher yang menyebabkan hyperplasia tulang belakang leher atau slipped disk
tulang belakang, penebalan ligament, iritasi atau kompresi saraf tulang belakang
leher, saraf leher, pembuluh darah sehingga menimbulkan berbagai gejala
sindrom klinis. Manifestasi klinis dari cervical spondylosis adalah nyeri leher dan
bahu, pusing, sakit kepala, mati rasa ekstremitas atas, atrofi otot, pada kasus
yang parah terjadi apasme kedua tungkai bawah dan kesulitan berjalan, bahkan
muncul quadriplegia, gangguan sfingter dan kelumpuhan anggota badan.
Cervical spondylosis sering terjadi pada orang tua, tetapi dengan adanya
perubahan gaya hidup dan perawatan kesehatan yang tidak memadai, penyakit
cervical spondylosis juga dapat terjadi pada remaja dan tingkat insiden pada pria
lebih tinggi dibanding wanita.
B. Spondilosis Lumbalis
Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang
dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti
perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan
berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral,
dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis
(corpus). Secara singkat, spondylosis lumbalis adalah kondisi dimana telah
terjadi degenerasi pada  sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus
vertebra lumbal.
Spondylosis sering kali mem-pengaruhi vertebrae lumbalis pada orang diatas
usia 40 tahun. Nyeri dan kekakuan badan diperjalanan merupakan keluhan
utama. Biasanya mengenai lebih dari 1 vertebrae. Vertebrae lumbalis menopang
sebagian besar berat badan. Duduk dalam waktu yang lama menyebabkan
tertekannya vertebrae lumbalis. Pergerakan berulang seperti mengangkat dan
membungkuk dapat meningkatkan nyeri pada kasus spondilosis lumbalis.
C. Spondilosis Ankilosis
Spondilosis Ankilosis adalah merupakan penyakit reumatik inflamasi sistemik
kronik yang terutama menyerang sendi aksial ( vertebra ). Yang merupakan
tanda khas adalah terserangnya sendi sakro iliaka, juga sering menyerang sendi
panggul, bahu dan ekstremitas pada stadium lanjut. ( Kapita Selekta Kedokteran,
1999 ).
4. Etiologi
Penyebab dari spondilosis hingga saat ini masih belum terungkap, namun
beberapa faktor resiko untuk timbulnya spondilosis antara lain adalah :
1. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya spondilosis, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya spondilosis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Spondilosis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang
pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya
umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya
berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau
spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun.
Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan
sekitar 98% pada usia 70 tahun.
2. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena spondilosis daripada laki-laki. Secara
keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi spondilosis kurang lebih sama pada
laki-laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi spondilosis lebih banyak
pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis spondilosis.

3. Genetic
Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi
diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas
yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua
penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang
menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor
genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik
dan resistance training.
4. Stress mekanikal
Akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan
mengangkat, twisting dan membawa / memindahkan barang.
5. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada spondilosis nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha
lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia dari pada Kaukasia. OA
lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan
pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
6. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya spondilosis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan dengan spondilosis pada sendi yang menanggung
beban, tapi juga dengan OA sendi lain.
7. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan spondilosis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
8. Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan
yang harus dikandungnya.
9. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran
sinovial dan sel-sel radang.
10. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi
akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga
mempercepat proses degenerasi.
11. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
12. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

5. Patofisiologi dan Web of Caution Spondilosis


2.5.1 Patofisiologi Spondilosis
Sebabnya belum diketahui, dan diduga karena gangguan metabolism tulang
rawan. Perubahan awal dari tulang rawan adalah penyerpihan, penipisan, dan
terjadinya fisur. Perubahan selanjutnya adalah osteofit, pseudo-kista, sclerosis
tulang subkondral. Pada akhirnya yang terjadi adalah destruksi dan hilangnya
tulang rawan sendi yang pada gilirannya adalah destruksi permukaan sendi yang
berakhir dengan gangguan fungsi sendi. Factor-faktor predisposisi adalah tiap
keadaan yang dapat menyebabkan destruksi permukaan sendi seperti factor
biomekanika, umur, penyakit tertentu seperti penyakit inflamasi, jenis kelamin,
factor keturunan.
Gaya hidup yang tidak ergomonis menyebabkan sendi kurang dilatih. Hal
ini dapat menyebabkan kalsifikasi sendi dan mudah terjadi trauma ringan pada
sendi. Trauma tersebut juga mengakibatkan spondilosis. Di samping itu, bila usia
bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang
terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua
arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik
terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau
taji. Dengan penyempitan rongga invertebra, sendi invertebra dapat mengalami
subluksasi dan menyempitkan foramina invertebra, yang dapat juga ditimbulkan
oleh osteofit.
Spondilosis berdampak pada penekanan kauda ekuina. Sehingga terjadi
iskemia pada kauda ekuina. Iskemia memicu terjadinya defisit sensorik dan
motorik. Defisit ini bisa berdampak pada hilangnya kontrol sfingter uretra.
Defisit sensorik dan motorik tungkai juga dapat dialami dengan pasien
penderita spondilosis. Hal ini menyebabkan kelumpuhan dan kurangnya
mobilisasi sehingga bagian kulit ada yang tertekan karena tirah baring yang
lama, sehingga muncul dekubitus. Nyeri yang terjadi pada spondilosis biasanya
nyeri pada area punggung bawah. Traktus spinotalmikus asendens membawa
rangsang nyeri yang disebabkan oleh kompresi saraf medula spinalis ke
thalamus.
Gambaran patologis spondilitis ankilosa di deskripsikan oleh Ball (1971) dan
di sempurnakan oleh Bywaters (1984). Lokasi patologis primer adalah entesis
yaitu insersi dari ligament, kapsul dan tendon ke tulang. Perubahan entesopati
yang terjadi adalah fibrosis dan osifikasi jaringan. Pada vertebra, entesopati pada
situs insersi annulus fibrosus menyebabkan squaring dari korpus vertebra,
destruksi vertebral end plate, dan formasi sindesmofit. Osifikasi pada regio
diskus, epifisial dan sendi sakroiliaka serta ekstraspinal diinisiasi oleh lesi pada
insersi ligament.
Perjalanan penyakit tipikal di mulai dari sendi sakroiliaka. Sakroiliaka di
tandai dengan sinovitis dan formasi panus dan jaringan granulasi. Semua proses
tersebut akan mengerosi, mendestruksi dan mengganti tulang rawan sendi dan
tulang subkondral. Tulang paratikular juga akan menipis akibat peningkatan
aktivitas osteoblastik. Inflamasi pada sendi sakroiliaka mempunyai predileksi
pada sisi iliaka, hal ini mungkin karena jaringan fibrokartilago yang lebih banyak
dan shear stress yang lebih besar pada sisi tersebut.
Pada vertebra terjadi inflamasi kronik di annulus fibrosus, khususnya pada
insersi ke tepi vertebra, menyebabkan resorpsi tulang yang diikuti perubahan
reparasi pada korpus vertebra akan berperan dalam terjadinya squaring.
Jaringan granulasi akan mengalami metaplasia kartilago yang diikuti dengna
klasifikasi pada tepi vertebra dan sisi luar annulus: dan menyebabkan gambaran
sindesmofit pada foto polos. Keterlibatan menyeluruh seluruh vertebra
memberikan gambaran bamboo spine.
Lesi ekstraspinal terjadi di daerah artikular dan nonartikular. Lesi artikular
meliputi sendi sinkodrotik seperti simfisis pubis dan sendi manubriosternal, sendi
synovial seperti sendi panggul dan lutut dan entesis. Inflamasi pada situs
nonartikular meliputi uvea, katup, jantung fibrosis apeks paru.(Sudoyo,W Aru. dkk
.2010)
2.5.2 Web of Caution Spondilosis
Gaya hidup tidak ergonomis
Pertambahan usia

Perub. Degenerative tlh belkang

Sendi tdk Kebiasaan slh Annulus fibrosus kehilangan air
bnyk dilatih ↓
dlm mlkkan
↓ Kolaps nucleus
grakan ↓
klasifikasi
Klasifikasi

Terbentuknya osteofit

Penyempitan rongga invertebra

Osteofit mnekan medulla spinalis
Sendi mudah trauma

SPONDILOSIS

Kompresi diskus &


akar saraf MS

Kauda ekuina terkompresi Iskemia radiks spinalis Prognosis Spasme ruang Kelemahan
↓ ↓ diskus otot
penyakit
Iskemia kauda ekuina invertebrate intercostae
Respon dr luar tdk ↓
diterima, respond dr ↓ ↓
ansietas Pengeluaran Pengembang
dlm tidak mnjawab
mediator kimia an rusuk tdak
(histamine, sempurna
prostaglandin) ↓
Defisit sensorik & motoric ↓ Takipnea
↓ Traktus
Deficit sensoris tungkai spinotalamus ketidakefektif
lateral
an pola napas
membawa
lumpuh
Deficit sensorik Mobilisasi fisik ber< sensasi nyeri
kauda ekuina ↓ ke otak
Resiko ↓ Tirah baring lama ↓
intoleransi G3 kontrol sfingter Sensitivitas

uretra reseptor nyeri
aktivitas Timbul lesi di bag. Kulit


Inkontinensia urine
dekubitus Nyeri

G3 Eliminasi
urine Resiko ker.
Integritas kulit
6. Manifestasi Klinis
Kompresi radiks sukar dibedakan dengan yang disebabkan oleh protusi
diskus, walaupun nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Distesia
tanpa nyeri dapat timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat
disertai kelumpuhan otot dan gangguan refleks.
Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral dari korpus
vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi
pada daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa
sindrom kauda ekuina dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai
serta hilangnya kontrol sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik)
dapat terjadi di mana pasien mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri
dan akan menghilang bila berbaring.
Gejala umum, yaitu:
(1) Nyeri yang menyebar ke bahu, atau sakit punggung. Lokasi nyeri atau
rasa sakit berhubungan dengan seberapa banyak tulang belakang yang
terlibat.
(2) Sensasi abnormal atau kehilangan sensasi yang mengacu pada segmen
tulang belakang yang terlibat.
(3) Otot terasa lemah (khususnya pada lengan dan tungkai).
(4) Kehilangan keseimbangan.
(5) Kehilangan kendali kandung kemih dan/atau usus bagian bawah (kondisi
darurat medis).
A. Spondilosis Cervical
1) Nyeri pada leher dan bahu akan menyebar ke kepala dan lengan/tangan.
2) Satu sisi dari bahu belakang terasa berat, lengan/tangan tidak
bertenaga/lemas, jari tangan kesemutan.
3) Perasaan dari kulit lengan/tangan menurun, tangan memegang benda
terasa tidak bertenaga/lemas.
4) Paha/kaki tidak bertenaga/lemas, berjalan tidak mantap, kedua kaki
merasa kesemutan.
5) Muncul gejala buang air besar dan kecil yang tak terkendali, disfungsi
seksual bahkan tangan dan kaki lumpuh.
6) Ada sebagian pasien cervical spondylosis muncul gejala yang disertai
dengan pusing, yang parah dapat muncul gejala disertai dengan mual
dan muntah, sebagian kecil pasien akan muncul gejala vertigo dan
pingsan mendadak.
7) Di saat cervical spondylosis telah melibatkan saraf simpatik akan muncul
gejala sakit kepala, penglihatan kabur, kedua bola mata terasa bengkak
atau terasa kering, tinnitus dan jantung berdebar, ada yang bahkan
muncul gejala perut kembung.
B. Spondilosis Lumbalis
1) Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak
menjadi suatu masalah sampai beberapa bulan. Nyeri akut biasanya
ditimbulkan dari aktivitas  tidak sesuai.
2) Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint. Dan
mungkin menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral dari satu atau
kedua hip. Pusat nyeri berasal dari tingkat L4, L5, S1.
3) Referred pain:
a. Nyeri mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena adanya iritasi
pada akar persarafan. Ini cenderung pada area dermatomnya
b. Paha (L1)
c. Sisi anterior tungkai (L2)
d. Sisi anterior dari tungkai knee (L3)
e. Sisi medial kaki dan big toe (L4)
f. Sisi lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)
g. Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior kaki
(S1)
h. Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2)
4) Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit
dan tertusuk, suatu sensasi ”kesemutan” atau rasa kebas (mati rasa).
5) Spasme otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan m.
quadratus lumborum. Seringkali terdapat tonus yang berbeda antara
abduktor hip dan juga adductor hip. Kadang-kadang salah satu otot
hamstring lebih ketat dibanding yang lainnya.
6) Keterbatasan gerakan, semua gerakan lumbar spine cenderung terbatas.
Gerakan hip biasanya terbatas secara asimetrical. Factor limitasi pada
umumnya disebabkan oleh ketetatan jaringan lunak lebih dari spasm atau
nyeri.
7) Kelemahan otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan otot gluteal.
Kelemahan mungkin terjadi karena adanya penekanan pada akar saraf
myotomnya. Otot-otot pada tungkai yang mengalami nyeri menjalar
biasanya lebih lemah dibandingkan dengan tungkai satunya.
Gambaran radiografi, terdapat penyempitan pada jarak discus dan beberapa
lipping pada corpus vertebra.
C. Spondilosis Ankilosis
Awitan spondilitis ankilosis biasanya timbul perlahan-lahan dimulai dengan
rasa lelah dan nyeri intermiten pada tulang belakang bawah dan panggul. Bisa
juga timbul kekakuan pada pagi hari yang dapat hilang dengan sedikit berolah
raga.
Gejalanya dapat sedemikian ringan dan tidak progresif sehingga banya
penderita penyakit ini tidak terdiagnosa. Selain itu gejala-gejala spondilitis
ankilosis bisa dikacaukan dengan gangguan mekanik pada tulang belakang.

Gejala-gejala ekstrapinal meliputi :


1) Pleuritik  seperti  “ Chest pain “
2) Tendonitis akhiles
3) Artropathy perifer ( khusunya panggul )
4) Gejala non spesifik, antara lain :
 BB turun
 Malaise
 Lemah
 Mood berubah.

7. Pemeriksaan Penunjang Spondilosis


1. Sinar-X.
Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada
tulang seperti pecahnya tulang rawan.
2. Tes darah.
Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.
3. Analisa cairan engsel
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian
diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
4. Artroskopi
Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel
tulang. Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
5. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi
sebagai penyempitan rongga sendi
6. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal
7. MRI Leher dilakukan apabila terdapat nyeri leher atau lengan terasa berat
yang tidak membaik dengan pengobatan, kelemahan atau mati rasa di
lengan atau tangan.
8. EMG dan tes kecepatan konduksi saraf dapat dilakukan untuk memeriksa
fungsi akar saraf. 
9. X-ray / CT Scan Leher dilakukan untuk mencari arthritis atau perubahan lain
di tulang belakang.

8. Pencegahan Spondilosis
Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa
cepat proses degenerasi terjadi pada tulang punggung, maka ada beberapa hal
yang dapat dilakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya
spondylosis. Antara lain :
1. Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact), misalnya berlari.
Pilih jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan
dan kelenturan.
2. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan
kekuatan otot, kelenturan, dan jangkauan gerak.
3. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu
lama. Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerja
di depan komputer, ataupun mengemudi.
4. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpu
pada satu kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkat
barang berat lebih baik tekuk tungkai dan tetap tegak.
5. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu
mencegah terjadinya cedera bila ada trauma.
6. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya
spondylosis.
9. Penatalaksanaan Spondilosis
1. Terapi Non Farmakologis
1) Terapi Fisik dan rehabilitasi
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi.
2) Penurunan Berat Badan
Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan factor yang akan
memperberat penyakit OA. Oleh karenanya BB harus dijaga agar tidak
berlebihan.
2. Fisioterapi
1) Memakai tempat tidur yang dialasi papan dibawah kasur dengan ganjal
didaerah lumbal untuk mengembalikan lardosis,   bantal kepala sebaiknya
yang tipis.
2) Penyesuian pekerjaan terutama bila terdapat gangguan tulang punggung.
Punggung hendaknya dipertahankan lurus, bila perlu meja ditinggikan
atau kursi direndahkan jangan terlalu lama duduk.
3) Latihan-latihan untuk menjaga postur tubuh, mengurangi deformitas, dan
memelihara ekspansi dada setelah serangan akut diatasi, latihan fisik
terbaik adalah berenang.
3. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis,
oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan
untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak
mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai
analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki
atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
a. Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau
profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek
samping pada saluran cerna dan ginjal
b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS seperti
fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis
biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian
biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama adalahganggauan
mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.
c. Injeksi cortisone.
Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu
mengurangi nyeri/ngilu.
d. Suplementasi-visco.
Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan mengurangi
nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis
pada lutut.
4. Penatalaksanaan Secara Medis
Prosedur diagnostik dan terapi konservatif seperti pada penyakit diskus.
Indikasi operasi juga sama yaitu adanya kompresi medula spinalis. Kelemahan
otot atau nyeri yang sukar dihilangkan. Pembedahan dilakukan untuk
meringankan tekanan pada saraf atau sumsum tulang belakang seperti : 
1) Anterior Corpectomy Discectomy Fusi (ACDF) : Teknik ini dilakukan
dengan menggunakan mikroskop dengan sayatan 3-5 cm pada daerah leher
bagian depan.
2) Foraminotomy : Suatu operasi untuk melebarkan ruang tempat keluarnya
akar saraf dari kanal spinal servikal. Operasi medis ini digunakan untuk mengurangi
tekanan pada saraf  yang sedang dikompresi oleh foramen intervertebralis, ruang di
mana tulang belakang keluar  saraf root kanal tulang belakang. Para
foraminotomy istilah berasal dari kata Latin foramen (lubang, membuka, aperture)
dan-otomy (tindakan pemotongan, sayatan).
3) Cervical Collar: Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses
immobilisasi serta mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun belum
terdapat satu jenis collar yang benar-benar dapat mencegah mobilisasi
cervical.
4) Laminektomi : Operasi untuk mengeluarkan lamina. Ini adalah bagian dari
tulang yang membentuk tulang belakang di tulang belakang. Laminektomi
juga dapat dilakukan untuk menghapus taji tulang pada tulang belakang.
Prosedur ini dapat mengurangi tekanan dari saraf tulang belakang atau spinal
cord.
5) Laminoplasty : Salah satu prosedur pembedahan pada kasus spinal
stenosis dengan cara membebaskan tekanan pada saraf tulang belakang.
Prosedur ini memotong (memotong seluruhnya pada sisi yang satu dan
memotong yang lain) lamina pada kedua sisi dari tulang belakang yang
terganggu dan membuat seperti flap/pintu berayun dari tulang sehingga dapat
menghilangkan tekanan pada saraf tulang belakang.
6) Spinal Fusion : Penggabungan dua atau lebih ruas tulang belakang
sehingga tulang belakang tidak bergerak. Fusi tulang belakang biasanya
dilakukan dengan prosedur bedah lainnya, misalnya laminektomi atau
foraminotomy.

10. Komplikasi Spondilosis


Spondilosis merupakan penyebab paling umum dari disfungsi saraf tulang
belakang pada orang dewasa yang lebih tua. Beberapa komplikasi spondilosis,
antara lain : ketidakmampuan untuk menahan buang air besar (BAB) atau urin,
hilangnya fungsi otot atau mati rasa, kecacatan dan gangguan keseimbangan.
a. Komplikasi Spondilosis Cervical
Pada sejumlah kecil kasus, spondilosis servikal dapat memampatkan satu
atau lebih saraf tulang belakang - sebuah kondisi yang disebut radikulopati
servikal. Taji tulang dan penyimpangan lain yang disebabkan oleh spondilosis
juga dapat mengurangi diameter kanal yang saraf tulang belakang. Ketika
saluran spinalis menyempit ke titik yang menyebabkan cedera tulang belakang,
kondisi yang dihasilkan disebut sebagai myelopathy serviks. Kedua radikulopati
servikalis dan myelopathy serviks dapat mengakibatkan cacat permanen.
b. Komplikasi Spondilosis Lumbal
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita
nyeri punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu
memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap
tubuh normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang
sakit.
c. Komplikasi Spondilosis Ankilosis
Komplikasi yang mungkin timbul dapat berupa:
1. kerusakan neurologi
2. Tromboflebitis
3. Fraktur vertebra
4. Poliartritis
5. Disfungsi pernafasan sesuai tahap progressif.
Daftar Pustaka
W. Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia

Anderson Price, Sylvia, dkk. 1991. Patofisiologi Edisi 2 bagian 2. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

J. C. E. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC

M. Wilkinson, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC

E. Doengoes, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Herdman, T. Heather. 2012. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014 (Bursing Diagnosies: Definition & Classification 2012-
2014). Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai