Alkil Halida
Alkil Halida
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya
diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan
dengan halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat
diganti.
Alkil halida juga terjadi di alam, meskipun lebih banyak terjadi dalam
organisme air laut daripada organisme air tawar. Bahkan ada senyawa alkil halida yang
diisolasi dari organisme laut yang memperlihatkan aktivitas biologis yang menarik.
Sebagai contoh adalah plocamen B, suatu turunan triklorosikloheksana yang diisolasi
dari alga merah Plocamium violaceum, berpotensi seperti DDT dalam aktivitas
insentisidalnya melawan larva nyamuk.
Senyawa halogen sangat penting karena berbagai sebab. Alkil dan aril halida
sederhana, terutama klorida dan bromida, adalah cikal bakal sintesis kimia organik.
Maka dalam alkil halida terbagi menjadi beberapa kelompok yang berbeda tergantung
pada bagaimana posisi atom halogen dalam rantai atom karbon , dan melalui reaksi
subtitusi halogen dapat digantikan dengan gugus fungsi lain. Halida-halida organik juga
dapat dirubah menjadi senyawa-senyawa jenuh eliminasi. Akhirnya, banyak senyawa-
senyawa organik mempunyai kegunaan praktis, sebagai ansektisida, herbisida, pencegah
api, cairan pembersih dan refrigeran, dan sebagainya.
Dengan demikian makalah ini akan dibahas semua mengenai alkil halida baik
dari pembagian alkil halida berdasarkan posisi atom halogennya, rekasi – reaksi alkil
halida.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan alkil halida ?
2. Bagaimana mekanisme reaksi – reaksi alkil halida ?
3. Apa saja reaksi alkil halida yang dapat di gunakan untuk melakukan identifikasi ?
1
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tentang alkil halida
2. Untuk mengetahui mekanisme reaksi – rekasi alkil halide\
3. Untuk mengetahui reaksi alkil halida yang dapat digunakan untuk melakukan
identitfikasi
D. MANFAAT
1. Untuk memberikan informasi dan pemahaman tentang alkil halida
2. Untuk memberikan informasi dan pemahaman tentang mekanisme reaksi - reaksi
alkil halida
3. Untuk memberikan informasi dan pemahaman tentang reaksi alkil halid yang dapat
digunakan untuk melakukan identifikasi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa yang hanya mengandung karbon, hydrogen, dan suatu atom halogen
dapat di bagi dalam kategori, yaitu alkil halida, aril halida ( dalam mana sebuah halogen
terikat pada sebuah karbon dari suatu cincin aromatik) dan halida vinilik ( dalam mana sebuah
halogen terikat pada sebuah karbon beriaktan rangkap). R dideinisiakn sebagai lambing
umum untuk sebuah gugus alkil. Sedangkan Ar adalah lambang untuk sebuah gugus aromatic
atau aril. Atom halogen (F,Cl,Br, atau I) dapat diwakili dengan X. Dengan menggunakan
lambing umum, maka alkil halide adalah RX, dan aril halida sperti bromobenzena (C 6H5Br)
adalah ArX ( Fessenden, 1986: 167 ).
Senyawa alam yang mengandung klorin dan bromin telah diisolasi dari
berbagai species yang hidup di laut antara lain yaitu spons, moluska, dan makhluk laut
lainnya yang teradaptasi di lingkungannya dengan mematabolismeka klorida dan bromide
3
anorganik yang menonjol di sana. Dengan pengecualian tersebut, kebanyakan seyawa halogen
organik merupakan ciptaaan di laboratrium.
Senyawa halogen itu sangat penting karena beberapa alsan. Halide alkil dan
aril sederhana, terutama klorida dan bromide merupakan reagen yang berguna dalam sintesis.
Melalui reaksi substitusi halogen dapat digantikan oleh berbagai gugus fungsi. Halida organik
dapat dikonversi menjadi senyawa tak jenuh melalui dehidrohalogenasi. Begitu jua pada
berbagai senyawa halogen, terutama yang mengandung dua atau lebih atom halogen per
molekul, memiliki kegunaan praktis sebagai pelarut, insetisida,herbisida, pemadam api, cairan
pembersih, refrigerant, dan dalam polimer seperti Teflon (Hart,2003 : 194 ).
Reaksi substitusi merupakan suatu reaksi dimana satu atom, ion atau gugus
disubstitusikan (diganti) dengan atom, ion atau gugus lain. Reaksi substitusi terdiri dari reaksi
substitusi nukleofil (SN) dan reaksi substitusi elektrofil (SE). Reaksi substitusi nukleofilik
dan substitusi elektrofil dapat terjadi pada senyawa alifatis dan senyawa aromatis.
Elektrofil merupakan sesuatu yang tertarik pada elektron. Dan karena tertarik oleh daerah
negatif, elektrofil harus merupakan sesuatu yang membawa muatan positif penuh atau
memiliki sedikit muatan positif disuatu daerah padanya.Eten dan alkena yang lain diserang
oleh elektrofil. Elektrofilik H∞+ Br∞-, biasanya ujung yang sedikit lebih positif (∞+) dari
sebuah molekul seperti hidrogen bromida (HBr).
Reaksi substitusi nukleofil merupakan suatu reaksi dimana satu atom, ion atau gugus molekul
organik disubstitusikan (digantikan) dengan suatu nukleofil. Adapun faktor – faktor yang
mempengaruhi reaksi substitusi sama halnya dengan reaksi eliminasi antara lain struktur alkil
halide, leaving group X- ,dan nukleofilik atau basa (Pudjadmako,1996 : 99 )
4
BAB III
PEMBAHASAN
Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya
diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan dengan
halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat diganti. Senyawa
terfluorinasi sempurna yang dikenal sebagai fluorokarbon, cukup menarik karena
kestabilannya pada suhu tinggi. Alkil halida juga terjadi di alam, meskipun lebih banyak
terjadi dalam organisme air laut daripada organisme air tawar. Halometana sederhana seperti
CHCl3, CCl4, CBr4, CH3I, dan CH3Cl adalah unsure pokok alga Hawai Aspagonsi taxiformis.
Bahkan ada senyawa alkil halida yang diisolasi dari organisme laut yang memperlihatkan
aktivitas biologis yang menarik. Sebagai contoh adalah plocamen B, suatu turunan
triklorosikloheksana yang diisolasi dari alga merah Plocamium violaceum, berpotensi seperti
DDT dalam aktivitas insentisidalnya melawan larva nyamuk.
Kimiawan sering menggunakan RX sebagai notasi umum untuk organic
halida,R menyimbolkan suatu gugus alkil dan X untuk suatu halogen. Konfigurasi elektron
dalam keadaan dasar halogen adalah sebagai berikut:
Suatu atom halogen dalam sebuah senyawa organik adalah suaru gugus
fungsional dan ikatan C-X merupakan letak kreativitas kimia. Atom – atom halogen lebih
berat dibandingkan dengan karbon atau pun hydrogen. Kenaikan bobot molekul dan
bertambahnya polarizabilitas ( yang meningkatkan tarikan Van der Waals) karena atom
halogen di substitusikan ke dalam molekul hydrogen, sehingga menyebabkan kenaikan titik
didih suatu deret senyawa. Dan alasan lainnya karena massa sebuah atom halogen, raptan
alkil halida cair serigkali lebih tinggi daripada rapatan senyawa organik sepadan.
Kebanyakan senyawa organik lebih ringn daripada air, namun pelarut halgen yang paling
lazim, seperti kloroform dan diklorometana, leboh berat dari pada air( rapatan lebh besar
daripada 1 gr/mL). Senyawa – senyawa ini tenggelam ke dasar wadah, bukannya terapung di
atas permukaan air seperti kebanyakan senyawa organic. Hidrokarbon terhalogenasikan tidak
membentuk ikatan hidrogen dan tidak larut dalam air.
Halogenalkana atau alkil halida terdiri dari beberapa kelompok yang berbeda
tergantung pada bagaimana posisi atom halogen dalam rantai atom karbon. Ada beberapa
perbedaan sifat kimia antara berbagai jenis halogealkana. Adapun alkil halid terdiri dari alkil
halida primer,alkil halida sekunder, dan alkil halida tersier.
6
Perlu diperhatikan bahwa tidak menjadi masalah bagaimanapun kompleksnya
gugus alkil yang terikat. Karena pada masing-masing contoh di atas, hanya ada satu
ikatan terhadap sebuah gugus alkil dari gugus CH2 yang mengikat halogen.
Terdapat pengecualian dalam hal ini, yakni CH3Br dan metil halida lainnya
seringkali ditemukan sebagai alkil halida primer walaupun tidak ada gugus alkil yang
terikat pada atom karbon yang membawa halogen.
Pada alkil halida sekunder (2°), atom karbon yang padanya terikat halogen berikatan
langsung dengan dua gugus alkil yang lain, yang bisa sama atau berbeda.
Pada alkil halida tersier (3°), atom karbon yang mengikat halogen berikatan langsung
dengan tiga gugus alkil, yang bisa merupakan kombinasi dari gugus akil yang sama atau
berbeda.
7
Pola-pola titik didih ini mencerminkan pula pola-pola gaya tarik antar-
molekul antara lain gaya – gaya dispersi van der Waals dan gaya tarik dipol – dipol van der
Waals.
Gaya tarik ini menjadi lebih kuat apabila molekul lebih panjang dan memiliki
lebih banyak elektron. Ini dapat meningkatkan besarnya dipol-dipol sementara yang
terbentuk. Inilah yang menyebabnya mengapa titik didih meningkat apabila jumlah
atom karbon dalam rantai meningkat. Misalnya untuk tipe halida tertentu, misalnya
klorida. Gaya-gaya dispersi akan menjadi semakin kuat apabila jumlah atom karbon
semakin bertambah dalam rantai (misalnya dari 1 menjadi 2, 3 dan seterusnya).
Dibutuhkan lebih banyak energi untuk mengatasi gaya dispersi tersebut, sehingga titik
didih meningkat.
8
Adapun titik didih beberapa isomer, antara lain :
Alkil halida atau halogenalkana dapat larut dalam beberapa pelarut, antara lain
kelarutan halogenalkana atau alkil halida dalam air dan kelarutan halogenalkana atau alkil
halide dalam pelarut – pelarut organik.
Alkil halida sangat sedikit larut dalam air. Agar alkil halida bisa larut dalam
air, maka gaya tarik antara molekul-molekul alkil halida harus diputus (gaya dispersi
van der Waals dan gaya-tarik dipol-dipol) demikian juga dengan ikatan hidrogen antara
molekul-molekul air. Pemutusan kedua gaya tarik ini memerlukan energi.
9
b. Kelarutan dalam pelarut-pelarut organik
Alkil halida cenderung larut dalam pelarut organik karena gaya tarik antar-
molekul yang baru terbentuk memiliki kekuatan yang sama dengan kekuatan ikatan
yang diputus dalam alkil halida dan pelarut.
Pola kekuatan dari keempat ikatan karbon-halogen ditunjukkan pada gambar berikut:
10
Perhatikan metil halida sebagai contoh-contoh sederhana berikut ini:
Keelektronegatifan karbon dan iodin sama sehingga tidak akan ada pemisahan
muatan pada ikatan (pasangan elektron berada pada posisi netral).Yang mengendalikan
suatu kereaktifan adalah kekuatan ikatan yang harus diputus, sementara cukup sulit
untuk memutus sebuah ikatan karbon-fluorin, tapi cukup mudah untuk memutus ikatan
karbon-iodin
Alkil halida paling banyak ditemui sebagai zat antara dalam sintesis. Mereka
dengan mudah diubah ke dalam berbagai jenis senyawa lain, dan dapat diperoleh melalui
banyak cara. Reaksi alkil halida yang banyak itu dapat dikelompokkan dalam dua kelompok,
yaitu reaksi substitusi dan reaksi eliminasi. Dalam reaksi substitusi, halogen (X) diganti
dengan beberapa gugus lain (z).
Sedangkan reaksi eliminasi melibatkan pelepasan HX, dan hasilnya adalah suatu
alkena. Banyak sekali modifikasi terhadap reaksi ini, tergantung pada pereaksi yang
digunakan.
1. Reaksi Substitusi
Suatu nukleofil (Z) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp3 yang
mengikat halogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen yang
11
terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan elektron yang tadinya
sebagai elektron ikatan. Ada dua persamaan umum yang dapat dituliskan:
12
1) Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi,
maka kecepatan reaki tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2) Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita
mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidrosida, akan diperoleh (S)-
2-butanol.
Ion hidroksida menyerang dari belakang ikatan C—Br. Pada saat substitusi
terjadi, ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong
oleh suatu bidang datar sehingga membalik. Karena dalam molekul ini OH
mempunyai perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol.
Jadi reaksi SN2 memberikan hasil inversi.
3) Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2 reaksi terjadi lebih cepat
apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus
tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk
urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R
meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecendrungan reaksi
SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >> tersier.
b) Mekanisme SN1
Mekanisme SN1 adalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antara
karbon dengan gugus pergi putus.
Gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion
karbonium. Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil
membentuk produk.
13
Pada mekanisme SN1 substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan
sebab pada tahap lambat hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat.
Tahap ini sama sekali tidak melibatkan nukleofil.
o Adapun ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1. Kecepatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap
penentu kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat.
2. Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan
hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada
tiga gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai
hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah
penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini masing-
masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemik. Misalnya, reaksi
(S)-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol rasemik.
Spesies antaranya (intermediate spesies) adalah ion karbonium dengan
geometric planar sehingga air mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan dan
belakang) dengan peluang yang sama menghasilkan adalah campuran rasemik.
Reaksi substrat R-X yang melalui mekanisme SN1 akan berlangsung cepat jika
R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer. Hal ini sesuai
dengan urutan kestabilan ion karbonium, 3º> 2º>> 1º.
14
Sehingga dengan megetahui mekanisme dari reaksi subsitusi, maka dapat
dibangdingkan antara SN1 dengan SN2 dengan membandingkan keadaan-keadaan,
seperti keadaan pelarut dan struktur nukleofil.
Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa halida primer selalu bereaksi melalui
mekanisme SN2, sedangkan halida tersier melalui mekanisme SN1. Pada halida
sekunder, terdapat dua kemungkinan.
Pada tahap pertama dalam mekanisme SN1 adalah tahap pembentukan ion,
sehingga mekanisme ini dapat berlangsung lebih baik dalam pelarut polar. Jadi halida
sekunder yang dapat bereaksi melalui kedua mekanisme tersebut, kita dapat mengubah
mekanismenya dengan menyesuaikan kepolaran pelarutnya. Misalnya, mekanisme reaksi
halida sekunder dengan air (membentuk alkohol) dapat diubah dari SN2 menjadi SN1 dengan
mengubah pelarutnya dari 95 % aseton –5% air (relatif tidak-polar) menjadi 50 % aseton –
50% air (lebih polar, dan pelarut peng-ion yang lebih baik).
Kekuatan nukleofil juga dapat mengubah mekanisme reaksi yang dilalui oleh
reaksi oleh reaksi SN. Jika nukleofilnya kuat maka mekanisme SN2 yang terjadi. Berikut ini
ada beberapa petunjuk yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu nukleofil adalah kuat
atau lemah:
15
1. Ion nukleofil bersifat nukleofil. Anion adalah pemberi elektron yang lebih baik dari
pada molekul netralnya. Jadi
2. Unsur yang berada pada periode bawah dalam tabel periodik cenderung merupakan
nukleofil yang lebih kuat dari pada unsur yang berada dalam periode di atasnya yang
segolongan. Jadi
3. Pada periode yang sama, unsur yang lebih elektronegatif cenderung merupakan
nukleofil lebih lemah (karena ia lebih kuat memegang elektron) . Jadi
Karena C dan N berada dalam periode yang sama, tidak mengherankan jika pada ion :
C=N: yang bereaksi adalah karbon, karena sifat nukleofilnya lebih kuat.
2. Reaksi Eliminasi
Bila suatu alkil halide diolah dengan sautu basa kuat, maka dapt terjafi reaksi
eliminasi. Dalam reaksi ini sebuah molekul kehilangan atom – atom atau ion – ion dari
dalam strukturnya. Dan produk suatu reaksi eliminasi suatu alkil halide adalah suatu
alkena. Dalam tipe reaksi eliminasi ini, unsur H dan X keluar dari dalam alkil halide,
oleh karena itu reaksi ini di sebut juga reaksi dehidrohalogenasi.
Jika alkil halida mempunyai atom hidrogennya pada atom karbon yang
bersebelahan dengan karbon pembawa halogen akan bereaksi dengan nukleofil, maka
terdapat dua kemungkinan reaksi yang bersaing, yaitu substitusi dan eliminasi.
16
Pada reaksi substitusi, nukleofil menggantikan halogen (lihat pers. 5.5).
Sementara pada reaksi eliminasi (pers. 5.6), halogen X dan hidrogen dari atom karbon yang
bersebelahan dieliminasi dan ikatan baru yang terbentuk di antara karbon-karbon yang pada
mulanya membawa X dan H. Proses eliminasi adalah cara umum yang digunakan dalam
pembuatan senyawa-senyawa yang mengandung ikatan rangkap.
Seringkali reaksi substitusi dan eliminasi terjadi secara bersamaan pada
pasangan pereaksi nukleofil dan substrat yang sama. Reaksi mana yang dominan,
bergantung pada kekuatan nukleofil, struktur substrat, dan kondisi reaksi. Seperti halnya
dengan reaksi substitusi,reaksi eliminasi juga mempunyai dua mekanisme, yaitu mekanisme
E2 dan E1.
a). Mekanisme E2
Reaksi E2 adalah proses satu tahap. Nukleofil bertindak sebagai basa dan
mengambil proton (hidrogen) dari atom karbon yang bersebelahan dengan karbon
pembawa gugus pergi. Pada waktu yang bersamaan, gugus pergi terlepas dan ikatan
rangkap dua terbentuk.
b). Mekanisme E1
Mekanisme E1 mempunyai tahap awal yang sama dengan mekanisme SN1.
Tahap lambat atau penentuan ialah tahap ionisasi dari substrat yang menentukan laju
( lambat) menghasilkan ion karbonium atau karbokation. Suatu karbokation adalah zat
antara yang takstabil dan berenergi tinggi,yang dengan segera bereaksi lebih lanjut.
17
Salah satu cara krbokation mencapai produk yang stabil adalan bereaksi dengan sebuah
nukleofil.
Akan tetapi, terdapat dua kemungkinan reaksi untuk ion karbonium. Ion
biasanya bergabung dengan nukleofil (proses SN1) atau atom karbon bersebelahan
dengan ion karbonium melepaskan protonnya, sebagaimana ditunjukkan dengan panah
lengkung, dan membentuk alkena (proses E1).
Oleh karena suatu reaksi E1 seperti SN1, yang berlangsung lewat karbokation,
aka tak mengherankan bahwa alkil halida tersier bereaksi lebih cepat dari pada alkil
halida lainnya.
18
Hasilnya adalah campuran 1-butanol dan 1-butena. Reaksi SN1 cenderung
terjadi jika digunakan pelarut yang lebih polar (air), konsentrasi basa yang sedang dan
suhu sedang. Reaksi E2, cenderung terjadi jika digunakan pelarut yang kurang polar,
konsentrasi basa yang tinggi, dan suhu tinggi.
Seandainya alkil halida tersebut digantikan alkil halida primer menjadi tersier,
reaksi substitusi akan terhambat (karena urutan reaktivitas untuk reaktivitas SN2 adalah
1º>2º >> 3º). Tetapi, reaksi eliminasi akan cenderung terjadi karena hasilnya adalah
alkena yang lebih tersubstitusi. Pada kenyataannya, dengan t-butil bromida, hanya
proses E2 yang terjadi.
19
Oleh karena itu , halida tersier bereaksi dengan basa kuat dalam pelarut
nonpolar memberikan eliminasi (E2), bukan substitusi. Tetapi, basa lemah dan nukleofil
lemah, dan dalam pelarut polar, halida tersier memberikan hasil utama substitusi (SN1),
dan sedikit eliminasi (E1) juga terjadi. Halida primer bereaksi hanya melalui
mekanisme-mekanisme SN2 dan E2, karena mereka tidak terionisasi menjadi ion
karbonium. Halida sekunder menempati kedudukan pertengahan, dan mekanisme yang
terjadi sangat dipengaruhi oleh keadaan reaksi. Halida-halida sekunder dapat bereaksi
melalui mekanisme SN1 dan SN2 secara serentak.
Reaksi substitusi SN2 laju reaksi alkil halida 1°>2°>3°. Jadi alkil halida
primer lebih cenderung pada reaksi SN2, laju reaksi CH3Cl > CH3-CH2Cl.
b) Leaving Group X-
Dalam reaksi substitusi senyawa alkil halida, ion halida X- merupakan gugus
lepas / pergi (leaving group) yang baik, karena ion halida merupakan basa yang sangat
lemah. Dalam reaksi substitusi ion halida X-, ion halida I- merupakan ion yang mudah
disubstitusikan kemudian diikuti dengan ion Br-, Cl- dan yang terakhir F-. Jadi
keaktifan alkil halida RI > RBr >RCl > RF. Dengan kata lain ion F- merupakan basa
yang paling kuat diantara ion halida. Hal ini disebabkan energi ikatan C – F > C – Cl >
C – Br > C – I, dengan kata lain semakin kecil energi ikatan C –X semakin mudah ion
halida tersebut dilepas.
Jika leaving group merupakan gugus lepas yang kurang baik pada umumnya
menggunakan katalis, misalnya alkohol, dimana gugus hidroksi OH merupakan gugus
20
lepas yang jelek karena OH- merupakan basa yang sangat kuat yang dapat bereaksi
dengan produk reaksi. Gugus hidroksi OH dapat menjadi gugus lepas yang baik, terlebih
dahulu direaksikan dengan asam sehingga gugus OH- menjadi R – OH2+ dan air
menjadi gugus lepas yang baik.
Pada suasana yang sesuai semua basa dapat berfungsi sebagai nukleofil,
sebaliknya semua nukleofil dapat bertindak sebagai basa. Dalam reaksi kimia,
nukleofil / basa (pereaksi / reaktan) bereaksi dengan menyumbangkan sepasang elektron
untuk membentuk ikatan sigma yang baru.
Nukleofil dengan lambang Nu- bereaksi dengan alkil halida dalam reaksi
substitusi. Nukleofil dapat berupa ion atau molekul. Nukleofil dapat bereaksi dengan
pusat positif suatu molekul. Naiknya reaktifitas nukleofil dalam reaksi substitusi atau
reaksi eliminasi dengan alkil halida.
Nu : H2O < ROH < Cl > Br-> OH- < OR- < CH-
Sejumlah besar senyawa – senyawa kimia dapat di buat dar alkil halida dan
senyawa – senyawa halogen lainnya dengan melalui rekasi SN2. Dari reaksi RX dengan
alkoksida (RO-) atau fenksida (ArO-) akan menghasilkan eter. Seperti amoniak bereaksi
dengan alkil halida melalui jalur SN2 akan menjadi amina. Proses reaksinya adalah :
21
Reaksi ini menyatakan suatu cara mudah untuk memperpanjang suatu rantai
dengan satu ato, karbon. Reaksi ini memberikan hasil yang baik untuk hampir semua
halida primer dan sekunder, tetapi halida tersier tidak.
Suatu alkena dapat dibuat dengan memanaskan suatu alkil halida sekunder
atau tersier dengan suatu basa kuat seperti kalium hidroksida atau garam alkali (dari )
suatu akohol dalam alcohol sebagai pelarut. Umumnya dihasilkan trans-alkena yang
tersubstitusikan lebih tinggi. Kadang – kadang alkena yang kurang tersubstitusi dapat
dibuat bila digunakan suatu basa yang besar meruah ( bulky) seperti K+ OC(CH3)3 .
Oleh karena itu, matari rekasi – rekai alkil halida ini tidak dipraktikumkan
karena beberapa senyawa alkil halide bersifat racun (toxin) dan mungkin saja di
sebabkan oleh bahan – bahan untuk praktikum tersebut sulit untuk di buat atau tidak
tersedia dalam laboratorium.
22
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan,manfaat dan pembahasan maka dapat di simpulkan bahwa :
a. Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya diganti
dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan dengan
halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat diganti.
b. Alkil halida terdiri dari beberapa kelompok yang berbeda tergantung pada
bagaimana posisi atom halogen dalam rantai atom karbon yaitu alkil halida
primer,alkil halida sekunder, dan alkil halida tersier.
c. Reaksi alkil halida dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu reaksi
substitusi dan reaksi eliminasi.
d. Reaksi substitusi berarti halogen (X) diganti dengan beberapa gugus lain (z) dan
terbagi menjadi 2 jalur yaitu reaksi SN1 dan reaksi SN2.
e. reaksi eliminasi adalah reaksi yang melibatkan pelepasan HX, dan hasilnya adalah
suatu alkena. Dalam reaksi eliminasi terbagi menjadi 2 jaur yaitu E1 dan E2.
f. Faktor- faktor yang mempengaruhi reaksi – reaksi substitusi dan eliminasi yaitu
struktur alkil halida, leaving Group X-,dan nukleofilik atau basa.
g. Senyawa – senyawa kimia dapat di buat dari alkil halida dan senyawa – senyawa
halogen lainnya dengan melalui rekasi SN2 seperti amoniak,nitrit dan bahkan
alkena.
23
24