Anda di halaman 1dari 32

Hukum Internasional -regina

08 February 2021 10:38

Manfaat hukum internasional:


HI berguna dalam keadaan damai, misalkan pengutusan perwakilan diplomatis,
pembuatan perjanjian, atau bergabung dalam organisasi inter. Dalam keadaan
pertikaian, misalkan mengenai sengketa internasional, perang.
Maka dikenal cabang-cabang seperti:
○ International Humanitarian Law (Hukum Humaniter Internasional)
○ International on The Use of Force (hukum internasional mengatur ketika suatu
negara ingin melakukan eksploitasi kekuatan militernya untuk keperluan
seperti perang.

Pokok Bahasan:
• Panduan: Mengapa belajar HI
• Hakikat Hukum Internasional
• Sumber HI
• Hubungan HI dengan Hukum Nasional
• Subyek HI
• Eksistensi Negara dalam Masyarakat Internasional
• Pengakuan dan Suksesi Negara
• Kedaulatan Negara atas Wilayah
• Yurisdiksi Negara
• Tanggung Jawab Negara
• Individu dalam HI
• Perwakilan Negara dalam HI
• Hukum Perjanjian Internasional
• Penyelesaian Sengketa Internasional

Highlighted materials are for pre-mid.

Cakupan International law


• The body of law which is composed of the principles and rules of conduct, which
states feel bound to observe in their relations with each other, includes:
○ The rules of law relating to the functioning of international institutions or organizations, their
relations with each other, and their relations with states and individuals; and
Termasuk ketentuan hukum yang mengatur organisasi internasional dalam
hubungannya dengan antara mereka, dengan negara dan individu.
Sehingga dapat diketahui bahwa terjadi perluasan tidak hanya mengatur
antarnegara saja.
○ Rules of law relating to individuals and non-state entities so far as the rights or duties of such
individuals and non-state entities are the concern of the international community
Aturan yang berkaitan dengan individu dan entitas bukan negara selama
hak dan kewajiban mereka menjadi bagian dari masyarakat internasional.
• Law concerned with the conduct of states and of international organizations, and with their relations
inter se, as well as some of their relations with persons, whether natural or personal.
Hukum internasional berkaitan dengan tingkah laku negara, organisasi
internasional, dalam hubungan di antara mereka sendiri, pun juga
hubungannya dengan person / orang perorangan, baik bersifat alamiah
(manusia) atau legal person (badan hukum)

Q: Banyak pihak mengabaikan bahkan melanggar Hukum Internasional. Mengapa

INTER Page 1
Q: Banyak pihak mengabaikan bahkan melanggar Hukum Internasional. Mengapa
harus mempelajari Hukum Internasional?
A: Adanya pelanggar HI bukan berarti HI tidak berfungsi sama sekali. Fakta bahwa HI
masih mempromosikan kedamaian dan kelancaran dalam menjalankan kerjasama-
kerjasama antarnegara masih ada. Selain itu, meskipun terjadi pelanggaran, dampak
yang dihasilkan akan jauh lebih kecil dibanding ketika tidak adanya HI - sebab
kekacauan akan jauh lebih mudah terjadi jika tidak ada hukum yang mengikat
antarnegara.
• Pelanggaran HI tidak hanya berimplikasi secara hukum tetapi juga moral (citra si
pelanggar di mata publik internasional menjadi buruk)
• Suatu negara mematuhi HI dan bergabung dengan komunitas internasional
tujuannya untuk memperlakukan negara lain dengan baik dan mendapat
perlakuan baik dari negara lain pula.

Bab I
Panduan: Mengapa Belajar HI?
Overview:
Is International Law relevant? [Relationship between Law & Moral]
• To promote "justice" in international level: law rules human beings
• A cross-fertilization between international & national legislation
• Academic perspective = to train legal thinking
• Parallel development between international community and the law
• International Law is needed for your future jobs

International Law: Relationship between Law & Moral


Terdapat hubungan yang menarik antara hukum itu sendiri dengan moral, misalkan
prinsip Common Heritage of Mankind dalam hukum laut, yakni: negara
diperbolehkan memanfaatkan lautan beserta isinya, tapi secara moral harus diingat
bahwa ada prinsip yang menegaskan dunia, alam, dan segala isinya adalah warisan
bersama.

Terdapat dua pandangan berbeda mengenai hal ini:


1. Realism Approach: "International law emerges from states acting rationally to maximize their
interests, given their perception of the interests of other states and the distribution of state power."
• Untuk kepentingannya saja; negara bertindak atas nama national interest
prolongation - memaksimalkan kepentingan nasionalnya di tingkat
internasional = hal ini wajar selama tidak dilarang

2. Idealist / Internationalist: "International law emerges from reflection on moral principles and
that states comply with it in significant measure because of its moral and legal claim upon them."
• Sebagai refleksi atas prinsip moral yang dipatuhi setiap bangsa karena di
samping mereka meyakini ada kewajiban hukum, juga ada kewajiban moral.

To Promote "Justice" in International Level: law rules human beings


Pada dasarnya, ketika Indonesia tampil di depan komunitas internasional, adalah
untuk mempromosikan nilai keadilan. Begitupula dengan negara-negara lain;
meskipun sedang bersengketa, pasti mereka tetap mengharapkan perlakuan yang adil
(kepentingannya diperhatikan dan dipenuhi).
• Maka, hukum internasional itu penting dipelajari karena mempromosikan dan
mendistribusikan nilai keadilan di level internasional.

A Cross-Fertilization between International & National Legislation

INTER Page 2
A Cross-Fertilization between International & National Legislation
Bahwa seringkali ada hubungan yang menyuburkan antara hukum internasional
dengan hukum nasional. Banyak ketentuan hukum nasional muncul karena ada
inspirasi, dorongan, atau kebutuhan yang lahir karena adanya hukum internasional.
Misal: UU 32/2014 tentang Kelautan - Indonesia mengatur secara tegas batas
wilayah lautnya, karena adanya keharusan untuk berhadapan dengan hukum
internasional yang diterapkan masy inter dan harus dituangkan dalam hukum
nasional Indonesia.
Apabila tidak diatur oleh Indonesia, maka bisa jadi Indonesia akan dirugikan.
Misalnya ketika kapal berbendera Iran dan Panama yang masuk ke wilayah
Indonesia dan dikhawatirkan memperjualbelikan minyak atau senjata, jika
Indonesia tidak mempunyai aturan hukum yang tegas mengenai wilayah
lautnya mereka akan berdalih bahwa otoritas Indonesia tidak dapat
melakukan tindakan hukum pada kedua kapal itu.

Academic Perspective: to Train Legal Thinking - Why?


• Studying law is not to memorize the ever changing of positive legislation (bukan
untuk menghafal per-UU yang selalu berubah)
• The primary aim is to learn a specific method of reasoning
• To train legal thinking/legal reasoning: a "distinctive method" (metode khusus)
• International law contains principles ideal to train legal reasoning, such as:
○ Independence, equality, sovereignty (kemerdekaan, kesetaraan, dan
kedaulatan)
○ Peaceful Co-existence
○ Non-Discrimination
○ Protections of human rights
○ Humanitarian: humanely, proportionality, distinction (kemanusiaan)
○ Pacta Sunt Servanda
○ Prohibition on the use of Force
○ Common Heritage of Mankind
○ Non-Appropriation
○ Responbility: strict liability & liability based on fault (pertanggungjawaban:
tanggung jawab langsung & tanggung jawab muncul jika ada kesalahan)
○ Ex Aequo et Bono (berdasarkan keadilan dan kepantasan; kalimat ini sering
ditemukan dalam dokumen-dokumen di pengadilan)

INTER Page 3
Secara akademik juga, hukum internasional menjadi dasar bagi banyak hal yang
sekiranya ingin dipelajari lebih lanjut, misalkan Hukum Pidana Internasional, Hukum
Organisasi Internasional, dll (contoh lihat pada bagan)

International Law is Needed for Your Future Jobs


Hukum internasional diperlukan bagi segala pekerjaan di masa depan. Misalnya
ketika menyampaikan ide atau gagasan di hadapan masyarakat inter (melalui
organisasi internasional). Akan buruk reputasi suatu negara ketika negara tsb
melanggar hukum internasional

Therefore,
• International law is neither a myth, nor a panacea (panacea: obat yang bisa
menyembuhkan segala macam penyakit - HI bukan penyelesaian segala
masalah) on the other; but just one institution among others which we can use for
the building of a better world (namun salah satu institusi untuk mewujudkan dunia
yang lebih baik)
• Louis Henkin (1979): "… almost all nations observe almost all principles of international
law and almost all of their obligations almost all the time."
○ "Pada hampir setiap waktu, hampir seluruh negara atau bangsa tunduk dan
patuh pada hukum internasional maupun kewajiban-kewajiban yang
terkandung di dalamnya."

Q: Bagaimanakah karakter HI Kontemporer?


A:
Sumber: Slide presentasi "Hukum Internasional Publik" oleh Prof. Jawahir Thontowi, SH.,
Ph.D (penulis buku Hukum Internasional Kontemporer, 2009)
• Persoalan-persoalan humanitarian seperti HAM menjadi persoalan atau fokus
utama pada HI kontemporer
INTER Page 4
utama pada HI kontemporer
• Memandang bahwa prinsip non-intervensi ataupun kedaulatan negara sebagai
salah satu basis dari munculnya negara-bangsa-negara-bangsa modern
• Mendorong peran Komisi Hukum Internasional (International Law Committee /
ILC) yaitu dalam pengkodifikasian hukum internasional

• Dalam kerangka hukum internasional kontemporer, penggunaan cara-cara


kekerasan dalam hubungan internasional tidak dapat dibenarkan ; kecuali, dalam
hal-hal tertentu yang didasari oleh alasan-alasan kuat dan sah menurut hukum
internasional (Sigit Riyanto, Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum
Internasional Kontemporer, 2012)

Bab II
Sejarah perkembangan masyarakat & hukum internasional
Pendekatan mempelajari hukum internasional: memahami secara objektif,
menggunakannya dengan relevan, dan bersikap kritis terhadap informasi apapun.
Maka untuk mengetahui karakteristik hukum internasional kontemporer, harus
diketahui dulu sejarahnya.

Dimulainya Hukum Internasional


• Sesuai adagium "Ubi Societas Ibi Ius" maka dimana ada masyarakat, di situ ada
hukum
• [Nation-State] Tonggak dimulainya hukum Internasional adalah ketika negara-
negara di Eropa menyepakati Treaties of Westphalia (1764), mulai sejak itu mereka
membagi wilayah secara resmi, mengirim utusan kenegaraan, dan membuat
perjanjian internasional.

Abad 17-19
• Memiliki paham Euro-Sentris (abad 17 - awal 19)
- Negara-negara di Eropa memperluas wilayah mereka (ekspansi) karena batas-
batas negara sudah ditetapkan di Westphalian Treaty. Ekspansi ini dilakukan
ke luar Eropa: Asia, Amerika, Afrika, Australia, China
- Akibatnya muncul kolonialisme / kolonisasi
• Ante XIX
- Euro Centris (selama abad 19): HI dibuat oleh dan untuk kepentingan orang
Eropa mendapatkan wilayah
- To justify and/or legalize occupation, colonialism to non-European, sehingga
akhirnya tindakan pendudukan ini adalah sah.
- Prinsip hukum internasional ketika itu = "Kalau kamu mau menguasai suatu
wilayah maka wilayah itu akan tetap menjadi wilayahmu selama kamu tidak
melepaskan"
• XIX: Law among Nations
- Terjadi sedikit perubahan, di mana negara menjadi pilar utama hukum
internasional (state-driven [bukan lagi euro-sentris])
- Nation-state sovereignty - mutual respect and peaceful co-existence - peace by
non-intervention and respect for sovereignty
- Adanya kerja sama antarnegara tapi masih dalam taraf minimum, tapi hanya
sesama negara Eropa

Abad 20
• Sovereignty as Pillar of International Law
INTER Page 5
• Sovereignty as Pillar of International Law
Kedaulatan sebagai Pilar Hukum Internasional
- Banyak negara yang merdeka (terutama setelah PD II)
- [Right to Self-Determination] atau hak menentukan nasib sendiri; negara yang
semula adalah koloni, kemudian memperoleh kemerdekaan) = adanya proses
dekolonisasi
- Munculnya organisasi internasional, seperti PBB
- [Prohibition on the Use of Force] atau pelarangan kolonisasi yang ditegaskan
Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB (tidak boleh menggunakan kekerasan, kekuasaan,
atau otoritasnya untuk menguasai negara lain)
- [Codification] Kodifikasi Hukum Internasional seperti Konvensi Wina (tahun
61-63-69), Konvensi Jenewa (1949, 1951), Konvensi Hukum Laut (1982) dll
- [Human Rights Law] Muncul Hak Asasi Manusia, sejak adanya Universal
Declaration of Human Rights (UDHR) tahun 1948
- [Individual Responsibility] Individu dianggap mempunyai tanggung jawab
menurut hukum internasional, maka ada International Military Tribunal
(setelah PD II), ICTY, ICTR, dan International Criminal Court (ICC)
berdasarkan Statuta Roma 1988

• International Law of Cooperation


- Watak dari hukum internasional ketika abad 20 adalah masih sebagai "alat
untuk bekerja sama"
- Ada ambisi untuk bekerja sama melalui organisasi internasional yang lebih
permanen dan komprehensif, dari aspek ekonomi, budaya, dan sosial, dengan
maksud mencapai perdamaian
- Organisasi internasional dan warga negara secara perorangan menjadi subjek
hukum internasional (UDHR 1948)
- Pada abad ke-19 dan awal abad 20, negara boleh menentukan secara
unilateral hal yang dianggap menjadi ancaman terhadap perdamaian dan
keamanan. Maka setelah adanya Piagam PBB, yang menentukan adanya
ancaman terhadap perdamaian dan keamanan, khususnya internasional,
adalah organisasi internasional (khususnya Dewan Keamanan).
Ketika itu PD I dan PD II terjadi karena negara-negara merasa terancam
dan memiliki kapasitas untuk menggunakan kekuatan militernya.

Abad 21
• Liberalisasi dan Globalisasi
- Hukum internasional telah menjadi International Law of Globalization
- [New Frontier of Intl Law] Munculnya garda baru hukum internasional, yaitu
hukum ekonomi internasional - dewasa ini semua hal yang dibahas dalam
hukum internasional adalah hubungan ekonomi antarnegara
- [Relative Sovereignty] Akibatnya kedaulatan menjadi sangat relatif, artinya
negara tidak bisa mengklaim ia memiliki kedaulatan yang absolut.
Misal: HAKI harus dibuat berdasarkan aturan WTO, karena jika
bertentangan bisa digugat dan dibatalkan dan harus dianulir
- [Law beyond Sovereignty] Hal yang diatur di hukum internasional bisa
mengalahkan kedaulatan negara, atau setidaknya kekuasaan DPR dan
pemerintah, dalam menyusun hukum nasionalnya sendiri.
• International Law of Integration & Globalization
- [Cosmopolitan] peningkatkan ambisi untuk kerja sama internasional sebagai
perwujudan dari kepentingan politik, ekonomi, dan persoalan-persoalan yang
sifatnya lintas-batas dari berbagai bangsa dan negara - dan persoalan itu
diselesaikan pula dengan cross-border, misalnya ada masalah lingkungan,

INTER Page 6
diselesaikan pula dengan cross-border, misalnya ada masalah lingkungan,
finansial, perubahan iklim, dll.
- Peningkatan perjanjian internasional = semua yang berkaitan mengenai
hubungan internasional harus dituangkan secara tertulis dalam treaties.
Akibatnya menggerus hukum kebiasaan internasional.
- Non-State Actors bisa lebih berpengaruh dari negara
Misalkan: Samsung jauh lebih banyak omzetnya dibanding APBN suatu
negara

Karakteristik HI Kontemporer

• International law as an inter-state law = hanya sebatas hukum antarbangsa


(abad 17-awal 20)
• International law as an instrument of Cooperation = menjadi instrumen kerja
sama (negara bekerja sama, membentuk organisasi internasional, single currency,
MEA di kawasan ASEAN)
• International law as an all-embracing web of laws = selayaknya jaring laba-laba
yang menjangkau banyak hal (law of integration) di seluruh dunia.
Misal: aturan HAKI yang mematuhi aturan yang ditetapkan terlebih dahulu
oleh WTO, tidak boleh ada dumping,

Tanya - Jawab:
Tantangan pemimpin negara dalam menghadapi hukum internasional yang
semakin bergerak ke arah liberalisme, adalah untuk menyeimbangkan tiga unsur
ini: liberalisasi - kedaulatan - globalisasi.
Dengan demikian, baru bisa melindungi kepentingan negaranya agar tidak
sampai hukum internasional melangkahi hak asasi warganya.

Bab IIi
Sumber hukum internasional

a. Definisi / Makna
Secara praktis, ketika memaknai sumber hukum akan terbayang tiga hal:
• [a body of rules The Court shall apply] Peraturan atau norma yang diterapkan
oleh Pengadilan dalam memutus peristiwa hukum.
• [where the rules should be find out?] Rujukan norma yang relevan dalam
keadaan apapun, tidak mesti ketika ia sedang bersengketa saja tetapi juga
dalam kehidupan sehari-hari
Misal: Jika ingin memperoleh SIM, maka Anda akan menemukan bahwa
kecakapan berlalu-lintas dapat ditemukan di UU Lalu Lintas
• [why such rules have binding character? / which rules have a binding
character?] Kekuatan atau karakteristik mengikat yang khas pada peraturan

b. Bentuk
INTER Page 7
b. Bentuk
Secara teoritik atau akademis, dibedakan menjadi:
1) Formal, yaitu sumber hukum memiliki kekuatan mengikat karena bentuknya,
atau karena diformalkan oleh pihak yang berwenang
2) Material, yaitu sumber hukum memiliki kekuatan mengikat karena isinya
mengandung norma atau standar sosial tertentu.
• Suatu sumber hukum material meskipun ia tidak diformalisasikan tetap
berlaku, berdasarkan keyakinan publik terhadap norma sosial yang
dikandungnya
• Contoh: Peraturan Rektor tentang Pencegahan Kekerasan Seksual,
misalnya belum dituangkan dalam bentuk formal, bukan berarti kekerasan
seksual diperbolehkan
• Contoh: sebelum adanya Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian
Internasional, negara-negara sudah melaksanakan prinsip seperti wakil-
wakil negara lain tidak boleh diganggu gugat dan tidak dikenai yurisdiksi.

c. Rujukan tentang Sumber HI


Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional (ICJ)
1) The Court, whose function is to decide in accordance with international law such disputes as are
submitted to it, shall apply:
Mahkamah Internasional akan memutuskan berdasarkan hukum internasional
atas semua sengketa yang diajukan padanya, dengan berdasar kepada:

a. International conventions, whether general or particular, establishing rules expressly


recognized by the contesting states;
Butir (a) ini menjadi alasan mengapa setiap perjanjian internasional yang
dibuat harus didaftarkan kepada Sekjen PBB yang kemudian akan
diterbitkan UN Treaty Series.
• "…establishing rules expressly recognized by the contesting states." =
jika perjanjian internasional itu tidak didaftarkan, maka apabila muncul
sengketa perjanjian internasional tsb tidak bisa dijadikan landasan
hukum ketika berperkara di ICJ
b. International customs, as evidence of a general practice accepted as law;
c. The general principles of law recognized by civilized nations;
Prinsip umum hukum, yang diakui oleh bangsa yang beradab
d. Subject to the Provisions of Article 59, judicial decisions and the teaching of the most highly
qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules
of law.

Berdasarkan butir (d), diketahui ada pembedaan.


Sumber hukum dari a - c adalah sumber hukum primer, sedangkan sumber
(d) adalah sumber hukum subsidier. Sebab hanya diperlakukan sebagai
instrumen untuk menentukan adanya aturan hukum.
Contoh: dalam kasus Sipadan-Ligitan, hakim Mahkamah Internasional
menggunakan pertimbangan putusan hakim terdahulu dan pendapat
para pakar.

Contoh: sebulan lalu, dua kapal berbendera Iran dan Panama berada di
wilayah perairan Indonesia, ditangkap sedang melakukan transfer
BBM dan rupanya memuat persenjataan militer. Mereka berargumen
bahwa Indonesia tidak bisa mengadili mereka, sebab kapal tersebut
tidak dalam yurisdiksi Indonesia karena berbendera asing.

INTER Page 8
tidak dalam yurisdiksi Indonesia karena berbendera asing.
Argumen kontra untuk menjustifikasi tindakan Indonesia: kutipan
dari Hukum Laut tersebut hanya berlaku di laut bebas, maka
mereka harus mengikuti yurisdiksi negara pantai (Indonesia) -
argumen ini berdasarkan pendapat pakar.

2) This provision shall not prejudice the power of the Court to decide a case ex aequo et bono, if the
parties agree thereto.
Hukum bisa saja memutuskan secara ex aeque et bono (berdasarkan
kelayakan dan kepantasan; tidak melulu berdasarkan bukti yang diserahkan
penggugat-tergugat)

d. Kategorisasi & Fungsi Sumber-Sumber HI


Pembedaan berdasarkan Pasal 38 ayat (1) butir D, terdapat pembedaan sumber
hukum internasional:
1) Primary (Utama)
Sumber hukum itu dikatakan primer, sebab:
• Mengatur atau menegaskan rule of law tertentu (a statement of the law
itself)
• Memiliki kekuatan hukum mengikat secara langsung (directly legal binding
effect)
Ada perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan prinsip-prinsip
hukum umum
2) Subsidiary
- Sumber hukum yang mendiskusikan, menjelaskan, dan menemukan rule of law
atau bagaimana seharusnya hukum itu
- Tidak langsung mengikat; kekuatan mengikat hanya dapat diberlakukan oleh
otoritas
- Terdiri dari:
• Writings of the Most Highly Qualified Scholars
• Judicial Decisions / putusan pengadilan, hanya mengikat untuk kasus
tertentu. Namun bisa dijadikan sebagai rujukan mengenai putusan
terdahulu yang mengandung norma hukum relevan
- Artinya, kedua sumber hukum tsb bukanlah aturan yang mengikat, melainkan
bukti adanya sumber hukum internasional

Penjelasan International Conventions - perjanjian internasional


Mengutip definisi Konvensi Wina mengenai Hukum Perjanjian (1969)
• Pasal 2 (a) "treaty" means an international agreement concluded between States in written form and
governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related
instruments and whatever its particular designation."

Terjadi perluasan pada Konvensi Wina mengenai Hukum Perjanjian Antara Negara
dan Organisasi Internasional atau Antar-Organisasi Internasional (1986), yakni:
• Pasal 2 (a) "treaty means an international agreement governed by international law and concluded
in written form:
- (i) between one or more States and one or more international organizations; or
Artinya, ada penegasan bahwa Organisasi Internasional bisa menjadi subjek
dalam perjanjian internasional. Sehingga perjanjian internasional bentuknya:
negara-negara, negara-OI, dan OI-OI.
- (ii) between international organizations, whether that agreement is embodied in a single
instrument or two or more related instruments and whatever its particular designation."

INTER Page 9
"… in a single instrument or two or more related instruments and whatever its
particular designation." = perjanjian internasional bisa dibuat berapa saja
dengan pertimbangan perbedaan bahasa yang digunakan oleh pihak yang
membuat perjanjian. Selain itu namanya bisa berbeda-beda.

Maka, terjadi perluasan subjek hukum oleh Konvensi Wina (1986):


- Antarnegara
- Antarorganisasi internasional
- Antara negara dengan organisasi, misal ASEAN dengan China

Penjelasan International Custom - kebiasaan internasional


• Is evidence of a general practice accepted as law = kebiasaan internasionla adalah
bukti praktek umum yang dianggap hukum
• Kebiasaan internasional lahir dari hubungan bilateral/multilateral antarnegara,
berdasarkan keyakinan atas adanya kewajiban hukum.
Misal: hak perikanan tradisional (traditional fishing right) yang banyak
ditemukan di wilayah NTT-Australia karena masyarakatnya berasal dari suku
yang sama, yang masyarakatnya melaut hingga jauh di luar perbatasan
negara masing-masing. Sejarahnya adalah mereka berasal dari satu suku yang
sama sehingga memiliki mata pencaharian tradisional yang diakui secara
turun-temurun dan secara internasional.
• Contoh yang sama juga ada Papua bagian selatan (suku Marind)-Australia-
Papua Nugini yang berbagi wilayah daratan dan laut.
• Terdapat syarat-syarat (elemen) tertentu untuk suatu hal dapat menjadi kebiasaan
internasional:
a. State Practice - "…general practice…" (PRAKTEK)
Dipraktikkan secara berulang-ulang dan turun-temurun
• Brownly menyatakan ada tiga elemen state practice: consistence (terjadi
dimana-mana), generality (praktiknya berupa hal yang umum/sama), dan
duration (dilakukan dalam waktu yang lama).
b. "Opinio Juris" - "….accepted as law." (PENERIMAAN)
Adanya keyakinan (legal belief) bahwa hal itu adalah sebuah legal obligation
yang harus dijalani.
• Hukum kebiasaan internasional sudah banyak diserap dalam bentuk
perjanjian internasional tertulis.
Contoh: sejarah Sultan Saladdin vs Richard the Lionheart (Perang
Salib) ketika itu tidak menyerang orang yang terluka, tawanan perang,
penduduk sipil seperti wanita dan anak-anak, serta tidak merusak
rumah ibadah. Ini dituangkan dalam Konvensi Jenewa (empat
konvensi - 1949) dan Konvensi Hague (on conduct of war, treatment of
prisoners of war, etc)
• Contoh lainnya: The Universal Declaration of Human Rights 1948 lahir dari
kebiasaan internasional

Penjelasan: General Principles of Law - prinsip hukum umum


Yaitu prinsip bermanfaat yang muncul di dalam proses pencarian keadilan atau
kebijakan publik, baik dirumuskan secara tertulis maupun tidak tertulis.
• Prinsip umum ini dapat ditemukan di:
○ Putusan pengadilan internasional maupun nasional
○ Ajaran-ajaran "qualified publicist", misalnya oleh pakar hukum internasional
terkenal melalui buku-bukunya
• Contoh: asas lex superiori derogat legi inferiori tidak dapat ditemukan di kitab
undang-undang manapun, melainkan pada teori Hans Kelsen (Stufenbau theorie)

INTER Page 10
undang-undang manapun, melainkan pada teori Hans Kelsen (Stufenbau theorie)
Contoh-contoh general principles:
• The doctrines of necessity and self-defense = prinsip kebutuhan dalam melakukan
self-defense
• The principle of reparation = kewajiban untuk melakukan pemulihan bagi subjek
hukum yang melakukan tindakan hukum yang merugikan pihak lain. Misal: ketika
negara melakukan tindakan yang melanggar hukum inter dan merugikan negara
lain, maka ada kewajiban untuk melakukan perbaikan.
• The principle of a state's responsibility for all its agents
• Lex posterior derogat legi priori
• Lex specialis derogat legi generali

Pacta sunt Servanda


Yaitu perjanjian itu haruslah dihormati dan dilaksanakan dengan iktikad baik -
kemudian bermakna perjanjian dianggap sebagai undang-undang bagi pihak
yang membuatnya.
• Konvensi Wina (1969): "the basis of good faith indicates that a party to the treaty cannot
invoke provisions of its domestic law as a justification for a failure to perform."
Artinya, negara tidak bisa berdalih bahwa ada ketentuan hukum nasionalnya
yang menjustifikasi/membenarkan manakala ia tidak bisa memenuhi
perjanjian internasionalnya.
• Pengecualian: adalah ketika asas ini berhadapan pada ius cogens, yaitu
norma hukum memaksa atau ketentuan hukum yang tidak boleh disimpangi
(premptory norm), misal: Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB

Contoh Kasus: Putusan MK No 33/PUU-IX/2011 mengenai Permohonan


Pengujian UU No 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam ASEAN (Charter
of the Association of Southeast Asian Nations).
• Dikarenakan banyak yang menganggap Indonesia sebagai negara ASEAN,
lalu patuh pada perjanjian yang ditandatangani ASEAN-China Free Trade
Area karena dianggap terlalu liberal dan tidak cocok dengan ekonomi
Indonesia (Pasal 33 UUD). Gugatan ini ditolak karena bertentangan dg asas
Pacta sunt Servanda dan apabila tidak dilaksanakan akan menimbulkan
kekacauan.

Penjelasan: Hirarki Sumber Hukum Internasional


• Ada pembedaan, namun tidak ada hirarki dalam sumber hukum internasional.
• Tidak ada hirarki formal dalam sumber hukum internasional; semuanya dianggap
setara selama masih bisa dipakai menyelesaikan masalah hukum.
• Meski demikian ada hirarki dalam menentukan daya lakunya terhadap pihak
terlibat, yakni antara hukum internasional dengan asas-asas (ius cogens & ius
dispositivum)
○ Ius Cogens = aturan di mana seluruh negara wajib untuk patuh meskipun
tidak terlibat dalam penyusunannya, di mana aturan ini tidak bisa disimpangi
maupun dikurangi oleh aturan hukum manapun
• Disebut juga sebagai norma hukum internasional pemaksa (peremptory
norm)
• Prinsip ini tidak dapat diubah/disimpangi oleh ketentuan hukum
internasional lain yang ditetapkan di kemudian hari
• Disebutkan dalam Pasal 53 Konvensi Wina (1969): Ius Cogens merupakan
prinsip hukum pemaksa dalam hukum internasional. Prinsip hukum
pemaksa ini hanya dapat diubah oleh ketentuan hukum internasional
umum yang muncul kemudian dan memiliki sifat dan kedudukan yang
sama (sebagai norma pemaksa)

INTER Page 11
sama (sebagai norma pemaksa)

○ Ius Dispositivum = aturan di mana negara patuh atau tidaknya tergantung


pada keterlibatannya di dalam perjanjian tersebut
Misal: Piagam ASEAN - maka perlu diratifikasi

○ Erga Omnes = asas-asas hukum yang dikatakan sebagai hak dan kewajiban
terhadap sesama/semua - maka sering disamakan dengan ius cogens
Misal: Gross violation of Human Rights (Pelanggaran berat HAM), Crime
against Humanity (Kejahatan Melawan Kemanusiaan) - yang mana
menimbulkan kewajiban bagi semua bangsa untuk menghindari dan
memproses tindakan yang melanggar itu.

BAB IV:
Hubungan Hukum Internasional & Hukum Nasional
Q: Bagaimana relevansi hukum internasional bagi Indonesia?

Overview:
• International/Global Legal System
• The Relevance of International Law - Relevansi Hukum Internasional
• Relation between International Law and National Law - Hubungan HI-HN
• Theoretical Frameworks & Primacy - Pendekatan Teoretik
• Application of International Law within National Legal System - Penerapan Hi
dalam HN

1. Pemetaan Sistem Hukum secara Global (International Legal System)


Di tingkat global ada ketentuan hukum internasional yang memiliki keterkaitan
dengan hukum nasional, sehingga diharapkan hukum internasional itu menjadi
jembatan yang menghubungkan hukum nasional negara I dengan negara II dan
negara lainnya.

Dalam Masyarakat Internasional Kontemporer, bangsa-bangsa saling


berinteraksi di kancah internasional.
○ Setiap negara secara normatif dianggap sebagai pihak berdaulat yang setara,
namun pada kenyataannya (empirically), ada negara-negara tertentu yang
lebih berkuasa dalam kapasitas tertentu (secara militer, ekonomi, politik, dll)
Misal: keunggulan politik ini ditunjukkan oleh negara-negara di Dewan
Keamanan tetap PBB yang memiliki hak veto.
○ Hubungan antarbangsa membuat keputusan yang dibuat oleh suatu negara
bisa jadi berdampak bagi negara lain. Maka masy intl akan mencari solusi,
yaitu hukum internasional.
Contoh: Indonesia melakukan lockdown lalu menolak melakukan impor
dari suatu negara (ini hak prerogatif Indonesia), namun keputusan itu akan
berpengaruh pada negara eksportir yang merasa dirugikan dan
menggugat Indonesia ke Forum Penyelesaian Sengketa Internasional di
bidang Perdagangan. Maka Indonesia akhirnya harus menggunakan
hukum internasional untuk membela diri = agar tidak dikucilkan.

○ Hukum Internasional menjadi 'kendaraan' bagi negara-negara untuk


bekerjasama dalam hal-hal yang baru (scr transborder/lintas batas) seperti:
ekonomi, lingkungan, dan HAM. Maka negara tidak dapat menghindar, pada
akhirnya hukum intl adalah suatu keniscayaan.
○ Sovereignty: Cost & Benefit Analysis
Pertumbuhan hukum intl menjadi sangat pesat, sehingga di satu sisi negara
INTER Page 12
Pertumbuhan hukum intl menjadi sangat pesat, sehingga di satu sisi negara
memiliki kedaulatan, namun di sisi lain juga cenderung membuat keputusan
dengan mempertimbangkan untung-rugi dalam mempertahankan kedaulatan
itu.

2. Relevansi Hukum Internasional


Dalam konstitusi Indonesia, diatur mengenai tujuan negara, yaitu:
• Melindungi segenap tumpah darah Indonesia = terkait dengan bagaimana Indonesia
melihat external threat, sebab negara bertugas melindungi. Secara universal,
perlindungan pertama dan utama adalah perlindungan dari otoritas
nasional.
Conntoh: jika X, WNI yang berpaspor Indonesia, bermasalah di luar negeri,
maka pemerintah Indonesia akan melakukan intervensi diplomatik untuk
melindungi X.
• Ikut serta menjaga ketertiban dunia

Indonesia sebagai Masyarakat Internasional


• Sebagai subyek hukum internasional posisi Indonesia setara dengan
bangsa/negara lain
• Sistem hukum Indonesia korelatif (ada keterkaitan) dengan keseluruhan
sistem hukum di seluruh dunia. Misalnya dalam melindungi WNI-nya di
luar negeri maka harus tunduk pada hukum negara lain itu.
• Dengan memahami HI, maka Indonesia bisa mengerti dan melaksanakan
"rule of the game" dalam:
- Melindungi kepentingan nasional (contoh: melindungi WNI-nya di luar
negeri)
- Berkontribusi/menegakkan rule tersebut

3. Hubungan HI - HN
Ada beberapa aspek dari hukum internasional yang membentuk hukum nasional.
Misalkan national law mengadopsi aspek sbb:
• International Human Rights Law
• International Environmental Law
• International Economic Law
• International Criminal Law
• Laws of War / IHL
• International Health Law

[Application of International Legal Regime to National Legal System]

Keterangan: HI berdampak bahkan hingga ke legislasi nasional, misalnya soal


kesehatan, soal lingkungan, kemanusiaan, dan ekonomi.
INTER Page 13
kesehatan, soal lingkungan, kemanusiaan, dan ekonomi.

4. Theoretical Frameworks - Teori Hubungan HI dan HN


Terdiri atas dua teori:
a. Teori Monistik / Monisme
• [The science of Law is a unified field of knowledge] Bahwa pada dasarnya
seluruh sistem hukum di dunia adalah satu sistem; sebab sistem hukum
sebagai ilmu pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban.
• Memandang bahwa tidak perlu dipisahkan antara HI dan HN, sebab
keduanya adalah aspek hukum dari satu sistem hukum yang sama.

• [All law as a single unity composed of binding legal rules, whether those
rules are obligatory on States, individuals, or an entities other than States]
Semua hukum, baik HI atau HN, merupakan bagian dari satu sistem. Meski
subyeknya berbeda-beda (HI = negara; HN = individu), tapi pada intinya
sama dan merupakan aturan mengenai hak dan kewajiban yang berlaku
bagi semua subyek hukum.

b. Teori Dualistik / Dualisme


• Memandang bahwa HI dan HN adalah dua sistem yang berbeda secara
intrinsik;
• Pemberlakuan HI ke HN menggunakan metode transformasi.
• Menurut Anzilotti, pembedaan itu didasarkan pada prinsip dasar hukum
tersebut, yakni:
- Hk Inter: dipatuhi dan diterima oleh masyarakat internasional
berdasarkan asas Pacta sunt Servanda (kesepakatan harus dihormati
dengan iktikad baik), karena pada dasarnya ia lahir dari kesepakatan
antarbangsa, baik tertulis maupun tidak.
- Hk Nasional: dipatuhi berdasarkan adanya otoritas nasional yang
dapat menegakkan legislasi nasional dan bisa menjatuhkan sanksi bagi
mereka yang melanggar.

Question of Primacy: hukum manakah yang lebih utama?


Menurut Teori Dualistik, dasarnya adalah kedaulatan atau kemauan negara itu
sendiri. Sehingga dalam teori ini, bisa jadi dalam praktek terdapat disparitas, yaitu
perbedaan standar penerapan antarnegara (no uniform/standard within state
practices); ada negara yang serius menegakkan HI, ada pula yang menganggap
remeh
Berdasarkan pendapat Hans Kelsen: Doktrin Hirarki
Validitas dan isi norma hukum Internasional adalah berdasarkan Prinsip
Fundamental, sebagai sumber utama dari hukum.
• Prinsip Fundamental ini terkandung di dalam semua prinsip, aturan, dan segala
hukum, karena ia lah sumbernya.
• Contoh Prinsip Fundamental: non-diskriminasi, kebebasan beragama, hak
untuk beragama - maka ketika terjadi pertentangan antara HI dan HN, perlu
dicari prinsip fundamental yang dapat menengahi keduanya.

5. Pengaplikasian HI ke dalam HN Suatu Negara


• Application / execution = pengadopsian hukum dari HI ke dalam HN
• Enforcement = penegakan yang baru bisa dilakukan setelah HI diadopsi ke HN

Pengaplikasian HI yang dibahas ialah dari dua buah sumber HI:


a. Kebiasaan Internasional (International Customary Law)

INTER Page 14
a. Kebiasaan Internasional (International Customary Law)
• Kebiasaan diaplikasikan ketika tidak ada peraturan berupa Perjanjian yang
mengatur, peraturan dalam Perjanjian itu tidak mengikat, atau sudah tidak
berlaku lagi.
• Ada dua cara pengaplikasian:
1) Direct Application (Langsung)
Adalah ketika negara langsung bisa mengaplikasikan dan menegakkan
hukum tersebut, sehingga menimbulkan hak dan kewajiban bagi
negara dan masyarakat.
• Penerapan secara langsung dapat melalui:
a) Negara: hak dan kewajiban dilakukan oleh negara, misal
kebiasaan internasional berupa hak imunitas yang dimiliki
diplomatic representation.
b) Individu: hak dan kewajiban langsung diaplikasikan melalui
individu dari sebuah negara, misal kebiasaan internasional
berupa ius cogens, seperti pelarangan genosida, crime against
humanity, serta torture.
2) Indirect Application (Tidak Langsung)
Adalah ketika kebiasaan internasional dilakukan untuk
menginterpretasi hukum nasional, ataupun untuk me-review hukum
suatu negara secara konstitusional.
• HI hanya sebagai rujukan.

b. Perjanjian Internasional (Treaties/Agreement)


Terdapat dua cara pengaplikasian:
1) Self-Executing: dapat langsung berlaku, artinya HI tidak membutuhkan
peraturan tambahan dalam ratifikasinya ke HN sebuah negara.
• Syaratnya: "…sufficient, clear, and precise in conferring rights or obligations on
individuals without needing implementing legislations."
□ Sufficient (cukup)
□ Clear (jelas)
□ Precise (pasti); dalam konteks menyatakan hak dan kewajiban
individu dalam treaty tsb
• [Monist: Treaties bind on and in States] HI yang self-executing dapat
mengikat negara dan mengikat individu di dalam negara tersebut.
• Maka self-executing mirip dengan pemahaman monisme karena
monism sendiri menganggap bahwa HI dan HN adalah suatu
kesatuan yang tidak memiliki perbedaan, sehingga dalam konteks
pengaplikasiannya dapat langsung dieksekusi.
2) Non Self-Executing: tidak dapat langsung berlaku, artinya butuh peraturan
tambahan (peraturan pelaksana) apabila diratifikasi ke HN.
• Contoh: United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
• [Dualist: Treaties bind on States, but not in States]

Catatan: pada setiap Perjanjian Internasional itu, dalam pasal-pasalnya akan


secara langsung ataupun tidak langsung menyatakan pemberlakuan aturan
tersebut seperti apa.
• Jika dikatakan bahwa aturan dalam Perjanjian tsb memerlukan
pengaturan lebih lanjut dalam hukum nasional, maka non self-executing.
• Jika tidak menyatakan demikian, maka self-executing.

Self-executing: New York Convention on The Recognition and Enforcement of


Foreign Arbitral Awards (tentang Putusan Arbitrase Internasional)

INTER Page 15
Ayat (3) menyatakan bahwa apabila negara meratifikasi perjanjian ini, maka
perjanjian ini dapat langsung di-enforce di negara tersebut tanpa memerlukan
peraturan pelaksana.
• Selain dinyatakan secara eksplisit, tetap juga harus memenuhi syarat
berupa precise, clear, and concise.

Non Self-executing: UNCLOS pada bagian Hak dan Kewajiban Negara di ZEE

"… shall comply with the laws and regulations adopted by the coastal State in accordance with
the provisions of this Convention … as far as they are not incompatible with this part." - hak
dan kewajiban yang harus ditaati oleh negara lain dalam ZEE harus mengikuti
aturan yang diadopsi oleh negara pantai = maka negara pantai harus
membuat peraturan (NSE)

Non Self- Executing: EU Directive regarding Consumer Rights

INTER Page 16
"… member States shall ensure that adequate and effective means exist to ensure compliance
with this Directive." - maka negara anggota diberikan kelonggaran untuk membuat
peraturan HN yang disesuaikan dengan Perjanjian Internasional ini.

Case Review: Foster vs. Neilson, 27 US 253 (1829)


• Pembedaan self-executing & non self-executing muncul dari kasus ini
• "A treaty cannot be considered law in a situation where the terms of the treaty requires a
legislative act until such a time when the legislature requires and confirms the terms."
"Sebuah perjanjian tidak dapat dianggap sebagai hukum, apabila
terdapat aturan dalam perjanjian tersebut yang membutuhkan aturan
nasional yang menyatakan pelaksanaan peraturan tersebut dalam
ratifikasinya."
• Conclusion: a treaty is carried into execution (or applied within the national legal system)
… whenever it operates itself.
Sebuah perjanjian hanya baru bisa diberlakukan ketika secara eksplisit
menyatakan ia bisa langsung diberlakukan.
• Maka muncul dua pertanyaan:
□ Question of international law: what does the treaty obligate the state to
do? Apa yang diperintahkan oleh Treaty tersebut kepada negara?
Jawabannya, identifikasi dalam pasal-pasal Treaty tersebut apakah
disebutkan atau diperlukan aturan pelaksana - jika ya maka negara
wajib membuatnya (non-self-executing)
□ Question of national law:
a. Which government actor within the state is responsible for domestic
treaty implementation?
b. Bagaimana sebuah negara akan mengadopsi sifat NSE atau SE dari
suatu perjanjian? Apakah ia akan membuat aturan khusus (dan
dalam bentuk apa) atau justru tidak membuat aturan khusus?
Identifikasi dalam HN-nya, misal konstitusi, bagaimana posisi
hukum inter dalam pandangan HN mereka? Akibatnya, negara
monisme akan langsung mengadopsi, baik itu NSE atau SE.
Sedangkan negara penganut dualisme akan memerlukan
pengubahan treaty (baik NSE atau SE) ke dalam HN-nya.

Akan tetapi…
monisme dan Dualisme tidak dapat selalu dikaitkan dengan self-executing
dan non self-executing. Memang ada hubungannya, namun tidak secara
mutlak terkait, sebab tergantung dari hukum nasional masing-masing negara
dalam memandang validitas HI berupa perjanjian internasional tsb - it depends
on the domestic law legislation to determine the validity of treaties under its own municipal law.

Contoh negara penganut monisme, namun mengadopsi HI secara non self-


executing: Belanda terhadap Statuta Roma tentang Hukum Pidana
Internasional (ICC)
INTER Page 17
Internasional (ICC)
• Diratifikasi tanggal 17 Juli 2001
• ICC act + Amendment act was enacted on June 20, 2002. It gives statutory basis for
transferring suspect to the ICC.
• ICC act was enacted in June 2003.
• Pada intinya, aturan mengenai kejahatan perang (war crimes) dan
genosida sudah diatur dalam HN Belanda, yang diakui pula secara
monisme ketika ada Statuta Roma (SE). Namun Belanda membuat aturan
khusus (NSE) terkait crimes against humanity dalam pengadopsiannya.

Empat teori yang menjadi "penengah" dalam perdebatan keterkaitan


monism-dualism dengan SE-NSE:

United States: Monism State


• Contoh paling ideal dalam penerapan self-executing treaty, karena mereka
percaya bahwa HI dan HN adalah satu kesatuan (monisme)
• Hal ini ditunjukkan oleh Restatement of the Foreign Relations Law of the
US: pernyataan bahwa HI itu juga dianggap sebagai hukum tertinggi
(supreme law) di US.
- Statement ini bahkan dibuat hingga 4 kali untuk menyesuaikan konteks
atas perjanjian internasional yang dimaksud.
• Third Re-statement: menyatakan hukum-hukum berikut sebagai supreme
law yang berlaku di US:
□ The law of the environment
□ Human rights law (HAM)
□ International economic law
□ The Law of The Sea
□ Diplomatic relations law
□ Dispute settlement
□ International cooperation in law enforcement
□ Sources of International Law and its place in US Jurisprudence
• Maka, treaty-treaty yang bersifat self-executing dapat langsung
diimplementasikan dan ditegakkan di US tanpa aturan tambahan.
• HI diaplikasikan kepada negara US, warganya, dan HN yang memiliki
substansi hubungan luar negeri atau akibat hukum internasional.
• Dari contoh ini, HI tidak hanya diaplikasikan kepada negara, tetapi juga
kepada individu.

Europe (konteks: European Union)


INTER Page 18
Europe (konteks: European Union)
• EU terdiri dari banyak negara. Sehingga terlepas dari konteks Monisme dan
Dualisme, kedua cara pengaplikasian perjanjian SE dan NSE bisa
diterapkan.
• Dalam EU, terdapat dua instrumen hukum primer, yaitu regulations dan
directive.
• Self-executing: melalui ratifikasi oleh pihak yang berwenang (oleh head of
state atau head of govt, parliament) langsung diterapkan.
Contoh: EU Regulations (peraturan yang langsung diterapkan negara
anggota EU ketika diterbitkan oleh EU), misal tentang human rights.
• Non Self-executing: memerlukan persetujuan dalam hal legislatif dan
administratifnya
Contoh: EU Directives (peraturan yang sifatnya lebih longgar dan hanya
memuat standar-standar minimal saja yang kemudian harus diatur
secara khusus oleh negara masing-masing sesuai konteks di negara
mereka) - penyesuaian inilah yang disamakan dengan sifat NSE.

Indonesia
• Dalam konstitusi UUD 1945 tidak ada penegasan & penjelasan tentang
hubungan HI dengan HN
• Indonesia tidak dapat dikategorikan sebagai negara dengan praktik
monisme atau dualisme. Oleh karenanya, praktik implementasi perjanjian
internasional dilakukan tidak konsisten.
• Hak imunitas diplomat dari Konvensi di Arab diberlakukan secara langsung
(SE), tapi di sisi lain Indonesia sering membuat aturan pelaksana atas
perjanjian internasional, misalnya tentang ZEE pada UNCLOS.

"Law derives its strength from acceptance by society that its rules are binding, not from its
enforceability." -H. L. A. Hart; to answer the question "is international law, really… a 'law'?"

BAB V:
Subyek hukum internasional
Subject of International Law is an entity capable of possessing international rights and
duties and having the capacity to maintain its rights by bringing international claims
(ICJ, 1949).
• Maka konteksnya antara lain:
a. Sistem hukum yang berlaku adalah sistem hukum internasional
b. Terdapat hak dan kewajiban yang memberikan mereka memiliki kapasitas
(mengajukan tuntutan secara internasional) untuk mempertahankan hak dan
kewajibannya itu dalam sistem hukum internasional
• Latar Belakang: pada tahun 1949 terdapat kasus pembunuhan terhadap anggota
PBB yang sedang bertugas di suatu negara, oleh karena itu PBB ingin mengajukan
tuntutan atau gugatan terhadap pihak yang terlibat namun ketika itu tidak bisa
karena PBB tidak memiliki legal standing.
○ Kemudian Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan bahwa PBB adalah
pihak yang berhak untuk mengajukan gugatan.

Pembagian Subyek Hukum Internasional


Antara lain adalah:
a. Negara (states)
Di awal perkembangannya, hukum internasional sifatnya State-Sentris atau
hanya berlaku antarnegara (subjeknya hanya negara).

INTER Page 19
hanya berlaku antarnegara (subjeknya hanya negara).
• Negara merupakan subjek hukum internasional yang penuh bisa
mempertahankan kedaulatannya, mengirimkan pasukan, dsb.
b. Subjects with limited legal personality (Non-State Actors)
Sebab terdapat perluasan interpretasi dari subjek hukum internasional itu sendiri
akibat adanya keputusan Mahkamah Internasional tahun 1949. Sifat dari subjek
hukum ini adalah relatif-terbatas.
• Terdiri atas:
1. International Organizations
Secara tegas dinyatakan memiliki legal personality, misalnya United
Nations (UN), ASEAN, European Union (EU), World Trade Organizations
(WTO), dsb.
2. Other Subjects / Non State Entities
a. Holy See (Tahta Suci Vatikan)
Dianggap sebagai sebuah organisasi pemersatu agama Kristen Katolik
di seluruh dunia yang diketuai oleh Paus.
○ Bergabung di PBB sebagai observer.
○ Dapat melakukan hubungan dengan negara lain dan melakukan
administrasi seperti layaknya negara.
○ Negara-negara yang memiliki kepentingan untuk berhubungan
dengan Vatikan maka akan mengirimkan duta besar.
b. ICRC (International Committee Red Cross)
Pada Konferensi Jenewa, ICRC diberikan mandat untuk melakukan
intervensi berupa bantuan kemanusiaan. ICRC bertugas untuk
mempromosikan international humanity serta memberikan bantuan-
bantuan bagi banyak pihak,
○ ICRC juga dapat memiliki duta besar, bahkan ada kantor
diplomatnya di Jakarta.
c. De facto regimes
Yaitu pemerintahan yang secara faktual menjalankan kegiatan
pemerintahannya dan dapat melakukan hubungan dengan negara lain,
namun tidak mendapatkan pengakuan politik secara formal oleh pihak-
pihak tertentu. Misalnya Palestina yang tidak diakui oleh AS dan Israel
namun mereka mengadakan perjanjian internasional.
• Belligerent and insurgent = pihak yang sedang sengketa bersenjata
namun berkuasa atas suatu daerah dan secara faktual menjalankan
pemerintahan di daerah tsb.
□ Secara de facto mereka sudah berkuasa, tapi belum diakui oleh
pihak lainnya (e.g. Israel tidak diakui oleh negara-negara
muslim, sementara Palestina tidak diakui AS).
d. Multinational Corporation (MNC) dan Non-Governmental
Organizations (NGO)
Perkembangan abad 21 mendorong adanya urgensi untuk menjadikan
MNC dan NGO sebagai subjek hukum internasional. Sebab MNC bisa
saja bersengketa dengan negara lalu berhadapan di lembaga Arbitrase
Internasional.
• Misal: pemerintah Indonesia bersengketa dengan perusahaan
pertambangan multinasional sehingga berhadapan di arbitrase
internasional.
e. Individu
Individu memiliki hak dan kewajiban yang harus dilindungi, namun di
saat yang bersamaan ia juga bisa dimintai pertanggungjawaban atas
haknya dan dapat diberikan sanksi dari Mahkamah Internasional.
• Contoh: pemimpin Serbia-Bosnia yang melanggar hukum
internasional, khususnya gross violation of HR (pelanggaran HAM

INTER Page 20
internasional, khususnya gross violation of HR (pelanggaran HAM
berat).
□ Slobodan Milosevic, mantan presiden Yugoslavia, dianggap
melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap umat
manusia - sehingga diadili di International Criminal Tribunal for
former Yugoslavia (ICTY) - yaitu badan yang mengadili
kejahatan berat selama Perang Yugoslavia
• Dapat pula terjadi apabila individu bersengketa dengan negara lain,
lalu mereka saling menggugat.
• Terjadi apabila individu tsb melakukan pelanggaran yang termasuk
kejahatan internasional (kejahatan perang, kejahatan melawan
kemanusiaan, kejahatan melawan perdamaian, kejahatan HAM
berat)
□ Atau apabila sistem hukum nasionalnya unwilling dalam
mengadili.

Subject of International Law & Legal Personality


• Sebuah entitas memiliki legal personality apabila memiliki hak dan kewajiban di
bawah hukum internasional.
• Karakteristik International Personality:
a. Adanya hak dan kewajiban dalam hukum internasional (rights and obligations
under intl law)
b. Kemampuan membuat perjanjian (treaty-making capacity)
c. Kapasitas untuk menggugat secara internasional (capacity to make
international claims)
d. Dapat menikmati kelebihan dan imunitas dari yurisdiksi internasional (the
enjoyment of privileges and immunities from national jurisdictions)

Legal Personality dalam Hukum Internasional


• Treaty making powers
• Privileges and immunities
• Capacity to espouse international claims
• Functional protection of agents
• Locus Standi before international tribunals - awalnya hanya dimiliki oleh negara,
namun kemudian organisasi internasional diberi locus standi.
• Responsibility
• Administration of Territory - apabila belum mampu mengatur administrasi

INTER Page 21
• Administration of Territory - apabila belum mampu mengatur administrasi
wilayahnya secara mandiri maka akan diserahkan kepada Dewan Perwalian PBB
• Rights and inviolability of its missions
• Recognition of States

Bab VI
Eksistensi negara dalam masyarakat internasional
Negara sebagai Subyek Hukum Pertama dan Utama dalam HI
Terdapat suatu syarat suatu negara dalam HI yang disebut dengan statehood.

Montevideo Convention on the Rights and Duties of States (1933), article 1.


The state as a person of international law should possess the following qualifications:
a) a permanent population;
b) a defined territory ;
c) government; and
d) capacity to enter into relations with the other states.

• Berdasarkan Pasal 1 Konvensi Montevideo tentang Hak dan Kewajiban Negara


(1933), negara harus memiliki warga, wilayah yang jelas, pemerintah, dan
kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain.
• Hal ini menimbulkan perdebatan, bahwa negara haruslah memenuhi kesemua
syarat tersebut untuk dapat dikatakan sebagai suatu negara.

Studi Kasus:
7 Desember 1975, Indonesia melakukan invasi ke Timor Leste, suatu wilayah yang belum berpemerintahan
sendiri (non-self-governing territory). Selanjutnya pada 17 Juli 1976, Indonesia membuat Undang-Undang
yang menetapkan wilayah tersebut sebagai salah satu provinsinya. 30 Agustus 1999 dilakukan Referendum
dan sebanyak 78.5% suara menyatakan menolak untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia dan memilih
untuk merdeka. 25 Oktober 1999, UN Security Council (Dewan Keamanan PBB) mengeluarkan resolusi 1272
yang membentuk The UN Transitional Administration of East Timor (UNTAET) dengan mandat untuk menjaga
perdamaian serta untuk "to exercise all legislative and executive authority" dalam administrasi Timor Timur.
15 September 2001 dibentuk Majelis Konstitusi dan berhasil menetapkan Konstitusi pada tanggal 22 Maret
2002. 20 Mei 2002, Timor Timur menyatakan kemerdekaannya.
• Kapankah Timor Timur memenuhi syarat sebagai negara? Apa dasarnya?

25 Oktober 1999 menunjukkan bahwa Timor Timur ini belum memiliki


pemerintahan sendiri (non-self-governing teritory). Demikian pula pada 22 Maret
2002 sebab belum tentu konstitusi yang dimaksud menetapkan susunan
pemerintahannya. Maka syarat sebagai sebuah negara baru dipenuhi pada 20
Mei 2002 ketika transisi menjadi negara yang self-governing territory sudah selesai.

Territory (Wilayah & Perbatasan)


• [Prinsip Uti Possidetis Iuris] The doctrine provides that emerging states presumptively
inherit their pre-independence administrative boundaries.
Prinsip ini memberi hak pada suatu pemerintahan untuk mengklaim
wilayahnya berdasarkan wilayah yang sudah dikuasai secara de facto dan de
jure oleh pendahulunya (penjajah).
□ "… actual possession regardless of how it was reached does not distinguish
between de facto and de jure possession."
□ Contoh: Indonesia, Malaysia, Timor Leste melanjutkan wilayah negara
pendahulunya (penjajah)
• Didukung pula oleh prinsip Ex Factis jus oritur atau fakta / keadaan

INTER Page 22
• Didukung pula oleh prinsip Ex Factis jus oritur atau fakta / keadaan
sesungguhnya mengakibatkan adanya hukum (the existence of facts creates
law).
□ Akan tetapi, dekolonisasi (right of self-determination) yang mendukung
kemerdekaan dan kedaulatan negara dipertahankan karena ada prinsip ex
injuria jus non oritur atau hukum tidak lahir dari ketidakadilan (law doesn’t
arise form injustice).
□ Maka kependudukan Indonesia di Timor Leste tidak pernah diakui oleh
dunia internasional, sebab "unjust acts cannot create law" atau
ketidakadilan tidak melahirkan hukum.

YurIsdIksi
• Negara dikatakan sebagai subjek hukum internasional yang utama dan pertama.
• [Sovereignty = "Independence"] Negara dalam HI adalah sebagai SH yang
independen / merdeka. Konsep merdeka ini sering dikaitkan dengan konsep
kedaulatan (sovereignty).
○ Kedaulatan (sovereignty) = penguasaan/otoritas yang sifatnya eksklusif
terhadap seluruh urusan yang dianggap sebagai urusan domestik negara itu
(exclusive control over own affairs).
□ Eksklusif = mengecualikan pihak manapun
○ Kedaulatan adalah hak untuk melaksanakan segala sesuatu di wilayah
nasional untuk menjalankan fungsi negara dan mengecualikan negara lain.
□ "The right to exercise (within a set of national territory), to the exclusion of
any other State, the functions of a state."
• [Sovereignty = Jurisdiction] Kedaulatan juga sering dikaitkan dengan yurisdiksi.
○ Sovereign and independent states should possess jurisdiction over all persons
and things within its territorial limits and in all causes civil and criminal arising
within these limits.
○ "manifestation/symbol/attribute of sovereignty" - artinya, yurisdiksi adalah
manifestasi, simbol, atau atribut dari kedaulatan itu.

Yurisdiksi
Dapat didefinisikan dengan dua pengertian:
a. Definisi sederhana: a formal acknowledgement by another state that an entity possesses the
qualification for statehood - Negara lain atau pihak manapun secara resmi mengakui
bahwa otoritas negara yang bersangkutan memiliki kualifikasi sebagai negara;
untuk menjalankan fungsi dan kewenangan serta kapasitas sebuah negara.
b. Definisi kompleks: the free act by which one or more States acknowledge the existence on a
definite territory of a human society politically organized, independent of any other existing State, and
capable of observing the obligations of international law, and by which they manifest therefore their
intention to consider it a member of the international community. (06:15)
• Merujuk kepada Konvensi Montevideo (customary law) terdapat beberapa
syarat suatu negara, yaitu "definite territory" atau wilayah yang pasti,
masyarakat yang terorganisir, merdeka, dan mampu menjalankan
kewajiban menurut hukum internasional - di mana hal itu diwujudkan
dengan pengakuan atas negara tsb sebagai masyarakat internasional.
• Ketika sudah memenuhi syarat Konvensi Montevideo, maka ia dikatakan
sudah memiliki yurisdiksi, sebab sudah memiliki kedaulatan.

Yurisdiksi dalam Hukum Internasional


Adalah suatu kekuasaan, hak, atau wewenang suatu negara untuk melakukan
tindakan hukum. Tindakan hukum tunduk pada aturan-aturan yang baku.
• Apapun bentuk tindakan hukum tersebut serta pelaksanaannya tergantung
INTER Page 23
• Apapun bentuk tindakan hukum tersebut serta pelaksanaannya tergantung
pemegang yurisdiksi.
○ Contoh: imigrasi di Indonesia dilaksanakan bawah wewenang
Kemenkumham, sedangkan di Eropa justru di bawah Kementerian Dalam
Negeri.
○ Perbedaan ini menunjukkan bentuk tindakan sebagai implementasi yurisdiksi
adalah tergantung dari negara.
• "… merupakan atribut kedaulatan, manifestasi, dari hak berdaulat."
○ Kedaulatan melekat, sedangkan hak berdaulat bisa dinikmati bisa juga tidak
dinikmati, sebab sifatnya hak.
○ Contoh kedaulatan misalnya wilayah laut hingga 12 mil, serta zona tambahan
24 mil laut. Sedangkan di luar dari itu sudah termasuk hak berdaulat, misalnya
hak mengeksplorasi, hak mengeksploitasi kekayaan alam, dsb.
• Dapat diterapkan/diberlakukan terhadap orang/individu, benda (sumber daya)
maupun peristiwa (tindakan yang menimbulkan akibat hukum) di dalam batas-
batas yang sah.
• Tidak dapat dicampuri oleh negara lain

Dasar Pelaksanaan dan Pengecualiannya


a. Dasar Pelaksanaan Yurisdiksi dalam Hukum Internasional
Art 2 (7) of the UN Charter: "Nothing contained in the present Charter shall authorize
the United Nations to intervene in matters which are essentially within the domestic
jurisdiction of any State or shall require the members to submit such matter to
settlement under the present Charter."
○ Bentuk afirmasi/penegasan otoritas negara sebagai pihak yang berdaulat dan
independen yang tidak bisa diintervensi oleh PBB terhadap semua yurisdiksi
domestik atau negara itu tidak perlu melaporkan ke PBB tindakan-tindakan
yang termasuk yurisdiksi domestik.

○ Bentuk implementasi yurisdiksi suatu negara pada HI:


1. Legislative / Prescriptive Jurisdiction di mana negara yang berdaulat berhak
membuat dan menetapkan aturan hukum di dalam wilayah yurisdiksinya
2. Executive/Administration/Enforcement, artinya negara yang berdaulat berhak
memaksakan atau menjalankan aturan hukum yang sudah ditetapkannya
itu di wilayah yurisdiksinya.
Misal: A ingin berkunjung ke Amerika maka harus tunduk pada hukum
keimigrasian Amerika yang mengharuskannya membuat VISA. Begitu
pula berlaku di Indonesia.
3. Judicial/Adjudication, yaitu negara berhak menegakkan hukum yang telah
ditetapkannya di wilayah yurisdiksinya. Prosesnya bisa berbeda.
Misal: Indonesia yang merupakan negara kesatuan maka peradilannya
bertingkat dan MA hanya satu dan di tingkat pusat, sedangkan di
Malaysia yang merupakan negara federal di setiap negara bagian
memiliki MA.

○ Cakupan Yurisdiksi
Dibagi berdasarkan subyek maupun peristiwa hukum penyebab yurisdiksi itu
bisa dilakukan:
a) Yurisdiksi bersifat kriminal (criminal jurisdiction), yaitu ketika terjadi
peristiwa-peristiwa pelanggaran hukum (pidana) yang terjadi di wilayah
negara yang bersangkutan, maka negara itu memiliki kewenangan
(yurisdiksi) untuk memproses tindak pidana tsb.
b) Yurisdiksi keperdataan (civil jurisdiction), yaitu ketika diawali oleh peristiwa
berupa hubungan hukum antara orang/individu - yang sifatnya bukan
merupakan pelanggaran ketentuan hukum nasional suatu negara.
INTER Page 24
merupakan pelanggaran ketentuan hukum nasional suatu negara.
• Hukum perdata suatu negara bisa diterapkan selain pada konflik
keperdataan antara sesama WNI dapat pula diterapkan pada WNA
dalam yurisdiksi Indonesia.
• Sengketa keperdataan antara warga negara dengan hukum yang
berbeda mengakibatkan berlakunya hukum perdata internasional
(private international law).

Penjelasan Criminal Jurisdiction:


Akan ada empat prinsip utama yang berlaku bagi yurisdiksi kriminal dalam HI:
1. The Territorial Principle
Yaitu penerapan yurisdiksi berdasarkan wilayah atau teritori dimana
perbuatan itu terjadi. Prinsip ini dibedakan dalam dua kategori:
a. Objective Territorial Principle
Berdasarkan pada akibat yang ditimbulkan dari suatu perbuatan. Bisa jadi
perbuatan dilakukan di negara A, sedangkan akibatnya terjadi di negara B.
Jika demikian, maka negara B berhak menegakkan prinsip teritorial.
Misalnya perdagangan manusia atau kejahatan berupa white collar
crimes: pembuatan uang palsu, cyber-crime, perbankan
b. Subjective Territorial Principle
Berdasarkan pada di mana tempat dilakukannya perbuatan tersebut.
Misal: perdagangan narkotika (illicit drugs / drugs trafficking)

2. The Nationality Principle


Berkaitan dengan status kewarganegaraan (nationality) dari subjek yang
melakukan perbuatan itu. Terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Active Personality Principle, yaitu negara memiliki yurisdiksi karena warga
negaranya sebagai pelaku.
b. Passive Personality Principle, yaitu negara memiliki yurisdiksi karena warga
negaranya sebagai korban.
Contoh: mafia senjata asal
Italia (kanan atas) berdasarkan
asas active personality principle
dapat diadili di Italia,
sedangkan karena korbannya
warga AS maka berdasarkan
asas passive personality
principle ia dapat diadili di AS.

3. The Protective Principle


Pelaksanaan yurisdiksi yang didasarkan pada pemberian hak yang sifatnya
melekat pada negara untuk melindungi kepentingannya utama/vital yang
berkaitan dengan eksistensi dari negara itu.
○ … criminal jurisdiction permitting a State to grant extraterritorial effect to legislation
criminalizing a conduct damaging national security or other central State interests.
• Yurisdiksi dengan prinsip ini menyebabkan negara bisa melakukan
proses hukum yang meluas atau bahkan proses legislasi yang
mengkriminalisasi suatu tindakan yang mengganggu keamanan dan
kepentingan vital negara
○ Hak negara untuk melaksanakan yurisdiksinya thd perbuatan hukum yang
dianggap membahayakan integritas nasional maupun kepentingan-

INTER Page 25
dianggap membahayakan integritas nasional maupun kepentingan-
kepentingan vital negara ybs.
○ Under that principle a nation can adopt laws that make it a crime to engage in an act that
obstructs the function of government or threatens its security as a state without regard to
where or by whom the act is committed.
• Hak negara untuk melaksanakan yurisdiksinya thd perbuatan hukum
yang dianggap membahayakan integritas nasional maupun
kepentingan-kepentingan vital negara ybs - sehingga bukan
berdasarkan lokasi/orang.
• Misal: terorisme, perdagangan narkotika, perdagangan dan
penyelundupan orang

4. The Universality Principle


Prinsip ini diterima karena kepentingan itu dianggap krusial tidak hanya bagi
negara itu sendiri tetapi juga bagi masy. Internasional dan karena suatu
kejahatan sangat berbahaya bagi kepentingan seluruh masyarakat (berkaitan
dengan universal value).
○ The principle of universal jurisdiction is classically defined as a legal principle allowing or
requiring a state to bring criminal proceedings in respect of certain crimes irrespective of the
location of the crime and the nationality of the perpetrator or the victim.
• Negara atau semua masy internasional diberi hak untuk melakukan
proses hukum terhadap kejahatan tertentu tanpa memperhatikan
lokasi terjadinya maupun pelaku/korbannya.
• Hal yang terpenting ialah bagaimana para korban mendapatkan
keadilan dan pelaku kejahatan mendapatkan sanksi yang setimpal.
○ Perbedaan universalitas & protektif: universal diterapkan pada hal hal tertentu
yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Internasional (ICJ)
• Jure gentium: kejahatan di daerah di mana tidak ada kedaulatan (laut
bebas), misalnya perompakan / bajak laut;
• Kejahatan perang (war crime) dan kejahatan terhadap kemanusiaan
(crime against humanity);
○ Prinsip universalitas mengizinkan diadakannya peradilan terhadap
kejahatan internasional yang dilakukan oleh siapa saja, di mana saja di
dunia (Erga Omnes obligation).
○ Contoh kasus yang menerapkan prinsip universalitas:
- ICTY Kasus Bosnia, ICTR Rwanda
- International Military Tribunal Tokyo & Nuremberg (1946 pasca WW II)
- ICC-2002 (Statuta Roma 1998)

Seringkali penerapan kedua asas ini mengakibatkan adanya legal assistance


(resiprokal/timbal balik) serta double criminality (tindakan yang dianggap bisa
dipersalahkan itu merupakan tindakan yang dilarang baik di negara asal
maupun di negara yang bersangkutan), oleh karenanya maka ada lembaga
ekstradisi.

Kenapa Internasionalisasi ini dilakukan?


• Sebab dikhawatirkan tidak semua negara melaksanakan proses hukum sehingga
menimbulkan disparitas, yang mana hal ini dapat menyuburkan kejahatan
berat/luar biasa.
• Internasionalisasi ini dilakukan ketika:
○ Otoritas nasional / institusi negara gagal menangani
○ Negara tidak mampu (unable) atau tidak mau (unwilling) untuk menangani
○ Mencegah adanya impunitas
Contoh: pada kasus ICTY (2002) terdakwa yaitu mantan kepala negara Bosnia -

INTER Page 26
Contoh: pada kasus ICTY (2002) terdakwa yaitu mantan kepala negara Bosnia -
di mana mereka yang memegang kekuasaan dapat dilindungi dengan dalih
menjalankan tugas, padahal secara internasional hal tersebut termasuk
kejahatan. Maka negara sulit menegakkan keadilan.
• Akan tetapi, di lingkup internasional, penuntut umumnya (prosecutor)
ditunjuk dari Mahkamah Internasional, sehingga tidak akan segan dalam
mengadili dan lebih obyektif. Carlo del Ponte adalah kepala penuntut
umum ketika kasus ICTY.

Pengecualian Yurisdiksi
a. Kepala negara / kepala pemerintahan:
○ Asas "Par in Parem in habet imperium"
Yurisdiksi merupakan kedaulatan suatu negara sehingga negara lain tidak
boleh ikut campur. Pihak yang sama kedudukannya tidak mempunyai kuasa
atas pihak yang lainnya.
○ Asas "Reciprocity or comity"
Asas timbal balik yang berarti adanya hubungan timbal balik dan saling
menguntungkan antara negara atau yang mengadakan hubungan
○ Diperluas dan dipraktikkan pada pejabat yang mewakili

b. Perwakilan Diplomatik dan Konsuler


○ Ex-Territoriality Theory
Perwakilan diplomatik dianggap di luar dari teritori negara tuan rumah,
misalnya gedung kedutaan besar yang berada di suatu negara dianggap di
luar dari teritori negara tsb
○ Representative Character Theory
Sehubungan dengan prinsip par in parem in habet imperium, maka mereka
yang bertugas di negara lain dianggap wakil dari negara yang berdaulat,
maka mereka dikecualikan dari yurisdiksi dari negara setempat.
○ Functional Necessity Theory
Karena adanya prinsip bahwa pengecualiannya itu didasarkan pada
kebutuhan yang sifatnya fungsional, yaitu sebagai fungsi perwakilan
negara/tugas-tugas diplomatik hanya dapat dilakukan secara efektif jika
mereka memperoleh imunitas (dikecualikan dari yurisdiksi dari negara tuan
rumah)
• Ini diadopsi pula ke dalam Konverensi Wina 1961 dan 1963 tentang
Hubungan Konsuler.

c. Organisasi Internasional
Berdasarkan Convention on the Privileges and Immunities of the United Nations
1946 dan UN Convention on the Safety of UN & Associated Personnel 1994, maka
diberikan pengecualian yurisdiksi kepada organisasi internasional diberikan dalam:
• Markas (Headquarters)
• Perwakilan OI di suatu negara
• Kegiatan/Operasi di Negara-Negara (anggota & non-anggota)

d. Kapal Berbendera Negara Lain:


○ Teori "Floating Island"
Kapal berbendera suatu negara seolah dianggap sebagai pulau dari negara
tsb, maka segala sesuatu yang terjadi di dalam kapal itu tidak tunduk pada
yurisdiksi negara pantai, namun tunduk pada yurisdiksi negara bendera kapal.
○ Pemberian dari negara setempat dan bersifat Kondisional
Kondisional karena konsep "floating island" hanya diperoleh ketika syarat-
syarat tertentu terpenuhi.

INTER Page 27
syarat tertentu terpenuhi.
• Misal: ketentuan navigasi, hak lintas kapal, dsb.
• Jika hal itu tidak dilaksanakan, maka yurisdiksi itu digugurkan dan negara
bisa menegakkan hukumnya di kapal tsb.

e. Angkatan Bersenjata Asing


Berdasarkan Perjanjian Bilateral atau praktik secara diam-diam dan sukarela baik
temporer atau permanen
○ Contoh: AS-Filipina (sd. 1992), Subic Bay & Clark Island, etc. Angkatan bersenjata
Amerika Serikat bisa bebas masuk ke negara anggota NATO, di mana mereka
dikecualikan dari yurisdikisi negara tersebut.
○ Perjanjian Rio
○ Jepang pada tahun 1960

Bab VII
Pengakuan dan suksesi negara
(recognition & statehood)

Subject of International Law: State


• Hukum internasional memberikan suatu legal personality yang melekat pada
subjeknya, yang kemudian akan menentukan hak dan kewajiban dari subjek HI
tersebut. Oleh karenanya, terdapat beberapa kriteria untuk sesuatu (negara)
dikatakan sebagai subjek HI.
○ Kriteria atau syarat ini disebut dengan statehood.
• Di dalam Montevideo Convention, syarat untuk sesuatu agar dapat disebut
sebagai negara, antara lain harus memiliki:
a. Wilayah - defined territory
b. Pemerintahan - government
c. Masyarakat yang tetap - permanent population (undefined)
d. Kemampuan untuk dapat berhubungan (membuat perjanjian) dengan
negara lain - capacity to enter into relations with other states
□ Untuk dapat berhubungan dengan negara lain, maka dibutuhkan adanya
pengakuan (recognition).

Keempat syarat ini memiliki tujuan yaitu untuk menunjukkan adanya territorial
effectiveness / occupation, yaitu sebuah negara mampu berdiri sendiri dan bertindak
sebagai sebuah negara.
• Akan tetapi keempat syarat tsb tidak berpengaruh terhadap eksistensi atau
keberadaan negara tsb di masyarakat internasional, sehingga mereka belum
dapat berinteraksi dengan negara lain.
• Bagaimana suatu negara dapat mempunyai hak dan kewajiban dalam
masyarakat internasional sehingga bisa berinteraksi?
○ Dengan adanya p e n g a k u a n.
○ Maka pengakuan menjadi kriteria tambahan untuk dapat disebut negara.
• Sebagai subjek dari hukum internasional, terdapat dua kriteria tambahan suatu
negara, yaitu:
a. Self-determination = niat untuk merdeka dan mendirikan negaranya sendiri;
namun tidak dibahas terlalu dalam karena pada perkembangannya self-
determination hanya menjadi faktor ketika suatu bangsa masih dijajah.
b. Recognition = pengakuan dari negara-negara lain yang kemudian memberi
hak dan kewajiban bagi suatu negara.

Pengakuan (Recognition)
INTER Page 28
Pengakuan (Recognition)
Adalah sebuah cara (bagi negara) untuk menerima ataupun mengakui beberapa
fakta-fakta sebuah negara lain bahwa negara tersebut memiliki kriteria yang melekat
pada hak dan kewajiban.
• Kompleks: negara mengakui bahwa negara lain adalah independen dan sudah
menjadi subjek hukum internasional
• Sederhana: pernyataan formal di mana negara lain mengakui fakta bahwa suatu
entitas telah memenuhi kriteria negara (sesuai Konvensi Montevideo).

Bagaimana Hubungan Antara Pengakuan dengan Statehood?


Apabila pengakuan terhadap negara sudah banyak diberikan dari negara lain, maka
bisa jadi persyaratan untuk memenuhi statehood lainnya kurang diperhatikan;
sedangkan apabila yang memberi pengakuan itu sedikit maka akan banyak yang
mempertanyakan kelengkapan statehood negara tsb.

Is Recognition a Legal Act or Political Act? - Pengakuan itu Tindakan Hukum atau Politis?
Dalam praktiknya, masih belum ada kepastian sehingga masih ada perbedaan
pendapat apakah pengakuan dari negara lain merupakan tindakan hukum ataukah
tindakan politis - sehingga terserah kapan saja negara mau mengakui.
• Terlepas dari perdebatan itu, hal yang bisa diperhatikan hanyalah sudah pasti
pengakuan ini akan memberikan dampak hukum (legal effect) yang akan
memunculkan hak dan kewajiban sebagai masyarakat internasional.

Recognition and Politics


• Recognition as a political judgment 'clothed' in legal terminology
Sebenarnya pengakuan merupakan tindakan yang sifatnya politis, namun
dimanifestasikan dalam suatu legal terminology sehingga terkesan sebagai
kewajiban hukum.
• Recognition = "a statement by an international legal person as to the status in international law of
another real or alleged international legal person or of the validity of a particular factual situation."
• Pengakuan tidak termasuk ke dalam empat syarat sebuah negara menurut
Konvensi Montevideo (bukan persyaratan legal suatu negara), dan ada-tidaknya
pengakuan tidak pula mempengaruhi syarat-syarat menurut Konvensi
Montevideo.
○ Akan tetapi, pengakuan akan berpengaruh terhadap keberlakuan keempat
syarat tersebut di level internaisonal.

Artinya… pengakuan adalah suatu tindakan politis untuk mengakui status suatu negara sebagai
subjek hukum, yang akan membawa akibat hukum (menentukan hak dan kewajiban di
masyarakat internasional).

Tujuan Pengakuan (Necessity for Recognition)


1. Progress and development of international law affected by the political climate
Perkembangan hukum internasional sangat dipengaruhi oleh kondisi politik setiap
negara.
• Sumber hukum internasional yang telah ada juga dipengaruhi oleh politik. Hal
ini ditunjukkan oleh kemauan dari negara untuk melaksanakan hukum
internasional tersebut -> kemauan negara = tindakan politis
2. Creation of new states and the conclusion of old ones - memunculkan negara baru, negara
lama hilang
• Pengakuan menentukan lahirnya suatu entitas baru sekaligus
mempertanyakan validasi pengakuan yang telah diberikan bagi negara
sebelumnya

INTER Page 29
sebelumnya
3. Establishment of new governments
Sistem pemerintahan yang baru membutuhkan pengakuan untuk dapat berdaulat
atas negara yang diperintahnya
4. Insurgencies and belligerence
Pengakuan juga dibutuhkan bagi pemberontak untuk menentukan
keberadaan/posisi mereka di dalam masyarakat internasional

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengakuan adalah sebuah proses pengaplikasian


dari sebuah fakta atau keberadaan suatu negara terhadap legal consequences-nya.

Macam-Macam Pengakuan:
1. Recognition as a full sovereign state - pengakuan yang menghasilkan suatu
negara yang memiliki kedaulatan penuh
2. As the effective authority within a specific area - sebagai otoritas yang
berwenang atas suatu wilayah tertentu
3. As a subordinate authority to another state - sebagai kekuasaan bawahan/bagian
atas suatu negara
Contoh: Korea

Teori Pengakuan (Theories of Recognition):


a. Constitutive
Sifatnya lebih strict - sebuah negara baru dianggap sebagai sebuah negara yang
sah apabila ia sudah diakui,
• Teori konstitutif sejalan dengan pendapat bahwa pengakuan adalah legal act,
sebab sangat mempengaruhi hak dan kewajibannya dalam masyarakat
internasional
• Menurut constitutive theory: sebuah negara tidak akan sah terbentuk dan
menjadi bagian HI apabila belum diakui.
b. Declaratory
Sifatnya less strict - menganggap bahwa pengakuan hanyalah syarat informal
sebagai bentuk penerimaan terhadap empat syarat utama yang telah dipenuhi
sebelumnya.

Manakah teori yang lebih baik? - Tergantung kebutuhan negara masing-masing kapan ingin
memberikan pengakuan secara constitutive atau declaratory. Apabila suatu negara
"tidak menyukai" negara lain, maka ia bisa membantah keberadaan negara tsb secara
konstitutif (lebih strict), tapi jika biasa saja bisa diakui secara declaratory. (supaya
masih bisa berhubungan meski ngga suka).
• Bisa juga ketika kedua negara saling mendukung, maka akan diakui secara
constitutive sebagai bentuk dukungan kuat terhadap keberadaan negara tsb.
• Sehingga konteksnya masih sangat politis (tergantung kepentingannya).

Contoh Penerapan Pengakuan:


1. US, UK, Arab
○ US akan mengakui negara-negara yang menurutnya menguntungkan, misal
negara yang memiliki kesamaan pandangan/tujuan atau menawarkan
perjanjian yang menguntungkan bagi mereka.
□ Contoh: US mengakui Israel dengan dasar bahwa syarat-syarat Konvensi
Montevideo telah dipenuhi (teori deklaratori)
○ Arab sebaliknya; tidak mengakui bahkan membantah Israel sebagai sebuah
negara (teori konstitutif).
2. Korea Utara vs. Korea Selatan
Negara-negara yang mengakui Korut adalah negara-negara yang memiliki

INTER Page 30
○ Negara-negara yang mengakui Korut adalah negara-negara yang memiliki
orientasi atau pandangan yang sama (komunis), misalnya Rusia.
○ Sebaliknya Korsel diakui negara-negara yang menganut prinsip demokrasi,
misalnya Amerika Serikat.
○ Pada tahun 1991, barulah Korsel-Korut terpecah dan berdiri sendiri - ini didukung
pula oleh pengakuan negara-negara di dunia yang terpecah antara keduanya.
• Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pengakuan merupakan suatu
tindakan yang sifatnya politis, tetap ia akan mempengaruhi status hukum
sebuah negara / membawa legal consequences.
3. Jerman
Negara-negara seperti AS dan Prancis mengintervensi Jerman yang terbagi atas
dua blok (Jerman Barat dan Timur), kemudian mereka membagi wilayah-wilayah
di Jerman misal porsi wilayah tertentu diatur oleh Amerika dan wilayah satunya
adalah oleh Prancis - inilah yang disebut dengan pengakuan "as the effective
authority within specific area".
Setelah melalui banyak perjanjian barulah Jerman berdiri secara independen
dan menjadi satu kesatuan.

Kesimpulan:
Pengakuan tidak mempengaruhi keberadaan suatu negara serta tidak mengakibatkan
kekosongan hukum - artinya, bukan berarti apabila suatu negara tidak diakui maka ia
tidak memiliki otoritas yang sah.
• Pengakuan lebih berpengaruh kepada binding nature dari statehood yang telah
dipenuhi suatu negara, sehingga menghasilkan hak dan kewajiban hukum bagi
negara tsb di masyarakat internasional.

Terlepas dari pengakuan tsb sebagai legal act ataukah political act, baik secara
constitutive maupun secara declaratory, pengakuan hanya akan mengakui state
political existence (keberadaan politik sebuah negara).
• Existence of the new state with all the legal effects connected with that existence is not affected by
the refusal of one or more states to recognize.
Keberadaan negara tidak akan hilang meski tidak diakui, hanya saja keberadaan
negara secara politik akan bergantung pada pengakuan tsb.

Hukum
Internasio...
INTER Page 31
Hukum
Internasio...

INTER Page 32

Anda mungkin juga menyukai