Anda di halaman 1dari 20

“PARAGRAF”

MAKALAH

Di susun dalam rangka memenuhi salah satu Tugas kelompok pada Mata Kuliah Bahasa
Indonesia
Dosen Pengampu : Dahlia Ayu Kusuma Dewi,M.Pd

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK VI

1. AYUB J.Y KAMBUAYA


2. GRESSELA HALUK
3. JEKSON KASIPMABIN
4. KENNI TANGKE ARUNG
5. MEEISY KIRANA BELA
6. NATALYA BELLA KOAGOUW

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN


UNIVERSITAS SAINS DAN TEKNOLOGI JAYAPURA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
kemampuan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan Tugas Makalah
yang berjudul “ PARAGRAF “ ini dengan lancar pada mata kuliah Bahasa Indonesia. Kehidupan
yang layak dan sejahtera merupakan hal yang sangat wajar dan diinginkan oleh setiap
masyarakat, mereka selalu berusaha mencarinya dan tidak jarang menggunakan cara – cara
yang tidak semestinya yang dapat berakibat buruk. Dengan mengucap puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membawa zaman kegelapan ke zaman terang benderang dan
atas doa restu dan dorongan dari berbagai pihak - pihak yang telah membantu penulis
memberikan referensi dalam pembuatan makalah ini. Terutama kepada search engine google
yang ikut berperan besar dalam pembuatan makalah ini.

Penulis dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, oleh karena itu Penulis sangat menghargai akan saran dan kritik untuk membangun makalah
ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat
memberikan manfaat dan wawasan bagi kita semua.

Jayapura, 6 September 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................…………............i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

I. PARAGRAF
A. Pengertian Paragraf................................................................................3
B. Fungsi Paragraf.......................................................................................4
C. Syarat Pembentukan paragraf................................................................6
D. Kalimat Topik.........................................................................................7
E. Perletakan Kalimat Topik……………...................................................9
F. Unsur – Unsur Kebahasaan……............................................................9
G. Pembangunan Paragraf………………………………………………...10

II. PENGEMBANGAN PARAGRAF

A. Pola Pengembangan Paragraf………………………………………


B. Hubungan Logis antar Kalimat………………………………………

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.....................................................................................18

Kritik dan Saran..............................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Umumnya kesulitan pertama membuat karya tulis ilmiah adalah mengungkapkan pikiran
menjadi kalimat dalam bahasa ilmiah. Sering dilupakan perbedaan antara aragraph dan
kalimat. Suatu kalimat dalam tulisan tidak berdiri sendiri, melainkan kait-mengait dalam
kalimat lain yang membentuk aragraph, aragraph merupakan sajian kecil sebuah karangan
yang membangun satuan pikiran sebagai pesan yang disampaikan oleh penulis dalam
karangan.

Paragraf atau alinea adalah suatu bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil
penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya menghimpun beberapa kalimat menjadi
aragraph, yang perlu diperhatikan adalah kesatuan dan kepaduan. Kesatuan berarti seluruh
kalimat dalam aragraph membicarakan satu gagasan (gagasan tunggal). Kepaduan berarti
seluruh kalimat dalam aragraph itu kompak, saling berkaitan mendukung gagasan tunggal
aragraph.

Dalam kenyataannya kadang-kadang kita menemukan alinea yang hanya terdiri atas satu
kalimat, dan hal itu memang dimungkinkan. Namun, dalam pembahasan ini wujud alinea
semacam itu dianggap sebagai pengecualian karena disamping bentuknya yang kurang ideal
jika ditinjau dari segi komposisi, alinea semacam itu jarang dipakai dalam tulisan ilmiah.
Paragraf diperlukan untuk mengungkapkan ide yang lebih luas dari sudut pandang
komposisi, pembicaraan tentang aragraph sebenarnya sudah memasuki kawasan wacana
atau karangan sebab formal yang sederhana boleh saja hanya terdiri dari satu aragraph.
Jadi, tanpa kemampuan menyusun aragraph, tidak mungkin bagi seseorang mewujudkan
sebuah karangan.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka kami rumuskan masalah dalam makalah ini
adalah

1. Apa Pengertian Paragraf ?


2. Apa Saja Fungsi Paragraf ?
3. Apa Saja Syarat Pembentukan paragraf ?
4. Apa itu Kalimat Topik ?
5. Bagaimana Perletakan Kalimat Topik ?
6. Bagaimana Pembangunan Paragraf ?
7. Apa Saja Pola Pegembangan Paragraf ?
8. Bagaimana Hubugan Logis antar Kalimat ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah

1. Untuk mengetahui mengenai paragraf secara umum yang sering di


gunakan dalam kegiatan karya tulis.
2. Untuk mengetahui hal- hal yang berkaitan dengan paragraf itu
sendiri, mulai dari pengertian paragraf, fugsi paragraf, Syarat pembentukan paragraf,
kalimaat topik, perletakan kalimat topik, unsur - unsur kebahasaan, Pembangunan
Paragraf, pola pengembangan paragraf dan hubungan logis antar kalimat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Paragraf

Menurut Dr. Djago Tarigan, Paragraf adalah seperangkat kalimat tersusun logis
sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung
pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan karangan. Adapun pengertian lain “Paragraf
atau Alinea adalah Pengelompokkan gagasan dalam satu kesatuan yang runtun.” ( Prof. Dr.
Suherli K, M .Pd.,2012 :1 )

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, paragraph adalah bagian bab dalam suatu
karangan ( biasanya mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis
baru ).

Menurut penganalisaan beberapa sumber yang memberikan keterangan tentang


paragraf, maka dapat disimpulkan bahwa paragraf adalah kesatuan kalimat yang
mengandung gagasan yang tersusun secara sistematis untuk menyampaikan makna kalimat.
Gagasan yang dimiliki suatu paragraf hanya memiliki satu pikiran utama atau ide pokok.
Ide pokok ini merupakan gagasan utama dari kalimat yang dibuat oleh pengarang. Dengan
demikian, kalimat lain yang disertakan dengan paragraf merupakan kalimat penjelas. Pikiran
utama yang terdapat dalam paragraf dapat diletakkan di awal dan akhir kalimat. Dapat
menggunakan pola deduktif ( Umum - Khusus ) dan Pola Induktif ( Khusus – Umum ). Pola
deduktif adalah pola yang menempatkan pola pikirannya diawal paragraph sedangkan pola
induktif adalah pola yang menempatkan pola pikirannya diakhir paragraf.

3
B. Fungsi Paragraf

Fungsi paragaraf antara lain :

1. Mengekspresikan gagasan tertulis dengan memberi bentuk suatu pikiran dan perasaan
kedalam serangkaian kalimat yang tersusun secara logis, dalam suatu kesatuan.
2. Menandai Peralihan ( Pergantian ) gagasan baru bagi karangan yang terdiri dari beberapa
paragraf, ganti paragraph berarti ganti pikiran.
3. Memudahkan pengorganisasian gagasan bagi penulis, dan memudahkan pemahaman bagi
pembacanya.
4. Memudahkan pengembangan topic karangan kedalam satuan – satuan unit pikiran yang
lebih kecil.
5. Memudahkan pengembalian variabel terutama karangan yang terdiri atas beberapa
variabel.
6. Mengungkapkan informasi tertentu dengan gagasan utama sebagai pengendalinya.

C. Syarat Pembentukan Paragraf

1. Kesatuan
Kesatuan paragraf ialah semua kalimat yang membangun paragraf secara bersama - sama
menyatakan suatu hal atau suatu tema tertenru.Kesatuan di sini tidak boleh diartikan bahwa
paragraf itu memuat satu hal saja.
2. Kepaduan
Kepaduan (koherensi) adalah kekompakan hubungan antara suatu kalimat dan kalimat
yang lain yang membentuk suatu paragraf kepaduan yang baik tetapi apabila hubungan
timbal balik antar kalimat yang membangun paragraf itu baik, wajar, dan mudah dipahami.
Kepaduan sebuah paragraf dibangun dengan memperhatikan beberapa hal, seperti
pengulangan kata kunci, penggunaan kata ganti, penggunaan transisi, dan kesejajaran
(paralelisme).
3. Kelengkapan
Ialah suatu paragraf yang berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang
kalimat topik.Paragraf yang hanya ada satu kalimat topik dikatakan paragraf yang kurang
lengkap.Apabila yang dikembangkan itu hanya diperlukan dengan pengulangan-
pengulangan adalah paragraf yang tidak lengkap.

4
4. Panjang Paragraf
Panjang paragraf dalam sebagai tulisan tidak sama, bergantung pada beberapa
jauh/dalamnya suatu Bahasa dan tingkat pembaca yang menjadi sasaran.
Memperhitungkar, 4 hal :
a. Penyusunan kalimat topik
b. Penonjolan kalimat topik dalam paragraf,
c. Pengembangan detail-detail penjelas yang tepat
d. Penggunaan kata-kata transisi, frase,dan alat-alat lain di dalam paragraf.
5. Pola Susunan Paragraf
Rangkaian pernyataan dalam paragraf harus disusun menurut pola yang taat asas,
pernyataan yang satu disusun oleh pernyataanyang lain dengan wajar dan bersetalian secara
logis. Dengan cara itu pembaca diajak oleh penulis untuk memahami paragraf sebagai satu
kesatuan gagasan yang bulat. Pola susunannya bermacam-macam, dan yang sering
diterapkan dalam tulisan ilmiah.antara lain :
a. pola runtunan waktu,
b. pola uraian sebab akibat,
c. pola perbandingan dan pertentangan,
d. pola analogi,
e. pola dafta,
f. pola lain.

D. Kalimat Topik

Gagasan atau pendapat dapat dikemukakan secara lisan dan tertulis. Pada prinsipnya
penyampaian gagasan atau pendapat secara lisan dan tulis hamper tidak berbeda. Dalam
mengemukakan pendapat diperlukan rumusan ide pokok yang jelas dan ide pendukung yang
memadai. Mengemukakan pendapat secra tertulis dalam bentuk paragraf – paragraf perlu
menggunakan cara pengaturan ide pokok dan ide pendukung yang baik. Untuk itu adapun
tahap – tahap cara mengemukakan pendapat secara tertulis yaitu sebagai berikut.
a. Menulis Kalimat Topik
b. Menentukan Keluasan Topik untuk sebuah Paragraf
c. Menentukan Kesalahan dalam Merumuskan Kalimat Topik
d. Mengungkapkan Gagasan secara Deduktif ( Menempatkan Kalimat Topik Diawal )
e. Mengungkapkan Gagasan secara Induktif ( Menempatkan Kalimat Topik Diakhir )
f. Mengungkapkan Gagasan secara Deduktif – Induktif ( Menempatkan Kalimat Topik di
Awal dan di Akhir )
g. Mengenali Kalimat Penjelasan
h. Menuliskan Kembali Kalimat Penjelas

5
E. Peletakkan Kalimat Topik
Sebuah paragraf di bangun dari beberapa kalimat yang saling menunjang dan hanya
mangandung satu gagasan pokok saja. Gagasan pokok itu dituangkan ke dalam kalimat
topik atau kalimat pokok. Kalimat pokok atau kalimat topik dalam paragraf dapat diletakkan
di akhir, di awal, di awal dan di akhir, atau dalam seluruh paragraf itu.

F. Unsur - Unsur Kebahasaan

Unsur kebahasaan merupakan suatu unsur yang menjelaskan sebuah kata atau
penggunaan yang benar. Unsur kebahasaan juga diartikan sebagai unsur-unsur yang
membangun bahasa atau kalimat.
Contoh unsur kebahasaan antara lain ; rujukan kata, kata berimbuhan, konjungsi, kelompok
kata ( frasa ), kata ganti ( pronominal ), pengulangan ( repetisi ) dan juga kata penghubung
( transisi ). Berikut simaklah uraian lengkap dari unsur kebahasaan.

1. Rujukan Kata
Rujukan kata ialah kata yang merujuk dalam kata lain yang saling berkaitan. Rujukan kata
berkaitan dengan kata ganti (kata ganti orang, kepunyaan, dan penunjuk).
Kata rujukan digolongkan atas :
 Rujukan benda atau hal : ini, itu, tersebut
Contoh : - Kota Bandung amat bersih.
- Kota ini banyak didatangi turis.
Penjelasan : Kata “ini” merujuk dalam “Kota Bandung”.
 Rujukan tempat : di situ, di sana, di sini,
Contoh : - Ibu sedang belanja di Pasar Panorama.
- Disana, ibu membeli sayur.
Penjelasan : Kata “disana” merujuk pada “Pasar Panorama”.
 Rujukan kepada orang : dia, ia, mereka, beliau
Contoh : - Sule ialah idola saya.
- Dia seorang pelawak yang sangat berbakat.
Penjelasan : Kata “dia” merujuk pada “Sule”.

2. Kelompok Kata (Frasa)


Frasa ialah gabungan dua kata ataupun lebih yang sifatnya non-predikatif dan hanya jadi
satu makna gramatikal. Berikut pembagiannya:
 Frasa nominal adalah frasa dengan unsur pembentukan intinya kata benda. Fungsinya bisa
menggantikan kata benda.
Contoh : lemari baju, buku tulis.
6
 Frasa verbal adalah frasa dengan unsur pembentukan berinti kata kerja. Fungsinya bisa
menggantikan kata kerja dalam kalimat.
Contoh : sedang belajar, baru menyadari, tidak mandi, akan datang, belum mucul.
 Frasa adjektiva adalah frasa dengan unsur pembentukan berinti kata sifat.
Contoh : cukup pintar, putih mencolok, gagah rupawan, hitam manis.
 Frasa proposional adalah frasa dengan unsur pembentukan menggunakan kata depan.
Contoh : di rumah, dari Bandung, ke pantai.

3. Kata Berimbuhan
Kata berimbuhan ialah kata dasar yang memperoleh awalan ( prefix ), akhiran ( sufiks ), dan
juga sisipan ( infiks )
Contoh :
 Prefiks : me+baca = membaca
 Sufiks : lingkung+an= lingkungan
 Infiks : me+kata+kan= mengatakan
 Kata Hubung (Konjungsi)
Konjungsi ialah kata yang fungsinya untuk menghubungkan dua klausa ataupun lebih.
Konjungsi dikenal juga dengan istilah kata hubung, kata sambung dan kata penghubung.

Fungsi konjungsi :

1. Sebagai penghubung satu kata dengan kata lain dalam satu kalimat.
2. Sebagai penghubung satu kalimat dengan kalimat lain.

Berdasarkan fungsinya, konjungsi dibagi 2 :

a. Konjungsi Intrakalimat
yaitu kata yang menghubungkan dari satuan-satuan kata dengan kata, frasa dengan frasa,
dan klausa dengan klausa.
 Konjungsi Koordinatif
Konjungsi yang menghubungkan diantara dua klausa ataupun lebih tetapi mempunyai
sintaksis yang sama, seperti : dan, tetapi, atau, sedangkan, lalu, melainkan, kemudian,
padahal.
 Konjungsi Subordinatif
Konjungsi yang menghubungkan diantara dua klausa ataupun lebih, tetapi mempunyai
sintaksis yang tidak sama, seperti : ketika, jika, andai, seandainya, seolah-olah, sebab,
agar, walaupun, sampai-sampai, bahwa.

7
b. Konjungsi Antarkalimat
yaitu konjungsi yang dipakai untuk menghubungkan satu kalimat dengan kalimat lain.
Kalimat ini selalu dimulai kalimat baru dan juga huruf pertamanya ditulis kapital. Konjungsi
ini dibagi menjadi :
 Konjungsi pertentangan : namun, kecuali itu, Akan tetapi,
 Konjungsi akibat : oleh sebab itu, Oleh karena itu,
 Konjungsi kelanjutan waktu: setelah itu, Kemudian, lalu,
 Konjungsi konsekuensi : Dengan demikian
 Konjungsi pra-waktu : Sebelum itu
 Konjungsi keadaan : sesungguhnya, bahwasanya, Sebenarnya,
 Konjungsi kebalikan : Sebaliknya
 Konjungsi menguatkan : Malahan, bahkan
 Konjungsi kesediaan : walaupun demikian, Biarpun begitu,

4. Kata Baku dan Tidak Baku


Perbedaannya ada pada pencantuman di KBBI. Kata baku jelas sudah tercantum di KBBI
dan dengan sah difungsikan dalam komunikasi, yang mempunyai arti jelas, dan bisa
diterjamahkan secara internasional sementara kata tidak baku hanya berlaku untuk
komunikasi sederhana di lingkungan saja.

Kata Baku Kata Tidak Baku

 
Aktif Aktip
Tidak Engga
Bicara Ngomong
Izin Ijin
 

5. Kata Leksikal
Makna Leksikal ialah makna yang berhubungan dengan kata, leksem, ataupun kosakata.
 Nomina (Kata Benda) Mengacu pada benda nyata maupun abstrak. Contohnya; gambar,
meja, rumah, pisau.
 Adjektiva (Kata Sifat) Mengungkapkan sifat atau keadaan sesuatu. Contoh: senang, sedih,
tampan, dll.
 Adverbia (Kata Keterangan) Melengkapi atau memberikan informasi berbentuk
keterangan tempat, waktu, suasana, dll. Contohnya di-, dari-, ke-, sini, dll.
6. Kalimat Tunggal
Ialah kalimat yang hanya terdiri atas satu unsur Subjek serta Predikat saja. Namun, bisa
diikuti dengan objek serta keterangan. Berdasarkan jenis predikatnya, dibagi dua:
Kalimat Verbal, Kalimat tunggal verbal ialah kalimat dengan predikat berupa kata kerja.
Contoh :
Budi tidur di kelas
S P K
Kalimat Adjektival, Kalimat ini mempunyai predikat yang berupa kata sifat
Dia pintar
S P

7. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang memiliki dua klausa atau lebih yang digabungkan ke
dalam satu kalimat dengan menggunakan konjungsi atau kata penghubung.

 Kalimat Majemuk Setara adalah kalimat yang mempunyai dua


klausa sejajar atau sederajat. Biasanya dihubungkan dengan konjungsi kemudian, tetapi,
seperti dan, lalu, dll.
Rician klausa :
Ayah membaca dan ibu menonton TV
Klausa 1 Klausa 2
Contoh dari kalimat majemuk setara:
 Budi pergi ke sekolah sementara Andi tinggal di rumah.
 Budi anak yang pintar, namun kakaknya lebih pintar.
 Kalimat Majemuk Bertingkat adalah kalimat yang mempunyai dua klausa yang
hubungannya tak sejajar. Di dalam kalimat ini ada klausa yang kedudukannya sebagai induk
kalimat serta anak kalimat. Konjungsi penghubung yang dipakai antara lain jika, ketika,
bagaikan, sebab, walaupun, bahwa, sehingga, dan dengan.
 Rincian klausa :
Para petani pergi ketika matahari mulai terbit
induk kalimat anak kalimat
Contoh dari kalimat majemuk bertingkat:
 Aku sudah tertidur saat ayahku pulang.
 Jika aku jadi juara kelas, Ayah akan memberikanku hadiah.

Di dalam membuat kalimat, maka kita harus memperhatikan lebih dulu unsur-unsur dari
kebahasaannya.
8. Pembangunan Paragraf

II. Pengembangan Paragraf

A. Pola Pengembangan Paragraf

a. Pola umum-khusus (deduktif)


Diawali dengan pernyataan yang sifatnya umum. Ditandai dengan kata-kata ‘umumnya’,
‘banyak’. Pernyataan tersebut kemudian dijelaskan dengan pernyataan berikutnya yang
lebih khusus.
Contoh:
Memiliki server sendiri memiliki banyak keuntungan. Salah satunya kita dapat
memanfaatkannya secara maksimal. Meskipun demikian biaya yang dikeluarkan jauh lebih
besar. Biaya untuk hardware saja sudah di atas Rp 10 juta, belum lagi biaya perbulan. Selain
itu kita juga membutuhkan tenaga professional untuk menjadi operatornya.

b. Pola khusus-umum (induktif)


Merupakan kebalikan dari pola deduktif.
Contoh:
Sebagian besar orang tampak berjejer di pinggir jalan masuk. Sebagian lagi duduk santai di
atas motor dan mobil yang diparkir seenaknya di kiri dan kanan jalan masuk. Kawasan
bandara sore ini memang benar-benar telah dibanjiri lautan manusia.

c. Pola definisi luas


Definisi dalam pembentukan sebuah paragraf adalah usaha penulis untuk memberikan
keterangan atau arti terhadap sebuah kata atau hal. Penulis dapat mengemukakan hal yang
berupa definisi formal, definisi dengan contoh dan keterangan lain yang bersifat
menjelaskan arti dari sutau kata.
REPORT THIS AD
Contoh:
Istilah Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di
seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-
bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin
sempit.Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar
negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang
melintasi batas Negara. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik
yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan.
Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya
peran negara atau batas-batas negara.

d. Pola proses
Merupakan suatu urutan dari tindakan atau perbuatan untuk  menciptakan atau
menghasilkan suatu peristiwa.
Contoh:
Pohon anggur selain airnya dapat diminum, daunnya pun dapat digunakan sebagai
pembersih wajah. Caranya, ambillah daun anggur secukupnya. Lalu tumbuk sampai halus.
Masaklah hasil tumbukan itu dengan air secukupnya. Tunggu sampai mendidih. Setelah
ramuan mendingin, ramuan siap digunakan. Oleskan ramuan pada wajah, tunggu beberapa
saat, lalu bersihkan.

e. Pola kausalitas (sebab-akibat; akibat sebab)


Dalam pola ini sebab bertindak sebagai gagasan utama, sedangkan akibat sebagai rincian
pengembangannya. Namun demikian, susunan tersebut bias juga terbalik. Akibat dapat
berperan sebagai gagasan utama, sedangkan sebab menjadi rincian pengembangannya.
Contoh:
Beberapa pohon di kebun tidak mau berbungan seperti tanaman yang lain. Padahal pohon
tersebut sudah disiram dengan rutin. Pemberian pupuk juga dilakukan seminggu sekali.
Setelah diperiksa ternyata pohon tersebut tidak mendapat cahaya matahari karena terhalang
oleh pohon besar yang ada di sampingnya.

f. Pola ilustrasi
Sebuah gagasan yang terlalu umum memerlukan ilustrasi atau contoh-contoh yang nyata.
Ilustrasi tersebut dipakai untuk menjelaskan maksud penulis.
Contoh:
Sebelas tahun lalu Indonesia mengimpor gerbong kereta api dari Perancis. Gerbong tersebut
tampak mentereng karena dilengkapi dengan alat-alat conditioning. Namun dimanakah
sekarang gerbong-gerbong itu? Ternyata sudah banyak yang rusak. Gerbong-gerbong itu
kini hanya dipakai dalam trayek tingkat tiga untuk mengangkut anak-anak sekolah dan para
petani dari desa ke kota. Siapa yang salah? Penumpangnya atau pegawai PT KAI? Itulah
contoh penggunaan teknologi yang tak dibarengi SDM yang memadai, sehingga teknologi
pun lekas rusak sebelum waktunya.

g. Pola pertentangan atau perbandingan


Pola ini digunakan ketika membahas dua hal berdasarkan persamaan dan perbedaannya.
Contoh:
Pemerintah telah menyediakan listrik dengan tarif yang murah. Setiap orang dapat menjadi
pelanggan dengan tidak banyak mengeluarkan biaya. Berbeda halnya dengan petromaks.
Meskipun sama-sama membutuhkan bahan bakar, tetapi energi yang dihasilkan petromaks
sangat kecil jika dibandingkan dengan pembangkit listrik biasa. Petromaks hanya digunakan
di desa-desa, sedangkan listrik terdapat di kota-kota.

h. Pola analisis
Pola ini digunakan ketika menjelaskan suatu hal atau agagsan yang umum ke dalam
perincian yang lebih logis. Dalam pola ini ada bagian yang dianalisis yang terletak di awal
paragraf dan yang menganalisis terletak setelahnya.
Contoh:
APBN 2001 menghadapi tekanan yang berat. Tekanan itu pada dasarnya berkaitan dengan
tiga faktor. Pertama, memburuknya lingkungan ekonomi makro. Kedua, tidak dapat
dilaksanakannya secara optimal kebijakan fiscal di bidang perpajakan, bea cukai, dan
pengurangan subsidi BBM. Ketiga, adanya pembatalan sebagian pencairan pinjaman untuk
biaya pembangunan.

i. Pola klasifikasi
Merupakan sebuah proses untuk mengelompokkan hal atau peistiwa atau benda yang
dianggap punya kesamaan-kesamaan tertentu.
Contoh:
Ikan air tawar terbagi ke dalam tiga golongan, yakni ikan peliharaan, ikan buas, dan ikan
liar. Ikan peliharaan terdiri atas ikan-ikan yang mudah diperbanyak. Contohnya: ikan
bandeng, ikan mas, ikan gurami, dan lain-lain. Ikan buas memiliki sifat jahat terhadap ikan-
ikan lain. Contohnya: ikan gabus dan ikan lele. Ikan liar, meskipun jarang dipelihara, tetapi
memiliki keuntungan secara ekonomis. Contohnya: ikan paray, ikan bunter dan ikan ikan
jeler.

j. Pola seleksi
Penggambaran objek tidak dilakukan secara utuh, tetapi dipilih secara perbagian
berdasarkan fungsi, kondisi, atau bentuk.
Contoh:
Sejak suaminya terpilih menjadi ketua partai politik, ia memutuskan untuk  mengubah
penampilannya. Kini ia lebih banyak mengenakan busana panjang yang sopan. Namun
demikian kesan modis tak pernah ditinggalkan. Untuk menghadiri jamuan makan malam, ia
mengenakan busana bergaya Thailand. Untuk acara formal, atasan model jas berlengan
panjang dan rok span menjadi favoritnya. Untuk santai, ia memilih busana model sackdress.

k. Pola sudut pandang atau titik pandang


Merupakan tempat pengarang melihat atau menceritakan suatu hal. Sudut pandang diartikan
sebagai penglihatan seseorang atas suatu barang. Misalnya dari samping, dari atas, atau dari
bawah. Sebagai orang pertama, orang kedua, atau orang ketiga.
Contoh:
Dengan tersipu Imas dan Jaka menghalau kerbau mereka ke sungai. Bersama-sama mereka
memandikan kerbaunya. Mereka pun sama-sama mandi. Namun hal itu tidak lama karena
hari sudah senja. Ayah Imas melinting rokok di depan gubuk kecilnya semabrai  menunggu
Imas pulang. Malam pun terasa mulai sunyi. Dari tepi hutan terdengar lolongan anjing.

l. Pola dramatis
Dalam pola ini cerita tidak disampaikan secara langsung, tetapi dikemukakan melalui
dialog-dialog. Hal yang membedakannya dengan pola sudut pandang adalah cara
penyampaiannya.
Contoh:
Ayah Imas mengangguk. Diisapnya lagi sisa rokoknya dalam-dalam. “Ayo, silakan!” ujar
Pak Somad semabri menyodorkan kotak tembakau. “Terima kasih, ini sudah cukup. Lagi
pula hari sudah larut, saya mau pamit pulang.” ujar Ayah Imas.
Bentuk Hubungan Logis dalam Bahasa Indonesia (kalimat)

B. Hubungan Logis antar Kalimat

1. Pengertian Bentuk Hubungan Logis

Bentuk hubungan logis merupakan satuan gambaran ciri sistematik kata-kata pembentuk
kalimat yang dapat membuahkan kesimpulan secara logis serta mengandung nilai kebenaran
secara analitis.

2. Bentuk Hubungan Logis dalam Perspektif Kajian Semantik

Menurut Davidson pada tataran pertama bahasa disikapi sebagai “standard logic” atau
sebagai gejala yang mengandung kaidah hubungan logis. Bahasa pada tataran tersebut
didudukan sebagai “formal language” atau bahasa yang diformulasikan pengaji sesuai
dengan norma yang digunakan. Bahasa yang diformalisasikan pengkaji sesuai dengan
gambaran bentuk hubungan logisnya pengkaji melakukan pemberian karakteristik bentuk
logisnya dengan mendasarkan pada karakteristik hubungan semantisnya.

Sebagai obyek kajian hubungan logis, bahasa yang didudukan dalam konteks “standard
formal language” dengan demikian adalah bahasa yang telah diidealisasikan. Selain itu,
sesuai dengan kedudukan kalimat-kalimat itu sebagai “formal language” pengkaji dapat saja
memodifikasi lambing kebahasaan itu ke lambing logika simbolik. Meskipun demikian, dari
adanya pemertalian “standard formal language” dengan bahasa natural, menunjukkan bahwa
formal language bukanlah jenis bahasa yang disusun secara “fiktif”, melainkan bahasa yang
memiliki pertalian dengan pengalaman keseharian. Dengan kata lain, formal language
adalah bahasa keseharian yang diidealisasikan, diformalisasikan.

Betolak dai wawasan Montague, dan Thomason dapat dikemukakan bahwa tugas utama
semantic adalah melakukan studi tentang hubungan antara ekspresi (=wujud formal
proposisi) yang satu dengan yang lain dalam kaitannya dalam dunia acuan sebagai
nonlinguistic subject matter. Dalam pembahasan ini studi tentang hubungan antara bentuk
ekspresi dengan dunia acuan selain dikaji lewat pembahasan hubungan dengan unsure
referensial atau kongkretum dalam kalimat dihubungkan dengan dunia acuan, juga
dihubungkan dengan kajian tentang antara nilai kebenaran dalam suatu proposisi ditinjau
dari cirri bentuk hubungan logisnya dihubungkan dengan dunia acuan.

Kaidah hubungan logis yang dihubungkan dengan indeks maupun signifikan, nilai
kebenarannya berkaitan dengan kebenaran analitis. dalam hal demikian, antara kebenaran
secara logis dengan kebenaran secaa analitis akhirnya merupakan dua hal yang tidak
terpisahkan. keeatan hubungan demikian juga ditunjukkan oleh keeratan hubungan antara
kebenaran dengan kebermaknaan. Dalam kajian Semantik sebutan bentuk hubungan logis
selain dihubungkan dengan bentuk hubungan logis makna kata-kata dalam kalimat, makna
kata-kata dalam hubungan antara kalimat juga dihubungkan dengan inferensi atau
pengambilan kesimpulan secara logis.

Dalam logika simbolik, sebutan logika lazim dihubungkan dengan logika proposional, dan
logika kuantifikasional. Permasalahannya secara umum meliputi (i) spesifikasi bentuk
hubungan logis sesuai dengan perakit yang digunakan, (ii) spesifikasi cirri hubungan antara
anteseden dengan konsekuen, dan (iii) kaidah pembuahan inferensi sahih (valid inferences)
dari argument dan pedikator dalam proposisi yang berbeda, dan (iv) permasalahan
menyangkut kuantifikasi. Dalam kajian semantic, hasil kajian logika simbolik tersebut
dijadikan salah satu dasar penafsiran system kaidah hubungan logis dalam bahasa natural.
3. Pemilihan Bentuk Hubungan Logis dalam Kalimat

a. Bentuk hubungan analitis


Sebutan analitis dalam studi makna berhubungan dengan dua hal. Pertama, sebutan analitis
menyangkut “nilai kebenaan secara analitis”. Kedua, istilah analitis sebagai salah satu
bentuk hubungan logis. Ditinjau dari terdapatnya cirri kebenaran secara analitis, semua
relasi makna yang memiliki nilai kebenaran berdasarkan “criteria analitis” dapat disebut
berbentuk analitis.
b. Bentuk hubungan simetris
Dalam hubungan secara simetris, argument-argumen dalam kalimat salain mengarahkan
karena predikator yang berlaku bagi argument 1 juga berlaku bagi argument 2. sebaliknya
predicator yang berlaku bagi argument 2 juga berlaku bagi argument 1. Dari terdapatnya
keharusan cirri demikian, ditinjau dari prinsip kalkulus predikat kalimat yang mengandung
hubungan simetris adalah kalimat yang ditinjau dari predikatornya mengharuskan adanya
dua argument atau lebih.
c. Bentuk hubungan refleksif
Bentuk hubungan logis disebut hubungan refleksif apabila relasi makna dalam kalimat
penjelasan yang diberikan pada argument merefleksikan cirri lain pada argument itu
sendiri.
d. Bentuk hubungan transitif
Relasi makna dalam kalimat disebut mengandung hubungan transitif apabila cirri hubungan
argument x dan y, dan hubungan argument y dan z secara logis juga menentukan hubungan
argument x dan z.
e. Bentuk hubungan Kontradiksi
Hubungan kontradiksi dapat diartikan sebagai hubungan kata-kata dalam suatu proposes
yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian atau bersifat kontradiktif. Sebagaimana bentuk
hubungan logis yang lain, bentuk hubungan kontradiksi dapat memberikan spesifikasi cirri
hubungan unsure-unsur pembentuk proposisi. proposisi tersebut selain dapat berupa
proposisi sederhana yang terdiri atas sebuah argument dan sebuah predicator, dapat juga
berupa proposisi kompleks.

4. Ciri Bentuk Hubungan Logis dalam Kalimat Bahasa Indonesia


a. Hubungan analisis dalam kalimat bahasa Indonesia
Ditandai oleh adanya (i) (A) yang dijelaskan, dan (B) ungkaian yang berisi penjelasan, (ii)
kemampuan urutan (A) (B) dinyatakan dalam urutan (B) (A) tanpa mengubah proposisinya,
(iii) nilai kebenaran hubungan (A) dan (B) dapat ditentukan berdasarkan identifikasi cirri
semantic, dan signifikan secara logis.
Contoh:
Durian adalah jenis buah-buahan yang kulitnya berduri.
(A) = durian
(B) = jenis buah-buahan yang kulitnya berduri
Kaidah hubungan logis pada jenis tautologies yaitu relasi makna ditentukan memiliki
hubungan tautologies apabila unsure-unsur pembentuk relasi makna itu saling menjelaskan
karena beberapa cirri yang dimiliki unsure yang lain.

b. Hubungan simetris dalam kalimat bahasa Indonesia


Ditandai oleh adanya (i) ungkaian-ungkaian pembentuk proposisi yang nilai kebenarannya
saling mengarahkan, (ii) kehadiran ungkaian yang satu secaa logis dapat menyertakan
kehadiran ungkaian yang lain, dan (iii) dalam sebuah kalimat, salah satu ungkaian
pembentuk proposisinya memiliki kemungkinan dihilangkan.
Contoh:
Kalimat tersebut antara ungkaian yang satu dengan yang lain saling mengarahkan.
Ungkaian (P) Ari suami Vivi nilai kebenarannya ditentukan oleh ungkaian (Q) Vivi istri
Ari, atau sebaliknya.
Kaidah hubungan simetris yaitu relasi makna ditentukan memiliki hubungan simetris
apabila beberapa cirri pada (P) sebagai salah satu ungkaian pembentuk proposisinya nilai
kebenarannya ditentukan oleh ungkaian (Q), sehingga kehadiran ungkaian (P)/(Q) secara
logis sudah menyertakan kehadiran ungkaian (Q)/(P).

c. Hubungan refleksif dalam kalimat bahasa Indonesia


Ditandai oleh adanya (i) dua predikat atau penjelmaan pada referan yang sama, (ii) kedua
penjelasan itu saling merefleksikan cirri referan yang diacu, (iii) refleksi penjelasan
pertama secara logis menentukan refleksi penjelasan kedua atau sebaliknya.
Contoh:
Bobot tubuh Tya sama dengan berat badan Tya
Kalimat tersebut mengandaikan adanya signifikasi logis : referensi x pada “bobot Tya”
sebagai (P) = “bobot” Tya, adalah juga (P) = “berat badan” Tya. Sebab itulah penjelasan
menyangkut (A) Tya, ada sebagai PAP.
Kaidah hubungan secara refleksif yaitu relasi makna ditentukan memiliki hubungan
refleksif apabila cirri x yang satu merefleksikan/direfleksikan cirri x lain yang mengacu
pada referan yang sama.
d. Hubungan transitif dalam kalimat bahasa Indonesia
Ditandai oleh adanya (i) tiga ungkaian yang salah satunya dapat dibuahkan berdasarkan
pada signifikasi secara logis, (ii) berlakunya nilai pada hubungan ungkaian pertama dengan
ungkaian kedua pada ungkaian ketiga sehingga nilai ungkaian ketiga nilai kebenarannya
dapat dihubungkan dengan ungkaian pertama, dan (iii) dalam sebuah kalimat, ungkaian
ketiga sebagai ungkaian yang dibuahkan berdasakan signifikasi logis kehadirannya secara
tidak langsung sudah termban dalam ungkaian pertama, dan ungkaian kedua.
Contoh:
Tya lebih gemuk dari pada Dipta. Dipta lebih gemuk dari pada Novan. Dengan demikian,
Tya lebih gemuk dari pada Novan.
Merujuk pada kalimat di atas, mengandaikan Tya = X, lebih gemuk = P, Dipta = Y, dan
Novan = Z, nilai yang ada pada XPY, dan YPZ, secara logis membuahkan nilai yang
berlaku bagi XPZ.
Kaidah hubungan secara transitif yaitu relasi makna ditentukan memiliki hubungan
transifitas apabila perbandingan argument x dengan argumen y, antara y dengan z, secaa
logis berlaku bagi pebandingan antara x dengan z.

e. Hubungan kontradiksi dalam kalimat bahasa Indonesia


Ditandai oleh adanya (i) ketidaksesuaian hubungan makna kata-kata, sehingga hubungan
makna kata-kata sebagai pembentuk satuan proposisinya bersifat kontradiktif, dan (ii)
proposisi yang dikandungnya memiliki kesalahan.
Kaidah hubungan secara kontradiktif yaitu relasi makna ditentukan memiliki hubungan
kontradiksi apabila dalam satuan proposisinya mengandung x dan bukan x.

Anda mungkin juga menyukai