Anda di halaman 1dari 74

PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)

KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

BAB VII
RENCANA PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman


Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan
yangmempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan
permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari
pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas
permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan
perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan
yang terdiri atas permukiman nelayan dan permukiman adat
(kampung bajo).

7.1.1. Kondisi Eksisting Permukiman Kumuh Perdesaan


1. Kecamatan Lakudo
Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Lakudo
terdiri dari 12 desa dan 3 Kelurahan. Dimana keberadaan permukiman
dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 3325 rumah dengan
kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 973 dan bangunan non
permanen 1407. Sebagian besar Kecamatan Lakudo sudah terlayani
baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang digunakan
sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCK di Kecamatan Lakudo
hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK hanya saja pada desa
Wongko Matawine yang menggunakan MCK umum dan belum yang
memiliki lebih banyak dengan jumlah 155 dan 149. Dari data
kepadatan permukiman Kecamatan Lakudo yang memiliki kepadatan

LAPORAN AKHIR
Hal. II -1
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

ttinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang


terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang
melewati permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik dan
telah terlayani oleh PDAM. Berdasarkan hasil pengolahan pada
Kecamatan Lakudo Memiliki dua kelas tingkat permukiman kumuh
yaitu pertama tingkat permukiman sedang seluas 173,02 ha dan kedua
tingkat permukiman kumuh dengan luas 7,04 ha yang berada pada
Desa Teluk Lasongko dan Desa Mone. Dilihat dari indikator yang
dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan permukiman
menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe permukiman
non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK dan
pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan. Identifikasi
permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah karena
spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai dan
teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Lakudo. Lebih jelasnya
sebagaimana ditunjukan pada gambar dan tabel di bawah:

Gambar 7.1. Kondisi lingkugan permukiman kumuh Kec. Lakudo

LAPORAN AKHIR
Hal. II -2
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Tabel 7..1 Data hasil Survey Lapangan Kecamatan Lakudo

LAPORAN AKHIR
Hal. II -3
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

2. Kecamatan GU
Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan GU terdiri
dari 10 desa dan 2 Kelurahan. Dimana keberadaan permukiman
dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 17107 rumah
dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 11050 dan
bangunan non permanen 6057. Sebagian besar Kecamatan GU sudah
terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang
digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCK di Kecamatan
GU hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK tetapi pada Desa
Lowu-Lowu dan Desa Bantea yang tidak memiliki MCK lebih banyak
yaitu sebesar 157 dan 134 rumah. Dari data kepadatan permukiman
Kecamatan GU yang memiliki kepadatan ttinggi berada di Ibukota
Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh jaringan
jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati permukiman
dengan kualitas jaringan jalan yang baik dan telah terlayani oleh
PDAM. Dari hasil pengolahan pada Kecamatan GU Memiliki dua kelas
tingkat permukiman kumuh yaitu pertama tingkat permukiman
sedang seluas 169,14 ha dan kedua tingkat permukiman kumuh
dengan luas 19,00 ha yang berada pada Desa Bantea, Desa
Bombonawulu dan Desa Wadiabero. Dilihat dari indikator yang
dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan permukiman
menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe permukiman
non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK dan
pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan. Identifikasi
permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah karena
spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai dan
teluk begitu juga yang ada di Kecamatan GU. Sebagiaimana ditunjukan
pada gambar dan tabel berikut:

LAPORAN AKHIR
Hal. II -4
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gambar 7.2. Kondisi lingkugan permukiman kumuh Kec. Gu

LAPORAN AKHIR
Hal. II -5
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Tabel 7.2 Data hasil Survey Lapangan Kecamatan GU

LAPORAN AKHIR
Hal. II -6
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

3. Kecamatan Sangia Wambulu


Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Sangia
Wambulu terdiri dari 5 desa dan 1 Kelurahan. Dimana keberadaan
permukiman dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 1586
rumah dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 259dan
bangunan non permanen 1377. Sebagian besar Kecamatan Sangia
Wambulu sudah terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga
mata air yang digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di
Kecamatan Sangia Wambulu hampir semua desa yang ada telah
memiliki MCK. Dari data kepadatan permukiman Kecamatan Sangi
Wambulu yang memiliki kepadatan tinggi berada di Ibukota
Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh jaringan
jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati permukiman
dengan kualitas jaringan jalan yang baik. Dari hasil pengolahan pada
Kecamatan Sangia Wambulu Memiliki tiga kelas tingkat permukiman
kumuh yaitu pertama tingkat permukiman rendah seluas 58,38 ha,
tingkat sedang seluas 10,03 ha dan ketiga tingkat permukiman kumuh
dengan luas 2,98 ha yang berada pada Kelurahan Tolandona. Dilihat
dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan
permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe
permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK
dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan.
Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah
karena spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai
dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Sangia Wambulu.
Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut:

LAPORAN AKHIR
Hal. II -7
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gambar 7.3. Kondisi lingkugan permukiman kumuh


Kec. Sangia Wambulu

LAPORAN AKHIR
Hal. II -8
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Tabel 7.3 Data hasil Survey Lapangan Kecamatan Sangia Wambulu

LAPORAN AKHIR
Hal. II -9
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

4. Kecamatan Mawasangka
Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Mawasangka
terdiri dari 17 desa dan 2 Kelurahan. Dimana keberadaan permukiman
dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 4917 rumah dengan
kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 2152 dan bangunan non
permanen 2896. Sebagian besar Kecamatan Mawasangka sudah
terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang
digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di Kecamatan
Mawasangka hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK. Dari
data kepadatan permukiman Kecamatan Mawasangka yang memiliki
kepadatan tinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan
bangun yang terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan
jaringan jalan yang melewati permukiman dengan kualitas jaringan
jalan yang baik. Dari hasil pengolahan pada Kecamatan Mawasangka
Memiliki tiga kelas tingkat permukiman kumuh yaitu pertama tingkat
permukiman rendah seluas 159,59 ha, tingkat sedang seluas 36,52 ha
dan ketiga tingkat permukiman kumuh dengan luas 11,86 ha yang
berada pada Desa Terapun dan Kelurahan Mawasangka. Dilihat dari
indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan
permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe
permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK
dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan.
Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah
karena spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai
dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Mawasangka.
Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut:

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 10
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gambar 7.4. Kondisi lingkugan permukiman kumuh


Kec. Mawasangka

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 11
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Tabel 7.4 Data hasil Survey Lapangan Kecamatan Mawasangka

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 12
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

5. Kecamatan Mawasangka Tengah


Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Mawasangka
Tengah terdiri dari 9 desa dan 1 Kelurahan. Dimana keberadaan
permukiman dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 2413
rumah dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 725 dan
bangunan non permanen 1668. Sebagian besar Kecamatan
Mawasangka sudah terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga
mata air yang digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di
Kecamatan Mawasangka Tengah hampir semua desa yang ada telah
memiliki MCK hanya saja Desa Morikana yang memiliki MCK lebih
sedit dari pada yang memiliki MCK. Dari data kepadatan permukiman
Kecamatan Mawasangka Tengah yang memiliki kepadatan tinggi
berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang
terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang
melewati permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik Dari
hasil pengolahan pada Kecamatan Mawasangka Tengah hanya
Memiliki satu tingkatan kelas yaitu rendah dengan luas 57,20 ha dan
tidak memiliki wilayah yang masuk dalam kategori kumuh. Dilihat dari
indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan
permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe
permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK
dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan.
Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah
memiliki spot-spot dari permukiman yang menyebar sepanjang pesisir
pantai dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Mawasangka
Tengah. Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut:
.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 13
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gambar 7.5. Kondisi lingkugan permukiman kumuh


Kec. Mawasangka Tengah

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 14
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Tabel 7.5 Data hasil Survey Lapangan Kecamatan Mawasangka Tengah

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 15
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

6. Kecamatan Mawasangka Timur


Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Mawasangka
Timur terdiri dari 8 desa. Dimana keberadaan permukiman dengan
jumlah bangunan yang terdata berjumlah 1708 rumah dengan kondisi
fisik bangunan permanen berjumlah 322 dan bangunan non permanen
1262. Sebagian besar Kecamatan Mawasangka Timur sudah terlayani
baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang digunakan
sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di Kecamatan Mawasangka
Timur hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK. Dari data
kepadatan permukiman Kecamatan Mawasangka yang memiliki
kepadatan tinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan
bangun yang terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan
jaringan jalan yang melewati permukiman dengan kualitas jaringan
jalan yang baik. Dari hasil pengolahan pada Kecamatan Mawasangka
Timur Memiliki dua kelas tingkat permukiman kumuh yaitu pertama
tingkat permukiman rendah seluas 58,05 ha, tingkat kumuh tinggi
seluas 4,97 ha yang berada pada Desa Wambulolu dan Desa. Dilihat
dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan
permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe
permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK
dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan.
Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah
memiliki spot-spot dari permukiman yang menyebar sepanjang pesisir
pantai dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Mawasangka
Timur. Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut:

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 16
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gambar 7.6. Kondisi lingkugan permukiman kumuh


Kec. Mawasangka Timur

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 17
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Tabel 7.6 Data hasil Survey Lapangan Kecamatan Mawasangka Timur

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 18
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

7. Kecamatan Talaga Raya


Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Talaga Raya
terdiri dari 2 kelurahan dan 8 desa. Dimana keberadaan permukiman
dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 2336 rumah dengan
kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 1125 dan bangunan non
permanen 940. Sebagian besar Kecamatan Talaga Raya sudah terlayani
baku air minum dari PDAM baik yang Swakelola Masayrakat dan
Swasta dan ada juga mata air yang digunakan sebagai sumber air.
Untuk keberdaan MCK di Kecamatan Talaga Raya hampir semua desa
yang ada telah memiliki MCK terkecuali Desa Kokoe hampir sebagian
permukiman tidak memilik MCK. Dari data kepadatan permukiman
Kecamatan Talaga Raya yang memiliki kepadatan tinggi berada di
Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh
jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati
permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik. Dari hasil
pengolahan pada Kecamatan Talaga Raya Memiliki dua kelas tingkat
permukiman kumuh yaitu pertama tingkat permukiman rendah seluas
50,33 ha, tingkat kumuh tinggi seluas 19,53 ha yang berada pada Desa
Kokoe, Desa Wulu, Kelurahan Talaga 1, Desa Pagilia dan Desa Talaga
Besar. Dilihat dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi
bangunan permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut,
dengan tipe permukiman non permanen dan daerah kumuh belum
memiliki MCK dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey
lapangan. Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten
Buton Tengah karena spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang
pesisir pantai dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Talaga
Raya. Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut:

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 19
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gambar 7.7. Kondisi lingkugan permukiman kumuh


Kec. Talaga Raya

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 20
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Tabel 7.7 Data hasil Survey Lapangan Kecamatan Talaga Raya

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 21
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Berdasarkan uaraian kondisi diatas, maka luas pemukiman


kumuh menurut lampiran Surat Keputusan Bupati Buton Tengah
tentang Luasan permukiman kumuh Kabupaten Buton Tengah Tahun
2016, sebagaimana ditunjukan pada tabel berikut
Tabel 7.8
Luas permukiman kumuh perdesaan menurut kecamatan Kabupaten
Buton Tengah Tahun 2016

Luas Luas
Kawasan Kawasan
No. Kecamatan Kelurahan/Desa
Kumuh Kumuh
(Ha) (Ha)
1 Talaga Kokoe 81781.12 18.17
Wulu 51680.43
Kelurahan Talaga 1 18580.85
Pangilia 17270.32
Talaga Besar 12426.75
2 Lakudo Teluk Lasongko 60092.90 7.74
Mone 17332.41
3 Mawasangka Wambuloli 3006.31 4.97
Timur Inulu 46763.13
4 Mawasangka Kelurahan 9700.77 11.87
Mawasangka
Terapung 108999.20
5 Sangia Wambulu Kelurahan Tolandona 29869.75 2.98
6 Gu Bantea 116012.26 20.91
Bombonawulu 93119.26
Total 66.64
Sumber : Hasil analisis studi identifikasi kumuh Tahun 2016

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 22
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

7.1.2. Kondisi Eksisting Permukiman Perdesaan dan Perkotaan


Berdasarkan hasil survey Tahun 2016, kondisi permukiman
eksisting, jumlah kepala keluarga dan rumah di kabupaten Buton
Tengah sebagaimana ditunjukan pada tabel berikut
Tabel 7.9
Jumlah Rumah, KK yang memiliki dan belum memiliki rumah
menurut kecamatan Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016

Jumlah KK
Jumlah Jumlah KK Yang
Jumlah Yang Belum
No Kecamatan KK memiliki rumah
rumah memiliki
(jiwa) sendiri
rumah sendiri
1 Gu 5.725 4.949 4.900 825
2 Lakudo 5.972 5.152 5.127 370
Mawasangka
3 3.145 2.413 2.366 755
Tengah
4 Talaga raya 3.045 2.336 2.336 633
Mawasangka
5 2.147 1.708 1708 347
Timur
6 Mawasangka 6.099 4.917 4.917 1.060
Sangia
7 2.134 1.538 1.593 356
Wambulu
Jumlah 28,267 23,013 22,947 4,346
Sumber data : Data olah hasil survey Tahun 2016

Berdasarkan data di atas terdapat 4.346 kepala keluarga yang belum


memiliki rumah, sedangkan kepala keluarga yang memiliki rumah
berjumlah 22.949 atau 81% dari keseluruhan jumlah kepala keluarga.
Untuk itu upaya penyediaan rumah yang layak huni menjadi perhatian
bersama yang harus di barengi dengan upaya pemerintah daerah
membuka kawasan prmukiman baru.

A. Kawasan Permukiman Perkotaan Kabupaten


Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman
perkotaan baru di Kecamatan Lakudo sebagai Ibukota Kabupaten
Buton Tengah, tersebar di sepanjang pesisir Pantai ataupun teluk,
disamping itu tersebar mengikuti jalan utama sehingga terbentuk pola

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 23
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

permukiman linear berada pada kiri kanan jalan. Sedangkan sebaran


permukiman ke arah darat relatif masih sangat rencah.
Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai
nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang
mendiami pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil
observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan
perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman
pesisir, wajah permukiman semrawut, dan relatif terbatas layanan
sarana dan prasarana dan utilitas umum. Seperti pada gambar
berikut:

Gambar 7.8. Kondisi lingkungan permukiman perkotaan Kec. Lakudo

Selama ini penyediaan perumahan di Kabupaten Buton


Tengah tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
sendiri, tetapi juga partisipasi para pengembang swasta. Untuk lokasi
kawasan RSH di Kabupaten Buton Tengah yang perumahannya
dibangun oleh para pengembang swasta, terdapat di Desa Walando

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 24
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Kec. Gu. Selengkapnya kondisi RSH di Kabupaten Buton Tengah tersaji


pada Tabel dibawah ini :
Tabel 7.10
Data Kondisi RSH di Kabupaten Buton Tengah Tahun 2013
Tahun Prasarana
Lokasi Jumlah
Pembang Pengelola Kondisi CK yang
No. RSH Unit
unan ada
Perumahan
1 2013 Developer 50 Baik ada
Walando City
Jumlah 50
Sumber: Hasil Wawancara Lapangan Tahun 2016

B. Permukiman Perdesaan
Kondisi eksisting permukiman perdesaan Kabupaten Buton
Tengah umumnya berada di kawasan pesisir pantai, sebagaimana
dijabarkan pada uraian berikut
1. Kecamatan Gu
Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Gu tidak jauh berbeda dengan Kecamatan lakudo, dimana
kondisi eksisting tersebar di sepanjang pesisir pantai ataupun teluk,
disamping itu tersebar mengikuti jaringan jalan utama sehingga
terbentuk pola permukiman grid berada pada kiri kanan jalan dan
persebaran permukiman ke arah darat relatif sudah mulai
berkembang.
Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai
nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang
mendiami pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil
observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan
perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman
pesisir, wajah permukiman semrawut, dan terjadi reklamasi untuk
pengembangan permukiman ke arah laut. Seperti ditunjukan pada
gambar berikut:

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 25
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gambar 7.9. Kondisi lingkugan permukiman perdesaan


Kec. Gu

2. Kecamatan Sangia Wambulu


Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Sangia Wambulu tidak jauh berbeda dengan 2 (dua)
kecamatan sebelumnya, dimana kondisi eksisting tersebar di
sepanjang pesisir pantai ataupun teluk, disamping itu pula tersebar
mengikuti jalan lokal yang berada di sepenjang pesisir. sehingga
terbentuk pola permukiman linear berada pada kiri kanan jalan. dan
persebaran permukiman ke arah darat relatif sudah mulai berkembang
sebab lahan yang tersedia di pesisir kecenderungan sudah terbatas.
Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai
nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang
mendiami pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil
observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 26
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman


ke arah darat, wajah permukiman semrawut (relatif jarak antar
bangunan terbatas). Seperti pada gambar berikut:

Gambar 7.10. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan


Kec. Sangia Wambulu

3. Kecamatan Mawasangka Timur


Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Mawasangka timur, tersebar di sepanjang pesisir pantai
ataupun teluk, tersebar membentuk pola grid yang mengikuti kiri
kanan jalan lingkungan permukiman. Dan persebaran permukiman ke
arah darat relatif sudah mulai berkembang.
Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat
kepadatan perumahan relatif tergolong menengah khususnya di
lingkungan permukiman pesisir, wajah permukiman semrawut, dan
memiliki keterbatasan pelayanan sarana dan prasarana umum, seperti

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 27
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

air bersih dan kondisi permukaan jalan yang belum teraspal. Seperti
pada gambar berikut:

Gambar 7.11. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan


Kec. Mawasangka Timur

4. Kecamatan Mawasangka Tengah


Kondisi lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Mawasangka tengah, umumnya tersebar di sepanjang jalan
utama dan jalan lingkungan permukiman. Dan persebaran
permukiman ke arah darat relatif sudah mulai berkembang dengan
pola linear mengikuti kiri kanan jalan.
Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat
kepadatan perumahan relatif tergolong rendah, terdapat kerteraturan
bangunan, kondisi permukaan jalan yang belum teraspal. Dan berlaku
hukum adat bagi kepemilikan lahan perumahan. Kondisi tersebut
seperti ditunjukan pada gambar berikut:

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 28
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gambar 7.12. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan


Kec. Mawasangka Tengah

5. Kecamatan Mawasangka
Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Mawasangka tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Gu di
atas, dimana kondisi eksisting tersebar di sepanjang pesisir pantai,
disamping itu tersebar mengikuti jaringan jalan lingkungan
permukiman sehingga terbentuk pola permukiman grid berada pada
kiri kanan jalan dan persebaran permukiman ke arah darat relatif
masih rendah perkembangannya
Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai
nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang
mendiami pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil
observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan
perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman
pesisir, wajah permukiman semrawut, dan pengembangan

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 29
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

permukiman ke arah laut oleh masyarakat adat suku Bajo. Seperti


ditunjukan pada gambar berikut:

Gambar 7.13. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan


Kec. Mawasangka

6. Kecamatan Talaga Raya


Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Talaga Raya tidak jauh berbeda dengan Kecamatan
lainnya, dimana kondisi eksisting tersebar di sepanjang pesisir dan
pulau kecil, disamping itu tersebar mengikuti jaringan jalan
lingkungan permukiman sehingga terbentuk pola permukiman grid
berada pada kiri kanan jalan dan persebaran permukiman ke arah
darat relatif sudah cukup pesat perkembangannya.
Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat
kepadatan perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan
permukiman pesisir, wajah permukiman semrawut, dan terjadi

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 30
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

reklamasi untuk pengembangan permukiman ke arah laut. Seperti


ditunjukan pada gambar berikut:

Gambar 7.14. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan


Kec. Talaga Raya

Kondisi permukiman perdesaan di Kabupaten Buton Tengah,


diprioritaskan pada pembangunan:
 Penyehatan dan perbaikan lingkungan permukiman kumuh
 Peningkatan aksesbilitas ke wilayah-wilayah belakang melalui
pengembangan jaringan jalan.
 Peningkatan ketersedian sarana dan prasarana produksi bagi
kawasan pertanian, perkebunan dan perikanan.
 Penetapan pusat-pusat pengumpul/akumulasi bagi hasil-hasil
pertanian.
 Peningkatan prasarana komunikasi antar sentra produksi.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 31
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

7.1.3. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman


Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman
pada tingkat nasional antara lain Permasalahan pengembangan
permukiman diantaranya:
1) Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak
huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi
lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.
2) Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah
tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3) Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:
1) Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2) Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana
Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.
3) Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian
Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4) Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang
Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman
yang masih rendah
5) Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa
pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah
menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
6) Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM
bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.
Kabupaten Buton Tengah dengan potensi sumberdaya yang
terus melakukan pembangunan dengan pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi yang terus meningkat, telah mengundang
migrasi dan pertambahan penduduk. Dengan motif perbaikan
ekonomi, migrasi penduduk terus meningkat sementara sarana dan
prasarana wilayah tidak signifikan perkembangannya dengan
pertambahan penduduk. Akibatnya tumbuh rumah-rumah yang

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 32
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

sederhana yang terbatas ketersediaan sarana dan prasarana


pemukimannya seperti air bersih, sanitasi, drainase dan pengelolaan
sampah dan limbah.
Adapun permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman
yang ada di Kabupaten Buton Tengah dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Tabel 7.11
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan
Pengembangan Permukiman di Kabupaten Buton Tengah

Aspek
Pengem-
No Permasalahan Tantangan Alternatif
bangan
yang dihadapi Pengembangan Solusi
Permu-

 Permasalahan  Keberadaan  Pnyususnan


kiman
1. Aspek
Teknis Lokasi Perda master plan
Permukiman yang Tentang kawasan siap
tidak sesuai RTRW bangun dan

 Sarana dan
RTRW; beserta lingkungan
RDTR siap bangun
prasarana Kabupaten pada kawasan
lingkungan Buton yang secara
permukiman Tengah teknis
perkotaan dan masih dalam mengikuti
perdesaan yang tahap proses kriteria teknis
menurun rancangan pengembangan

 Pengembang
kualitasnya. regulasi. kawasan
permukiman
an kawasan dan diarahkan
permukiman k arah daratan
yang masih
terbatas
(masih
terpusat di
kawasan

 Belum adanya  Pemahaman  Pembentukan


pesisir)
2. Aspek
Kelembag Dinas / Badan/ tugas pokok Dinas yang
aan Lembaga Teknis dan fungsi menangani
pada SOPD yang instansi perumahan
secara khusus terkait dan
menangani bidang permukiman

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 33
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

pembangunan dan perumahan  Peningkatan


Pengembangan yang belum Kapasitas SDM
perumahan dan terbangun dan Pelaku

 Lemahnya
Permukiman; dan Pembangunan

 Kelembagaan
bersinergi Perumahan
pelaksanaan dan

(pengembang  Peningkatan
koordinasi antar pihak ketiga Permukiman

 Pengembangan
instansi terkait;
)yang belum Kerjasama
kualitas SDM yang bersinergi dengan pihak
masih terbatas dengan lain yang
terutama di bidang pemerintah. terkait
Perumahan dan
Permukiman;

3. Aspek Dana alokasi untuk  Belum ada  Mencari


Pembiaya sektor perumahan minat sumber-
an yang masih terbatas pengembang sumber
an pembiayaan
menanamka perumahan
n modal di dari dunia
Kabupaten usaha/swasta

 kerjasama
Buton serta pebankan
Tengah
karena daya anggaran
beli ditingkat
masyarakat kementerian
yang masih

 Kesadaran
rendah.
4. Aspek Peningkatan Mendorong
Peran masyarakat akan jumlah peran KSM
Serta rumah sehat yang penduduk baik (Kelompok
Masyarak masih relatif secara alamiah Swadaya

 Faktor kemiskinan karena migrasi


at rendah maupun Masarakat)
dalam hal
akan semakin penyediaan
memacu perumahan dan
kebutuhan permukiman
lahan khususnya
permukiman perumahan
swadaya

5. Aspek  Konsentrasi  Kebutuhan  Pembukaan


Lingkung permukiman di lahan guna jaringan jalan
an kawasan pengembang baru untuk
Permuki pesisir/pantai; an kawasan menstimulasi
man permukiman pengembanga

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 34
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

 Permasalahan ke arah n kawasan


permukiman kawasan permukiman
kumuh pesisir; lindung kea rah

 Dilakukan
daratan.

dengan
konsep land
konsolidation
dan urban
renewal pada
permukiman
padat dan

 Program
kumuh;

Relokasi pada
kawasan
permukiman
yang terdapat
pada kawasan

 Mendorong
lindung;

investasi
perumahan
oleh pihak
pengembang
(developer)

7.1.4. Evaluasi Program-Program Sektor Pengembangan Kawasan


Permukiman
Beberapa hasil identifikasi kegiatan pengembangan
permukiman yang ada selama masih meliputi kegiatan pengembangan
permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari :
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk
penyediaan perumahan baru oleh developer yang masih terbatas
baik lokasi dan jumlah yang terbangun, bahkan tercatat dari
sumber data sekunder berjumlah 1(satu) kawasan, serta
2) pembukaan dan pembangunan jaringan jalan baru Kecamatan
Lakudo sebagai perkotaan Kabupaten, guna mendorong
terbentuknya kawasan permukiman baru.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 35
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:


1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan masih sebatas
penyediaan perumahan melalui kegiatan bantuan stimulan
perumahan swadaya (BSPS) oleh Kementerian Perumahan Rakyat
di Kecamatan Lakudo pada tahun 2014 yang lalu.
2) pembukaan dan pembangunan jaringan jalan baru di lingkungan
permukiman perdesaan guna mendorong terbentuknya kawasan
permukiman baru, khususnya daerah pesisir
3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan
permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan
RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
• Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
• Infrastruktur permukiman RSH
• Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
• Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
(Agropolitan/Minapolitan)
• Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
• Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
• Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
• Infrastruktur perdesaan PPIP
• Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Kegiatan pengembangan permukiman Kabupaten Buton Tengah sesuai
Renstra dari SKPD Terkait terdiri – dari :
1. Program Pengembangan Perumahan
a) Fasilitasi dan stimulasi Perumahan Masyarakat
b) Pengembangan PSU Kawasan Perumahan

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 36
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

c) Survey dan Pendataan Perumahan Rumah Tidak Layak


Huni (RTLH)
d) Penyusunan Rencana dan Strategi Pembangunan
Perumahan
e) Kerjasama Lembaga Bidang Perumahan
f) Pembangunan Rusunawa
g) Bantuan Stimulan Pembangunan Swadaya (BSPS)
h) Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Perumahan
i) Pengawasan Pembangunan Perumahan
j) Penanganan Lingkungan Perumahan Kumuh Berbasis
Kawasan (PLP2K-BK)
k) Pembangunan Stimulan Prasarana, Sarana dan Utilitas
Perumahan dan Permukiman
2. Program Lingkungan Sehat Perumahan
a) Pembangunan Sarana dan Prasarana Lingkungan
b) Pembangunan Sarana dan Prasarana Kawasan dan
Lingkungan Siap Bangun (KASIBA – LISIBA)
c) Penyediaan Sarana Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh
d) Pembangunan Sarana Air Bersih di Kawasan Kumuh
e) Penyusunan Pedoman Pengawasan Lingkungan Sehat
Perumahan
f) Penataan Kawasan Kumuh
g) Peningkatan Peran Serta masyarakat dalam Pelestarian
Lingkungan Permukiman
h) Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar terutama
bagi masyarakat miskin
3. Program Penataan Lingkungan Permukiman
a) Penyehatan Lingkungan Permukiman
b) Penataan jalan dalam lingkungan permukiman khususnya
permukiman kumuh
c) Penataan ruang public

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 37
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

4. Usulan dan Program Kegiatan


a) Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi
kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan
maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun
usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan
kemampuan pendanaan pemerintah Kabupaten Buton
Tengah. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima
tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk
menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.
b) Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman
Pembiayaan usulan program terdiri-dari pembiayaan dari
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten, Swadaya masyarakat, dan pihak swasta. Dana
dari Pemerintah Kabupaten merupakan dana pendamping
atau dana sharing yang diwajibkan oleh Pemerintah Pusat.
Berdasarkan kondisi eksisting, tantangan dan permasalahan
pngembangan kawasan permukiman serta evaluasi program
kegiatan/proyek pengembangan permukiman, maka Matriks Rencana
Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya
Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016 – 2020 bidang Pengembangan
Permukiman dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis,
ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 7.12
Matriks sektor pengembangan kawasan permukiman

Total Sasaran program


Uraian sasaran Luas
No
program kawasan Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
(Ha)
Kawasan Kumuh
1 66,64 13,328 13,328 13,328 13,328 13,328
perdesaan

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 38
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Kawasan
2 Permukiman 1.373,28 274.656 274.656 274.656 274.656 274.656
Perdesaan
3 Kawasan Permukiman Khusus, terdiri atas :
Permukiman
448,37 89.674 89.674 89.674 89.674 89.674
pesisir/nelayan
Permukiman
79,40 15.88 15.88 15.88 15.88 15.88
pulau
Permukiman
perkotaan (Kel. 61,65 12.33 12.33 12.33 12.33 12.33
Lakudo)
Sumber: Rencana sektor pengembangan kawasan permukiman Tahun
2016

Berdasarkan tabel di atas bahwa program pengembangan


permukiman perdesaan menjadi sasaran utama gunan meminimalisir
pertumbuhan permukiman kumuh di samping pnguatan program
pengentasan kawasan permukiman kumuh itu sendiri gunan
mendukung gerakan nasional 100-0-100.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 39
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

7.2. Sektor Penataan Bangunan Dan Lingkungan


Agenda Nasional di bidang penataan bangunan dan lingkungan,
salah satunya adalah program membangun melalui pinggiran, yaitu
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud
kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program –
program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat. Agenda Nasional lainnya adalah Pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan
terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di Kab/Kota dan
tersedianya pedoman harga Standar Bangunan Gedung Negara
(HSBGN) di Kab/Kota.
Berdasarkan agenda – agenda tersebut maka isu strategis
tingkat nasional bidang PBL dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b) PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di
perkotaan;
c) Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka
hijau (RTH) di perkotaan;
d) Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional
dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang
tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
e) Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan
standar pelayanan minimal;
f) Pelibatan Pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam
penataan bangunan dan lingkungan.
Arahan penataan bangunan dan lingkungan berdasarkan
Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang
bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 40
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan


dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana
investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan.
Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:
a) Program bangunan dan lingkungan;
b) Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
c) Rencana Investasi;
d) Ketentuan pengendalian Rencana;
e) Pedoman pengendalian pelaksanaan.

7.2.1. Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung dan NSPK di


Bidang Penataan Bangunan Dan Lingkungan

Dalam rancangan peraturan daerah tentang bangunan gedung


di Kabupateh Buton tengah, beberapa persyaratan menyangkut
penataan bangunan dan lingkungan, yaitu:
a) Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten
Buton dan/atau RDTR dan/atau RTBL dari lokasi yang
bersangkutan.
b) Pemerintah Daerah memberikan informasi mengenai rencana tata
ruang dan tata bangunan dan lingkungan kepada masyarakat
secara cuma-cuma.
c) Informasi berisi keterangan mengenai peruntukan lokasi, intensitas
bangunan yang terdiri dari kepadatan bangunan, ketinggian
bangunan, dan garis sempadan bangunan.
d) Bangunan gedung yang dibangun di atas prasarana dan sarana
umum, di bawah prasarana dan sarana umum, di bawah atau
diatas air, di daerah jaringan transmisi listrik tegangan tinggi, di
daerah yang berpotensi bencana alam, dan di kawasan
keselamatan operasional penerbangan (KKOP), harus sesuai

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 41
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

dengan peraturan perundang-undangan dan memperoleh


pertimbangan serta persetujuan dari pemerintah daerahdan/atau
instansi terkait lainnya.
e) Dalam hal terjadi perubahan RTRW Kabupaten Buton Tengah
dan/atau RDTR dan/atau RTBL yang mengakibatkan perubahan
peruntukan lokasi, maka fungsi bangunan gedung yang tidak
sesuai dengan peruntukan yang baru harus disesuaikan.
Dalam pemanfaatan lahan dalam pendirian bangunan gedung
didasarkan pada ketentuan penetapan koefisien dasar bangunan
(KDB), koefisien dasar hijau (KDH) dan ketinggian bangunan.
Penetapan KDB didasarkan pada luas kapling/persil,
peruntukan atau fungsi lahan, dan daya dukung lingkungan, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) bangunan gedung fungsi hunian, KDB sebesar 70% (tujuh puluh
persen);
2) bangunan gedung fungsi keagamaan, KDB sebesar 70% (tujuh
puluh persen);
3) bangunan gedung fungsi usaha, KDB sebesar 60% (enam puluh
persen);
4) bangunan gedung fungsi sosial dan budaya, KDB sebesar 60%
(enam puluh persen);
5) bangunan gedung fungsi khusus, KDB sebesar 60% (enam puluh
persen);
6) bangunan gedung lebih dari satu fungsi, KDB sebesar 60% (enam
puluh persen).
Sedangkan penetapan Koefisien Dasar Hijau (KDH) ditentukan atas
dasar kepentingan pelestarian lingkungan/resapan air permukaan
yang disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Buton Tengah atau sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dimana setiap bangunan umum apabila ditentukan, ditentukan KDH
maksimum 40% (empat puluh persen) dari luas lahan dan apabila

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 42
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

tidak ditentukan, maka besarnya KDH minimum adalah 30% (tiga


puluh persen).
Ketinggian bangunan gedung meliputi ketentuan mengenai JLB dan
KLB yang dibedakan dalam KLB tinggi, sedang dan rendah. Dengan
persyaratan teknis, yaitu:
a) Ketinggian bangunan gedung tidak boleh mengganggu lalu lintas
penerbangan.
b) Ketinggian bangunan disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Buton
atau RDTR atau yang diatur dalam RTBL atau sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Untuk masing-masing lokasi yang belum dibuat tata ruangnya,
ketinggian maksimum bangunan gedung ditetapkan oleh instansi
terkait dengan mempertimbangkan lebar jalan, fungsi bangunan,
keselamatan bangunan, serta keserasian dengan lingkungannya.
d) Bangunan gedung dapat dibuat bertingkat ke bawah tanah
sepanjang memungkinkan untuk itu dan tidak bertentangan
dengan ketentuan perundang undangan.
e) Ketinggian bangunan deret maksimum 4 (empat) lantai dan
selebihnya harus berjarak dengan persil tetangga.
Selanjutnya, arahan garis sempadan dalam pengaturan
mendirikan bangunan gedung, pengaturan garis sempadan bangunan
gedung mengacu pada RTRW Kabupaten Buton atau RDTR atau yang
diatur dalam RTBL, atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Penetapan garis sempadan
bangunan didasarkan pada pertimbangan keamanan, kesehatan,
kenyamanan dan keserasian dengan lingkungan dan ketinggian
bangunan, dengan persyaratan teknis, yaitu:
a) GSB terluar yang sejajar dengan as jalan (rencana jalan)/tepi
sungai/tepi pantai ditentukan berdasarkan lebar jalan/rencana
jalan/lebar sungai/kondisi pantai, fungsi jalan dan peruntukan
kapling/kawasan. Letak GSB terluar bilamana tidak ditentukan

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 43
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

lain adalah separuh dari Daerah Milik Jalan (Damija) dihitung dari
tepi jalan/pagar.
b) Letak GSB terluar untuk daerah pantai, bilamana tidak ditentukan
lain adalah 100 (seratus) meter dari garis pasang tertinggi ke arah
darat pantai yang bersangkutan.
c) Untuk lebar sungai yang kurang dari 5 (lima) meter, letak garis
sempadan adalah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung
dari tepi jalan/pagar.
d) Letak GSB terluar pada bagian samping yang berbatasan dengan
tetangga bilamana tidak ditentukan lain adalah minimal 2,5 (dua
koma lima) meter dari batas kapling atau atas dasar kesepakatan
dengan tetangga yang saling berbatasan.
e) Letak GSB terluar pada bagian belakang yang berbatasan dengan
tetangga bilamana tidak ditentukan lain adalah minimal 2,5 (dua
koma lima) meter dari batas kapling atau atas dasar kesepakatan
dengan tetangga yang saling berbatasan.
f) Garis sempadan pagar terluar yang berbatasan dengan jalan
ditentukan berhimpit dengan batas terluar Ruang Milik Jalan
(RUMIJA).
g) Garis pagar di sudut persimpangan jalan ditentukan dengan
serongan/lengkungan atas dasar fungsi dan perempatan jalan.
h) Tinggi pagar yang berbatasan dengan jalan ditentukan paling tinggi
1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan halaman/trotoar
dengan bentuk transparan atau tembus pandang.
i) Garis sempadan jalan masuk ke kapling bilamana tidak ditentukan
lain adalah berhimpit dengan batas terluar garis pagar.
j) Apabila GSB ditetapkan berhimpit dengan garis sempadan pagar,
cucuran atap suatu tritis/overstek harus diberi talang dan pipa
talang harus disalurkan sampai ke tanah.
k) Dalam hal garis sempadan bangunan belum ditetapkan, Bupati
Buton Tengah dapat menetapkan garis sempadan bangunan

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 44
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

sementara dengan berpedoman pada peraturan perundang-


undangan yang lebih tinggi setelah mendengar pertimbangan Tim
Ahli Bangunan Gedung (TABG).
Sedangkan pengaturan jarak bebas bangunan, dengan persyaratan
teknis, yaitu:
a) Jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk setiap lokasi
harus sesuai dengan peruntukannya.
b) Setiap bangunan gedung yang dibangun tidak boleh melanggar
ketentuan minimal jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan
dalam RTRW Kabupaten Buton Tengah atau RDTR atau yang diatur
dalam RTBL.
c) Ketentuan jarak bebas bangunan gedung ditetapkan dalam bentuk:
 garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai,
tepi pantai, dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi, dengan
mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan;
 jarak antara bangunan gedung dengan batas persil, jarak antar
bangunan, dan jarak antara as jalan dengan pagar halaman
yang diberlakukan per kapling/per persil dan/atau per
kawasan pada lokasi bersangkutan dengan mempertimbangkan
aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
 Setiap bangunan hunian jarak antar massa/blok bangunan
satu lantai yang satu dengan yang lainnya dalam satu kapling
atau antara kapling minimum adalah 4 (empat) meter.
 Setiap bangunan umum harus mempunyai jarak massa/blok
bangunan dengan bangunan sekitarnya sekurang-kurangnya 6
(enam) meter dan 3 (tiga) meter dengan batas kapling.
 Penetapan jarak bebas bangunan gedung atau bagian
bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah
didasarkan pada pertimbangan keberadaan atau rencana
jaringan pembangunan utilitas umum.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 45
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

NSPK lainnya berkenaan adalah dengan izin mendirikan


bangunan. Setiap orang atau badan wajib mengajukan permohonan
IMB kepada Bupati untuk melakukan kegiatan:
a) pembangunan dan/atau prasarana bangunan gedung;
b) rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana
gedung meliputi perbaikan/perawatan, perubahan,
perluasan/pengurangan; dan
c) pemugaran/pelestarian dengan berdasarkan pada surat
keterangan rencana kota (advis planning) untuk lokasi yang
bersangkutan.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung di lokasi tertentu, terdiri


atas :
a) Bangunan Gedung di Lokasi Pantai, dengan persyaratan teknis,
yaitu
 Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pantai perlu
memperhatikan tata air, budaya lokal serta kepentingan umum.
 Penyelenggaraan bangunan gedung di wilayah yang memiliki
potensi budidaya perikanan harus memperhatikan
keberlangsungan dan kepentingan kegiatan budidaya
perikanan yang ada di wilayah tersebut.
 Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pantai harus
memenuhi standar persyaratan kesehatan, kenyamanan,
keamanan, ketertiban, keindahan dan berwawasan lingkungan.
 Bangunan gedung di lokasi pantai harus memperhitungkan
pengaruh angin, tsunami, dan gempa.
 Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pantai harus
memperhatikan potensi bencana yang mungkin terjadi.
 Pada bangunan gedung di lokasi pantai yang sudah berdiri
harus dilakukan upaya penataan dan perbaikan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan dan kawasan.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 46
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

 Penempatan perumahan nelayan baru disesuaikan dengan


potensi sumber daya sekitar dan tempat pemasaran hasil
budidaya perikanan.
b) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dilokasi pegunungan,
mengikuti persyaratan, sebagai berikut:
 Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pegunungan harus
memenuhi standar persyaratan kesehatan, kenyamanan,
keamanan, ketertiban, keindahan dan berwawasan lingkungan.
 Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pegunungan harus
memperhitungkan pengaruh gempa
 Perlu pengaturan perencanaan, pelaksanaan, juga pengawasan
dan pemeliharaan bangunan di lokasi pegunungan.
 Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pegunungan harus
memperhatikan potensi bencana yang mungkin terjadi seperti
tanah longsor.
 Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pegunungan harus
memperhatikan tingkat kemiringan lereng yang aman untuk
pengembangan permukiman.
c) bangunan gedung di lokasi yang berpotensi bencana alam, dengan
persyaratan teknis, yaitu
 Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi
bencana yang berasal dari laut harus sesuai dengan peraturan
zonasi untuk kawasan rawan gelombang pasang.
 Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi
bencana gempa bumi harus sesuai dengan peraturan zonasi
untuk kawasan bencana alam geologi sebagaimana diatur
dalam Rencana Tata Fuang Wilayah Kabupaten Buton Tengah.
 Pemerintah Daerah dapat menetapkan suatu lokasi sebagai
daerah bencana khususnya daerah yang secara periodik dan
menetapkan larangan membangun pada batas tertentu atau tak

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 47
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

terbatas dengan pertimbangan keselamatan dan keamanan


demi kepentingan umum.
 Pemerintah Daerah dapat menetapkan persyaratan khusus tata
cara pembangunan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi
bencana yang berasal dari laut apabila daerah tersebut dinilai
membahayakan.

7.2.2. Kondisi Bangunan dan Lingkungan Pada Kawasan


Perlindungan Setempat dan Kawasan Strategis Lainnya
Dalam rancangan peraturan daerah Kabupaten Buton Tengah
tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Tahun 2016-2036, terdiri
atas:
a) sempadan pantai;
b) sempadan sungai;
c) kawasan sekitar danau;
d) kawasan sekitar mata air; dan
e) Ruang terbuka hijau (RTH.)
Sempadan pantai dengan penetapan batas sempadan pantai
dilakukan berdasarkan penghitungan batas sempadan pantai yang
mengikuti ketentuan:
a) perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami;
b) perlindungan pantai dari erosi atau abrasi;
c) perlindungan sumberdaya buatan di pesisir dari badai, banjir dan
bencana alam lainnya;
d) perlindungan terhadap ekosistem pesisir seperti lahan basah,
mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria
dan delta;
e) pengaturan akses publik; dan
f) pengaturan untuk saluran air dan limbah.
Arahan penetapan kawasan sempadan pantai di arahkan pada
kawasan pantai yang berpotensi untuk pengembangan kawasan
wisata, yaitu:

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 48
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

a) Kecamatan Lakudo meliputi Pantai Katembe di Desa Madongka,


Pantai One Montete di Desa Onewaara, Pantai Bungi Moko di Desa
Moko, Pantai Gadis di Desa Lolibu dan Pantai Boneoge di Kelurahan
Boneoge;
b) Kecamatan Mawasangka Timur meliputi Pantai Watotohu di Desa
Inulu, Pantai Kaumeumele di Desa Lasori, Pantai Batubanawa di
Desa Batubanawa, Pantai Gu Bhahi di Desa Lasori dan Pantai
Bungi Wantopi di Desa Wantopi;
c) Kecamatan Mawasangka Tengah meliputi Pantai Maaobu di Desa
Lalibo, Pantai Sampuano Wewi di Desa Watorumbe Bata, Pantai
Wakomba di Desa Watorumbe Bata dan Pantai Bungi Lamunde di
Desa Gundu-gundu;
d) Kecamatan Mawasangka meliputi Pantai Lasaidewa di Desa
Gumanano, Pantai Labobo di Desa Balobone, Pantai Lagili di Desa
Wakambangura I, Pantai Maliaboro di Desa Balobone, Pantai
Kakobuta di Desa Gumanano dan Pantai Maanajiri di Desa
Oengkolaki;
e) Kecamatan Talaga Raya meliputi Pantai Bonemarambe di Desa
Talaga Besar, Pantai Bone Bontubontu di Desa Talaga Besar, Pantai
Bungi Talaga di Desa Panggilia, Pantai One Rua Tandano di
Kelurahan Talaga I, Pantai Tolando Di Desa Talaga Besar, Pantai
Kahona di Desa Kokoe, Pantai Buku Mabana di Desa Kokoe dan
Pantai Wamorapa di Desa Wuluh; dan
f) Kecamatan Gu meliputi Pantai Bintang di Kelurahan Watulea,
Pantai Kaliwuliwuto di Kelurahan Watulea, Pantai Tanjung Gadis di
Kelurahan Watulea dan Pantai Labutolo di Desa Lowulowu.
Sempadan sungai terdapat pada sepanjang sungai dan anak
sungai dalam DAS Mawasangka/Bula-bula, DAS Kalimbunga, DAS
Walaende, DAS Songalo, DAS Maliga, DAS Tawo, DAS Kokoe, DAS Wali
Kecil, DAS Wali Besar, DAS Talaga Besar dan DAS Talaga Kecil,

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 49
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

tersebar pada kawasan perkotaan dan perdesaan di daerah dengan


ketentuan:
a) garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditentukan:
b) paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai
kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;
c) paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai
lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan
d) paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai
lebih dari 20 (dua puluh) meter.
e) garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di luar kawasan
perkotaan terdiri atas:
 sungai besar dengan luas DAS lebih besar dari 500 (lima ratus)
kilometer persegi, ditentukan paling sedikit berjarak 100
(seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai; dan
 sungai kecil dengan luas DAS kurang dari atau sama dengan
500 (lima ratus) kilometer persegi, itentukan paling sedikit
berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur sungai.
f) garis sempadan pada sungai bertanggul di dalam kawasan
perkotaan, ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi
luar kaki tanggul sepanjang alur sungai;
g) garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan
ditentukan paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari tepi luar kaki
tanggul sepanjang alur sungai; dan
h) garis sempadan sungai yang terpengaruh pasang air laut,
penentuannya dilakukan dengan cara yang sama sebagaimana

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 50
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

huruf a sampai dengan huruf d, diukur dari tepi muka air pasang
rata-rata.
Selanjutnya pada kawasan sekitar danau dengan ketentuan
bahwa:
a) daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100
(seratus) meter dari titik pasang air danau tertinggi; atau
b) daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya
proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk.
Arahan kawasan sekitar danau diarahkan pula untuk pengembangan
wisata danau/telaga, yaitu:

a) Kecamatan Mawasangka Timur meliputi Danau Pasi Bungi di Desa


Inulu, Danau Wampihompiho di Desa Lagili, Danau Oe Maamba
dan Oe Maamba II di Desa Bungi;
b) Kecamatan Mawasangka meliputi Telaga Fotu di Desa Kanapa-
napa, Telaga Anano Tei I, Telaga Anano Tei II dan Telaga Gumanano
di Desa Gumanano;
c) Kecamatan Talaga Raya meliputi Telaga Dhingi Bontobonto di Desa
Talaga Besar, Telaga Oe Lalo Labuea dan Telaga One Rua Tandono
di Kelurahan Talaga I;
d) Telaga Lakakoloto di Desa Rahia Kacamatan Gu; dan
e) Telaga Kauwe-uwe di Kelurahan Tolandona Kacamatan Sangia
Wambulu.
Kabupaten Buton Tengah yang terbentuk dengan struktur
geologi Karst, sehingga banyak dijumpai sumber-sumber mata air
bawah tanah pada daerah-daerah gua karst. Guna perlindungan maka
arahan kawasan sekitar mata air diatur dengan garis sempadan mata
berdiameter paling sedikit berjarak 200 (dua ratus) meter dari pusat
mata air.
Ruang terbuka hijau (RTH) untuk memenuhi amanat Undang-
undang, maka arahan yang ditetapkan adalah”

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 51
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

a) luasan yang harus dipenuhi ditetapkan paling sedikit sebesar 30%


(tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan dengan proporsi
RTH terdiri atas:
 paling sedikit sebesar 20% (dua puluh persen) ruang terbuka
hijau publik; dan
 paling sedikit sebesar 10% (sepuluh persen) ruang terbuka
hijau privat.
b) penetapan jenis dan lokasi RTH terdiri atas:
1) RTH eksisting berupa Taman di Kelurahan Boneoge Kecamatan
Lakudo; dan
2) rencana RTH terdiri atas:
 rencana RTH jalur hijau jalan;
 rencana RTH taman dan hutan kota terdiri atas:
 rencana taman desa/kelurahan di setiap kecamatan;
 rencana taman kota di Kecamatan Lakudo dan Gu;
 rencana hutan kota di Kecamatan Lakudo; dan
 rencana Bumi Perkemahan di Kecamatan Lakudo.
3) rencana RTH fungsi tertentu terdiri atas:
 rencana jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi di
Kecamatan Gu dan Sangia Wambulu;
 rencana RTH sempadan sungai;
 rencana RTH sempadan pantai di Teluk Lasongko dan Teluk
Liana Banggai;
 rencana RTH pengaman sumber air baku berupa mata air,
danau dan telaga; dan
 rencana RTH pemakaman di setiap kecamatan
Selanjutnya kawasan lainnya yaitu berkaitan dengan
penyelenggaraan bangunan gedung negara pada kawasan perkantoran
Labungkari di Kecamatan Lakudio, meliputi:

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 52
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

a) arahan perencanaan penataan bangunan dan lingkungan


perkantoran Labungkari sebagai pusat pemerintahan baru
Kabupaten Buton Tengah
b) pembangunan bangunan gedung negara secara terpadu
c) pengelolaan limbah, persampahan dan ruang terbuka hijau dan
non hijau.
Disamping itu arahan ainnya berdasarkan RTRW di atas, yaitu
perencanaan penataan bangunan dan lingkungan pada kawasan
pengembangan permukiman baru perkotaan, kawasan pariwisata
daerah dan kawasan jasa dan perdagangan skala Kabupaten. Ketiga
kawasan ini merupakan potensi pertumbuhan ekonomi baru yang
diprediksi memberikan dampak social dan ekonomi serta dampak
lainnya yang berkaitan dengan pembangunan sarana dan prasarana
pendukung kegiatan didalamnya. Untuk itu perencanaan kawasan-
kawasan ini sangat diperlukan agar pengendalian pemanfaatan ruang
serta proses kegiatan yang berkembang dapat dikendalikan dengan
baik serta keberlanjutan lingkungan hidup dapat terjaga.

7.2.3. Potensi dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Berdasarkan arahan-arahan kawasan budidaya dalam RTRW


Kabupaten Buton Tengah, diantaranya meliputi kawasan permukiman,
pemerintahan, kawasan pariwisata, kawasan jasa dan perdangan dan
kawasan lainnya, memiliki sejumlah potensi potensi dan tantangan
baik secara positif maupun negatif, beberapa hal yang terkait dengan
kedua hal ini, sebagai berikut:
1) Potensi Penataan Bangunan dan Lingkungan
Beberapa poin yang menjadi potensi sektor PBL di Kabupaten
Buton Tengah berdasarkan RTRW maupun isu-isu pengembangan
wilayah strategis (WPS), diantaranya, yaitu:

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 53
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

a) Potensi pariwisata daerah, dimana Kabupaten Buton Tengah


merupakan wilayah kepulauan, dimana wilayahnya terdiri
atas wilayah laut dan daratan.
b) Potensi geologi, dimana Kabupaten Buton Tengah tersusun
atas struktur geologi karst, sehingga menghasilkan gua-gua
karst dan potensi sumber mata air bawah tanah, yang
mendukung pengembangan ekowisata dan geowisata.
c) Potensi wilayah secara geografis, dimana Kabupaten Buton
Tengah diapit dua wilayah pengembangan strategis yakni Kota
Baubau dan Kabupaten Muna.
d) Potensi pertambagan, dimana Kabupaten Buton Tengah
memiliki potensi bahan batuan dalam hal ini batu kapur dan
bahan mineral dalam hal ini nikel.
e) Potensi perikanan dan kelautan, dimana Kabupaten Buton
tengah sebagian besar masyarakatnya bermata pencahariaan
nelayan dan memiliki potensi perikanan hasil laut relatif
cukup besar sebagai komoditi ekspor.
2) Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Beberapa poin yang menjadi tantangan sektor PBL di
Kabupaten Buton Tengah berdasarkan kondisi eksisting kawasan
budidaya maupun kawasan lindung dalam RTRW Kabupaten Buton
Tengah, diantaranya, yaitu:
a) Potensi-potensi di atas belum memiiliki data dan informasi
yang akurat sebagai potensi unggulan daerah serta
kecenderungan berkembang secara alami;
b) Prasarana dan sarana umum kawasan perkotaan dan
perdesaan masih sangat terbatas;
c) Jaringan prasarana wilayah, yaitu transportasi laut dan darat
belum memberikan ekses yang siginifikan bagi pertumbuhan
kawasan baru.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 54
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

7.2.4. Usulan Program Penataan Bangunan Dan Lingkungan

Dalam rangka pengelolaan potensi kawasan agar berhasilguna


dan berdayaguna serta tantangan yang ada diharapkan menjadi
peluang pengembangan ekonomi baru secara optimal serta dalam
dalam rangka pengawasan dan pengaturan bangunan gedung dalam
mengendalikan pemanfaatan ruang, maka beberapa usulan program
dan kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Buton
Tengah, sebagaimana pada tabel di bawah ini:

Tabel 7.13
Matriks Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten
Buton Tengah Tahun 2016

NO URAIAN SASARAN SASARAN PROGRAM


SASARAN PENANGA
TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN
PROGRAM NAN
I II III IV V
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
I Penyelenggara
an Bangunan 144 Ha 29 29 29 29 29
Gedung
II Penataan
Bangunan dan 60
300 Ha 60 60 60 60
Lingkungan
Strategis
IV Pengembangan 1.300 Ha 260 260 260 260 260
RTH perkotaan
V Fasilitasi
Ruang terbuka
3 Mawas
Publik/
Kecamata Lakudo Lakudo Lakudo Gu
Edukasi dan angka
n
Partisipasi
Masy.
VI Turbinwas BG 80,03%
Bangunan 16 % 16 % 16 % 16 % 16 %
ber IMB
Sumber: Dokumen RTRW Kabupaten Buton Tengah dan Data IMB
Kabupaten Buton Tahun 2016

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 55
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

7.3. Sistem Penyediaan Air Minum


7.3.1. Kondisi Eksisting Sistem Pelayanan Air Minum (SPAM)
Sistem penyediaan air minum di Kabupaten Buton Tengah
terdiri atas 2 (dua) sistem jaringan, yaitu : sistem jaringan non
perpipaan, dan sistem jaringan perpipaan.
A. Jaringan Perpipaan
Dalam pengembangan sistem penyediaan air minum di
Kabupaten Buton Tengah digunakan sumber air tanah yang berasal
dari mata air dan sungai-sungai bawah tanah yang cukup banyak
terdapat wilayah karst. Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya,
sumber-sumber air baku yang ada di Kabupaten Buton Tengah ini
cukup potensial untuk dikembangkan sebagai sumber baku air bersih
untuk pengembangan sistem PAM maupun non PDAM. Berdasarkan
hasil survey sumber air baku yang ada di Kabupaten Buton Tengah
ada beberapa mata air yang menjadi sumber air baku oleh PDAM
sudah tercemar oleh aktivitas masyarakat seperti yang terjadi di mata
air Desa Wakeakea Kecamatan Sangia Wambulu, dimana lokasi
tersebut dijadikan sebagai tempat mencuci dan mandi oleh
masyarakat setempat. Selain itu, saat ini terdapat beberapa mata air
yang telah dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk beberapa
IKK dan jaringan. Adapun beberapa sumber yang telah dimanfaatkan
saat ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 7.14
Rekapitulasi Data Sumber Mata Air yang Telah Dimanfaatkan
Oleh PDAM

Kapasitas
Nama Sum Terpasa Dimanf Sistem
Kond
Unit Pelayanan Sumber ber ng aatkan( Pengalira
isi
Mata Air (l/de (l/detik) l/detik) n
tik)
Pompanis
Lombe Walando 80 19 19 Baik
asi
Kamundo- Pompanis
Mawasangka 80 10 10 Baik
mundo asi

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 56
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Pompanis
Lakudo Matawine 80 10 10 Baik
asi
Pompanis
Wadiabero Cio 30 7 7 Baik
asi
Pompanis
Waburense Wateo 30 6 6 Baik
asi
Mawasangka Pompanis
Wahumbia 20 5 5 Baik
Timur (Lamena) asi
Mawasangka
Pompanis
Tengah Wagola 30 7 7 Baik
asi
(Gundu-Gundu)
Pompanis
Matara Bou 30 2.5 2.5 Baik
asi
Sumber: Kantor PDAM Kabupaten Buton di Baubau Tahun 2016

B. Jaringan Non Perpipaan


Sistem penyediaan air minum non perpipaan di Kabupaten
Buton Tengah saat ini dilayani dari berbagai sumber air yang
umumnya berasal dari sumur bor, sumur gali, dan bak penampung air
hujan. sebagai sumber air alternatif bagi masyarakat di Kabupaten
Buton Tengah tingkat pelayanan air bersih sudah cukup baik. Khusus
masyarakat yg berada di kepulauan dengan kondisi rawan air seperti
Talaga, sumber air non perpipaan berupa PAH (Penampung Air Hujan)
yaitu penyediaan air menggunakan bak yang berfungsi sebagai tempat
menampung air hujan, untuk kemudian di salurkan ke rumah-rumah
warga. Sedangkan masyarakat yang berada di wilayah daratan Muna
tingkat pelayanan kurang, masih ada daerah yang belum terlayani air
bersih hal ini disebabkan kurangnya sumber mata air dan sarana dan
prasarana sehingga masyarakat mengunakan air sumur.
Tabel 7.15
Sumber Air Baku yang Dapat Menjadi Alternatif

No Alternatif Sumber Lokasi Sumber Debit (L/Det)


1 Mata Air Gua Koo Desa Lakorua 10
2 Mata Air Owe Bou Desa Wasilomata 10
3 Mata Air Waburense Desa Waburense 10
Sumber: Hasil survey lapangan 2016

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 57
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Lanjutan Tabel 7.16


Sumber Air Baku yang Dapat Menjadi Alternatif

No Alternatif Sumber Lokasi Sumber Debit (L/Det)


4 Mata Air Oengkusali Desa Kanapa Napa 10
5 Mata Air Metere Desa Metere 10
6 Mata Air Labungkari Kota Labungkari 10
7 Mata Air Mefaaheno Desa Lagili 5
8 Mata Air Desa Wambuloli Desa Wambuloli 5
9 Mata Air Oumamba Desa Bungi 5
10 Mata Air Lawlahi Desa Teluk Lasongko 5
11 Mata Air La Pahia Desa Kamama Mekar 5
12 Mata Air Lamadou Lakudo Desa Wongko 20
13 Mata Air Labansi Desa One Waara 5
14 Mata Air Masampe Desa One Waara 5
15 Mata Air Desa Wulu Desa Wulu 5
16 Mata Air Kokoe Desa Kokoe 5
17 Mata Air Kalimbungu Desa Kokoe 10
18 Sumur Bor Wamorapa Desa Wulu 5
19 Mata Air Wamorapa Desa Wulu 5
Sumber: Hasil survey lapangan 2016

7.3.2. Cakupan Pelayanan Air Minum Perkecamatan


Secara umum, pengembangan sumber air bersih untuk
Kabupaen Buton Tengah meliputi optimalisasi terhadap sumber
eksisting dan pengembangan terhadap sumber-sumber air baku air
bersih yang ada di Kabupaten Buton Tengah. Sumber-sumber air
baku air bersih yang potensial cukup banyak dari segi Kuantitas dan
dari segi Kontinyunitasnya dengan segi kualitas air yang baik.
Berdasarkan sumber air terdekat yang dapat mensuplai air bersih ke
dareah layanan, maka daerah pelayanan dibagi atas beberapa sistem.
Setiap sistem dapat melayani satu atau lebih kecamatan. Hal ini
dilakukan karena tidak semua kecamatan di wilayah studi memiliki

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 58
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

sumber air minum. Adapun pembagian daerah pelayanan dapat


dilihat pada Tabel dan gambar Peta Rencana Daerah Pelayanan SPAM

Tabel 7.17
Rencana Daerah Pelayanan SPAM di Kabupaten Buton Tengah

No Rencana Kecamatan Mata Air Cakupan Layanan


Daerah (MA) (Desa/Kelurahan)
Pelayanan
1 Kio Sangia MA La Pahia Kamama Mekar,
Wadiabero Wambulu Wakeakea
MA Kio Wadiabero, Kolowa,
Wadiabero Waara, Potoa,
Baruta, Tolandona
2 Walando Gu MA Walando Watulea,
Bombonawulu,
Kampung Baru,
Walando

Lakudo MA Teluk Lasongko,


Laulawhi Mone, Moko, Wajo,
Gu, Lolibu
MA Metere Metere
MA Labungkari (untuk
Labungkari air kemasan)
3 Lakudo Lakudo MA Wongko Matawine,
Lamodau Wongko Lakudo, Gu
Lakudo Barat, Gu Timur,
Wanepa nepa, Nepa
mekar, Boneoge,
One Waara
MA One Waara
Masampe
MA Labansi One Waara
4 Gua Koo Mawasangka MA Gua Koo
Lakorua, Lanto,
Tengah Lantongau, Lolibu
MA
Gundu-gundu,
Magagola
Waturumbe,
Waturumbe Barat
5 Wakamundo Mawasangka MA Ibu Kota
- Mundo Wakamundo Mawasangka,
Mundo Balabone, Lamaraja,
Mapalenda,

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 59
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gumanano,
Kacembungi
MA Owe Bou Wasilomata
MA Kanapa Napa
Oengkusali
MA Waburense
Waburense
6 Wahumbia Mawasangka MA Lamena, Bungi,
Timur Wahumbia Lasori, Batu Banawa
MA Bungi
Oumamba
MA Wambuloli, Pasir
Wambuloli Panjang
MA Lagili
Mefaaheno
7 Kalimbungu Talaga Raya MA Talaga Besar, Talaga
Kalimbungu Kecil
MA Kokoe Kokoe
Sumur Bor Talaga Kecil,
Wamorapa Pangalia
MA Talaga kecil,
Wamorapa Pangalia
MA Wulu Wulu

Dengan demikian wilayah pelayanan untuk SPAM ini adalah


seluruh wilayah administrative kabupaten Buton Tengah. Adapun
persentase pelayanan yang dimaksud dalam tingkat pelayanan air
bersih Kabupaten Buton Tengah merupakan jumlah/total dari ke
tujuh sistem SPAM tersebut yaitu diharapkan dapat mencapai 80%
pada akhir tahun 2037 sesuai dengan data RTRW 2016. Proyeksi
kebutuhan air bersih dihitung berdasarkan proyeksi jumlah
penduduk yang akan dilayani hingga akhir tahun perencanaan dan
standar kebutuhan air minum untuk semua jenis pelanggan. Adapun
peta wilayah pelayanan SPAM Kabupaten Buton Tengah dapat dilihat
pada gambar berikut.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 60
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gambar 7.15 Peta Sarana dan Prasarana Air Baku Kabupaten Buton Tengah

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 61
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

7.3.3. Kinerja PDAM


Secara kelembagaan saat ini PDAM yang ada di kabupaten
Buton Tengah masih menjadi pengelolaan dan di bawah manajemen
PDAM Kabupaten Buton, selain itu belum dilaksanakan pula
penyerahan asset-aset PDAM pasca pemekaran wilayah. Untuk itu
secara garis besar kinerja PDAM Kabupaten Buton Tengah belum bias
terukur baik dari sisi keuangan, sumber pendanaan, perencanaan dan
pemabngunan ke depan.
Saat ini, sumber air baku yang dimanfaatkan oleh PDAM
Kabupaten Buton Tengah berasal dari sumber air, yaitu:
a. PDAM Unit Kecamatan Lakudo
Prasarana IPA Matawine dengan kapasitas produksi 10 liter/detik
meliputi bak penampung, pipa transmisi dari Mata Air Matawine,
dan jaringan pipa distribusi
b. PDAM Unit Kecamatan Gu
Prasarana IPA Walondo dengan kapasitas produksi 20 liter/detik
meliputi bak penampung, pipa transmisi dari Mata Air Walondo,
dan jaringan pipa distribusi
c. PDAM Unit Kecamatan Sangia Wambulu
Prasarana IPA Wadiabero meliputi bak penampung, pipa transmisi
dari sumber mata air dan jaringan pipa distribusi bersumber dari
Mata Air Cio di Desa Wadiabero Kecamatan Sangia Wambulu
d. PDAM Unit Kecamatan Mawasangka
Prasarana IPA Kamundo-Mundo dengan kapasitas produksi 10
liter/detik bersumber dari Mata Air Kamundo-Mundo di Desa
Waburense Kecamatan Mawasangka meliputi bak penampung,
pipa transmisi dari sumber mata air dan jaringan pipa distribusi
dan Prasarana IPA Waburense dengan kapasitas produksi 5
liter/detik bersumber dari Mata Air Wataeo meliputi bak
penampung, pipa transmisi dari sumber mata air dan jaringan pipa
distribusi.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 62
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

e. PDAM Unit Kecamatan Mawasangka Tengah


Prasarana IPA Lantongau meliputi bak penampung, pipa transmisi
dari Mata Air Koo, dan jaringan pipa distribusi
2. Jaringan Pipa
Jumlah panjang jaringan pipa PDAM yang sudah terpasang sampai
dengan tahun 2011 adalah pipa transmisi 26.450 m’ dan pipa
distribusi 312.886 m’.
3. Sistem Pengolahan Air PDAM
Peningkatan dan optimalisasi kinerja PDAM sangat dipengaruhi oleh
salah satu faktor antara lain adalah kondisi sarana dan prasarana yang
ada saat ini, baik kualitas maupun kuantitasnya
a. Bangunan Pengambilan (Intake)
b. Instalasi Pengolahan Air Baku (Raw Water Treatment Plant)
c. Bak Penampung Air (Reservoir)
d. Pompa, Rumah Pompa dan Pompa Booster
Dalam memenuhi kebutuhan pelayanan pada pelanggan, PDAM.
mengoperasikan beberapa pompa terutama untuk melayani pelanggan
yang mempunyai jarak maupun ketinggian tidak mungkin lagi
dijangkau dengan sistem gravitasi.
Struktur organisasi harus dapat menggambarkan aktivitas
utama dalam sistem pengelolaan, pola kerja yang jelas dan
mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian,
serta pengawasan dengan menguraikan tugas, wewenang dan
tanggung jawabnya. Untuk organisasi SPAM di Kabupaten/Kota,
penyelenggara harus bertanggung jawab kepada Bupati atau Wali
Kota seperti yang diperlihatkan pada Gambar 7.16.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 63
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gambar 7.16. Struktur organisasi penyelenggaraan SPAM di


Kabupaten

Struktur organisasi pengelolan SPAM menurut UPTD dapat


dilihat pada gambar 9.2 sebagai berikut:

Gambar 7.17 Struktur Organisasi Pengelolaan SPAM menurut UPTD

7.3.4. Potensi dan tantangan Pengembangan SPAM


A. Potensi
1. Air permukaan
Ketersediaan air dalam pengertian sumber daya air pada
dasarnya terdiri atas tiga jenis, yaitu air hujan, air permukaan, dan
air tanah. Air hujan pada umumnya hanya berkontribusi untuk
mengurangi kebutuhan air irigasi yaitu dalam bentuk hujan efektif,
meskipun pada beberapa daerah air hujan yang ditampung dengan
baik juga menjadi sumber air yang cukup berarti untuk keperluan

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 64
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

rumah tangga. Sumber air yang berpotensi besar untuk dimanfaatkan


adalah sumber air permukaan dalam bentuk air di sungai, saluran,
danau, dan tampungan lainnya.
Penggunaan air tanah yang kenyataannya sangat membantu
pemenuhan air baku maupun irigasi pada daerah yang sulit
mendapatkan air permukaan seperti Kabupaten Buton Tengah harus
dijaga agar pengambilannya tetap berada dibawah debit aman (Safe
yield) (Irfan dan Waluyo, 2005). Ketersediaan air dapat didefinisikan
dalam berbagai cara. Dalam hal lokasi, ketersediaan air dapat berlaku
pada suatu titik misalnya pada suatu lokasi pos duga air, bendung
tempat pengambilan air irigasi dan sebagainya (satuan: m3/dt atau
l/dt), banyaknya air yang tersedia dapat juga dinyatakan berlaku
dalam suatu areal tertentu, misalnya pada suatu wilayah sungai,
daerah pengaliran sungai, daerah irigasi, dan sebagainya (satuan :
juta meter kubik per tahun atau milimeter per hari). Analisis
ketersediaan air menghasilkan perkiraan ketersediaan air di suatu
wilayah sungai atau sistem tata air, secara spasial maupun dalam
waktu.

Berdasarkan data RTRW Kabupaten Buton Tengah, diperoleh


bahwa beberapa potensi air baku permukaan di Kabupaten Buton
Tengah yaitu sungai dan danau. Di Kabupaten Buton Tengah tidak
terdapat banyak sungai, karena geologinya yang berasal dari Formasi
Wapulaka. Namun diperkirakan banyak sungai-sungai bawah tanah
yang dibuktikan sangat banyaknya gua yang berisi air pada daerah
karts. Sungai terbesar di wilayah ini adalah Sungai Mawasangka yang
terdapat pada perbatasan dengan wilayah Kab. Muna Barat. Sungai-
sungai sedang dan kecil tersebar di setiap kecamatan. Sedangkan
danau yang terdapat di Kabupaten Buton Tengah satu-satunya hanya
di wilayah Kecamatan Mawasangka Timur yaitu Danau Pasibungi,
dengan luas sekitar 73,6 ha. Danau tersebut terbentuk di wilayah
dataran tanpa ada hubungannya dengan sungai, sehingga sifatnya

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 65
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

asin, sehingga air di Danau pasibungi tidak bisa secara langsung di


manfaatkan sebagai sumber air baku untuk keperluan air minum bagi
masyarakat yang ada di Kecamatan Mawasangka Timur.

2. Air Tanah

Hasil survey memperlihatkan bahwa terdapat beberapa


kecamatan yang sumber air minumnya diperoleh dari air sumur
dengan kedalaman 3-10 meter yang dibangun oleh masyarakat
setempat. Sumur-sumur ini tersebar di beberapa kecamatan.

B. Tantangan/Permasalahan pengembangan SPAM


3. Jaringan perpipaan
Saat ini, Pengelola sumber air baku di Kabupaten Buton
Tengah PDAM Kabupaten Buton Tengah yang sebagian asetnya
adalah milik PDAM Kabupaten Buton sehingga dalam pemeliharaan
aset jaringan perpipaan di Kabupaten Buton Tengah perlu adanya
koordinasi antara pengelola sumber air baku. Berikut ini adalah
berbagai permasalahan baik dalam hal teknis maupun operasional. Di
antara permasalahan tersebut yaitu sebagai berikut:
a) Tingkat pelayanan untuk kawasan Kabupaten Buton Tengah
masih terbilang rendah yaitu sekitar 21,73% atau sekitar 6187
sambungan rumah. Daerah pelayanan saat ini yang kurang dalam
hal pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan air minum adalah
Kecamatan Talaga Raya yang berada pada rencana daereah
pelayanan SPAM Kalimbungu. Permasalahan pada SPAM
kalimbungu adalah jarak antara sumber air baku dengan daerah
pelayanan selain itu diperlukan jaringan pipa yang berada di
bawah permukaan laut karena kondisi wilayah pelayanan dan
sumber air baku yang dipisahkan oleh laut atau berbeda pulau.
b) Banyak terdapat aliran air sungai bawah tanah yang merupakan
ciri dari daerah yang berbatuan karst sehingga diperlukan pompa

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 66
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

dan bak penampung serta masih minimnya pelayanan pengelola


sumber air baku dalam hal ini PDAM.
c) Tidak dioperasikan sarana yang telah dibangun seperti sumber air
baku IKK.
d) Diperlukan penyehatan dan bantuan teknis untuk pengelolaan air
minum di Kabupaten Buton Tengah.
e) Perlunya Regulasi yang mengatur tentang sempadan mata air
serta perlunya koordinasi dengan instansi Dinas Pariwisata dalam
hal penentuan objek-objek wisata yang dekat dengan sumber air
baku.
f) Keterampilan karyawan baik secara teknis maupun administrasi
keuangan yang masih memerlukan peningkatan yang intensif.
g) Pelayanan saat ini sangat kecil dan jumlah sambungan yang
dilayani pun sangat kecil.

4. Jaringan Non Perpipaan


Saat ini, pelayanan air bersih dilayani oleh PDAM Kabupaten
Buton Tengah belum melayani seluruh desa/kelurahan di masing-
masing kecamatan yang ada di Kabupaten Buton Tengahi. Sehingga
untuk daerah-daerah yang tidak dilayani dengan perpipaan, maka
dilayani dengan sistem non perpipaan yang umumnya dikelola sendiri
oleh masyarakat. Adapun permasalahan yang ada pada sistem non
perpipaan ini adalah:
a) Kualitas air tanah yang belum teruji sesuai dengan standar
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tentang kualitas dan
mutu air minum;
b) Banyak masyarakat yang belum melindungi sumur-sumur dengan
baik;
c) Belum ada pengolahan tersendiri untuk kualitas air tanah dangkal
yang kualitas kurang bagus;
d) Kedalaman sumur umumnya dangkal untuk daerah yang dekat
dengan pesisir (3 – 5 meter);

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 67
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

7.3.5. Usulan Program Sektor Penyediaan Air Minum


Berdasarkan data kondisi eksisting dan dokumen RISPAm
kabupaten Buton tengah Tahun 2016, maka usulan proram yang
menjadi sektor pengembangan SPAM, sebagaimana ditunjukan pada
tabel berikut:

Tabel 7.18
Matriks usulan program pengembangan SPAM

URAIAN KONDISI SASARANN PROGRAM


NO. SASARAN EKSISTIN
TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHU
PROGRAM G
I II III IV NV
(1) (2) (3)
1. Sistem
Perpipaan
Kebocoran (%) 10 % 2% 2% 2% 2% 2%
Cakupan
Pelayanan 21,73 % 4,35 % 4,35 % 4,35 % 4,35 % 4,35 %
Penduduk (%)
Kapasitas 66,6 13.32 13.32 13.32 13.32 13.32
Terpasang Lt/Detik Lt/detik Lt/deti Lt/deti Lt/deti Lt/deti
k k k k
Idle Capacity 313,5 62,7 62,7 62,7 62,7 62,7
(kapasitas tidak Lt/detik Lit/deti Lit/det Lit/det Lit/det Lit/det
terpakai) k ik ik ik ik
2. Sistem Bukan
Perpipaan
Cakupan
Pelayanan 78,27 % 15,7 % 15,7 % 15,7 % 15,7 % 15,7 %
Penduduk (%)
Kapasitas 145 29 29 29 29 29
Terpasang Lt/Detik Lt/detik Lt/deti Lt/deti Lt/deti Lt/deti
k k k k
Sumber: Hasil Analisis Dokumen RISPAM Kabupaten tahun 2016

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 68
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

7.4. Penyehatan Lingkungan Permukiman


Berdasarkan hasil wawancara dengan instasi terkait
khussunya bidang cipta karya Dinas Pekerjaan Umum, berkenaan
dengan penyehatan lingkungan permukiman di Kabupaten Buton
masih bersifat tradisional dengan kondisi Prasarana pengolahan
sampah dan limbah yang belum tersedia dan yang tersedia masih
kategori sebagai sarana persampahan. Begitupula dengan drainase
belum tersedia di lingkungan permukiman, hal ini disebabkan sifat
permeabilitas (daya serap) tanah terhadap limpasan air hujan dan air
limbah yang cukup tinggi.

7.4.1. Kondisi Eksisting Pengelolaan Air Limbah


Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang
berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum
lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat
yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta menggangu
lingkungan hidup. buang air kecil dan besar (human excreta), air
limbah (sewage) juga harus dikelola dengan baik agar tidak
mengganggu kesehatan lingkungan. Pengolalaan air limbah yang
dimaksud dalam identikasi permukiman kumuh dengan keberadaan
rumah tangga yang memiliki kloset leher angsa yang terhubung
septiktank atau terlayani MCK/Septik tank komunal.
Keberadaan pengelolaan air limbah ini diperoleh dari hasil
survey lapangan dengan wawancara langsung ke masyarakat atau
kepala desa atau sekertaris desa yang mengetahui kondisi wilayah
tersebut. secara umum di Kabupaten Buton Tengah keberadaan MCK
telah banyak digunakan oleh masyarakat, tetapi ada di beberapa spot
permukiman atau desa yang penduduknya belum memiliki MCK dan
sebagaian besar masyarakat yang berbatasan langsung kelaut atau
membelakangi laut juga memilih langsung membuang air limbah
rumah tangga langsung kelaut. Berdasarkan data hasil survey
lapangan yang ada di Desa Bantea, Kecamatan Gu dari data 150 unit

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 69
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

rumah tinggal sebagian besar atau ± 134 rumah tinggal belum memiliki
MCK. Hal seperti ini juga ditemukan dari kecamatan yang lain, pada
Kecamatan Mawasangka Tengah Desa Morikana dengan jumlah
bangunan permukiman 307 yang belum memiliki MCK sebesar 228
rumah dan yang menggunkan MCK umum sebanyak 22 rumah.

Gambar 7.17. Kondisi sanitasi permukiman psisir

7.4.2. Kondisi eksisting pengelolaan persampahan


Pada umumnya pola masyarakat dalam pengelolaan
persampahan masih bersifat tradisional yaitu kumpul, timbun dan
bakar. Ini membutuhkan suatu sistem penanganan yang terpadu
dengan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan persampahan,
khususnya di wilayah perkotaan dan pemukiman padat penduduk.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh yaitu dengan cara penyuluhan
dan pelatihan dan dibarengi dengan penyediaan sarana dan prasarana
pendukung dan sistem pengelolaan secara terpadu.
Berdasarkan data hasil pengamatan awal dan survey lapangan
yang telah dilakukan di Kabupaten Buton Tengah belum memiliki
sistem pengolahan sampah. Hingga saat ini sistem jaringan
persampahan di Kabupaten Buton Tengah masih berupa sistem

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 70
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

penampungan awal individu pada setiap lingkungan kelurahan dan


desa di seluruh wilayah dan Tempat Penampungan Sementara (TPS)
untuk setiap kecamatan tersebar di setiap kelurahan dan desa di
wilayah Kabupaten Buton Tengah.

Gambar 7.18. Timbunan sampah permukiman pesisir

Sampah domestik rumah tangga masih banyak yang dibuang


secara langsung ke laut dan/atau sembarang tempat serta tidak
terkelola walaupun secara sederhana (dibakar, dibuang lubang
galian atau dimanfaatkan). Kebiasaan masyarakat yang
berbatasan langsung dengan laut untuk membuang sampah
rumah tangga kelaut mengakibatkan pesisir laut banyak terlihat
sampah yang menumpuk. Padahal sampah yang memumpuk
akan menjadi sumber penyakit dan mengeluarkan aroma yang
tidak sedap. Oleh sebab itulah diperlukan peran serta
pemerintah dan kesadaran masyarakat untuk berperan aktif
dalam pengadaan dan pengelolaan sampah terpadu sehingga
penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh sampah bisa
dihindari sekaligus untuk melidungi sumber mata air yang ada
agar jangan sampai tercemar oleh sampah rumah tangga.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 71
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

7.4.3. Kondisi eksisting drainase permukiman


Kondisi drainase yang dikumpulkan terkait dengan ada
tidaknya terjadi genangan. Proses pengumpulan data drainase
dikumpulkan dari data survey lapangan dengan cara menanyakan
langsung kemasyarakat tentang ada tidaknya genangan yang ada di
daerah tersebut. Dari pengolahan data citra akan sulit mendapatkan
data genangan dikarenakan proses genangan biasanya tidak
berlangsung lama dan data yang digunakan tidak time series.
Berdasarkan data jenis tanah yang ada Kabupaten Buton Tengah
memiliki jenis tanah yang berkembang dari batu lempeng dan batu
pasir yang banyak mengandung mineral argilih bersifat basa sehingga
memiliki drainase yang baik. Hanya saja di Kecamatan Tanjung Raya
yang memiliki sedikit genangan bila memasuki musim penghujan.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 72
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

Gambar 7.19. Kondisi jalan lingkungan permukiman tanpa


drainase

7.4.4. Potensi dan Tantangan pengembangan penyehatan


lingkungan permukiman
A. Potensi
Berdasarkan kondisi eksisting di atas, khususnya berkaitan
aspek fisik dasar dan lingkungan secara umum, beberapa hasil
identifikasi berkaitan dengan potensi penyehatan lingkungan
permukiman, diantaranya:
a) Kondisi fisik dasar dan lingkungan dimana jenis tanah dan
struktur geologi yang memunyai daya serap cukup tinggi
(permeabilitas) terhadap limpasan air permukaan.
b) Sektor penyehatan lingkungan permukiman merupakan program
nasional, dimana gerakan 100-0-100 merupakan gerakan
nasional.
c) Sektor penyehatan lingkungan permukiman merupakan program
terpadu beberapa instansi teknis.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 73
PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)
KABUPATEN BUTON TENGAH TENGAH TAHUN 2016

B. Tantangan
Beberapa poin terkait tantangan/permasalahan yang berkaitan
dengan angan penyehatan lingkungan permukiman, diantaranya:
a) Kesadaran masyarakat yang relative masih rendah berkaitan
dengan sanitasi secara umum
b) Konsentrasi permukiman berada pada kawasan pesisir/pantai
c) Utilitas permukiman yang masih terbatas baik dari segi jumlah dan
kualitas prasarana dan sarana
d) Dukungan pendanaan yang masih terbatas terkait Kabupaten
Buton Tengah sebagai DOB
e) Faktor kemiskinan

7.4.5. Usulan program penyehatan lingkungan permukiman


Secara umum usulan program yang berkaitan dengan
penyehatan lingkungan permukiman, diantaranya:
a) Penguatan data dan informasi penyehatan lingkungan permukiman
b) Masterplan persampahan
c) Pengelolaan persampahan
d) Penentuan lokasi TPA
e) Penyediaan sarana dan prasarana persampahan dan MCK
f) Identifikasi lokasi genangan periodic khususnya di lingkungan
permukiman kumuh dan permukiman perdesaan secara umum.

LAPORAN AKHIR
Hal. II - 74

Anda mungkin juga menyukai