Anda di halaman 1dari 9

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Empon-empon
2.1.1 Temulawak
Temulawak atau Curcuma xanthorrhiza Roxb termasuk ke dalam genus
curcuma. Curcuma termasuk ke dalam genus famili Zingiberaceae yang tersebar
luas di daerah tropis dan sub tropis seperti di India, Thailand, Indochina, Australia
bagian Utara, dan sebagian besar dibudidayakan sebagai bahan pangan maupun
sebagai obat (Syamsudin et al., 2019). Temulawak merupakan rimpang dan
tanaman asli Indonesia yang banyak ditemukan terutama di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Yogyakarta, Bali, Sumatera Utara, Riau, Jambi,
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan
(Prana, 2008).
Senyawa bioaktif utama yang berkontribusi terhadap manfaat temulawak
adalah senyawa kurkumin yang termasuk ke dalam senyawa aktif golongan
kurkuminoid. Senyawa kurkuminoid merupakan senyawa polifenol yang memiliki
warna kuning seperti pada kunyit, temulawak, dan tanaman Zingiberaceae lainnya
(Nihayati et al., 2013). Selain itu kurkumin termasuk senyawa fitofarmaka yang
memiliki beberapa efek biologis, yaitu efek antidislipidemia, antioksidan,
antiinflamasi, antiviral, antifungal, menghambat pembentukan plak aterosklerosis,
menghambat pertumbuhan bakteri Helicobacter pylori, mengikat merkuri dan
kadmium, mencegah kanker (Syamsudin et al., 2019).
Penggunaan rimpang temulawak terbanyak pada produk minuman
fungsional, sejenis jamu atau minuman herbal lain, yaitu dalam bentuk rimpang
segar dan simplisia kering atau bentuk serbuk temulawak. Ekstrak dan serbuk
temulawak juga banyak ditambahkan pada produk olahan pangan seperti susu dan
minuman lain sehingga dapat menjadikan temulawak sebagai alternatif minuman
tradisional yang bermanfaat mengobati penyakit, memelihara dan meningkatan
kesehatan tubuh. Selain itu, ekstrak temulawak juga dapat ditambahkan pada
permen seperti hard candy. Temulawak termasuk ke dalam jenis empon-empon
yang harganya terjangkau oleh masyarakat dan dapat juga dibudidayakan sendiri
di pekarangan rumah.

2.1.2 Jahe
Jahe atau Zingiber officinale merupakan jenis rempah yang berasal dari
Asia Selatan dan sekarang telah tersebar ke seluruh dunia. Masyarakat China telah
memanfaatkan jahe sebagai penyedap makanan sejak abad ke 6 S.M. Di Indonesia
sebagian besar produksi jahe berada di Kalimantan Timur khususnya di
Samarinda, Tarakan, Kutai Barat, Kutai Kartanegara, dan Balikpapan dengan
jumlah rata-rata 2.454 ton per tahun (Lestari, 2006). Jenis jahe berdasarkan
bentuk, ukuran, dan warna rimpang dibedakan menjadi tiga diantaranya jahe gajah
(Zingiber officinale var. Offinale), jahe putih kecil atau jahe emprit (Zingiber
officinale var. Amarum), dan jahe merah atau jahe sunti (Zingiber officinale var.
Rubrum) (Wardana et al., 2002).
Sebagai bumbu masakan, kandungan zat gizi dalam jahe dapat melengkapi
zat-zat gizi pada menu utama dan membantu melancarkan proses pencernaan
(Ware, 2017). Jahe Sunti (jahe merah) dengan kandungan minyak atsiri 2,58-
2,72%, paling banyak digunakan untuk industri obat-obatan, menyusul jahe gajah
dengan kandungan atsiri 0,82-1,68%, dan jahe emprit dengan 1,5-3,3% minyak
atsiri (Santoso, 2008). Zat-zat aktif dalam minyak atsiri, antara lain: shogaol,
gingerol, zingeron, dan zat-zat antioksidan alami lainnya memiliki khasiat untuk
mencegah dan mengobati berbagai penyakit dari yang ringan sampai berat,
seperti: masuk angin, batuk, kepala pusing, pegal-pegal, rematik, mual-mual,
mabuk perjalanan, impoten, Alzheimer, kanker, dan penyakit jantung.
Produk jahe terdapat dalam berbagai bentuk di pasaran, mulai dari produk
makanan, minuman, bumbu, jamu, suplemen hingga obat-obatan. Produk
makanan seperti pikel/acar, manisan, pasta, irisan kering dan serbuk
menggunakan rimpang jahe sebagai bagian dari produk, sedangkan produk lain
berupa permen, serbuk instan dan minuman siap saji, produk suplemen/obat
(kapsul, tablet, tablet effervescent) menggunakan ekstrak yang diformulasikan
dengan bahan lain. Sebagai bahan obat tradisional, jahe dapat digunakan secara
tunggal ataupun dipadukan dengan bahan obat herbal lainnya yang mampu
mempunyai fungsi saling menguatkan dan melengkapi (Nala, 1992; Santoso,
2008).

2.1.3 Kunyit
Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val.) rimpangnya mengandung zat
kimia berupa minyak atsiri, kurkumin, resin, oleoresin, desmetoksikurkumin,
bidesmetoksikurkumin, lemak, protein, kalsium, fosfor, dan besi (Sihobing,
2007). Kunyit merupakan salah satu tanaman obat temu-temuan yang berpotensi
untuk dibudidayakan (Syukur et al., 2006). Kunyit sebagai tanaman yang
memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari, selain sebagai bumbu,
obat-obatan dan kosmetik juga sebagai bahan industri. Kunyit mengandung bahan
utama kurkumin sebesar 3-5%. Kurkumin memiliki kandungan anti-inflamasi
yang sangat kuat dan antioksidan yang sangat tinggi (Karyadi, 1997).
Kebutuhan kunyit setiap tahunnya meningkat sampai 2% sehingga
diperlukan bahan tanaman yang cukup tinggi. Di tingkat industri obat tradisional
di Jawa Tengah, kebutuhan kunyit mencapai 1,355 ton/tahun berat segar dan
menempati urutan ke empat terbesar setelah bahan baku obat lainnya (Kristina
dkk., 2008). Kunyit sudah banyak diteliti baik secara in vitro maupun in vivo pada
tahap pra klinis serta riset klinis dan terbukti memiliki banyak manfaat terhadap
kesehatan. Tidak kurang dari 3000 uji pra klinis telah dilakukan terhadap
kurkumin (Pascapanen, 2020).
Produk olahan kunyit cukup beragam, baik berasal dari rimpang segar,
simplisia kering, serbuk, maupun ekstrak. Salah satu produk yang banyak dikenal
adalah kunyit asam. Kunyit asam merupakan jenis minuman sehat berbahan baku
kunyit. Selain itu ekstrak dan serbuk kunyit juga dapat ditambahkan pada produk
olahan pangan seperti es krim. Pembuatan es krim bisa diawali dengan
pencampuran bahan penstabil dengan ditambahkan ekstrak empon-empon seperti
kunyit sesuai perlakuan (Karagenan, CMC), susu bubuk full cream, whipping
cream dan gula. Kemudian diaduk rata hingga penstabil tersebut larut dalam
ekstrak kunyit. Campuran bahan es krim dipanaskan pada suhu 80 o selama 25
detik. Setelah itu adonan es krim dilakukan pendinginan pada suhu ruang selama
10 menit, dan dilanjutkan dengan pembuihan dan pendinginan selama 35 menit
menggunakan ICM (Ice Cream Maker) yang sebelum disimpan terlebih dahulu
dalam freezer selama 24 jam. Lalu adonan dimasukkan ke dalam cup es krim dan
dibekukan dengan cara penyimpanan pada suhu -18oC selama 24 jam untuk
pembentukan kristal es krim didalam freezer.

2.2. Kandungan dan Senyawa Kimia Empon-empon


2.2.1 Temulawak
Kandungan kimia rimpang temulawak dapat dibedakan atas beberapa fraksi,
yaitu a) fraksi pati, merupakan fraksi terbesar berbentuk serbuk warna putih
kekuningan, b) fraksi kurkuminoid, merupakan komponen yang memberikan
warna kuning pada rimpang temulawak yang memiliki khasiat medis, dan c)
fraksi minyak atsiri, terdiri dari senyawa turunan monoterpen dan seskuiterpen.
Menurut Afifah (2003) pati temulawak memiliki kadar protein yang lebih tinggi
yaitu sebesar 1,5% dibandingkan dengan pati jagung yaitu 0,8% dan pati gandum
0,6% (Afifah, 2003). Tingginya kadar protein pada temulawak disebabkan karena
besarnya jumlah kadar pati dari tmulawak. Kadar pati dalam rimpang temulawak
bervariasi antara 48% hingga 54% tergantung pada ketinggian tempat tumbuh.
Makin tinggi tempat tumbuh, makin rendah kadar patinya (Sidik et al., 1995).
Fraksi kurkuminoid pada rimpang temulawak terdiri dari dua komponen,
yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin, mempunyai warna kuning atau kuning
jingga, berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol,
asam asetat glasial, dan alkali hidroksida (Sidik et al., 1995). Minyak atsiri yang
terdapat dalam rimpang temulawak merupakan cairan berwarna kuning atau
kuning jingga, mempunyai rasa yang tajam, bau khas aromatik, jumlah minyak
atsiri dalam rimpang temulawak berkisar 3- 12%. Hasil analisis Liang (1985)
terhadap minyak atsiri temulawak dengan menggunakan kromatografi gas
menemukan ada 31 komponen penyusun minyak atsiri yang terdiri dari trisiklin,
α–pinen, kamfen, sabinen, mirsen, β–pinen, α–felandren, limonen, 1,8 sineol, γ-
terpinen, p-simen, terpinolen, δ-Elemen, kamfora, α–Bergamoten, β–Elemen, allo
–Aroma-dendren, trans – β –Farnesen, borneol, germakrene, zingiberen, β –
Bisabolen, β –kurkumen, δ-Kadinen, β –Seskuifelandren, ar- Kurkumen,
Isofuranogermakren, turmeron, turmerol, ar- Turmeron, dan xanthorrizol.

2.2.2 Jahe
Jahe merupakan salah satu jenis empon-empon yang banyak dimanfaatkan
dalam bahan masakan juga industri obat-obatan. Jahe dimanfaatkan sebagai bahan
obat herbal karena mengandung minyak atsiri dengan senyawa kimia aktif,
seperti: zingiberin, kamfer, lemonin, borneol, shogaol, sineol, fellandren,
zingiberol, gingerol, dan zingeron yang berkhasiat dalam mencegah dan
mengobati berbagai penyakit (Goulart, 1995; Digest, 2004; Sudewo, 2006; dan
Santoso, 2008). Jenis zat gizi dan nilai gizi rimpang jahe mentah dapat dilihat
pada Tabel 2.1.

Table 2.1 Jenis Zat Gizi dan Nilai Gizi Jahe Mentah
Jenis Zat gizi Nilai gizi per 100 g
Energi 79 kkal
Karbohidrat 17,86 g
Serat 3,60 g
Protein 3,57 g
Sodium 14 mg
Zat besi 1,15 g
Potassium 33 mg
Vitamin C 7,7 mg
Sumber: Ware, 2017

Jenis zat gizi lainnya dalam rimpang jahe dengan jumlah yang rendah, adalah
magnesium, fosfor, zeng, folat, vitamin B6, vitamin A, riboflavin, dan niacin
(Ware, 2017).

2.2.3 Kunyit
Nutrisi yang terkandung dalam 100 g kunyit ialah protein 8 g, gula 3 g,
mineral 3.5 g, karbohidrat 69.9%, serat 21 g, air 13.1% dan vitamin. Selain itu
terdapat senyawa kimia yang terkandung dalam kunyit yaitu senyawa fenolik
alami seperti curcuminoids, sesquiterpenoid, serta terdapat pula kandungan
minyak atsiri. Terdapat 3 komponen yang ada pada curcuminoids, yaitu kurkumin
(94%), demethoxycurcumin (6%), dan bisdemethoxycurcumin (0,3%). Senyawa
sesquiterpenoid terdiri dari arturmerone, curlone, bisacumol, zingiberene,
curcumene, germacrone, curcuminol, bsabolene. Senyawa yang memberikan
warna kuning pada kunyit adalah senyawa curcuminoids dan senyawa yang
memerikan aroma khas pada kunyit adalah turmerone, artumerone dan
zingiberene yang terdapat didalam senyawa sesquiterpenoid (Kumar et al., 2017).
Kunyit merupakan rimpang dengan komponen utama terdiri dari senyawa
kurkumin dan minyak atsiri. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) menyatakan bahwa kandungan kurkumin
rimpang kunyit rata-rata 10,92% (Sundari, 2016). Penelitian tersebut sesuai
dengan Lina (2008) yang menyatakan bahwa ekstrak rimpang kunyit memiliki
kadar kurkumin rata-rata 10,72%. Kandungan minyak atsiri dapat diperoleh dari
seluruh bagian, mulai dari akar, rimpang, daun hingga bunga, akan tetapi bagian
rimpang kunyit memiliki kandungan 16 minyak atsiri yang lebih tinggi, yaitu 5-
6% (Stanojević et al., 2015).

2.3 Pemanfaatan Empon-empon


Empon-empon kunyit, temulawak, dan jahe pada umumnya hanya
dimanfaatkan sebagai bumbu pada masakan dan juga obat herbal yang tidak
semua kalangan menyukai rasa dari obat herbal tersebut. Semakin berkembangnya
ilmu tata boga pada empon-empon pengolahan kunyit, temulawak, dan jahe
menjadi lebih beragam, baik resep modifikasi atau resep baru seperti eskrim
empon-empon, teh celup (Ningsih et al.,2020), kombucha (Ayuratri dan Joni,
2017), hard candy (Akib et al., 2016), dan gummy candy (Bactiar et al., 2017).
Empon-empon memiliki berbagai manfaat untuk kesehatan tubuh karena
kandungan senyawa kimia dari tiap bahan. Kunyit memiliki kandungan senyawa
kurkumin yang tinggi akan molekul pleitropik sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai anti inflamasi, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasser
(2020) bahwa senyawa kurkumin adalah molekul yang sangat pleitropik yang
mampu berinteraksi dengan berbagai target molekuler yang terlibat dalam
peradangan. Pada rimpang temulawak terkandung senyawa kurkuminoid dan
xanthorrhizol. Senyawa kurkuminoid pada temulawak mempunyai manfaat
sebagai antioksidan dan hipokolesterolemik yang dapat menurunkan kadar
kolesterol total dan mempunyai aktivitas peningkatan kadar HDL (High Density
Lipoprotein) kolesterol (Parahita 2007). Selain itu kurkuminoid juga mempunyai
aktivitas anti inflamasi yang sama dengan fenilbutazon dan kortison, yaitu
mencegah timbulnya edema pada peradangan akut maupun kronik (Sidik et al.,
1995). Xanthorrhizol merupakan salah satu fraksi minyak atsiri dari temulawak
yang yang memiliki efek farmakologi sebagai anti jerawat karena xanthorrhizol
secara efektif dapat menghambat infeksi pada kulit (Hwang dan Yaya, 2006).
Pada jahe terdapat senyawa aktif gingerol yang mempunyai sifat anti inflamasi
dan anti oksidan yang kuat (Leach, 2017), selain itu menurut Santoso (2008)
menyatakan bahwa jahe berkhasiat untuk mengobati penyakit impoten, batuk,
pegal-pegal, kepala pusing, rematik, sakit pinggang, dan masuk angin.

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Efi. 2003. Khasiat & Manfaat Temulawak: Rimpang Penyembuh Aneka
Penyakit. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Akib, Nur Illiyyin., Wa Baane, dan Adryan Fristyohady. 2016. Formulation of


Herbal Hard Candy Contains Red Ginger (Zingiber officinale Var. Rubrum)
Extract. JK FIK UINAM 4 (1): 1-8.

Ayuratri, Mega Kristanti dan Joni Kusnadi. 2017. Aktivitas Antibakteri


Kombucha Jahe (Zingiber Officinale) (Kajian Varietas Jahe dan Konsentrasi
Madu). Jurnal Pangan dan Agroindustri 5 (3): 95-107.

Bactiar, Alridho., Akhyar Ali, dan Evy Rossi. 2017. Pembuatan Permen Jelly
Ektrak Jahe Merah dengan Penambahan Karagenan. JOM FAPERTA UR 4
(1): 1-13.

Goulart, F.S. 1995. Super Healing Foods. New York: Reward Books, a member
of Penguin Putnam Inc.

Hwang, Jae-Kwan dan Yaya Rukayadi. 2006. Challenges and Opportunities In


Applying Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) for Industrial Oral
Care Products. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia.
Bogor: Departemen Kimia, FMIPA, IPB.
Karyadi, E., 1997, Antioksidan: Resep Awet Mudat dan Umur PanjangFrom Uji
Aktivitas Antiradikal Dengan Metode DPPH dan Penetapan Kadar Fenol
Total Ekstrak Daun Keladi Tikus (Thyponium divaricatum(Linn) Decne),
Pharmacon, Vol. 6, No. 2, 51-56.

Kumar A, Singh AK, Kaushik MS, Mishra SK, Raj P, Singh PK, et al.2017.
Interaction of turmeric (curcuma domestica val.) with beneficial microbes: A
review. 3 Biotech. 7(6):1–8.

Leach, J. 2017. 11 Proven Health Benefits of Ginger.


https://www.healthline.com/nutrition/11 proven-benefits-of-ginger. Diakses
tanggal 8 Maret 2021.
Lestari. 2006. Pengaruh Nisbah Rimpang dengan Pelarut dan Lama Ekstraksi
terhadap Mutu Oleoresin Jahe Merah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Liang BO. 1985. Beberapa aspek isolasi, identifikasi dan penggunaan komponen-
komponen Curcuma xanthorrhiza Roxb dan Curcuma domestica Vahl.
Simposium Nasional Temulawak, Bandung: UNPAD.

Lina. 2008. Standarisasi Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica val.).


Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Nala, N. 1992. Usada Bali. Penerbit PT. Upada Sastra. Denpasar.

Nasser, Ghalib Abdul. 2020. Kunyit sebagai Agen Anti Inflamasi. Wellness and
Healthy Magazine 2 (1): 147-158.
Nihayati, E., Wardiyati, T., Sumarno, S., & Retnowati, R. 2013. Rhizome yield
of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) at N, P, K various level and
N, K combination. AGRIVITA, Journal of Agricultural Science, 35(1), 73-
80.

Ningsih, Arista Wahyu., Aliatin Nisak, dan Faniliyarani. 2020. Pengolahan


Minuman Teh Herbal Peningkat Imunitas dengan Komposisi Jahe-Kunyit-
Temulawak Di Desa Jembul Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.
Prosiding Seminar Nasional Masyarakat (SENAM) 2020.

Parahita, L. M. 2007. Curcuma xanthorrhiza (Temulawak) Morfologi, Anatomi


dan Fisiologi. http://touisa.multiply.com/journal/item/240/curcuma-
xanthorriza_temulawak-morfologi-anatomi-dan-fisiologi.html. Diakses
tanggal 8 Maret 2021.
Prana MS. 2008. Beberapa aspek biologi temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb).Bogor: Biofarmaka IPB. hlm. 45.

Reader’s Digest. 2004. Foods that Harm Foods that Heal. New York: The
Reader’s Digest Association Inc.
Santoso, H. B. 2008. Ragam & Khasiat Tanaman Obat. Yogyakarta: PT
Agromedia Pustaka.
Santoso, H.B. 2008. Ragam & Khasiat Tanaman Obat. PT. Agromedia Pustaka.
Yogyakarta.

Sidik, Moelyono MW, Muhtadi A. 1995. Temulawak (Curcuma xanthoriza roxb.).


Jakarta: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica.
Sihombing, P.A. 2007. Aplikasi Ekstrak Kunyit (Curcuma Domestica) Sebagai
Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Stanojević JS, Stanojević LP, Cvetković, DJ, & Danilović BR. 2015. Chemical
Composition, Antioxidant and Antimicrobial Activity of The Turmeric
Essential Oil (Curcuma domestica Val.). Advance Technologies 4(2): 19–25.

Sudewo, B. 2006. Tanaman Obat Populer. Agromedia Pustaka. Yogyakarta.

Sundari, Ratna. 2016. Pemanfaatan dan Efisiensi Kurkumin Kunyit (Curcuma


domestica val.) sebagai Indikator Titrasi Asam Basa. Teknoin 22 (8): 595-
601.
Syamsudin, R. A. M. R., Perdana, F., & Mutiaz, F. S. 2019. TANAMAN
TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) SEBAGAI OBAT
TRADISIONAL. Jurnal Ilmiah Farmako Bahari, 10(1), 51-65.
Syukur, C., O. Rostiana, Sukarman, N. Nova, D. Rusmin, Melati, D. Seswita, dan
W. Haryudin. 2011. Laporan Akhir Konservasi 100 Jenis, Rejuvenasi,
Karakterisasi dan Evaluasi 8 Jenis serta Dokumentasi Plasma Nutfah
Tanaman Obat dan Aromatik. BALITTRO (Unpublish). Hlm 47 – 53.

Ware, M. 2017. Ginger: Health Benefits and Dietary Tips.


https://www.medicalnewstoday.com/articles/265990.php. Diakses tanggal 8
Maret 2021.

Anda mungkin juga menyukai